You are on page 1of 34

ENDAPAN BIJIH NIKEL

Gambar 1. Endapan Bijih Nikel

1. Pengertian Nikel Laterit


Istilah “laterite” atau laterit berasal dari bahasa Latin “later” yang berarti
bata. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Buchanan Hamilton pada tahun
1807 untuk bongkahan-bongkahan tanah (earthy iron crust) yang telah dipotong
menjadi bata (bricks) untuk bangunan dari orang Malabar – South Central India.
Masyarakat Malabar mengenali material ini dalam bahasa mereka sebagai
“brickstone” atau batu bata (dikutip dari Waheed Ahmad, 2006).
Sekarang ini, istilah “laterite” digunakan untuk pengertian residu tanah
yang kaya akan senyawa oksida besi (sesquioxsides of iron) yang terbentuk dari
akibat pelapukan kimia dengan kondisi air tanah tertentu. Untuk residu tanah
yang kaya dengan oksida alumina (hydrated aluminium oxides) dinamakan
“bauxite” atau bauksit. Jadi secara umum dapat dipahami bahwa batuan-batuan
mafik yang mana mengandung lebih banyak Fe daripada Al cenderung akan
membentuk laterit sedangkan batuan-batuan granitik dan argillik sebaliknya
cendrung akan membentuk endapan bauksit karena kandungan Al lebih banyak
dari Fe-nya.
Secara umum, nikel laterit diartikan sebagai suatu endapan bijih nikel yang
terbentuk dari proses laterisasi pada batuan ultramafik (peridotit, dunit dan
serpentinit) yang mengandung Ni dengan kadar yang tinggi, yang pada
umumnya terbentuk pada daerah tropis dan sub tropis. Kandungan Ni di batuan
asal berkisar 0.28 % dapat mengalami kenaikan menjadi 1 % Ni sebagai
konsentrasi sisa (residual concentration) pada zona limonit (Waheed Ahmad,
2006). Proses laterit ini selanjutnya dapat berkembang menjadi proses
pengayaan nickel (supergene enrichment) pada zona saprolit sehingga dapat
meningkatkan kandungan nikel menjadi lebih besar dari 2 %.
Sebetulnya, disamping endapan nikel laterit, terdapat juga type endapan lain
seperti yang dikenal dengan nama nikel sulfida yang mana terbentuk dari proses
hidrothermal sehingga membentuk suatu cebakan/ endapan nikel dalam bentuk
urat-urat (veins). Salah satu contoh dari type endapan ini bisa ditemukan di
tambang Sudbury-Kanada. Namun demikian, untuk tulisan ini kita hanya ingin
mengenal lebih jauh tentang nikel laterit itu sendiri, yang mana tersebar banyak
di daerah Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa.

2. Batuan Asal
Batuan asal yang merupakan syarat utama terbentuknya endapan bijih nikel
adalah Peridotit termasuk jenis batuan ultrabasa dengan kadar (Ni) kecil dari
0,20 %. Batuan asal ini mengandung unsur – unsur Ca, Mg, Fe, Si, Al, Cr, Mo,
Ni, dan Co yang kemudian mengalami perubahan bentuk dan struktur kimia
sebagai akibat dari pelapukan mekanis dan kimiawi. yang mana kandungan
nikelnya akan terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu dan membentuk
endapan nikel.

3. Faktor Pembentuk Nikel Laterit


Menurut P Golightly, endapan nikel laterit berasal dari batuan beku yang
kaya akan mineral olivin seperti batuan peridotit dan dunit. Nikel ini dihasilkan
dari hasil pelapukan mineral olivin atau serpentin sebagai komposisi mineral
utama dari batuan tersebut, atau bahkan magnetite yang mengandung nikel.
Jumlah kandungan nikel yang paling tinggi ditemukan dalam mineral olivine
(Mg,Fe,Ni)2SiO4 yang mana berkisar 0.3 % nikel.
Beberapa faktor yang dianggap sangat mempengaruhi proses penbentukan
endapan nikel laterit ini adalah:
 Kandungan dari batuan peridotite dan pola tektoniknya
 Iklim
 Topografi
 Struktur Geologi
 Proses geomorfologi (bentuk bentangan alam)

Kesemua faktor ini berkaitan begitu kompleks dimana peranan secara


individu dari masing-masing faktor sangat susah dibedakan. Kesemuanya bisa
mempengaruhi bentuk profil pelapukan secara individual berbeda, bentuk
topografi dari “ore body” pada batuan peridotitnya dan bentuk secara umum dari
residu nikel laterit tersebut.
Bentuk topografi/morfologi yang tidak curam tingkat kelerengannya,
dimana endapan laterit masih mampu untuk ditopang oleh permukaaan topografi
sehingga nikel laterit tersebut tidak hilang oleh proses erosi maupun
ketidakstabilan lereng. Adanya tumbuhan penutup yang berfungsi untuk
mengurangi tingkat intensitas erosi endapan laterit menyebakan endapan laterit
tersebut relatif tidak terganggu.
Struktur geologi yang menyebabkan terjadinya deformasi batuan yang
dipengaruhi sangat dominan dalam pembentukan endapan bijih nikel di suatu
perusahaan. Struktur yang terbentuk mempunyai pengaruh terhadap daya retak
antara lain: struktur rekahan (joint) dan patahan (fault). Batuan beku mempunyai
porositas yang sangat kecil sehingga perembesan air sangat sulit, maka dengan
adanya rekahan - rekahan ini akan mempermudah perembesan air dan
mempercepat proses pelapukan terhadap batuan induk. Selain itu rekahan akan
dapat berfungsi sebagai tempat pengendapan larutan yang mengandung Nikel
sebagai vein-vein.
Meskipun komposisi batuan asal memegang peran penting untuk
menghasilkan endapan laterit, kondisi iklim yang ada dan sejarah geologi yang
berkenaan dengan proses pembentukan soil akhirnya memegang peranan
penting dalam mengontrol komposisi akhir dari soil residu tersebut. Pelapukan
dari batuan mafik pada kondisi iklim dingin cenderung akan membentuk
endapan clay (lempung) sementara pada pelapukan yang tinggi dengan kondisi
iklim panas dan lembab akan menyebakan laterit berkembang dengan baik.
Oleh karena itu, agar laterit tersebut dapat berkembang dengan baik,
menurut Waheed Ahmad (2006), maka dibutuhkan beberapa kondisi seperti:
Keberadaan batuan yang mengandung besi Relatively high temperature (to
aid in chemical attack)
Air tanah yang bersifat agak asam (slightly acidic) untuk membantu dalam
reaksi kimia
Curah hujan yang tinggi untuk membantu pelapukan kimia dan
menghilangkan unsure-unsur yang mudah larut (mobile elements)
Lingkungan oksidasi yang kuat (untuk mengubah Fe2+ (FeO) menjadi Fe3+
(Fe2O3)
Proses pengayaan (supergene enrichments) untuk menghasilkan konsentrasi
nikel dalam jumlah yang cukup tinggi.
Bentuk topografi yang sedang untuk melindungi laterit dari proses erosi
Waktu yang cukup untuk agar laterit terakumulasi untuk ketebalan yang
baik.

