Professional Documents
Culture Documents
MATERI AJAR
Materi disiapkan dari berbagai rujukan dan hasil pelatihan untuk mahasiswa
Teknik Sipil dan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
1
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
BAB I PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang dipandang turut memberi kontribusi terhadap hal tersebut adalah
mutu kajian aspek AMDAL ( aspek sosial budaya kesehatan masyarakat, aspek fisik-
kimia, serta aspek biologi. Dalam studi AMDAL, aspek tersebut cenderung belum dikaji
sebagai satu kesatuan dan belum diarahkan secara sistematis. Bahkan berkembang
persepsi bahwa kajian aspek AMDAL akan semakin bermutu bila jumlah sampel yang
diukur semakin besar. Berkembangnya persepsi semacam ini jelas memprihatinkan.
Oleh karena pembelajaraan akan AMDAL tidak hanya akan mempengaruhi kondisi
pengelolaan lingkungan secara keseluruhan tapi juga akan memperparah keberadaa
sumber daya alam yang ada.
Mendasari situasi tersebut maka dirasa perlu dikembangkan pembelajaran AMDAL yang
di dalamnya memuat tentang pendekatan, metode dan praktek-praktek kajian aspek yang
relevan untuk penyusunan AMDAL didalam matakuliah rekayasa ilmu lingkungan .
2
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
proyek yang dilakukan secara matang dan seksama diyakini akan memperkecil peluang
resiko kegagalan, baik dari segi teknis maupun ekonomi.
Tahap-tahap pembangunan proyek, sejak perencanaan hingga tahap pasca operasi, pada
dasarnya membentuk suatu siklus kegiatan yang satu sama lain saling terpaut. Tahapan
dimaksud adalah:
a. Tahap Perencanaan
Tahap Rencana Umum (Master Plan)
Tahap Pra Studi Kelayakan (Pre Feasibility Study)
Tahap Studi Kelayakan (Feasibility Study)
Tahap Rencana Tapak (Site Plan)
Tahap Rencana Rinci Rekayasa (Engineering Design)
b. Tahap Konstruksi
c. Tahap Operasi
d. Tahap Audit dan Pasca Operasi.
Studi Kelayakan umumnya menelaah beberapa alternatif aspek teknis dari proyek yang
akan dibangun, seperti:
Alternatif lokasi proyek, misal: berlokasi dekat bahan baku atau berlokasi dekat
konsumen/kota. Alternatif lokasi juga bisa berupa alternatif ruas jalan yang akan
dibangun, misal: melalui daerah berbukit dengan jarak tempuh lebih singkat, atau
melalui daerah datar dengan jarak tempuh lebih lama.
Alternatif teknologi yang akan digunakan, misal: menggunakan teknologi hemat air
namun biaya investasi tinggi atau teknologi konsumtif air namun biaya investasi
rendah.
3
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Alternatif yang paling layak dari segi teknis dan finansial adalah alternatif yang layak
untuk diteruskan ke tahap perencanaan berikutnya.
Pada tahap ini informasi tentang rona lingkungan hidup, seperti luas lahan milik
penduduk yang akan diganti rugi, volume tanah yang akan di gusur-timbun, atau aliran
sungai yang akan dialihkan, telah diperoleh dan mencapai tahap yang lebih rinci
dibanding sebelumnya.
4
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
BAB II
PENGERTIAN, LINGKUP & SIFAT KAJIAN
ASPEK – ASPEK AMDAL
Pengertian aspek fisik – kimia adalah Kajian aspek fisik- kimia AMDAL adalah analisis
secara sistematik atas dampak atau konsekuensi perubahan fisik kimia dari lokasi rencana
kegiatan dan sekitarnya akibat adanya kegiatan tersebut. Dalam penyusunan AMDAL,
aspek fisik kimia adalah merupakan salah satu aspek yang dikaji disamping aspek sosial.
Dalam AMDAL, dampak fisik-kimia dikaji dengan cara mengukur perbedaan kondisi
fisik-kimia dengan dan tanpa rencana usaha/kegiatan (pendekatan with and without
project).
1. Iklim; mencakup tipe iklim, curah hujan, suhu udara, arah angin dominan, kecepatan
angin, dan kelembaban.
3. Geologi dan tanah, mencakup uraian tentang morfologi/batuan mineral, jenis dan sifat
tanah, profil dan tingkat erosi, tingkat kelongsoran dan stabilitasnya.
4. Hidrologi dan kualitas air, mencakup pola aliran air permukaan, debit air, debit banjir,
tinggi muka air, genangan air, erosi dan sedimentasi serta kualitas air.
5
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
5. Transportasi mencakup pengangkutan material dari quarry dan borrow area yang
melewati lokasi suatu jaringan jalan.
6. Kualitas udara dan kebisingan, mencakup kadar CO, NO2, SO2, debu, dan tingkat
bising.
7. Perubahan Ruang, lahan dan tanah, sesuai dengan arahan konsep tata ruang yang ada..
Pengertian aspek biologi adalah Kajian aspek biologi AMDAL adalah analisis secara
sistematik atas dampak atau konsekuensi perubahan biologi dari lokasi rencana kegiatan
dan sekitarnya akibat adanya kegiatan tersebut. Dalam penyusunan AMDAL, aspek
biologi adalah merupakan salah satu aspek yang dikaji disamping aspek social dan fisik-
kimia..
Dalam AMDAL, dampak biologi dikaji dengan cara mengukur perbedaan kondisi
biologi dengan dan tanpa rencana usaha/kegiatan (pendekatan with and without project).
Data primer aspek biologi yang dikumpulkan adalah biota darat (flora darat dan fauna
darat) dan biota air (plankton dan benthos). Daerah studi biologi ditetapkan berdasarkan
luas tapak proyek dan sekitarnya yang diperkirakan akan terkena dampak kegiatan.
Lokasi pengambilan sampel biota air disesuaikan dengan lokasi pengambilan sampel air
fisik-kimia, sedangkan lokasi pengambilan biota darat disesuaikan dengan lokasi studi
sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan masyarakat. Pengumpulan data dilakukan melalui
pengukuran, pengambilan sampel, wawancara dengan metoda purposive random
sampling yang ditentukan berdasarkan komunitas atau habitat yang berbeda.
1. Biota darat meliputi flora dan fauna yang akan terkena proyek.
2. Jenis tanaman dan hewan langka/dilindungi.
6
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
7
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Secara garis besar lingkup aspek sosial yang dikaji dalam AMDAL meliputi komponen-
komponen sebagai berikut:
a. komponen demografi,
b. komponen ekonomi,
c. komponen sosial dan budaya.
Dalam batasan ini aspek kesehatan tidak termasuk dalam kajian aspek sosial AMDAL.
Kajian aspek sosial AMDAL pada dasarnya dianalisis dengan melibatkan pakar ilmu
sosial dengan menggunakan metode AMDAL dan metode-metode ilmu sosial.
Perbedaannya, dengan penelitian ilmu-ilmu sosial konvensional, terletak pada sifat kajian
aspek sosial AMDAL sebagai berikut ini.
8
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Adapun AMDAL, dengan muatan kajian aspek sosial di dalamnya, disusun dengan
maksud untuk digunakan sebagai bahan masukan untuk pengambilan keputusan atas
kelayakan lingkungan suatu rencana kegiatan atau usaha. Keputusan dimaksud adalah
keputusan tentang dapat tidaknya suatu rencana kegiatan/usaha disetujui untuk dibangun
dan dioperasikan berdasarkan kelayakannya dari sudut lingkungan hidup.
Sehubungan dengan itu maka kajian aspek sosial (bersama dengan aspek lingkungan
yang lain) secara umum diarahkan untuk dapat menjawab :
Apakah dampak lingkungan yang bersifat negatif penting yang diakibatkan oleh
proyek melampaui dampak positif penting yang dapat diterima oleh masyarakat?
Alternatif kegiatan manakah dari rencana kegiatan/usaha tersebut yang lebih layak
diterima dari segi lingkungan, termasuk dalam hal ini masyarakat sekitar?
Adakah rencana kegiatan atau usaha yang akan dibangun mengubah secara
fundamental sendi-sendi utama kehidupan masyarakat?
Apakah perubahan fundamental tersebut dapat diterima oleh masyarakat?
Secara lebih spesifik, kajian aspek sosial juga diarahkan untuk menjawab :
Sehubungan dengan itu, tingkat kedalaman dan keakurasian data dan informasi yang
diperlukan untuk kajian aspek sosial AMDAL berbeda dengan penelitian ilmu-ilmu sosial
9
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Sementara dalam kajian aspek sosial AMDAL, keterkaitan kajian antara aspek sosial
dengan aspek fisik, kimia, biologi dan kesehatan merupakan hal yang mutlak untuk
dibangun agar keputusan kelayakan lingkungan suatu proyek benar-benar telah
mempertimbangkan berbagai aspek lingkungan hidup. Oleh karena itu tingkat kedalaman
dan keakurasian data yang dibutuhkan oleh kajian aspek sosial AMDAL banyak
ditentukan oleh tiga faktor berikut ini:
Karakter dampak lingkungan yang diduga akan timbul (dampak sosial, fisik, kimia,
biologi, kesehatan);
Relevansi dan kecukupan data dan informasi untuk pengambilan keputusan atas
kelayakan lingkungan dari proyek.
