You are on page 1of 9

Satria Afif Ajah, SH., LL.M., Ph.

Lahir tanggal 13 Juli 1960 di Depok, pekerjaan sebagai


Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia, agama
Islam, Kewarganegaraan Indonesia, tempat tinggal Jl. Haji
Bona No. 93, Cinere, Depok,--------------------------------
---------------------

Ahli menyatakan tidak mengenal Terdakwa dan tidak


memilki hubungan darah ataupun semenda. -------------------

Ahli mengucapkan sumpah bahwa akan memberikan pendapat


sesuai keahlian ahli dengan sebenar-benarnya --------------

Kemudian Majelis Hakim mengajukan pertanyaan-


pertanyaan kepada shli yang dijawab sebagai berikut: ------

PERTANYAAN MAJELIS HAKIM JAWABAN SAKSI

Apakah saudara mengenal Terdakwa? -------------------------


Tidak. -------------------------------------

Oke, apakah ahli sehat dan bisa mengikuti jalannya


persidangan? ----------------------------------------------
Sehat, siap yang terhormat. ----------------

Oke, bisa jelaskan kompetensi saudara ahli? ---------------


Sekarang saya adalah Dosen Tetap di Fakultas
Hukum Universitas Indonesia. ---------------
------------------------
Saya mengikuti program sarjana di
Universitas Indonesia Fakultas Hukum. ------
------------
Setelah itu saya meneruskan studi master
LL.M Hukum Perdata di Utrecht University. --
--------------
Kemudian saya melanjutkan Ph.D di bidang
Hukum Pidana terutama dalam bidang
perjanjian ----------------

Majelis Hakim telah selesai dengan pertanyaan dan


mempersilakan Penasihat Hukum untuk mengajukan pertanyaan
kepada Saksi. ---------------------------------------------

PERTANYAAN PENASEHAT HUKUM JAWABAN SAKSI

Apa yang ahli pahami mengenai perbedaan antara penipuan dan


wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang?---------------
Kita sering mendengar kata penipuan dan
wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang.
Kedua kata tersebut memang memiliki akibat
yang sama, yaitu menimbulkan kerugian pada
salah satu pihak dan sama-sama tidak
melunasi hutang kepada kreditur. Namun, kita
sering salah menerapkan pada suatu peristiwa
hukum. Kata penipuan identik dengan hukum
pidana, sedangkan wanprestasi masuk ke
wilayah hukum perdata. Wanprestasi adalah
kelalaian pihak debitor dalam memenuhi
prestasi yang telah ditentukan dalam sebuah
perjanjian. Menurut Pasal 1243 KUHPerdata.
Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat
dikenakan sanksi berupa ganti rugi,
pembatalan kontrak, peralihan risiko, maupun
membayar biaya perkara.

Sedangkan, penipuan adalah perbuatan


sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 378
KUHP pada Bab XXV tentang Perbuatan
Curang (bedrog). Berdasarkan unsur-unsur
dalam perbuatan penipuan adalah:
a. Dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri dengan melawan hukum;
b. Menggerakkan orang untuk menyerahkan
barang sesuatu atau supaya memberi hutang
maupun menghapuskan piutang;
c. Dengan menggunakan salah satu upaya atau
cara penipuan (memakai nama palsu,
martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian
kebohongan)

Unsur poin c di atas yaitu


mengenai cara adalah unsur pokok delik yang
harus dipenuhi untuk mengkategorikan suatu
perbuatan dikatakan sebagai penipuan.
Demikian sebagaimana kaidah dalam
Yurisprudensi Mahkamah Agung No.
1601.K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990 yang
mengatakan:
“Unsur pokok delik penipuan (ex Pasal 378
KUHP) adalah terletak pada cara/upaya yang
telah digunakan oleh si pelaku delict untuk
menggerakan orang lain agar menyerahkan
sesuatu barang.”
Oleh sebab itu, maka unsur yang harus
dipenuhi apabila perkara perdata berupa
wanprestasi dapat dilaporkan pidana apabila
perjanjian telah dibuat dengan memakai nama
palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau
rangkaian kebohongan.
-------------------------------

Apabila A dan B melakukan suatu perjanjian investasi yang


kemudian salah satu pihak meminta pengembalian dana
ivestasi dan akhirnya dibuatlah suatu perjanjian
pengembalian dana investasi, apakah perjanjian tersebut
dapat digolongkan sebagai perjanjian utang piutang?--------
Pengertian Utang Piutang dapat kita temukan
dalam Pasal 1721 KUHPer yang berbunyi
sebagai berikut : “ Pinjam meminjam adalah
suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu
jumlah barang tertentu dan habis pemakaian
dengan syarat bahwa yang belakangan ini akan
mengemballikan sejumlah yang sama dari macam
keadaan yang sama pula.” Melihat dari
konstruksi pasal ini, maka karena yang
dijanjikan adalah pengembalian dengan jumlah
yang sama, maka hal ini termasuk ke dalam
perjanjian utang piutang.

Apakah jika seseorang dalam perjanjian utang piutang


ternyata pada akhirnya gagal membayarkan hutangnya, apakah
itu bisa menjadi dasar bagi dirinya untuk dipidana?--------
Perlu diketahui bahwa sebenarnya hutang
piutang tidak bisa dijadikan sebagai tindak
pidana penipuan. Apabila seseorang tidak
melunasi hutangnya, maka dia telah
melakukan perbuatan cidera janji
atau wanprestasi.