4. Penampang Laterit
Pembentukan penampang lapisan laterit sebagai hasil dari proses laterisasi
memperlihatkan urutan laterit yang tertua dari atas ke bawah. Secara umum
penampang laterit dapat dikategorikan menjadi:
 Zona limonit pada bagian atas
 Zona saprolit pada bagian tengah, dan
 Zona batuan dasar (bedrock) pada bagian bawah.

Gambar 2. Bentuk sederhana penampang laterit (Waheed Ahmad, 2006).


Gambar 3. Bentuk ragam dari penampang laterit hubungannya dengan iklim
dan topografi (Waheed Ahmad, 2006).

Menurut Golithly, endapan laterit yang berkembang baik di daerah Sorowako


dapat dibedakan atas dua kategory yaitu:
 Endapat laterit yang berkembang pada batuan dasar (bedrock) yang tidak
mengalami serpentinisasi (unserpentinized) yang dikenal dengan West type,
dan
 Endapan laterit yang berkembang pada batuan dasar yang mengalami
serpentinisasi 20% samapi 80% pada mineral olivinnya (East type).

Akibat dari perbedaan kedua kondisi lingkungan tersebut mengakibatkan


pekembangan bentuk penampang laterit yang berbeda pula (lihat gambar 4.).
Gambar 4. Penampang laterit Sorowako East Block dan West Block
secara lengkap (Waheed Ahmad, 2006).
5. Kondisi Geologi dan Pola Tektonik Endapan
Daerah Sorowako, bahodopi, Pomalaa dan sekitarnya merupakan bagian
mandala Sulawesi Timur yang tersusun oleh kompleks ofiolit, batuan
metamorf, kompleks mélange dan batuan sediment pelagis. Kompleks ofiolit
memanjang dari utara Pegunungan balantak ke arah tenggara Pegunungan
Verbeek, yang disusun oleh batuan dunit, hazburgit, lerzolit, serpentinit, werlit,
gabro, diabas, basalt dan diorite. Geologi regional dari pulau Sulawesi ini dapat
dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Peta geologi dan struktur regional Sulawesi (Kadarusman dkk, 2004).

Batuan yang merupakan anggota Lajur Ofiolit Sulawesi Timur berupa


batuan ultrabasa (Mtosu) yang terdapat di sekitar danau Matano, terdiri atas
dunit, harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterit dan serpentinit. Jenis batuan yang
menyusun daerah Sorowako dan sekitarnya ini sangat mempengaruhi
keterdapatan dan penyebaran nikel laterit. Batuan dasar penyusun Sorowako
dan sekitarnya ini merupakan batuan ultramafik yang mengandung nikel,
cobal, besi, magnesium, dan silika. Jika batuan ini mengalami proses
lateritisasi maka konsentrasi kadar nikel, kobal, basi, magnesium dan silica
akan meningkat dalam zona laterit tertentu.

Struktur geologi banyak dijumpai pada daerah Sorowako dan sekitarnya,


baik berupa sesar, lipatan maupun kekar (Gambar 4). Secara umum sesar yang
terdapat di daerah ini berupa sesar naik, sesar sungkup, sesar geser dan sesar
turun; yang diperkirakan mulai terbentuk sejak Mesozoikum. Sesar matano dan
sesar Palu Koro merupakan sesar utama yang terdapat pada daerah ini.

6. Kondisi Iklim
Iklim untuk pembentukan Nikel silika ini adalah iklim tropis dan sub tropis.
Adanya pergantian musim kemarau dengan musim hujan, dimana sinar
matahari dan air hujan memegang peranan penting dalam proses pelapukan
dan pelarutan unsur-unsur yang terdapat pada batuan asal.
Curah hujan yang tinggi dan penyinaran matahari yang intensif pada suatu
daerah atau tempat yang menyebabkan cuaca pada daerah tersebut selalu
mengalami perubahan, perubahan cuaca tersebut akan mempengaruhi keadaan
fisik batuan yang lama-kelamaan akan pecah-pecah. Pelapukan seperti ini
disebut pelapukan mekanis yang terutama dialami oleh batuan-batuan
dipermukaan bumi. Sedangkan air hujan yang mengandung Oksigen (O2) dan
Karbon Dioksida (CO2) dari udara serta asam-asam humus dari hutan yang
meresap kedalam tanah, bereaksi dengan unsur-unsur lainnya yang terdapat di
dalam tanah. Sehingga tanah yang dilaluinya lama – kelamaan akan menjadi
porous, proses ini disebut proses pelapukan kimia. Air hujan ini selain
menyebabkan pelapukan terhadap batuan induk. Juga melarutkan serta
mengangkut unsur – unsur yang diendapkan pada tempat tertentu.
Daerah Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa juga merupakan daerah yang
mengalami perubahan temperature yang kontras dan bercurah hujan yang
tinggi, sehingga batuan penyusunnya mudah mengalami pelapukan mekanis.
Pelapukan mekanis atau disebut juga disintegrasi dapat mengubah ukuran
batuan atau partikel batuan menjadi semakin kecil. Perubahan ukuran batuan
yang semakin kecil ini menyebabkan luas permukaan batuan yang mengalami
kontak dengan agen-agen proses laterisasi menjadi semakin luas sehingga
jumlah laterit yang dihasilkan juga semakin besar.
Keberadaaan nikel laterit di daerah Sorowako dan sekitarnya juga sangat
dipengaruhi oleh pelapukan kimia dan sirkulasi air tanah. Semakin tinggi
tingkat pelapukan kimia dan sirkulasi air tanahnya maka jumlah lateritpun akan
semakin besar. Menurut Ollier, 1966, pelapukan kimia yang berhubungan
dengan proses laterisasi terdiri atas pelarutan, oksidasi-reduksi, hidrasi,
karbonasi, hidrolisis dan desilisikasi. Proses pelapukan kimia dan sirkulasi air
tanah terutama yang bersifat asam pada batuan ultramafik, akan menyebabkan
terjadinya penguraian magnesium, nikel, besi, dan silica pada mineral olivin,
piroksin, maupun serpentin yang membentuk larutan yang kaya dengan unsur-
unsur tersebut (Waheed Ahmad, 2006).
7. Penyebaran Endapan dan Pendekatan Konsep Ekplorasi
Pulau Sulawesi dengan kondisi geografis, iklim, topografi, geologi dan
tektonik memiliki potensi sebaran nikel laterit dibeberapa daerah di lengan
timur Sulawesi. Dapat dipahami bahwa keberadaan endapan ini terkait dengan
beberapa faktor tersebut diatas. Pada Kenyataannya, proses pengkayaan nikel
dari hingga menjadi suatu endapan yang bernilai ekonomis sangat tergantung
berbagai macam kombinasi faktor yang cukup kompleks.