Mengingat AMDAL ditujukan untuk pengambilan keputusan atas layak tidaknya rencana
kegiatan atau usaha yang akan dibangun dari segi lingkungan hidup, maka kajian aspek
sosial AMDAL bersifat antisipatori, yakni mengantisipasi dampak atau konsekuensi
sosial yang akan timbul sebagai akibat dari rencana kegiatan atau usaha.
Bagi pakar ilmu-ilmu sosial kajian semacam ini merupakan suatu tantangan karena pada
saat kajian dilakukan rencana kegiatan atau usaha masih berada pada tahap rancangan.
Sehingga belum dapat diukur dampak sosial yang timbul sebagai akibat dari operasi
proyek.
10
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Lain halnya dengan kajian aspek sosial AMDAL, metode yang digunakan dipilih
berdasarkan relevansinya dengan lingkup dan karakter dampak sosial yang diteliti, serta
ketersediaan waktu dan dana. Sehingga metode yang digunakan dalam kajian aspek
sosial AMDAL mungkin tidak seelegan seperti yang digunakan dalam penelitian ilmu-
ilmu sosial.
Khusus mengenai faktor waktu, faktor ini merupakan pembatas utama bagi kajian aspek
sosial AMDAL. Pihak pemrakarsa rencana kegiatan/usaha umumnya sangat
berkepentingan memperoleh persetujuan atas proyek yang diajukannya sesegera
mungkin. Sementara instansi yang berwenang, berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku, juga mempunyai masa kerja yang terbatas untuk menilai kelayakan lingkungan
suatu rencana kegiatan atau usaha.
Oleh karena itu unsur kepraktisan dan waktu merupakan dua faktor penting yang
senantiasa diperhitungkan dalam merancang dan menyelenggarakan kajian aspek sosial
AMDAL.
4) Sebagai bagian integral dari studi (AMDAL) yang bersifat holistik dan ekologis
Dalam penyusunan AMDAL, dampak lingkungan suatu rencana kegiatan atau usaha
dikaji dari berbagai aspek, seperti aspek fisik, kimia, biologi, sosial, maupun kesehatan.
Berbagai aspek tersebut dikaji keterkaitan dan pola hubungannya satu sama lain sehingga
diperoleh suatu hasil yang bersifat komprehensif atau holistik.
Dalam studi AMDAL, salah satu alat analisis yang dipandang efektif untuk
mengintegrasikan berbagai aspek atau dampak lingkungan yang saling ter-kait tersebut
adalah dengan menggunakan pendekatan ekologi. Perspektif ekologi yang digunakan
untuk ini adalah jalinan hubungan “memangsa dan dimangsa” sehingga membentuk
jaring pangan (food web). Dalam studi AMDAL fenomena yang analog dengan jaring
11
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
pangan tersebut adalah pola aliran dampak primer, sekunder, tersier dan selanjutnya
sehingga membentuk suatu jaringan aliran dampak lingkungan (impacts web).
Makna penting yang terkandung dalam hal ini adalah bahwa, dalam konteks studi
AMDAL kajian aspek sosial tidak boleh berdiri sendiri atau dikaji tanpa memperhatikan
keterkaitannya dengan dengan aspek yang lain. Sehingga dalam kajian aspek sosial
AMDAL, penting untuk diketahui terlebih dahulu dimana saja posisi dan apa saja aspek-
aspek sosial yang terlibat di dalam jaringan aliran dampak (impacts web) yang terbentuk
akibat rencana kegiatan atau usaha. Posisi dan aspek sosial yang dikaji ini dapat berbeda-
beda dari suatu lokasi ke lokasi lain, atau dari suatu jenis proyek ke proyek yang lain.
Digunakan pendekatan ekologis dalam studi AMDAL membawa implikasi bahwa anlisis
jender ini akan dapat diketahui apkah laki-laki dan perempuan memperoleh manfaat
yang adil dari hail pembangunn serta sejauh mana laki-laki dan perempuan berpartisipasi
secara seimbang dan adil dalam proses pembangunan termasuk pengambilankeputusan.
Sehingga dengan dengan adanya analisis jender ini dapt dihindari pengambilan yang
kurang tepat berkenaan dengan kelayakan lingkungan proyek pembangunan khususnya
dalam pengelolaan lingkungan.
Mengingat pendekatan holistik dan ekologis merupakan ciri utama penyusunan AMDAL,
maka peneliti aspek sosial AMDAL harus mampu melakukan dua hal berikut ini
sekaligus:
a. Sejauh mungkin hindari penggunaan satu metode untuk pengumpulan atau analisa
data. Sebaiknya gunakan secara simultan berbagai metode ilmu-ilmu sosial agar
diperoleh data dan informasi yang sahih. Sebagai contoh, untuk mengumpulkan
data sikap penduduk asli terhadap pendatang, digunakan 3 metode sekaligus, yakni:
wawancara, observasi secara visual, serta mendengar riwayat dan pandangan
komunitas. Kombinasi metode semacam ini, atau yang dikenal pula sebagai metode
triangulasi, penting untuk diterapkan mengingat terbatasnya waktu studi AMDAL.
12
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
6) Evaluator kajian aspek AMDAL berasal dari berbagai profesi dan bidang
keilmuan
Dokumen AMDAL dievaluasi atau ditelaah oleh Komisi Pusat atau Daerah, yang
anggotanya terdiri dari instansi yang berwenang, pakar bidang keahlian tertentu dan
wakil masyarakat yang ditunjuk atau diangkat untuk keperluan itu. Mereka ini berasal
dari berbagai disiplin ilmu dan turut mengevaluasi kecukupan dan kualitas dari kajian
aspek AMDAL. Bahkan sering dijumpai Tim Teknis Komisi Pusat atau Daerah yang
bertugas mengevaluasi dokumen AMDAL, termasuk kajian aspek sosial AMDAL di
dalamnya, berasal dari luar disiplin sosial misalnya..
Lampiran 1. Keputusan Kepala Bapedal No. Nomor 299 Tahun 1996 tentang
Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial dalam AMDAL.
Daftar komponen, sub-komponen dan parameter sosial
Komponen Parameter
1. Demografi 1. Struktur penduduk
a. Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur, jender,
pekerjaan, pendidikan, agama.
b. Kepadatan penduduk
2. Perkembangan penduduk
2.1. Pertumbuhan penduduk
a. Angka kelahiran
b. Angka kematian anak/balita
c. Angka kematian
d. Pola pertumbuhan
2.2. Mobilitas penduduk
a. Jumlah penduduk yang datang
b. Jumlah penduduk yang keluar
c. Pola perpindahan penduduk (sirkuler, permanen, komuter)
3. Angkatan kerja
a. Tingkat partisipasi tenaga kerja
13
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
b. Angka/tingkat pengangguran
14
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Sumber:
Keputusan Kepala Bapedal No. Nomor 299 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial
dalam AMDAL.
15
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
BAB III
PELINGKUPAN
3.1. PENGERTIAN
Armour (1986:31) berpendapat bahwa pelingkupan merupakan proses konsultasi dengan
semua pihak terkait seperti penduduk yang akan terkena dampak, pemrakarsa proyek,
ahli teknis, dan perencana untuk mengiden-tifikasi concerns dan issues. Couch
(1982:12) menambahkan bahwa pelingkupan memberikan masukan tentang aspek mana
yang harus dikaji dengan mendalam dan aspek mana yang tidak perlu memperoleh
perhatian seksama. Menurut Wolf (1983) pertanyaan yang harus dijawab dalam
pelingkupan adalah seberapa besar masalahnya?
Wolf, selanjutnya mengatakan bahwa ruang lingkup studi, yang dirumuskan melalui
pelingkupan adalah:
a) Mengidentifikasi isu utama atau main issues
b) Menentukan wilayah studi
c) Waktu berlangsungnya dampak (time boundary).
Penentuan wilayah studi merupakan proses pengambilan daerah sampel. Isu utama
menjadi dasar untuk menentukan komponen-komponen yang akan distudi. Sedang time
boundary akan dipergunakan untuk memprakirakan berapa lama dampak akan
berlangsung. Menurut Burdge et al (1998) tujuan dari pelingkupan adalah
mengidentifikasi :
a) Pengaruh wilayah primer dan sekunder
b) Dampak sosial yang signifikan
c) Pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders)
16
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Pendapat Burdge ini telah menyangkut isi Kerangka Acuan (K.A). Memang hasil
pelingkupan dipergunakan sebagai dasar penyusunan ANDAL. Dari pendapat-pendapat
diatas bisa dirangkum bahwa terdapat tiga aspek pelingkupan yakni: mengidentifikasi
issues dan concerns, menentukan wilayah studi, dan menetapkan jangka waktu untuk
memprakirakan berlangsungnya dampak (time frame).
a) Dampak penting terhadap lingkungan yang dipandang relevan untuk ditelaah secara
17
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Semakin baik hasil pelingkupan semakin tegas dan jelas arah studi ANDAL yang akan
dilakukan.
a) Penyusunan ANDAL dapat langsung diarahkan pada hal-hal yang menjadi pokok
bahasan.
b) Kemungkinan timbulnya konflik atau tertundanya kegiatan proyek dapat dihindari.
c) Biaya, tenaga dan waktu untuk penyusunan ANDAL dapat dicurahkan lebih efektif
dan efisien.
d) Penyusunan ANDAL dapat lebih terarah.