Dalam hal ini, jelas bahwa perkara


wanprestasi tidak dapat dijadikan sebagai
tindak pidana penipuan.

Dalam Pasal 378 KUHP ini, jelas bahwa unsur


tindak pidana penipuan adalah adanya unsur
tipu muslihat atau rangkaian kebohongan.

Terdapat beberapa Putusan Mahkamah Agung


Republik Indonesia yang juga menyatakan
bahwa hutang piutang tidak dapat
dipidanakan, yaitu:
Putusan Nomor Register : 39K/Pid/1984,
tertanggal 13 September 1984 yang
menyatakan: “Hubungan hukum antara terdakwa
dan saksi merupakan hubungan perdata yaitu
hubungan hutang piutang, sehingga tidak
dapat ditafsirkan sebagai perbuatan tindak
pidana penipuan.”

Sehingga jelas, gagalnya membayar hutang


dalam perjanjian hutang piutang ini tidak
dapat dipidana.-----------
Baik, jika memang tidak masuk ke dalam ranah pidana,
bagaimana seharusnya aparat penegak hukum seperti Polisi
dan Pengadilan merespons terhadap laporan wanprestasi
karena tidak membayar utang?-------------------------------
Mengenai apakah boleh seseorang melaporkan
orang lain ke pihak yang berwajib
(kepolisian) karena tidak membayar utang,
pada dasarnya tidak ada ketentuan yang
melarang hal tersebut. Akan tetapi, perlu
diingat bahwa Pasal 19 ayat (2) Undang-
Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (“UU HAM”), telah mengatur sebagai
berikut:
“Tidak seorang pun atas putusan pengadilan
boleh dipidana penjara atau kurungan
berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk
memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian
utang piutang.”

Untuk dapat diproses secara pidana, harus


ada perbuatan (actus reus) dan niat jahat
(mens rea) dalam terpenuhinya unsur-unsur
pasal pidana tersebut.

Ini berarti, walaupun ada laporan tersebut,


pengadilan tidak boleh memidanakan seseorang
karena ketidakmampuannya membayar utang.----

Apakah gagalnya memenuhi perjanjian utang piutang karena


menurunnya kondisi keuangan suatu perusahaan adalah suatu
bentuk actus reus atau mens rea?---------------------------
Karakteristik yang membedakan antara
perbuatan wanprestasi dengan delik penipuan
dalam suatu perjanjian terletak pada unsur
kesalahan. Unsur kesalahan untuk wanprestasi
dilihat dari lalainya seseorang dalam
melaksanakan prestasi. Kelalaian menjadi
karakter penting dalam wanprestasi, karena
dalam perjanjian sudah ditentukan tenggang
waktu pelaksanaan perjanjian. Sengaja
menjadi karakter penting dalam delik
penipuan karena penipuan itu dilakukan harus
dengan unsur sengaja, bukan dengan unsur
lalai.

Dalam hal gagalnya membayar hutang karena


kondisi keuangan suatu perusahaan, harus
dibuktikan terlebih dahulu apakah ini benar-
benar kelalaian dalam manajemen keuangan
perusahaan atau ada maksud atau niat untuk
melakukan penipuan. Jika benar-benar adalah
suatu kebangkrutan karena mekanisme ekonomi-
bisnis, maka menurunnya kondisi keuangan
bukan merupakan suatu bentuk actus reus atau
mens rea.
PERTANYAAN PENUNTUT UMUM JAWABAN SAKSI

Apakah dalam suatu perjanjian, jika salah satu pihak tidak


menyelesaikan perjanjian tersebut, dapatkah kasus itu masuk
dalam ranah pidana sebelum masuk ranah perdata?------------
Jika konstruksi yang Penuntut Umum pakai
adalah “tidak menyelesaikan perjanjian
tersebut” dan hal ini terjadi karena
kelalaian salah satu pihak, maka hal ini
akan menjadi murni wanprestasi dan tidak
dapat masuk ke dalam ranah perdata.---------

Katakanlah dalam perjanjian ini, disepakati klausula


penyelesaian sengketa, jika ada perselisihan di kemudian
hari, bisa langsung masuk ranah pidana dan tidak
mengindahkan klausula penyelesaian sengketa ini?-----------
Tetap, jika perselisihan terjadi karena
lalainya salah satu pihak atau biasanya
debitur dalam perjanjian sehingga tidak
terpenuhinya prestasi sebagaimana
diperjanjikan dalam perjanjian, maka forum
penyelesaian sengketa harus dilaksanakan
sebagaimana perjanjian mengaturnya pula. Hal
ini sesuai dengan asas Pacta Sunt Servanda
dimana perjanjian mengikat pihak sebagaimana
Undang-Undang.

Lantas apabila ternyata diketahui bahwa salah satu pihak


ada unsur tindak pidana penipuan, apakah hal yang sama
tetap berlaku?-------------------------------
Perkara wanprestasi bisa saja dipidanakan
jika sudah memenuhi unsur adanya cara/modus
seperti rangkaian kebohongan, nama palsu,
martabat palsu, dan tipu muslihat
sebagaimana sudah saya jelaskan di atas.

You might also like