Oleh karena itu, pendekatan dari konsep eksplorasi endapan ini secara
umum dipahami bahwa endapan ini berasosiasi terhadap batuan-batuan
ultramafik yang kaya akan mineral-mineral ferromagnesian yang mengandung
nikel. Bentuk bentangan alam (morphology) dan struktur gelologi yang
berkembang serta kondisi iklim merupakan satu informasi yang sangat penting
untuk bagi para explorer (geologist) untuk menindak lanjuti potensi keterdapan
endapan nikel laterit tersebut.

8. Biologi.
Faktor biologi yang berpengaruh dalam pembentukan bijih nikel adalah
sisa tumbuh – tumbuhan, yang mengalami pembusukan dan memungkinkan
terbentuknya asam humus (asam organis). Asam humus ini akan bereaksi
dengan permukaan batuan asal yang bersifat basa, sehingga ada bagian batuan
yang mengalami terjadinya proses dekomposisi pada batuan tarsebut yang
akhirnya menjadi lapuk. Sementara pada batuan yang berada di bawah
permukaan tanah, asam organis bersama karbon dioksida yang diperolehnya
dari udara, meresap ke dalam tanah bersama-sama dengan air tanah dan
bereaksi dengan permukaan batuan tercebur menjadi porous, dan akhirnya
menjadi lapuk. Dengan demikian asam-asam ini dapat mempercepat proses
pelapukan batuan induk.
KARAKTERISTIK / SIFAT FISIK

Rumus Kimia : Ni (Nikel)


Warna : Putih kebiruan, Hijau kehitaman
Kilap : Logam (metallic)
Transparansi : Opak
Sistem Kristal : Isometrik
Morfologi Kristal : Sanagat jarang membentuk Kristal,kadang ditemukan
berbentuk kubik, tetapi biasanya granular atau massif.
Belahan :-
Pecahan : Hackly (Begerigi)
Kekerasan : 4 – 5 (Skala Mohs)
Berat Jenis : 7,8 – 8,2 (berat meskipun untuk mineral logam)
Cerat : Abu-abu metallic
Karakterristik Lain : Malleable dan sedikit magnetik
Asosiasi Mineral : Olivine, Pyroxenes,emas,platinum,beberapa mineral yang
hanya di temukan pada meteoric, dan mineral bijih sulfide
lainnya.

Lokasi Ditemukan : Potensi nikel terdapat di Pulau Sulawesi, Kalimantan


bagian tenggara, Maluku, dan Papua.Selain itu terdapat
juga di daerah Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan
(Halsel), Maluku Utara (Malut) Ternate.

Kegunaan : Penggunaan utama nikel adalah sebagai bahan pembuat


logam paduan. Logam paduan nikel memiliki karakteristik
kuat, tahan panas, serta tahan karat.
ENDAPAN BIJIH BESI

Gambar 6. Endapan Bijih Besi

Unsur besi di alam ditemukan dalam bentuk mineral : magnetit (Fe3O4)


mengandung lebih dari 72.40% unsur besi, hematit (Fe2O3) mengandung 70% besi,
geothit atau limonit (HFeO2) mengandung 62.90% besi, dan siderit (FeCO3)
mengandung 48.20% besi. Proses terbentuknya di alam dijumpai dalam bentuk
bijih besi primer dan endapan sekunder.
Menurut Padmanegara (1983), terdapat empat jenis tipe endapan mineral/bijih
besi terpenting yang terdapat di Indonesia yaitu: (1) endapan skarn/metasomatik
kontak, (2) endapan placer, (3) endapan lateritik, dan (4) endapan sedimen

1.) Endapan Skarn (Metasomatik Kontak)


Bijih tipe ini dapat terbentuk akibat proses kontak metasomatik yaitu
larutan magma berkompisisi sedang, basa, atau ultra basa yang naik
kepermukaan dalam peristiwa intrusi atau ekstrusi dapat bereaksi dengan
batuan sekitarnya, terutama dengan batuan kapuran (tipe ekso-skarn atau kalsik
eksoskarn). Disini akan terbentuk mineral-mineral skarn seperti garnet, epidot,
dan jika yang terbentuk adalah mineral-mineral magnetit dan hematit sebagai
mineral utama maka dapat menjadi bijih besi. Di Indonesia, bijih besi tipe ini
biasanya terdapat di sekitar daerah kontak batuan intrusi berkomposisi sedang
sampai basa seperti diorit, granidiorit, dan gabro atau basalt dengan formasi
batuan sedimen atau vulkanis yang mengandung lapisan-lapisan atau lensa-
lensa batuan gampingan atau batuan yang bersifat gampingan. Dalam proses
ini, selain temperatur, magma juga ikut memegang peranan dalam
menambahkan langsung beberapa unsur pada batuan sekitarnya, sehingga
endapan ini tidak mungkin terdapat jauh dari batuan intrusi kecuali bila telah
mengalami proses desintegrasi dan transportasi sebagaimana halnya pada
endapan eluvial dan diluvial.