Di Indonesia dikenal dua macam proses pelingkupan dalam rangka penyusunan dokumen
KA ANDAL, yakni:
a) Proses pelingkupan untuk menentukan komponen dampak penting dan isu-isu
pokok lingkungan yang perlu ditelaah dalam ANDAL, RKL dan RPL (atau yang dikenal
sebagai pelingkupan dampak penting)
b) Proses pelingkupan untuk menetapkan wilayah studi yang akan digunakan untuk
keperluan penyusunan ANDAL, RKL dan RPL (atau yang dikenal sebagai pelingkupan
wilayah studi).
Selain melalui literatur, kedua macam proses pelingkupan tersebut juga dapat dipelajari
dalam Pedoman Umum Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL sebagaimana terdapat
dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 1994, Lampiran I.
18
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
b) Penelaahan pustaka (buku teks, dokumen AMDAL sejenis, dan laporan penelitian
yang berhubungan dengan studi ANDAL yang dilakukan)
c) Pengamatan lapangan. Metode ini dilaksanakan dalam bentuk: pengamatan ke calon
lokasi proyek, diskusi dengan pemrakarsa kegiatan, pengamatan secara umum
terhadap kondisi lingkungan, wawancara singkat dengan tokoh masyarakat dan
aparat pemerintah.
d) Analisis isi (content analysis). Metode ini digunakan untuk menangkap atau
mengukur secara tidak langsung persepsi masyarakat terhadap kehadiran proyek,
melalui media massa: koran, majalah, televisi, radio.
19
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
e) Interaksi kelompok (rapat, lokakarya, brain storming, dan lain-lain). Metode ini
banyak digunakan dalam proses pelingkupan terutama sejak diterbitkannya
Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat
dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL. Pada Lembar Informasi 3
dikemukakan lebih lanjut tentang hal ini.
Pelingkupan pada tahap ini bertujuan untuk menghilangkan atau meniadakan dampak
potensial yang dianggap tidak relevan atau tidak penting, sehingga diperoleh daftar
dampak penting hipotesis yang dipandang perlu dan relevan untuk ditelaah secara
mendalam dalam studi ANDAL. Daftar dampak penting ini disusun berdasarkan
pertimbangan atas hal-hal yang dianggap penting oleh masyarakat di sekitar rencana
usaha atau kegiatan, instansi yang bertanggung jawab, dan para pakar. Pada tahap ini
daftar dampak penting hipotesis yang dihasilkan belum tertata secara sistematis.
Tahap ini merupakan tahap yang kritis dalam proses pelingkupan karena untuk memilah
dan menetapkan mana komponen lingkungan yang tergolong terkena dampak penting
atau tidak --dari sederetan daftar dampak potensial yang telah teridentifikasi-- lebih
bersifat subyektif. Sifat subyektif ini menjadi tidak terelakkan karena apa yang
dipandang penting oleh suatu kelompok masyarakat di suatu daerah bisa berbeda dengan
kelompok lain di daerah yang sama. Demikian pula apa yang dipandang penting oleh
masyarakat bisa jadi berbeda dengan yang ada di benak pemerintah.
Selain itu dengan diterbitkannya Keputusan Kepala BAPEDAL No. 08 Tahun 2000, yang
antara lain mengatur tentang keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan dan
penilaian dokumen Kerangka Acuan, penetapan atas penting tidaknya suatu komponen
20
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
lingkungan terkena dampak tidak hanya menjadi lebih tajam dan relevan, tetapi juga
mempunyai legitimasi.
Dari hasil pengamatan, cukup banyak dokumen KA yang tidak memuat dengan jelas apa
sesungguhnya yang menjadi isu pokok lingkungan dari suatu rencana kegiatan/usaha
yang tergolong wajib AMDAL. Padahal seperti telah diutarakan pada Lembar Informasi
1 (Pengertian Pelingkupan), proses pelingkupan dimaksudkan untuk menggali concerns
dan issues lingkungan yang potensial akan timbul di kemudian hari.
Hasil evaluasi dampak potensial dan pemusatan ini selanjutnya digunakan untuk
menetapkan:
a) Batas wilayah dan horison waktu
b) Ruang lingkup dan kedalaman ANDAL, yang antara lain mencakup:
Jenis data yang dikumpulkan
Metode pengumpulan data
21
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Lokasi pengukuran.
Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi luas wilayah studi
ANDAL dengan mempertimbangkan: hasil pelingkupan dampak penting, keterbatasan
sumberdaya, waktu dan tenaga.
Dalam membatasi wilayah studi, peneliti harus mampu menentukan batas geografis studi
sehingga ia bisa mengkonsentrasikan pada wilayah yang paling penting. Wilayah studi
dapat berupa dukuh, desa, kecamatan atau kabupaten; atau dapat pula suatu Daerah
Aliran Sungai, tergantung pada fenomena dampak lingkungan yang akan timbul.
Untuk menentukan wilayah dampak diatas, beberapa informasi yang diperlukan antara
lain:
a) Lokasi dimana aktivitas rencana kegiatan/usaha akan dilakukan. Peta rencana lokasi
kegiatan yang secara tematik menggambarkan pula situasi kondisi lingkungan fisik
dan sosial penduduk akan merupakan informasi yang berharga untuk penetapan
batas wilayah studi.
b) Sebaran dampak misalnya seberapa jauh bising terdengar, kemana limbah cair
dibuang. Informasi ini menggambarkan sejauh mana limbah atau emisi
tertransportasi atau terbawa oleh media lingkungan ke sekitar rencana
usaha/kegiatan. Informasi ini dapat diperoleh dari anggota tim fisik kimia yang
didukung dengan review literatur.
c) Batas komunitas sosial dari sudut pandang masyarakat yang bersangkutan. Batas
komunitas sosial ini terutama diverifikasi oleh orang-orang yang dianggap
mengenali dengan baik tatanan dan kehidupan sosial setempat (knowledgeable
people). Adakalanya batas administratif tidak sama dengan batas sosiologis.
Sebuah contoh, masyarakat di suatu dukuh secara administratif menjadi bagian dari
22
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Yang dimaksud dengan batas proyek adalah ruang dimana suatu rencana usaha atau
kegiatan akan melakukan kegiatan prakonstruksi, konstruksi dan operasi. Dari ruang
rencana usaha atau kegiatan inilah bersumber dampak terhadap lingkungan disekitarnya,
termasuk dalam hal ini alternatif lokasi rencana usaha atau kegiatan. Pada saat
menentukan batas proyek ada beberapa aspek sosial yang perlu dipertimbangkan, yakni:
a) Apakah di dalam batas proyek terdapat komunitas atau warga masyarakat yang
mata pencaharian dan/atau pendapatan rumah tangganya berpotensi berubah secara
mendasar akibat adanya rencana kegiatan/usaha?
b) Apakah di dalam batas proyek ada komunitas atau warga masyarakat yang struktur
sosial dan atau nilai-nilai sosial budaya yang dikandungnya berpotensi berubah
secara mendasar akibat adanya rencana kegiatan/usaha? Struktur sosial yang
dimaksud disini dapat berupa :
Struktur perekonomian masyarakat setempat (pertanian, perkebunan,
perikanan jasa dan sebagainya);
Struktur kekerabatan;
23
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Struktur pemilikan atau penguasaan sumber daya alam baik yang bersifat
formal maupun yang diakui/diatur oleh adat setempat (hak ulayat);
Interaksi sosial yang terjalin dikalangan masyarakat setempat.
c) Apakah didalam batas proyek tersebut terdapat situs purbakala atau hal-hal lain
yang berkaitan dengan kehidupan religi masyarakat setempat?
Bila hal-hal tersebut dijumpai di dalam batas proyek, maka lokasi pemukiman atau lokasi
kegiatan terpola dari komunitas atau kelompok masyarakat tersebut dapat dipandang
sebagai batas sosial.
Yang dimaksud dengan batas ekologis adalah ruang persebaran dampak dari suatu
rencana usaha atau kegiatan menurut media transportasi limbah atau emisi (air, udara,
organisma), sehingga proses alami yang berlangsung didalam ruang tersebut berpotensi
mengalami perubahan mendasar. Termasuk dalam ruang ini adalah ruang disekitar
rencana usaha atau kegiatan yang secara ekologis memberi dampak terhadap aktivitas
usaha atau kegiatan.
