Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amar Ma’ruf Nahi Munkar merupakan pilar dasar dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi agung.
Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa
ditawar bagi siapa saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya, oleh
karenanya Allah SWT mengutus sekalian Nabi dan Rosul ‘alaihimush sholatu wassalam.
Al Qur'an al karim dan As-Sunnah telah menjadikan rahasia kebaikan yang menjadikan umat
Islam istimewa adalah karena ia mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan
beriman kepada Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah ini penulis berinisiatif untuk membahas beberapa persoalan
dalam tema ini yaitu:
C. Tujuan Penulisan
Dengan adanya tema dan penyusunan makalah ini diharapkan kepada para pembaca dan penulis
sendiri mampu memahami tentang pengertian, dan hadits, dan hikmah menjalankan Amar
Ma’ruf dan Nahi Mungkar. Sekaligus makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
penulis dalam bidang Hadits
BAB II
PEMBAHASAN
Artinya : “Tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan bertaqwalah, serta jangan
tolong menolong dalam hal dosa dan kejahatan dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya” .
Termasuk tolong menolong ialah menyerukan kebajikan dan memudahkan jalan untuk kesana,
menutup jalan kejahatan dan permusuhan dengan tetap mempertimbangkan kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi .
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan Amar Ma’ruf dan Nahi
Munkar. Amar Ma’ruf merupakan pilar dasar dari pilar-pilar akhlak yang mulia lagi agung.
Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa
ditawar bagi siapa saja yang mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya
َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْنكَراً فَ ْليُ َغ ِي ِّْرهُ ِبيَ ِد ِه فَإِ ْن:ُسلَّ َم يَقُ ْول َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ ِس ْو َل هللا َ : ي هللاُ َع ْنهُ قَا َل
ُ س ِم ْعتُ َر ِ س ِع ْي ٍد ْال ُخد ِْري َر
َ ض َ َع ْن أَ ِبي
ر َواهُ ُم ْس ِلم. َ ان ِ ف اْ ِإل ْي َمُ ض َع ْ َ سانِ ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَ ِبقَ ْل ِب ِه َو ذَلِكَ أ
َ لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَ ِب ِل
Dari Abu Sa’id Al Khudri r.a berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : Barang
siapa diantara kamu sekalian melihat kemungkaran hendaklah ia mengubahnya dengan
tangannya (kekuasaannya). Jika ia tidak sanggup maka dengan lisannya (nasihat). Jika ia tidak
sanggup maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah termasuk iman paling lemah.
Diriwayat kan oleh imam muslim.[2]
Hadis tersebut menerangkan tentang perintahkan untuk merespon segala bentuk kemunkaran
dengan melaksanakan upaya dan usaha perubahan. Merubah dari berbuat munkar menjadi
berbuat ma'ruf, atau setidaknya menghentikan perbuatan munkar tersebut. Tingkatan usaha-
usaha tersebut adalah:
سبِ ْي ِل ِه َوه َُو أَ ْعلَ ُم َّ سنُ إِ َّن َربَّكَ ه َُو أ َ ْعلَ ُم بِ َم ْن
َ ض َل َع ْن َ سنَ ِة َو َجاد ِْل ُه ْم بِالَّتِ ْي ه
َ ِْي أَح َ ظ ِة ْال َح
َ سبِ ْي ِل َربِِّكَ بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع ُ ْاُد
َ ع إِلَى
. َبِ ْال ُم ْهتَ ِديْن
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk." (QS. al-Nahl: 125)
Berdasarka kepada ayat di atas, maka mengubah perbuatan munkar secara lisan harus dilakukan
secara lemah lembuh, sopan, dan menggunakan kata-kata atau cara yang baik juga argumen yang
kuat. Langkah ini merupakan hal yang penting agar mereka yang diajak untuk berbuat baik tidak
berlari atau menjauhi kita dan untuk menjaga lisan kita seperti yang perintahkan oleh Nabi.