Ciri-ciri tipe endapan ini antara lain:


 Endapan bijih besi ini dapat berbentuk lensa, berupa sarang (nest-shaped)
atau lapisan-lapisan yang kompleks pada batuan kontak;
 Berupa endapan masif yang terutama terdiri dari magnetit dan hematit.
Selain oksida besi, juga sering mengandung mineral sulfida seperti pirit
dan kalkopirit, disamping mineral skarn seperti garnet, piroksen, aktinolit,
sillimanit, dan epidot;
 Akibat proses desintegrasi dan transportasi, endapan tipe ini sering
terdapat dalam bentuk eluvial atau diluvial, yaitu berupa onggokan
bongkah-bongkah batuan berbagai ukuran dengan komposisi mineralnya
yang utama masih tetap berupa magnetit dan hematit. Onggokan batuan
ini biasanya tidak jauh letaknya dari tempat asalnya yaitu daerah kontak;
 Kadar Fe bijih tipe ini berkisar sekitar 50-70%;
 Kadar Ni atau Cr dapat diabaikan;
 Karena sering berasosiasi dengan mineral sulfida, terkadang berkadar Cu
atau Zn agak tinggi (± 1%);
 Kadar belerang kadang-kadang agak tinggi, mendekati 1%;
 Kadar TiO2 biasanya dibawah 0,5%.
2.) Endapan Placer
Tipe endapan ini terbentuk oleh proses pelapukan, desitegrasi, dan
pengumpulan secara mekanik. Hasilnya adalah endapan fragmen mineral dan
batuan yang seringkali disebut mineral/batuan rombakan. Tipe ini dikenal
sebagai placer pantai (beach placer) dan placer aluvium (alluvial placer).
Karena melalui proses mekanik, maka kemurnian fragmen mineral rombakan
dipengaruhi oleh intensitas liberasi selama proses tersebut.
3.) Endapan Laterit
Tipe endapan ini merupakan endapan residu dari proses pelapukan,
dekomposisi, dan pengumpulan kimia. Tipe ini tidak lazim disebut endapan
mineral/batuan rombakan. Karena melalui proses kimia, maka keterjadiannya
berkaitan dengan pelarutan dan pengendapan yang sesuai dengan keadaan dan
situasi setempat, yakni jenis batuan induk dan lingkungan fisika-kimia.
Lingkungan yang baik untuk proses lateritisasi adalah: (1) iklim tropis-basah,
(2) topografi yang relatif tidak curam, dan (3) waktu proses lateritisasi yang
cukup lama.
Endapan mineral/bijih laterit umumnya terjadi pada batuan induk
ultramafik (ofiolit). Unsur besi bivalen dilepaskan oleh pelapukan secara kimia
terhadap batuan ultramafik yang sudah teroksidasi menjadi besi trivalen dan
kemudian diendapkan dalam laterit. Dalam keadaan reduksi (dalam hutan
lebat), unsur besi feri berubah menjadi fero dan berupa larutan yang bergerak
sampai menemui lingkungan yang teroksidasi, kemudian unsur besi tersebut
berubah lagi menjadi feri dan terendapkan di lingkungan tersebut pada
permukaan air tanah, selanjutnya konkresi limonit (2Fe2O3.3H2O) terjadi
dalam lingkungan tersebut. Karena oksida besi yang mempunyai berat jenis
lebih besar mengalami dehidrasi, maka hematit dan magnetit terjadi mendekati
permukaan. Hematit terkumpul kearah permukaan, sedangkan magnetit
cenderung kearah zona yang lebih dalam. Hematit yang relatif lebih stabil
dalam lingkungan pH (5,5-8), maka endapannya dapat berkembang menjadi
“kerak hematit yang keras” atau iron-cap. Mineral besi, mineral nikel dan krom
diendapkan sebagai residu dalam laterit. Mineral besi yang berupa konkresi
limonit bersifat belahan konkoidal disebut goetit.
4.) Endapan Sedimen
Endapan tipe ini terbentuk berkaitan dengan proses sedimentasi yaitu
proses kimia yang memegang peranan utama dalam proses pengendapannya.
Ada pula yang menjadi penyebabnya adalah proses desintegrasi mekanik,
seperti yang terjadi pada sebagian endapan bijih besi disekitar bijih besi tipe
lateritik. Endapan jenis “bog-iron” terbentuk bila larutan yang mengandung
besi terkumpul dalam suatu cekungan atau basin, dan oleh proses kimia atau
akibat pekerjaan bakteri terbentuklah endapan bijih besi. Dalam kelompok ini
termasuk juga endapan bijih besi yang dihasilkan oleh sumber air panas
(endapan sinter).
Ciri-ciri tipe endapan ini:
 Karena berasosiasi dengan endapan sedimen, tekstur atau strukur
perlapisan dan laminasi dapat terlihat jelas;
 Dapat berupa perlapisan yang kompak atau massif dan dapat berupa breksi
atau konglomerat, sering mengandung bongkah-bongkah atau kerikil
peridotit atau serpentinit;
 Komposisi mineral besinya bervariasi, ada yang berupa karbonat, silikat
besi, magnetit, dan hematite;
 Kadar Fe berkisar antara 40 - 60 %;
 Mengandung kadar Ni dan Cr yang lebih rendah dari tipe lateritik yaitu
rata-rata 0,41% Ni dan 2,1 % Cr2O3, khususnya yang berasal dari bijih besi
laterit;
 Kadar Al lebih rendah dari tipe bijih lateritik, yaitu sekitar 7%;
 Bijih besi “bog-iron”, sering mengandung kadar belerang dan mangan
yang tinggi, sedang yang berasal dari air panas dapat mengandung
belerang yang relatif lebih tinggi;
 Karena sering adanya perlapisan pemisah diantara lapisan bijih besi, kasar
Fe dan unsur-unsur lain yang dikandungnya dapat bervariasi secara lateral
maupun vertikal.

Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan
adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat peristiwa tektonik, terbentuklah
struktur sesar, struktur sesar ini merupakan zona lemah yang memungkinkan
terjadinya magmatisme, yaitu intrusi magma menerobos batuan tua, dicirikan
dengan penerobosan batuan granitan (Kgr) terhadap Formasi Barisan (Pb,Pbl).
Akibat adanya kontak magmatik ini, terjadilah proses rekristalisasi, alterasi,
mineralisasi, dan penggantian (replacement) pada bagian kontak magma dengan
batuan yang diterobosnya.
Perubahan ini disebabkan karena adanya panas dan bahan cair (fluida) yang
berasal dari aktivitas magma tersebut. Proses penerobosan magma pada zona lemah
ini hingga membeku umumnya disertai dengan kontak metamorfosa. Kontak
metamorfosa juga melibatkan batuan samping sehingga menimbulkan bahan cair
(fluida) seperti cairan magmatik dan metamorfik yang banyak mengandung bijih.
KARAKTERISTIK/SIFAT FISIK

Rumus Kimia : Fe ( Native Elemental)

Warna : puti abu-abu, hitam

Kilap : Logam (metallic)