Setelah batas ekologis ditetapkan, selanjutnya perlu diidentifikasi apakah di dalam batas
ekologis tersebut terdapat potensi timbulnya dampak sosial dengan menelaah, antara lain:
a) Apakah dalam batas ekologis tersebut terdapat komunitas atau warga masyarakat
yang kebutuhan domestiknya (rumah-tangga) seperti kebutuhan air bersih untuk
konsumsi, mandi, cuci dan kakus, berpotensi terkena dampak penting akibat
rencana kegiatan/usahal?
b) Apakah dalam batas ekologis tersebut terdapat komunitas atau warga masyarakat
yang mata pencahariannya atau aktivitas sosial-ekonominya menjadi terhambat atau
terganggu sebagai akibat pencemaran atau kerusakan yang akan timbul?
c) Apakah dalam batas ekologis tersebut terdapat komunitas atau warga masyarakat
yang struktur sosial dan nilai-nilai sosial-budayanya berpotensi terkena dampak
penting akibat rencana usaha atau kegiatan?
24
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Bila hal-hal tersebut dijumpai di dalam batas ekologi, maka ruang atau lokasi kegiatan
terpola dari komunitas atau warga masyarakat tersebut dapat dipandang sebagai batas
sosial.
Pengertian tersebut merupakan perluasan atas pengertian batas sosial yang tercantum
dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 299/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek
Sosial dalam Penyusunan AMDAL. Dalam Keputusan tersebut dikemukakan bahwa batas
sosial mengandung pengertian ruang disekitar rencana usaha atau kegiatan yang
merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma
dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial), sesuai dengan
proses dinamika sosial atau kelompok masyarakat, yang diperkirakan akan mengalami
perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha atau kegiatan.
Secara garis besar ada dua komunitas atau kelompok masyarakat yang yang dapat
dijadikan dasar untuk penetapan batas sosial, yakni:
25
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
bergerak di bidang lingkungan hidup yang bermukim jauh dari proyek namun
melakukan protes sosial terhadap kegiatan proyek.
Batas sosial untuk warga masyarakat yang terkena dampak umumnya dapat digambarkan
secara spasial dalam peta dengan batas proyek dan batas ekologis, namun batas sosial
bagi warga masyarakat pemerhati lingkungan umumnya tak dapat digambarkan di dalam
peta batas wilayah studi. Walau tak dapat digambar di peta, kelompok atau warga
masyarakat pemerhati lingkungan ini tetap harus dipandang sebagai batas sosial yang
ditelaah dalam studi ANDAL.
Skema di halaman berikut ini membantu mempermudah cara penetapan batas sosial
dimaksud.
Bermukim di sekitar proyek Bermukim di sekitar proyek Bermukim jauh dari proyek
Terkena pencemaran lingkungan yang Tidak terkena pencemaran lingkungan Tidak terkena pencemaran
tersebar melalui media air, udara dan yang tersebar melalui media air, udara lingkungan
biologi, dan/atau dan biologi Tidak punya kepentingan sosial dan
Proses sosial, kehidupan budaya/ adat Proses sosial, kehidupan budaya/adat ekonomi dengan wilayah sekitar
istiadat dan kepentingan sosial istiadat dan kepentingan sosial ekonomi proyek tetapi berkepen-tingan
ekonomi masyarakat berpotensi masyarakat berpotensi terkena dampak dengan perubahan ekologi atau
terkena dampak penting penting lingkungan hidup yg terjadi
Tetapkan unit
analisis variabel
yang hendak
diteliti
Tinjau ulang aspek
26
sosial yang akan
ditelaah (dokumen
KA)
yang perlu
dikumpulkan &
dianalisis
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Langkah
Penyusunan
slide no: 6
slide no: 4 - 5
Yang dimaksud dengan batas administrasi adalah ruang dimana masyarakat dapat secara
leluasa melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di dalam ruang tersebut. Batas ruang tersebut dapat
berupa batas administrasi pemerintahan atau batas konsesi pengelolaan sumber daya
alam. Dengan memahami batas administrasi ini akan dapat diidentifikasi apa saja
peraturan perundangan daerah atau sektor yang harus ditaati berkenaan dengan
pengelolaan lingkungan hidup.
Mengingat dampak lingkungan tersebar secara ekologis melalui media air atau udara,
maka ada kemungkinan batas ekologi menyebar di dua atau lebih daerah administratif
dan masing-masing memiliki peraturan perundangan pengelolaan lingkungan hidup yang
berbeda.
Batas wilayah studi ANDAL selanjutnya ditetapkan sebagai batas terluar dari
“himpunan’’ batas proyek, batas ekologi, batas sosial dan batas administratif --atau
dengan kata lain merupakan amalgamasi dari empat batas wilayah dimaksud-- plus
ketersediaan dana, waktu dan tenaga.
27
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
B. Tidak Langsung
1. Pola pengembangan wilayah
2. Permintaan atas rumah dan fasilitas umum
3. Dampak pemanfaatan ruang sekitar permukiman
4. Dampak perbaikan/penambahan sarana pengangkutan
5. Dampak pada gaya hidup
28
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Lampiran 2. Contoh Daftar Uji Kuesioner yang Dikembangkan oleh Bank Dunia,
1974 (dalam Soemarwoto, 1997)
PARIWISATA
29
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
C. Operasi
D. Faktor Sosial-Budaya
4.1 Sudahkah dampak proyek dan kegiatan lain yang berkaitan dengan proyek terhadap
kebudayaan dan pola hidup lokal dievaluasi?
4.1 Apakah dengan adanya operasi proyek akan menimbulkan kendala pada
penduduk lokal dan disharmoni?
30
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
E. Aspek Kesehatan
1. Apakah sarana dan tenaga pelayanan kesehatan yang sudah ada cukup untuk
melayanikebutuhan yang meningkat?
2. Apakah sarana dan tenaga tersebut memenuhi standar untuk melayani para
wisatawan?
3. Apakah sarana keadaan darurat (pemadam kebakaran, ambulans, SAR)
mencukupi syarat?
1. Proyek lain apakah yang direncanakan di kemudian hari dan bagaimana interaksi
proyek tersebut dengan proyek yang diusulkan?
2. Apakah nilai pariwisata akan tetap penting di daerah tersebut ataukah ada
keraguan nilai tersebut akan hilang atau dikorbankan untuk keperluan lain?
31
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Keterangan: Tabel ini hanya mencantumkan sebagian dari daftar uji Schaeman, yang dalam
daftar aslinya dimuat 47 faktor.
I. EKONOMI LOKAL
Neraca fiskal
1. Perubahan netto dalam arus fiskal Pendapatan : pendapatan keluarga yang
(pendapatan dikurangi diperkirakan menurut jenis perumahan;
pengeluaran) nilai tambah pemilikan.
Pengeluaran : analisis permintaan
pelayanan baru; biaya yang dikeluarkan;
kapasita yang ada menurut jenis
pelayanan.
Lapangan pekerjaan
2. Perubahan dalam persen dan 2a. Jumlah bersih lapangan Langsung dari perusahaan baru; atau
jumlah orang yang bekerja, pekerjaan baru jangka pendek diperkirakan dari luas bangunan, pola
menganggur, tidak bekerja dan jangka panjang yang penduduk lokal, imigrasi yang
penuh, menurut tingkat tersedia untuk daerah setempat diperkirakan, profil pengangguran yang
keterampilan. ada.
Kekayaan
3. Perubahan dalam nilai lahan Pemasokan dan permintaan lahan dengan
zone serupa, perubahan lingkungan dekat
pemilikan.
II LINGKUNGAN ALAM
Kualitas udara
Kesehatan
4. Perubahan dalam kadar zat 4a. Perubahan dalam kadar zat Kadar ambien yang ada, emisi yang ada
pencemar menurut frekuensi pencemar relatif terhadap mutu dan diprakirakan di kemudian hari, model
kejadian dan jumlah orang yang baku. dispensi, peta populasi.
terkena risiko. 4b. Perubahan dalam emisi zat
pencemar relatif terhadap neraca
emisi atau sasaran.
Gangguan
5. Perubahan dalam kejadian 5a. Perubahan dalam kementakan Garis dasar bagi penduduk, proses
gangguan visual (asap, kabut) terjadinya atau perubahan dalam industri yang diperkirakan akan terjadi,
atau gangguan alfaktoris (bau) intensitas gangguan kualitas volume lalulintas.
dan jumlah orang yang terkena. udara (penilaian kualitatif).
32
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
33
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
34
Buku Ajar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Lampiran 5. Contoh aplikasi Metode Bagan Alir Dampak pada Proyek Pengembangan Minyak Lepas Pantai
Kualitas Udara
dan Kebisingan Bentang Alam Arus Kesempatan Kerja Hak Ulayat
35
3.5. KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PROSES PELINGKUPAN
Keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL --termasuk dalam hal ini proses
pelingkupan-- menurut Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 diatur sebagai
berikut.