ُ ا َ ََل ا َ ْخبِ ُركَ بِ َم ََلكش ُك ِلِّ ِه؟ قُ ْلتُ بَلَى يَا َر:سلَّ َم
َ فَا َ َخذ.ِس ْو ُل هللا َ ُصلَّى هللا
َ علَ ْي ِه َو َ ِس ْو ُل هللا ُ قَا َل َر:َي هللاُ َع ْنهُ قَال َ ضِ َع ْن ُمعَا ِذ ب ِْن َجبَ ٍل َر
ار َعلَى ُو ُج ْو ِه ِه ْم ِ َّاس فِ ْي الن َّ ُ ْ
َ فَقَا َل ت َ ِكلَتْكَ ا ُ ُّمكَ َوه َْل َي ُكبُّ ال َّن.ف َعلَيْكَ َهذَا قُلتُ يَا نَبِ ْي هللاِ َواِنَّا لَ ُم َؤا َخذ ْونَ بِ َما نَتَ َكل ُم بِ ِه
َّ سانِ ِه َو قَا َل ُك
َ بِ ِل
رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح.صائِدَ اَل ِسنَتِ ِه ْم ْ َّ
َ َاخ ِر ِه ْم اَِل َح ِ ا َ ْو قَاَل َعلى َمن
Dari muadz bin jabal RA, Rosululah SAW bersabda maukah kamu aku beritahu tentang kunci
semua perkataan itu? Saya berkata : iya wahai rosululloh. Kemudian beliau memegang lidahnya
dan bersabda: jagalah ini! Lalu aku berkata: apakah kami akan dituntut karena apa yang kami
katakan? Maka beliau bersabda: kau kehilangan ibumu, dan bukanlah manusia dimasukkan ke
neraka atas batang hidungnya karena ulah lidahnya(ucapannya). Diriwayatkan oleh tirmidzi da
beliau berkata: hadtis ini hadits hasan lagi shohih.[3]
Langkah-langkah menanggulangi kemunkaran dengan dua cara di atas memerlukan fasilitas dan
skills yang khusus. Jika fasilitas dan skills tersebut tidak dimiliki, tidak berarti bahwa upaya
penanggulangannya boleh ditinggalkan. Kewajiban tetap harus dilaksanakan, hanya saja
menggunakan kadar atau tingkatan usaha yang lebih ringan, yaitu dengan hati dalam artian
"ketidakridhaan hati terhadap kemunkaran" atau "berdo'a agar kemunkaran ituberhenti".[4]
Merubah dengan hati digambarkan oleh Rasulullah sebagai "selemah-lemahnya iman". Artinya
batas minimal menanggulangi kemunkaran adalah dilakukan dengan hati. Dengan demikian,
maka berdiam diri dan bersikap apatis terhadap kemunkaran merupakan langkah yang salah,
karena sikap yang demikian itu merupakan sikap yang "tidak peduli terhadap sesama mukmin".
Setiap orang memiliki kedudukan dan kekuatan sendiri-sendiri untuk mencegah kemungkaran.
Dengan kata lain, hadis tersebut menunjukkan bahwa umat Islam harus berusaha melaksanakan
amar ma’ruf nahi mungkar menurut kemampuannya, sekalipun hanya melalui hati.
“Tidak suatu kaumpun yang sama mengerjakan kemaksiatan sedang dikalangan mereka itu ada
orang yang berkuasa untuk mengingkari perbuatan mereka itu, tetapi tidak suka
melaksanakannya, melainkan hampir saja allah akan meratakan kepada mereka itu dengan siksa
dari sisinya. (Hadis riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud)[5]
Amar ma’ruf nahi munkar bukanlah hanya tugas seorang da’i, mubaligh, ataupun ustadz saja,
namun merupakan kewajiban setiap muslim. Dan ini merupakan salah satu kewajiban penting
yang diamanahkan Rasulullah SAW kepada seluruh kaum muslim sesuai dengan kapasitasnya
masing-masing. Rasulullah mengingatkan, agar siapa pun jika melihat kemunkaran, maka ia
harus mengubah dengan tangan, dengan lisan, atau dengan hati, sesuai dengan kapasitas dan
kemampuannya.
Begitu juga Imam al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin, beliau menekankan,
bahwa aktivitas “amar ma’ruf dan nahi munkar” adalah kutub terbesar dalam urusan agama. Ia
adalah sesuatu yang penting, dan karena misi itulah, maka Allah mengutus para nabi dan rosul.
Jika aktivitas ‘amar ma’ruf nahi munkar’ hilang, maka syiar kenabian hilang, agama menjadi
rusak, kesesatan tersebar, kebodohan akan merajalela, satu negeri akan binasa. Begitu juga umat
secara keseluruhan.[6]