Transparansi : Opak

Sistem kristal : Isometrik

Belahan : -

Pecahan : Konkoidal

Kekerasan : 4 skala mohs

Berat jenis : 7,3-7,8 g/cm3

Cerat : Kuning
Karakteristik lain : Penghantar panas dan listrik yang baik, mudah ditempa
atau dibentuk sedikik magnetic.
Asosiasi mineral : Berasosiasi dengan mineral sulfida dan endapan placer
Lokasi ditemukan : Daerah persebaran Bijih besi terdapat di daerah Lampung
(Gunung Tegak), Kalimantan Selatan (Pulau Sebuku),
Sulawesi Selatan (Pegunungan Verbeek), dan Jawa Tengah
(Cilacap).
Kegunaan : Dapat digunakan sebagai pembuatan alat elektronik.
Sebagai alat yang digunakan untuk menghantar panas seperti
setrika dll.
ENDAPAN BIJIH TEMBAGA

Gambar 7. Endapan Bijih Tembaga

1. Pengertian Tembaga (Cu)


Tembaga adalah logam merah-muda yang lunak, dapat ditempa, liat.
Tembaga melebur pada 1038. Karena potensial electrode standarnya positif
(+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+), tembaga tak larut daalm asam klorida dan
asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen tembaga bisa terlarut
sedikit. Dalam table periodik unsur – unsur kimia, tembaga menempati posisi
dengan nomor atom (NA)29 dan mempunyai bobot atau berat atom
(BA)63,546. Unsur tembaga di alam, dapat ditemukan dalam bentuk logam
bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau
sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral.
Tembaga (Cu) mempunyai sistim kristal kubik, secara fisik berwarna
kuning dan apabila dilihat dengan menggunakan mikroskop bijih akan
berwarna pink kecoklatan sampai keabuan. Unsur tembaga terdapat pada
hampir 250 mineral, tetapi hanya sedikit saja yang komersial. Pada endapan
sulfida primer, kalkopirit (CuFeS2) adalah yang terbesar, diikuti oleh kalkosit
(Cu2S), bornit (Cu5FeS4), kovelit (CuS), dan enargit (Cu3AsS4). Mineral
tembaga utama dalam bentuk deposit oksida adalah krisokola (CuSiO3.2HO),
malasit (Cu2(OH)2CO3), dan azurite (Cu3(OH)2(CO3)2).
Deposit tembaga dapat diklasifikasikan dalam lima tipe, yaitu: deposit
porfiri, urat, dan replacement, deposit stratabound dalam batuan sedimen,
deposit masif pada batuan volkanik, deposit tembaga nikel dalam intrusi/mafik,
serta deposit nativ. Umumnya bijih tembaga di Indonesia terbentuk secara
magmatik. Pembentukan endapan magmatik dapat berupa proses hidrotermal
atau metasomatisme.
 Senyawaan tembaga (Cu)

Terdapat 2 senyawa tembaga yaitu Tembaga (I) atau cupro dan Tembaga
(II) atau cupri. Tembaga (I) oksida merupakan senyawa yang berwarna
hitam dan Cu²+ umum nya berwarna biru. CuSO4.5H2O dikenal dengan
nama terusi atau prusi yang berwarna biru, tetapi bila dipanas kan H2O nya
menguap dan warna nya menjadi putih. Dalam badan perairan laut, tembaga
dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan ion seperti CuCO3-, CuOH.
Pada batuan mineral atau lapisan tanah, tembaga dapat ditemukan dalam
bentuk – bentuk seperti :

1. Chalcocote (Cu2S)
2. Covellite (CuS)
3. Chalcopyrite (CuFeS2)
4. Bornite (Cu5FeS4)
5. Enargite [Cu3(AsSb)S4]

Tembaga di alam memiliki tingkat oksidasi +1 dan +2. Tembaga


dengan bilangan oksidasi +2 merupakan tembaga yang sering ditemukan
sedangkan tembaga dengan bilangan oksidasi +1 jarang ditemukan, karena
senyawaan tembaga ini hanya stabil jika dalam bentuk senyawa kompleks.
Selain dua keadaan oksidasi tersebut dikenal pula tembaga dengan bilangan
oksidasi +3 tetapi jarang digunakan, misalnya K3CuF6.
Beberapa senyawaan yang dibentuk oleh tembaga seperti yang tertera pada Tabel.

Tembaga(II) Nama Tembaga(I) Nama

CuO tembaga(II) oksida Cu2O tembaga(I)


oksida
Cu(OH)2 tembaga(II) hidroksida
tembaga(I)
CuCl2 tembaga(II) klorida CuCl
klorida
CuF2 tembaga(II) fluorida CuI
tembaga(I)
CuS tembaga(II) sulfida iodida

CuSO4.5H2O tembaga(II) sulfat


pentahidrat atau vitriol
Cu(NO3)2.3H2O
biru

tembaga(II) nitrat
trihidrat

 Sifat tembaga (Cu)


a) Sifat fisika
- Tembaga merupakan logam yang berwarna kuning kemerahan
seperti emas kuning.
- Mudah ditempa (liat) dan bersifat elastis sehingga mudah
dibentuk menjadi pipa, lembaran tipis, dan kawat. Konduktor
panas dan listrik yang baik, kedua setelah perak. Titik leleh :
1083 dan titik didih 2301.
b) Sifat Kimia
- Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga
tahan terhadap korosi. Pada udara yang lembab permukaan
tembaga ditutupi oleh suatu lapisan yang berwarna hijau yang
menarik dari tembaga karbonat basa, CuOH2CO3.
- Pada kondisi yang istimewa, yakni pada suhu sekitar
300 tembaga dapat bereaksi dengan oksigen membentuk CuO
yang berwarna hitam. Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi,
yakni sekitar 1000 akan terbentuk tembaga (I) oksida (Cu2O)
yang berwarna merah.
- Logam Cu dan beberapa bentuk persenyawaan, seperti CuO3,
Cu(OH)2, dan Cu(CN)2, tidak dapat larut dalam air dingin atau
air panas tetapi dapat dilarutkan dengan asam.
- Logam Cu itu sendiri dapat dilarutkan dalam senyawa asam
sulfat (H2SO4) panas dalam larutan basa NH4OH.

Genesa Endapan Bijih Tembaga

Gambar 8. Genesa pembentukan endapan bijih tembaga


Genesa endapan bijih tembaga secara garis besar dapat dibagi 2 (dua)
kelompok, yaitu genesa primer dan genesa sekunder.