4.1. PENGERTIAN
Penyusunan rona lingkungan merupakan upaya menggambarkan kondisi lingkungan di
wilayah studi ANDAL, terutama aspek-aspek terkait yang menurut dokumen Kerangka
Acuan (KA) terkena dampak penting dari rencana usaha atau kegiatan. Berkenaan
dengan pengertian tersebut maka dalam penyusunan rona lingkungan perlu diperhatikan
hal-hal berikut ini:
a. Rona lingkungan yang disusun merupakan penjabaran dari “komponen lingkungan
yang ditelaah” sebagaimana diamanatkan dalam dokumen KA.
b. Contoh untuk komponen lingkungan sosial yang diteliti harus bersifat spesifik
lokasi, sehingga tidak selalu seluruh komponen aspek sosial yang terdapat dalam
Pedoman Umum Penyusunan AMDAL (Keputusan Menteri Negara LH Nomor 09
Tahun 2000), dan yang terdapat dalam Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial
AMDAL (Keputusan Kepala Bapedal Nomor 299 Tahun 1994), diteliti untuk setiap
usaha atau kegiatan wajib AMDAL.
c. Rona lingkungan yang dikonstruksikan dalam ANDAL harus berkaitan dengan
komponen lingkungannya yang diperkirakan akan terkena dampak penting. Hanya
komponen yang berpotensi terkena dampak penting yang menjadi fokus dalam
studi ANDAL. Contoh misalnya : dalam dokumen KA-ANDAL Kawasan Industri,
teridentifikasi bahwa tingkat pendapatan, kesempatan kerja, tingkat kenyamanan,
kesehatan masyarakat dan pola hubungan sosial berpotensi terkena dampak
penting, maka hanya data yang berkaitan dengan komponen aspek sosial tersebut
tersebut yang perlu dihimpun dan dianalisis.
d. Rona lingkungan yang dikonstruksikan dalam ANDAL adalah yang terletak dalam
lingkup wilayah studi sebagaimana diamanatkan dalam dokumen Kerangka Acuan
(KA);
e. Komponen lingkungan yang tertera pada dokumen KA dapat mengalami
penambahan atau pengurangan sepanjang relevan dengan potensi dampak penting
yang akan timbul dan terkait dengan dampak rencana kegiatan/usaha.
f. Pedoman Teknis, dokumen ANDAL kegiatan sejenis (untuk keperluan analogi),
referensi (data statistik, peta, rujukan), dan pustaka lainnya, dapat digunakan
sebagai alat bantu untuk penyusunan rona lingkungan.
Dampak penting aspek sosial dari suatu rencana usaha atau kegiatan pada umumnya tidak
menyebar secara merata di seluruh kelompok dan lapisan masyarakat. Dengan demikian
dalam menetapkan/memilih metode pengumpulan dan analisis data yang relevan, baik
yang bersifat kuantitatif atau kualitatif, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut ini:
a. Satuan analisis (rumah tangga, desa, kabupaten, propinsi) yang akan diukur.
b. Ukuran-ukuran yang bersifat penting menurut pandangan masyarakat (emic)
disekitar rencana usaha atau kegiatan;
c. Ketersediaan dana, tenaga, waktu dan keahlian juga merupakan pertimbangan
dalam memilih teknik pengumpulan data.
d. Karakteristik sumber data. Ciri-ciri responden misalnya tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi, jenis pekerjaan, homogen atau heterogen akan menentukan
teknik pengumpulan data. Responden dengan tingkat pendidikan rendah dengan
jenis pekerjaan petani atau nelayan akan cocok menggunakan wawancara
langsung yang disertai pedoman pertanyaan atau kuesioner dari pada dengan
kelompok diskusi terfokus.
Beberapa metode pengumpulan data yang dapat digunakan dalam penyusunan aspek
sosial AMDAL diantaranya adalah:
a. Wawancara
b. Observasi/pengamatan lapangan
c. Pengumpulan data sekunder
d. Diskusi kelompok terarah
e. Penilaian cepat pedesaan (rapid rural appraisal, RRA)
Ad.a. Metoda Wawancara
Ada dua macam metode wawancara, yakni, wawancara dengan kuesioner dan wawancara
mendalam.
Penggunaan kuesioner didasari oleh suatu keyakinan bahwa responden atau nara
sumber adalah orang yang paling mengetahui tentang dirinya sendiri sendiri.
Keunggulan dari metode wawancara yang dipandu dengan kuesioner ini antara adalah:
Outsider (pihak luar) adalah bentuk pengamatan dimana peneliti tidak melakukan kontak
dengan kelompok atau masyarakat yang diteliti. Peneliti berada diluar social setting dari
kelompok yang diteliti. Ia mengamati, mencatat dan menyusun interpretasi. Tingkat
presisi interpretasi sangat tergantung pada pemahaman awal peneliti terhadap subyek
yang diteliti. Makin tinggi tingkat pemahamanya makin dekat interpretasinya dengan
makna yang ditafsirkan oleh masyarakat. Peran outsider (pihak luar) mengandung resiko
berupa bias interpretasi oleh peneliti.
Observasi yang dilakukan oleh Recognized Outsider (pihak luar yang dikenal)
mengandung pengertian bahwa antara peneliti dengan masyarakat telah terjalin
kontak/komunikasi tetapi intensitasnya rendah. Masyarakat sebagai sumber data atau
responden telah mengenali (recognize) bahwa yang mewawancarai adalah peneliti.
Hubungan antara peneliti dengan masyarakat bersifat formal dan temporer. Peneliti
berada dilapangan dalam waktu sangat pendek, sekedar menghimpun data. Dalam
kondisi seperti ini, data yang diperoleh peneliti tidak optimal. Karena hubunganya
bersifat formal dan dalam waktu yang pendek, masyarakat kadang-kadang
menyampaikan informasi sekedarnya. Kondisi ini lebih parah lagi jika kehadiran
peneliti dianggap sebagai petugas Pemerintah yang akan memungut pajak.
Dalam penelitian observasi secara full participant (partisipan penuh), kontak peneliti
dengan masyarakat sangat intensif. Bahkan masyarakat sampai tidak mengetahui kalau
ada peneliti yang sedang menghimpun data. Peneliti benar-benar menjadi bagian dari
masyarakat. Beberapa contoh peran full participant misalnya ketika seorang Antropolog
UI meneliti gelandangan di Kota Jakarta. Ia benar-benar memerankan diri sebagai
gelandangan berada ditengah-tengah komunitas tersebut untuk waktu yang cukup lama.
Pada umumnya dalam studi dampak sosial, peneliti berperan sebagai pengamat yang
melakukan partisipasi (berada diantara peran sebagai outsider atau recognized outsider).
Peneliti melakukan observasi ketika mereka mengumpulkan data, atau ketika
melakukan prasurvai.
Pengumpulan data primer dimaksudkan untuk mengetahui rona lingkungan awal saat
studi dilakukan. Data primer dikumpulkan dari hasil wawancara, survai/ observasi,
pengukuran, dan pengambilan sampel di lokasi yang telah ditetapkan berdasarkan lokasi
tapak proyek dan radius atau arah sebaran dampak sesuai dengan batas wilayah studi.
Metoda pengumpulan data primer untuk masing-masing aspek adalah sebagai berikut.
1. Aspek Fisik-Kimia
Jenis data primer aspek fisik-kimia yang dikumpulkan meliputi: morfologi, gejala erosi,
air, udara, dan kebisingan. Data morfologi dan gejala erosi dikumpulkan dengan cara
inventarisasi secara visual. Sampel air diambil dengan menggunakan “water sampler”.
Sampel udara menggunakan multiple impinger, sedangkan sampel kebisingan dilakukan
dengan cara pengukuran memakai sound level meter. Contoh Metoda pengumpulan data
primer pada aspek fisik-kimia secara lebih rinci disajikan pada Tabel 3.1 dengan kasus
ANDAL Waduk misalnya :.
2. Aspek Biologi
Data primer aspek biologi yang dikumpulkan adalah biota darat (flora darat dan fauna
darat) dan biota air (plankton dan benthos). Daerah studi biologi ditetapkan berdasarkan
luas tapak proyek dan sekitarnya yang diperkirakan akan terkena dampak kegiatan.
Lokasi pengambilan sampel biota air disesuaikan dengan lokasi pengambilan sampel air
fisik-kimia, sedangkan lokasi pengambilan biota darat disesuaikan dengan lokasi studi
sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan masyarakat. Pengumpulan data dilakukan melalui
pengukuran, pengambilan sampel, wawancara dengan metoda purposive random
sampling yang ditentukan berdasarkan komunitas atau habitat yang berbeda. Cara pe-
laksanaan pengambilan sampel/pengamatan komponen biotis adalah:
Pengambilan Sampel Vegetasi/Flora Darat
Pengambilan sampel fauna dilakukan dengan metoda Index Point of Abundance (IPA)
untuk mencatat populasi hewan. Biasanya digunakan untuk burung secara semi
kuantitatif yaitu dengan menentukan tempat tertentu untuk keperluan perhitungan
populasi hewan dan dilengkapi data informasi penduduk serta data monografi desa untuk
hewan piaraan. Analisis data meliputi jumlah jenis, dominansi atau frekuensi keberadaan
fauna. Lokasi pengambilan sampel fauna di 3 titik.
Pengambilan sampel plankton dengan penyaringan air memakai plankton net No. 25,
kemudian air yang tersaring dimasukkan botol dan ditambahkan larutan MAF 4%
sebagai bahan pengawet. Lokasi pengambilan sampel plankton di 3 titik, yaitu di hulu
Embung, lokasi Embung dan di hilir Embung (daerah irigasi).