1. Genesa Primer
Logam tembaga, proses genesanya berada dalam lingkungan magmatik,
yaitu suatu proses yang berhubungan langsung dengan intrusi magma. Bila
magma mengkristal maka terbentuklah batuan beku atau produk-produk lain.
Produk lain itu dapat berupa mineral-mineral yang merupakan hasil suatu
konsentrasi dari sejumlah elemen-elemen minor yang terdapat dalam cairan
sisa. Pada keadaan tertentu magma dapat naik ke permukaan bumi melalui
rekahan-rekahan (bagian lemah dari batuan) membentuk terowongan (intrusi).
Ketika mendekati permukaan bumii, tekanan magma berkurang yang
menyebabkan bahan volatile terlepas dan temperatur yang turun menyebabkan
bahan non volatile akan terinjeksi ke permukaan lemah dari batuan samping
(country rock) sehingga akan terbentuk pegmatite dan hidrotemal.

Endapan pegmatite sering dijumpai berhubungan dengan batuan plutonik


tapi umumnya granit yang kaya akan unsur alkali, aluminium, kuarsa dan
beberapa muskovit dan biotit.

Endapan hidrotermal merupakan endapan yang terbentuk dari proses


pembentukan endapan pegmatite lebih lanjut, dimana larutan bertambah dingin
dan encer. Cirri khas endapan hidrotermal adalah urat yang mengandung
sulfida yang terbentuk karena adanya pengisian rekahan (fracture) atau celah
pada batuan semula. rendah, tersebar relatif merata dengan jumlah cadangan
yang besar. Endapan bahan galian ini erat hubungannya dengan intrusi
batuan Complex Subvolcanic Calcaline yang bertekstur porfitik. Pada
umumnya berkomposisi granodioritik, sebagian terdeferensiasi ke batuan
granitik dan monzonit. Bijih tersebar dalam bentuk urat-urat sangat halus yang
membentuk meshed network sehingga derajat mineralisasinya merupakan
fungsi dari derajat retakan yang terdapat pada batuan induknya (hosted rock).
Mineralisasi bijih sulfidanya menunjukkan perkembangan yang sesuai dengan
pola ubahan hidrotermal.

Zona pengayaan pada endapan tembaga porfiri:

 Zona pelindian.
 Zona oksidasi.
 Zona pengayaan sekunder.
 Zona primer.

Reaksi yang terjadi pada proses pengayaan tersebut adalah :

5FeS2 + 14Cu2+ + 14SO42- + 12H2O 7Cu2S + 5Fe2+ + 2H+ + 17SO42-

Sifat susunan mineral bijih endapan tembaga porfiri adalah:

 Mineral utama terdiri : pirit, kalkopirit dan bornit.

 Mineral ikutan terdiri : magnetit, hematite, ilmenit, rutil, enrgit, kubanit,


kasiterit, kuebnit dan emas.

 Mineral sekunder terdiri : hematite, kovelit, kalkosit, digenit dan tembaga


natif.

Akibat dari pembentukannya yang bersal dari intrusi hidrotermal maka


mineralisasi bijih tembaga porfiri berasosiasi dengan batuan metamorf
kontak seperti kuarsit, marmer dan skarn.

2. Genesa Sekunder

Dalam pembahasan mineral yang mengalami proses sekunder terutama


akan ditinjau proses ubahan (alteration) yang terjadi pada mineral-mineral
urat (vein). Mineral sulfida yang terdapat di alam mudah sekali mengalami
perubahan. Mineral yang mengalami oksidasi dan berubah menjadi mineral
sulfida kebanyakan mempunyai sifat larut dalam air. Akhirnya didapatkan
suatu massa yang berongga terdiri dari kuarsa berkarat yang disebut Gossan
(penudung besi). Sedangkan material logam yang terlarut akan mengendap
kembali pada kedalaman yang lebih besar dan menimbulkan zona
pengayaan sekunder.

Pada zona diantara permukaan tanah dan muka air tanah berlangsung
sirkulasi udara dan air yang aktif, akibatnya sulfida-sulfida akan teroksidasi
menjadi sulfat-sulfat dan logam-logam dibawa serta dalam bentuk larutan,
kecuali unsur besi. Larutan mengandung logam tidak berpindah jauh
sebelum proses pengendapan berlangsung. Karbon dioksit akan
mengendapkan unsur Cu sebagai malakit dan azurit. Disamping itu akan
terbentuk mineral lain seperti kuprit, gunative, hemimorfit dan angelesit.
Sehingga terkonsentrasi kandungan logam dan kandungan kaya bijih.

Apabila larutan mengandung logam terus bergerak ke bawah sampai


zona air tanah maka akan terjadi suatu proses perubahan dari proses oksidasi
menjadi proses reduksi, karena bahan air tanah pada umumnya kekurangan
oksigen. Dengan demikian terbentuklah suatu zona pengayaan sekunder
yang dikontrol oleh afinitas bermacam logam sulfida.

Logam tembaga mempunyai afinitas yang kuat terhadap belerang,


dimana larutan mengandung tembaga (Cu) akan membentuk seperti pirit
dan kalkopirit yang kemudian menghasilkan sulfida-sulfida sekunder yang
sangat kaya dengan kandungan mineral kovelit dan kalkosit. Dengan cara
seperti ini terbentuk zona pengayaan sekunder yang mengandung
konsentrasi tembaga berkadar tinggi bila dibanding bijih primer.
KARAKTERISTIK/SIFAT FISIK:

Rumus Kimia : Cu (Elemental Copper)

Warna : Hijau

Kilap : Logam (metallic)

Transparansi : Opak

Sistem kristal : Isometrik

Morfologi kristal : Masif, berkawat-kawat, arborescent, jarang terlihat


sebagai kristal yang individu tetapi jika hadir selalu dalam
bentuk kubus dan octahedron, kadang berbentuk isometric
cubic, tetapi bentuk khasnya sebagai masa yang irregularr
dan fracture fillings

Belahan : -

Pecahan : Hackly (bergerigi)

Kekerasan : 2,5 – 3 skala mohs

Berat jenis : 8,9 (di atas rata-rata untuk mineral logam)

Cerat : Warna tembaga kemerahan

Karakteristik lain : Lentur, dapat ditempa dan dapat disayat, artinya bahwa
emas dapat ditempa menjadi bentuk-bentuk yang lain,
dibentuk menjadi kawat dan dipotong menjadi irisan- irisan