Metoda pengumpulan data primer pada aspek biologi pada contoh ANDAL Waduk
meliputi: jenis data, jumlah sampel, lokasi sampel, dan metoda pengumpulan data secara
lebih rinci disajikan pada Tabel 3.2 misalnya :
Tabel 3.2. Metoda Pengumpulan Data Primer Aspek Biologi
No Jenis Data yang Jumlah Lokasi Metoda
. Dikumpulkan Sampel Sampling Pengumpulan
Data
1 Vegetasi/Flora 3 titik Tapak proyek Inventarisasi
Darat dan sekitarnya menggunakan
- kerapatan relatif sesuai batas metoda sampling
- frekuensi relatif wilayah studi plot dengan transek
- dominansi utama mengikuti
relatif kondisi lapangan
- indeks nilai
penting
- jenis langka
2 Fauna Darat 3 titik Tapak proyek Inventalisasi
(Hewan Liar dan dan sekitarnya dengan metoda
Peliharaan) sesuai batas Index Point of
- pola migrasi wilayah studi Abundance (IPA)
- kerapatan untuk mencatat
- nilai penting populasi hewan
- jenis langka
3 Biota Air : 3 titik Hulu Embung, Penyaringan air
Plankton rencana lokasi memakai plankton
- indeks keaneka- Embung dan net No. 25
ragaman jenis daerah
- indeks Irigasinya
keseraga-man
jenis
4. Biota Air : 3 titik Hulu Embung, Penyaringan
Benthos rencana lokasi lumpur di dasar
- indeks keaneka- Embung dan perairan yang
ragaman jenis daerah diambil dengan
- indeks Irigasinya eijkman
keseraga-man dredge/bottom
jenis sampler
Tabel 3.3. Metoda Pengumpulan Data Primer Aspek Sosekbudkesmas
No. Jenis Data yang Sumber Data Jumla Lokasi Metoda Pengumpulan
Dikumpulkan h Sampling Data
Sampel
1 Kependudukan Kab. Grobogan 125 Tapak proyek Observasi dan
- jumlah penduduk Dalam Angka dan sekitarnya wawancara dengan
sesuai batas penduduk
- kepadatan pddk Monografi Desa
wilayah studi (formal leader, informal
- pertumbuhan pddk dan Kecamatan
leader dan masyarakat
- pendidikan biasa)
Data primer
- ketenagakerjaan
- mobilitas
Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung oleh peneliti dari sumber
data. Peneliti memperoleh data tersebut dari pihak lain yang melakukan pengumpulan,
analisis dan publikasi atas data tersebut. Hasil-hasil penelitian, buku referensi (antara lain
data statistik), laporan-laporan teknis instansi pemerintah dan bahan-bahan pustaka yang
datanya ditulis dan dipublikasikan oleh pihak lain, merupakan jenis data sekunder yang
dapat dimanfaatkan oleh peneliti.
Data statistik seperti Sensus Penduduk, Survey Penduduk antar Sensus (Supas), Survey
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) hingga data statistik seperti Monografi Desa,
Kecamatan dalam Angka, Kabupaten dalam Angka atau Propinsi dalam Angka;
merupakan data sekunder yang dapat digunakan dan bermanfaat untuk kajian aspek
sosial AMDAL. Bila data statistik semacam itu akan digunakan dalam aspek sosial
AMDAL, maka ada 2 faktor penting yang perlu diketahui berkenaan dengan hal tersebut.
Pertama, satuan analisis yang digunakan dalam data statistik tersebut umumnya adalah
unit pemerintahan daerah seperti desa, kecamatan, dan propinsi. Kedua, persoalan
reliabilitas data yang dipublikasikan. Peneliti aspek sosial AMDAL perlu kritis benar
terhadap mutu data statistik yang ingin digunakan sehingga bila perlu lakukan “uji
reliabilitas” data sekunder yang diperoleh. Contoh data sekunder untuk ANDAL Waduk
misalnya :
Metode pengambilan sampel merupakan metode yang digunakan untuk memilih dan
menetapkan sejumlah responden yang akan diwawancara melalui kuesioner. Metode ini
umumnya digunakan untuk melengkapi metode survai.
Sampel (responden) yang dipilih harus dapat mewakili populasi suatu kelompok (misal:
berdasarkan jender, kelompok kepentingan) dan lapisan masyarakat tertentu yang
berpotensi terkena dampak (misal: lapisan petani lahan sempit, lahan luas). Beberapa
teknik pengambilan sampel yang dapat dipergunakan antara lain adalah:
Metode Penilaian Cepat Pedesaan (rapid rural appraisal) –selanjutnya disingkat PCP--
diperkenalkan oleh Chambers (1985). Metode ini ditawarkan oleh Chambers sebagai
alternatif atas penelitian-penelitian sosial yang umumnya dilakukan di dua kutub ekstrim,
yakni penelitian yang bersifat “wisata” (research tourism) dan -di sisi lain- penelitian
yang menelan waktu panjang.
Chambers memberi julukan “wisata penelitian” kepada penelitian yang dilakukan secara
singkat atau cepat (biasanya dengan mobil). Catatan penelitian dibuat berdasarkan
pengamatan di sepanjang jalan yang dilalui dan wawancara dilakukan dengan orang atau
responden yang kebetulan berjumpa di jalan. Penelitian semacam ini menurut Chambers
mempunyai kelemahan:
a. Lemah mengungkapkan yang sebenarnya terjadi.
Responden cenderung menghindari topik yang sensitif seperti masalah
kemiskinan, dan lebih suka menyatakan apa yang sebaiknya (das sollen)
ketimbang apa yang ada (das sein).
b. Peneliti tidak mendengarkan dan belajar dari responden,
malahan lebih banyak berbicara dan menggurui (menganggap lebih tahu dari
responden).
c. Lebih mengangkat atau mengungkapkan yang nampak
secara fisik. Hal-hal seperti norma-norma sosial, lembaga-lembaga informal dan
penguasaan sumber daya sering tak tertangkap oleh peneliti.
d. Penelitian hanya menangkap potret sesaat (snapshot) dari
kehidupan masyarakat desa.
Sehingga penelitian yang dilakukan dengan pola “wisata” ini sering menghasilkan
kesimpulan yang salah tentang kehidupan masyarakat desa (rapid is often wrong).
Chambers menjuluki “wisata penelitian” ini sebagai penelitian yang bersifat quick and
dirty. Walau tidak diketahui secara pasti, namun diduga cukup banyak penelitian aspek
sosial AMDAL yang dijalankan dengan cara “wisata penelitian” semacam ini.
Kutub lainnya adalah penelitian yang dilakukan dalam kurun waktu yang relatif lama.
Kelemahan yang dijumpai dalam penelitian semacam ini adalah:
a. Penelitian berlangsung dalam waktu yang lama dan
menelan biaya yang besar, namun hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan
curahan waktu, biaya dan tenaga yang diberikan.
b. Penelitian dilakukan dengan metode survei yang penyakit
umumnya adalah:
Kuesioner berhalaman tebal karena peneliti ingin
mengumpulkan berbagai macam variabel melalui wawancara dengan
kuesioner.
Responden yang diwawancarai berjumlah banyak.
Akibat dari penelitian yang dijalankan dengan cara semacam itu adalah banyak data
yang tidak diolah ketika memasuki tahap pengolahan data. Kalaupun diolah, data
tersebut tidak dianalisa. Kalaupun data tersebut dianalisa, hasilnya tidak ditulis.
Kalaupun kemudian ditulis, hasil itu tidak dibaca. Kalaupun dibaca, tidak dimengerti.
Kalaupun dimengerti, ternyata tidak berguna karena hasil penelitian ternyata tidak
mempengaruhi pengambilan keputusan. Dengan kata lain long is often lost!
Dengan teknik pengumpulan data semacam itu -menurut Chambers- penelitian akan
berlangsung secara fairly-quick dan hasilnya fairly-clean.
Metode kuantitatif dapat digunakan untuk berbagai kajian aspek sosial AMDAL.
Dalam ilmu-ilmu sosial analisa kuantitatif umumnya dilakukan melalui analisa tabulasi
silang (cross tabulation) atau melalui analisa statistika.
Analisa tabulasi silang dibangun untuk menggambarkan hubungan antara peubah bebas
(independent variables) dengan peubah tak bebas (dependent variables). Tabel silang
yang dibangun umumnya tidak berukuran besar untuk memudahkan analisa. Kolom
tabel menunjukkan peubah bebas (atau peubah sebab) dan baris tabel menunjukkan
peubah tak bebas (atau peubah akibat).
Alat analisis yang lebih handal untuk data yang lebih kompleks adalah analisis statistika.
Data demografi, kependudukan dan ekonomi merupakan jenis-jenis data yang dapat
dianalisis dengan kaedah-kaedah statistika. Disamping itu analisis statistik juga dapat
dilakukan untuk aspek sosial budaya yang bersifat deskriptif. Analisis yang relevan
untuk data sosial budaya semacam ini adalah analisis statistika non-parametrik. Namun
perlu diketahui bahwa bila akan dilakukan analisis statistika non parametrik, maka sejak
awal penelitian (pengumpulan data) data sosial tersebut harus didisain berukuran ordinal
agar dapat dianalisis dengan model-model statistika non parametrik. Analisa statistika
non parametrik ini sangat bermanfaat untuk keperluan kajian aspek sosial AMDAL. Bagi
yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut analisa statistika non parametrik dapat
mempelajari pustaka terlampir.