Asosiasi mineral : Silver, calcite, malachite, dan mineral tembaga sekunder


lainnya

Lokasi ditemukan : Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera


Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah, NTT, dan Papua.
Kegunaan : Sebagai bijih tembaga utama, sebagai contoh mineral, dan
untuk hiasan (ornamental stone). Digunakan untuk
membuat kawat, komponen listrik, uang logam (koin),
membuat pipa, dan banya alat lainnya.
ENDAPAN BIJIH EMAS

Gambar 9. Siklus pembentukan emas dengan proses magmatisme

Pembentukan emas di alam melalui sebuah proses magmatisme dari inti


bumi atau pengkonsentrasian mineral kepermukaan, serta kegiatan dari vulkanis
dari gunung berapi. Celah dari hasil aktivitas Gunung api menyebabkan air
magmatik yang bertekanan tinggi naik ke permukaan bumi. Saat air magmatik yang
berwujud uap mencapai permukaan bumi terjadi kontak dengan air meteorik yang
menyebabkan ion sulfida dan ion klorida yang membawa emas terendapkan. Air
meteorik biasanya menempati zona-zona retakan-retakan batuan beku yang
mengalami proses alterasi akibat pemanasan oleh air magmatik. Seiring dengan
makin bertambahnya endapan dalam retakan-retakan tersebut, maka akan semakin
lama retakan tersebut tertutup oleh akumulasi endapan dari logam-logam yang
mengandung ion-ion kompleks yang mengandung emas, sedangkan aktivitas
pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer deposit).

Genesa emas dikatagorikan menjadi dua yaitu:

Deposit primer : yang merupakan deposit dari batuan beku dan mineral emas
membentuk jalur emas atau urat emas (vena)
Deposit plaser : yang merupakan asal dari deposito batuan emas yang telah
terkikis oleh air menuju ke dalam aliran sungai ( Biasanya
deposit plaser ini terdapat di jalur air bawah bukit atau
pegunungan)
Bijih mineral pembawa:
Pembawa mineral emas juga dikaitkan dengan deposito sulfida yang telah
teroksidasi. Mineral pembawa emas biasanya berhubungan dengan mineral
pembawa (gangue mineral). Mineral ikutan kebanyakan Acid yaitu, kuarsa,
karbonat, turmalin dan fluorit yang berlimpah, dan sejumlah kecil mineral non-
logam atau mineral pembawa lainnya dari kelompok alkali tanah. Pembawa mineral
emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, beberapa paduan emas dan
senyawa dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum
sebenarnya jenis lain dari nativ emas, hanya konten perak di dalamnya> 20%.

Jenis Batuan Emas.


Sebagian besar jenis batuan yang mengandung emas memiliki sejumlah logam
pembawa sejumlah kecil logam perak, tembaga, platinum, serta mineral pembawa
lainnya. Jenis batuan mineral yang paling umum mengandung emas signifikan dari
pelapisan mineral emas adalah :
1. Batuan Calaverite
Batuan emas jenis Calaverite
mempunyai kandungan logam emas
(Au) yang lebih tinggi serta hanya
sekitar 3% untuk kandungan perak
(Ag), Batuan mineral ini sering
memiliki kilap logam, dan warna dari
batuan dapat berkisar dari putih
kristal keperakan dan kadang sedikit
ada warna abu - abu kekuningan. Batuan jenis Calaverite paling sering
ditemukan pada jalur urat emas ( vena ) yang telah terbentuk membeku di
kedalaman tanah serta jenis batuan emas ini biasanya juga mudah rapuh.
2. Batuan Sylvanite
Jenis batuan emas Sylvanite (Au,
Ag) TE2: biasanya memiliki
kandungan emas sekitar 24% dan 13%
kandungan perak, serta sedikit logam
pembawa lainnya. Kekerasan dari
batuan sylvanite antara 1,5 sampai 2
skala mosh. struktur dari batuan emas
sering terdapat pada kedalaman jalur urat emas. Batuan emas ini
mempunyai warna yang berkisar dari abu-abu hampir keputihan.
3. Batuan Petzite
Batuan ini mengandung emas
dan perak (Ag, Au) 2, Te, biasanya
dengan kandungan mineral logam
emas pada batuan ini biasanya
membentuk seperti kristal isometrik
dan memiliki kandungan perak yang
lebih tinggi dari emas. Jenis batuan emas Petzite terdapat pada jalur urat
emas, serta berada di kedalaman tanah pada jalur urat emas.
4. Batuan Krennerite
Contoh batuan emas jenis
Krennerite (Ag2Te, Au2Te3) kandungan
emas dan perak pada batuan tersebut
relatif kecil. Segi warna dari jenis batuan
emas ini perak keputihan berasosiasi
kekuningan serta ke keabu - abuan.
Kadar kekerasan dari batuan ini antara
2,5 dan biasanya sering terdapat pada jalur urat emas.
5. Batuan Nagyagite
Batuan Nagyagite memiliki
kandungan logam sekitar 12,75% dari
kepadatan mineral batuan, batuan
nagyagite merupakan mineral kompleks
yang mengandung emas, telurium,
sulfur, timbal, antimon dan bismut yang
terjadi pada urat epitermal (Au2, Pbi4,
Sb3, Te7, S7). Unsur kandungan logam emas pada batuan ini sangat sedikit.

Batuan emas sering berasosiasi dengan mineral pembawa emas dan mineral
pengotor lainnya. Unsur kandungan jenis batuan emas juga tergantung dengan
deposito sulfida yang telah teroksidasi. Jumlah kandungan logam emas juga
berbeda antara lokasi yang satu dengan lokasi lainnya. Semoga contoh batuan emas
di atas bisa menjadi sebuah referensi bagi penambang atau para orang awam yang
ingin mengetahui jenis mineral batuan yang mengandung emas.
KARAKTERISTIK/SIFAT FISIK:

Rumus Kimia : Au ( Native Elemental )

Warna : Kuning

Kilap : Logam (metallic)

Transparansi : Opak

Sistem kristal : Isometrik

Belahan : -

Pecahan : Hackly (begerigi)

Kekerasan : 2,5 - 3 skala mohs

Berat jenis : 19.3

Cerat : Kuning

Karakteristik lain : Mempunyai daya hantar listrik dan panas yang baik,
mudah ditempa menjadi lembaran yang sangat tipis dan
dapat ditarik.
Asosiasi mineral : Quartz, nagyagite, calaverite, sylvanite, pirit, krennerite,
sulfides.

Lokasi ditemukan : Potensi endapan emas terdapat di hampir setiap daerah di


Indonesia, seperti di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau,
Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku, dan Papua.

Kegunaan : Sumber logam emas; dipakai untuk membuat perhiasan,


instrumen-saintifik, lempengan elektrode, pelapis gigi dan
emas lantakan.
ENDAPAN BIJIH TEMBAGA

Gambar 10. Endapan Bijih Tembaga

Mineral utama yang terkandung pada bijih timah adalah cassiterite (Sn02).
Batuan pembawa mineral ini adalah batuan granit yang berhubungan dengan
magma asam dan menembus lapisan sedimen (intrusi granit). Pada tahap akhir
kegiatan intrusi, terjadi peningkatan konsentrasi elemen di bagian atas, baik dalam
bentuk gas maupun cair, yang akan bergerak melalui pori-pori atau retakan. Karena
tekanan dan temperatur berubah, maka terjadilah proses kristalisasi yang akan
membentuk deposit dan batuan samping.
Timah umumnya memiliki bilangan oksidasi +2 dan +4. Timah(II) cenderung
memiliki sifat logam dan mudah diperoleh dari pelarutan Sn dalam HCl pekat
panas. Timah bereaksi dengan klorin secara langsung membentuk Sn(IV) klorida.
Timah tidak mudah dioksidasi dan tahan terhadap korosi disebabkan terbentuknya
lapisan oksida timah yang menghambat proses oksidasi lebih jauh. Timah tahan
terhadap korosi air distilasi dan air laut, akan tetapi dapat diserang oleh asam kuat,
basa, dan garam asam. Proses oksidasi dipercepat dengan meningkatnya kandungan
oksigen dalam larutan.
Proses pembentukan bijih timah berasal dari magma cair yang mengandung
kasiterit (SnO2). Intrusi batuan granit kepermukaan menyebabkan fase
pneumatolitic yang menghasilkan mineral-mineral bijih diantaranya bijih timah.
Mineral ini terakumulasi dan terasosiasi dalam batuan granit ataupun batuan lain
yang diterobos membentuk vein-vein bijih timah primer. Sesuai dengan namanya,
endapan timah sekunder terdiri dari mineral-mineral bijih kasiterit yang telah
tertransportasi jauh dari sumbernya (endapan timah primer). Biasanya bijih kasiterit
ini terbawa oleh arus sungai menuju muara sungai hingga lepas pantai dan
terakumulasi disana. Karenanya banyak dilakukan kegiatan penambangan bijih
timah sekunder pada daerah muara sungai dan lepas pantai. Hal ini dilakukan
dengan harapan akan diperoleh bijh timah dalam jumlah besar.
1. Endapan Timah Primer
Endapan timah primer terbentuk dari proses pneumatolitis. Pada proses ini
mineral timah ditransfortasi dari magma chamber sebagai gas Tinchloride
(SnCL4) atau Tin-flouride (SnF4) yang kemudian bereaksi dengan air
membentuk Tin-oxide (SnO2 ) atau kasiterit dan asam klorida atau asam
flourida seperti reaksi sebagai berikut :
SnCL4(g) + 2H2O(l) -------------------- SnO2(s) + HCL(g)
SnF4(g) + 2H2O(l) ---------------------- SnO2(s) + 4HF(g)
Dari reaksi di atas dapat dilihat bahwa pada proses ini akan terbentuk
kasiterit sebagai padatan dan asam chloride atau asam fluoride sebagai gas.
2. Endapan Timah Sekunder
Endapan timah sekunder termasuk salah satu jenis endapan placer yang
mempunyai nilai ekonomis. Endapan timah sekunder terbentuk oleh proses
pelapukan, erosi, transportasi Berdasarkan tempat atau lokasi pengendapannya,
endapan bijih timah sekunder dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Endapan Elluvial
Endapan elluvial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat pelapukan
secara intensif. Proses ini diikuti dengan disintegrasi batuan samping dan
perpindahan mineral kasiterit (Sn02) secara vertikal sehingga terjadi
konsentrasi residual.
Ciri-ciri endapan elluvial adalah sebagai berikut :
- Terdapat dekat sekali dengan sumbernya
- Tersebar pada batuan sedimen atau batuan granit yang telah lapuk
- Ukuran butir agak besar dan angular
b. Endapan Kollovial
Endapan bijih timah yang terjadi akibat peluncuran hasil pelapukan
endapan bijih timah primer pada suatu lereng dan terhenti pada suatu
gradien yang agak mendatar diikuiti dengan pemilahan.
Ciri-cirinya :
- Butiran agak besar dengan sudut runcing
- Biasanya terletak pada lereng suatu lembah
c. Endapan Alluvial
Endapan bijih yang terjadi akibat proses transportasi sungai, dimana
mineral berat dengan ukuran butiran yang lebih besar diendapkan dekat
dengan sumbernya. Sedangkan mineral-mineral yang berukuran lebih
kecil diendapkan jauh dari sumbernya.
Ciri-cirinya :
- Terdapat di daerah lembah
- Mempunyai bentuk butiran yang membundar
d. Endapan Miencan
Endapan bijih timah yang terjadi akibat pengendapan yang selektif
secara berulang-ulang pada lapisan tertentu.
Ciri-cirinya :
- Endapan berbentuk lensa-lensa
- Bentuk butiran halus dan bundar
e. Endapan Disseminated
Endapan bijih timah yang terjadi akibat transportasi oleh air hujan. Jarak
transportasi sangat jauh sehingga menyebabkan penyebaran yang luas tetapi
tidak teratur.
Ciri-cirinya :
- Tersebar luas, tetapi bentuk dan ukurannya tidak teratur
- Ukuran butir halus karena jarak transportasi jauh
- Terdapat pada lapisan pasir atau lempung
KARAKTERISTIK/SIFAT FISIK:

Rumus Kimia : Sn

Warna : Abu-abu,hitam

Kilap : Logam (metallic)

Transparansi : Opak

Sistem kristal : Isometrik

Belahan : -

Pecahan : Konkoidal

Kekerasan : 2,5 skala mohs

Berat jenis : 7,36 g/cm3

Cerat : Abu-abu

Asosiasi mineral : perak, sfalerit, pirit, markasit, khalkopirit, serusit, anglesit,


dolomit, kalsit, kuarsa, baris, dan fluorit. Dapat pula
ditemukan dalam deposit metamorfisme kontak.

Lokasi ditemukan : Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, Pulau Kalimantan,


Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan
Papua.

Kegunaan : Logam timah banyak dipergunakan untuk solder (52%),


industri plating (16%), untuk bahan dasar kimia (13%),
kuningan & perunggu (5,5%), industri gelas (2%), dan
berbagai macam aplikasi lain (11%).

You might also like