Analisis kuantitatif lainnya adalah metode valuasi (valuation) ekonomi sumber daya
alam.
Sumberdaya alam yang tak dapat dinilai secara moneter (intangible) dinilai dengan
berbagai metode teknik pendekatan, yakni:
1) Penggunaan secara langsung berdasarkan harga pasar atau produktivitas (market-
based methods). Ada tiga jenis metode dengan pendekatan ini:
Pendekatan perubahan produktivitas (change of productivity).
Pendekatan hilangnya mata pencaharian/penghasilan (loss of earning
approach).
Pendekatan pembatasan pengeluaran (defensive expenditures approach).
2) Penggunaan pengganti harga pasar (surrogate market value). Metode ini ada empat
jenis, yakni :
Pendekatan nilai kepemilikan (proverty value approach).
Pendekatan pembedaan upah (wage differences approach).
Pendekatan biaya perjalanan (travel cost approach).
Pendekatan yang dikaitkan dengan nilai barang/komoditi tertentu sebagai
penduga (hedonic pricing).
3) Metode pasar buatan (constructed market) yang berdasar pada
potensi pengeluaran atau kesediaan untuk membayar atau menerima (potential
expenditures willingness to pay or to accept). Ada tiga macam metode dengan
pendekatan ini:
Pendekatan biaya pengganti (replacement cost approach).
Pendekatan harga bayangan (shadow project approach).
Pendekatan nilai kontingensi (contingent valuation approach).
Untuk indikator ekonomi yang nilai moneternya tidak bisa dianalisis dengan akurat,
diperlukan value judgement dari penyusunan AMDAL. Caranya antara lain dengan
menggunakan analogi terhadap fenomena-fenomena dampak penting yang timbul
menurut dokumen AMDAL sejenis.
Perlu diketahui: penetapan penggunaan metode valuasi ekonomi ini harus dilakukan sejak dini, yakni sejak
disusunnya dokumen Kerangka Acuan. Sehingga peneliti dapat memper-siapkan sejak dini apa saja
variabel yang harus dikumpulkan, ukuran-ukuran dan teknik analisis yang akan digunakan.
Metode kualitatif memiliki keunggulan dalam menggambarkan secara rinci dan utuh
deskripsi suatu peristiwa, proses, fenomena atau hubungan-hubungan sosial yang
dilandasi oleh persepsi, sikap, etika, sistem nilai dan norma yang dianut oleh suatu
komunitas masyarakat. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang metode analisa kualitatif
ini dapat diambil contoh metode analisa yang digunakan untuk studi ANDAL Waduk
sebagai berikut :
atau HgCl2). Parameter yang lain dianalisis di laboratorium rujukan yang telah
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Tengah
Nomor 660.1/29/1990 tanggal 27 Juni 1990 tentang Penunjukan Laboratorium Penguji
Kualitas Air, Udara dan Bising. Metoda dan peralatan analisis udara dan bising serta air
disajikan pada Tabel 3.5 dan Tabel 3.6.
2. Aspek Biologi
Analisis sampel vegetasi dilakukan dengan jalan menghitung besarnya Nilai penting
dengan menjumlahkan kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif. Frekuensi
relatif (FR), kerapatan relatif (KR) dan dominansi relatif (DR) dinyatakan dengan luas
bidang dasar memakai rumus Cox (1967):
keterangan:
N = Jumlah plankton per liter
2
T = Luas gelas penutup, (mm )
P = Jumlah plankton tercacah
2
L = Luas lapang pandang (mm )
p = Jumlah lapang pandang yang diamati
V = Volume sampel yang diamati (ml)
v = Volume sampel di bawah gelas penutup (ml)
w = Volume air yang disaring (ml).
Indeks Keseragaman
E = H' / H'maks.
keterangan:
E = nilai indeks keseragaman jenis
H'maks = ln S
S = jumlah jenis
BAB V
PENGERTIAN, PRINSIP DASAR & LINGKUP KAJIAN
PRAKIRAAN DAMPAK LINGKUNGAN
5.1. PENGERTIAN
Dampak lingkungan dapat diartikan sebagai perubahan yang dialami oleh suatu
komponen lingkungan tertentu pada ruang dan waktu tertentu sebagai akibat adanya
kegiatan tertentu. Kegiatan ini dapat bersifat alami, seperti letusan gunung merapi,
gempa bumi, semburan gas beracun dari kawah dan lain sebagainya, yang pada dasarnya
mengakibatkan perubahan yang cukup mendasar pada lingkungan disekitarnya.
Kegiatan yang menimbulkan dampak juga dapat disebabkan oleh kegiatan manusia,
seperti misalnya pembangunan industri pupuk, pembangunan waduk, atau pembangunan
pemukiman transmigrasi. Dalam proses AMDAL dampak lingkungan yang dikaji adalah
dampak lingkungan yang akan timbul akibat adanya kegiatan yang direncanakan oleh
manusia, yang dalam hal ini sering diistilahkan sebagai (proyek) pembangunan.
Di dalam analisis dampak lingkungan dikenal dua jenis pengertian atau batasan tentang
dampak lingkungan, yakni (Soemarwoto, 1988):
a. Dampak (proyek) pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara
kondisi lingkungan sebelum ada proyek dan yang diprakirakan akan terjadi setelah
ada (proyek) pembangunan,
b. Dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi
lingkungan yang diprakirakan akan terjadi tanpa adanya (proyek) pembangunan
dan yang diprakirakan akan terjadi dengan adanya (proyek) pembangunan tersebut.
Dalam proses penyusunan AMDAL, batasan yang digunakan adalah yang batasan kedua
(batasan b). Untuk mudahnya, batasan yang kedua tersebut dapat disederhanakan sebagai
berikut:
Secara umum dampak lingkungan dikategorikan atas dampak primer dan dampak
sekunder. Dampak primer umumnya timbul sebagai akibat adanya pengunaan bahan
baku/input produksi dan atau kegiatan konstruksi suatu proyek. Sedang dampak
sekunder umumnya timbul sebagai akibat adanya proses atau produk (product) dari
rencana kegiatan. Dampak primer umumnya relatif lebih mudah diukur, sedang dampak
sekunder lebih sulit. padahal umumnya dampak sekunder inilah yang sering lebih nyata
(significant) dibandingkan dengan dampak primer. Sebagai contoh, dampak primer suatu
kegiatan adalah perubahan komposisi jenis vegetasi, namun dampak sekundernya jenis
satwa liar.
Dalam studi ANDAL, prakiraan dampak merupakan suatu proses untuk
menduga/mengantisipasi respon atau perubahan suatu kondisi lingkungan tertentu akibat
adanya rencana kegiatan tertentu, yang berlangsung pada ruang dan waktu tertentu.
Sebagai contoh dampak penambangan batubara terhadap vegetasi, erosi, kualitas air, dan
pendapatan masyarakat. Terhadap kegiatan penambangan batubara tersebut masing-
masing komponen lingkungan tersebut (vegetasi, erosi, kualitas air, pendapatan
masyarakat) pada ruang dan waktu tertentu, memberi respon/perubahan yang berbeda-
beda. Tampak bahwa dalam memprakirakan dampak lingkungan terkandung makna
analisis prakiraan atas besaran dampak lingkungan (magnitude of impact).
Dapat dikatakan prakiraan dampak merupakan salah satu titik kritis dalam proses
penyusunan ANDAL. Sehingga prakiraan dampak merupakan "trade mark" dalam
dokumen ANDAL, dan merupakan ciri pembeda dengan dokumen-dokumen riset
lainnya. Dapat dipahami bila Beanlands dan Duinker (1983) menjuluki prakiraan
dampak ini sebagai "urat Achilles" dari studi ANDAL.
Ada 3 (tiga) prinsip dasar yang perlu diketahui dalam melakukan prakiraan dampak
lingkungan, termasuk dalam hal ini prakiraan dampak aspek sosial, yakni:
Prinsip 1, Merujuk pada batasan tentang dampak lingkungan yang digunakan dalam
AMDAL, maka prakiraan dampak lingkungan harus dilakukan dengan
pendekatan "Dengan dan Tanpa Proyek". Dengan pendekatan ini pakar ilmu
sosial yang terlibat dalam penyusunan AMDAL tidak hanya memprakirakan
kondisi sosial/ekonomi/budaya yang akan terjadi bila ada proyek
pembangunan, tetapi juga harus memprakirakan kondisi
sosial/ekonomi/budaya bila tanpa ada proyek pembangunan. Ini sungguh
merupakan suatu tantangan karena umumnya pakar ilmu sosial relatif lebih
mengetahui perilaku perubahan sosial akibat adanya proyek pembangunan,
ketimbang memprakirakan perubahan yang akan terjadi bila tanpa ada proyek
pembangunan.
Prinsip 2, Keterkaitan dengan dokumen Kerangka Acuan (KA). Prakiraan dampak
lingkungan yang tertuang di dalam dokumen ANDAL harus difokuskan pada
setiap komponen lingkungan yang menurut dokumen KA berpotensi
mengalami perubahan mendasar. Sebagai misal, dalam dokumen KA
teridentifikasi bahwa 5 komponen aspek fisik-kimia, 3 komponen aspek biota,
dan 6 komponen aspek sosial diduga akan terkena dampak penting (berubah
mendasar); maka prakiraan dampak harus difokuskan ke setiap komponen
dari 14 komponen lingkungan yang tercantum di dalam dokumen KA.
Apabila dalam studi ANDAL ternyata dijumpai bahwa hanya 12 komponen
lingkungan yang berpotensi terkena dampak penting, sehingga berbeda
dengan yang tercantum dalam dokumen KA, maka perbedaan tersebut perlu
diutarakan/dibahas di dalam dokumen ANDAL.
Prinsip 3, Keterkaitan antar komponen lingkungan yang terkena dampak. Mengingat
dampak lingkungan pada dasarnya saling terkait dan pengaruh mempengaruhi
satu sama lain (lihat Lembar Informasi 3 dari Modul 1, tentang Karakteristik
Dampak Sosial); maka dalam melakukan prakiraan dampak hal ini harus
diperhatikan benar karena analisa dilakukan oleh tenaga ahli yang bidangnya
berbeda-beda. Disinilah peranan Ketua Tim Studi AMDAL: senantiasa
menjaga keterkaitan antar dampak lingkungan yang ditelaah.
Dalam prakiraan dampak lingkungan terkandung dua macam kajian, yakni:
c. Prakiraan atas seberapa besar perubahan atau dampak lingkungan (magnitude of
impact) yang akan timbul sebagai akibat adanya proyek.
d. Evaluasi atas mendasar tidaknya atau penting tidaknya dampak lingkungan yang
akan timbul bagi kehidupan sosial, ekonomi, budaya, kesehatan dan ekologi.
Kajian yang pertama pada dasarnya bertujuan untuk menjawab pertanyaan: apakah
dampak yang akan timbul berskala besar atau kecil (big or little magnitude of impact),
dan bersifat positif atau negatif? Sedangkan kajian yang kedua berkenaan dengan
seberapa jauh perubahan atau dampak lingkungan yang akan timbul itu bersifat penting
atau mengubah secara mendasar aspek-aspek tertentu dari kehidupan sosial, ekonomi,
budaya, kesehatan dan ekologi. Dengan perkataan lain kajian tentang penting dampak
berkenaan dengan sejauh mana kepentingan manusia dan kepentingan kehidupan ekologi
berubah mendasar sebagai akibat adanya proyek.
Berdasarkan Prinsip Pertama tersebut, maka untuk mengetahui seberapa besar dampak
lingkungan yang akan timbul pada dasarnya harus diukur selisih antara:
a. Kondisi lingkungan sosial tertentu yang diprakirakan akan
terjadi di waktu mendatang sebagai akibat adanya proyek (sebagai misal, tingkat
pendapatan penduduk sekitar proyek tujuh tahun setelah proyek beroperasi)
b. Kondisi lingkungan yang diprakirakan akan terjadi di
ruang dan waktu tertentu tanpa adanya kegiatan proyek (sebagai misal, tingkat
pendapatan penduduk pada tujuh tahun mendatang bila tidak ada proyek).
Pada Gambar 1 secara grafis diilustrasikan (besar) dampak Proyek A dan Proyek B
terhadap pendapatan penduduk sekitarnya yang diukur dalam bentuk pendapatan setara
beras per jiwa per tahun. Kedua proyek didirikan pada tahun T1 di dua lokasi yang
berbeda. Berdasarkan konsep dampak lingkungan yang telah diutarakan, besar dampak
lingkungan ketika Proyek A memasuki tahun T2 adalah selisih antara O1 dan O2 dan
sebesar O4 - O5 ketika memasuki tahun T3. Adapun pada Proyek B, dampak yang timbul
pada tahun T2 adalah sebesar O1 - O2 dan ketika memasuki tahun T3 sebesar O4 - O5.
Bedanya, sepanjang tahun T1 hingga T2 dan T3 Proyek A menimbulkan dampak positif,
yang ditunjukkan oleh meningkatnya pendapatan setara beras per jiwa per tahun,
dibandingkan bila tanpa proyek. Adapun Proyek B sebaliknya, pada tahun T2 proyek
menimbulkan dampak positif sebesar O1 - O2 namun pada tahun T3 mengakibatkan
dampak negatif sebesar O4 - O5. Dengan kata lain Proyek B membangkitkan dampak
positif pada awal dimulainya proyek, namun pada tahun-tahun selanjutnya
mengakibatkan dampak negatif terhadap kesejahteraan penduduk sekitarnya.
Untuk memudahkan prakiraan kondisi lingkungan tanpa proyek di masa mendatang,
umumnya para penyusun AMDAL mengasumsikan kondisi lingkungan di masa
mendatang dipandang sama atau konstan dengan situasi sebelum ada proyek (batasan
dampak lingkungan butir a, di halaman 1). Asumsi ini bila digunakan akan berpengaruh
besar terhadap kesahihan hasil prakiraan dampak. Dari Proyek A dan Proyek B yang
telah dipaparkan dapat dilihat kelemahan asumsi ini.
Bila kondisi lingkungan tanpa proyek diasumsikan konstan sepanjang tahun, maka pada
saat Proyek A memasuki tahun T2 timbul dampak positif sebesar O1 – O3 (seharusnya O1
- O2). Dan ketika Proyek A memasuki tahun T3, timbul dampak positif sebesar O 4 – O6
(seharusnya O4 - O5). Tampak bahwa bila asumsi ini dipakai, dampak positif yang
dibangkitkan oleh Proyek A lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Kondisi
dengan
proyek
A
350 O4
Area
besar
320- B O1 dampak
O5
Kondisi
tanpa
C O2 proyek
250
O3 O6
Umur
0 T1 T2 T3 proyek
Proyek A
mulai
(Proyek A)
Pendapatan Kondisi
setara beras dengan Kondisi
(kg/jiwa/thn) proyek tanpa
proyek
350 A O4
O1
320- B
Area
O2 besar
dampak
C
250 O3 O5
Umur
0 T1 T2 T3 proyek
Proyek B
mulai
(Proyek B)
Gambar 1. Prakiraan Dampak Proyek A dan Proyek B terhadap
Pendapatan Penduduk Sekitar
Dengan asumsi ini pula ketika Proyek B memasuki tahun T2 diprakirakan timbul dampak
positif sebesar O1 – O3 (seharusnya O1 - O2), dan ketika memasuki tahun T3 timbul
dampak positif sebesar O4 – O5. Padahal ketika memasuki T3 Proyek B sesungguhnya
menimbulkan dampak negatif sebesar O4 – O5.
Hal lain yang perlu diketahui adalah, prakiraan dampak sangat terkait dengan dimensi
ruang dan waktu berlangsungnya dampak. Sehingga dapat dikatakan dampak lingkungan
suatu rencana usaha/kegiatan bersifat unik dan khas, yakni hanya berlaku untuk ruang
dan waktu tertentu akibat aktivitas tertentu dari rencana usaha/kegiatan.
Sehingga dalam konteks prakiraan dampak aspek sosial harus dapat dianalisis:
a. Siapa yang terkena dampak (who are going to be
affected). Siapa menunjuk pada berapa orang yang terkena, ciri-ciri mereka
bagaimana (umur, pekerjaan, tingkat kerentanan dan sebagainya). Siapa disini juga
bisa menunjukkan satuan analisa: individu, keluarga atau masyarakat.
b. Dalam bentuk apa (in what way) mereka terkena dampak.
Misalnya, penduduk yang tinggal disepanjang rute menuju ke proyek, akan terkena
dampak dari aktivitas transportasi peralatan. Aktivitas ini akan menimbulkan bising
dan debu.
c. Berapa lama dampak itu berlangsung. Dampak bising dan
debu akan berlangsung selama masa konstruksi. Penyusun studi bisa menghitung
berapa lama masa konstruksi itu berjalan.
Langkah prakiraan atau “proyeksi” sangat dekat dengan pelingkupan dan identifikasi
rona lingkungan. Dalam pelingkupan, para peneliti menentukan ruang lingkup studi
(space and time boundaries, key topics dan unit of analysis) melalui pengkajian kegiatan
proyek dan kondisi masyarakat. Jika para peneliti telah melakukan dua proses ini dengan
baik, tahap prakiraan dampak akan mudah dilakukan.
Prakiraan dampak lingkungan memiliki perbedaan yang mendasar dengan evaluasi
dampak lingkungan. Bila dalam prakiraan dampak lingkungan yang diteliti adalah:
respon atau perubahan setiap komponen lingkungan lingkungan yang berpotensi terkena
dampak, maka dalam evaluasi dampak lingkungan yang dikaji adalah totalitas respon
dari berbagai komponen lingkungan yang pada ruang dan waktu tertentu terkena dampak
dari proyek.
Dari Gambar 1 tersebut tampak bahwa dalam prakiraan dampak yang diukur adalah
seberapa besar dampak lingkungan (magnitude of impact) yang akan timbul sebagai
akibat adanya proyek. Berdasarkan konsep ini besar dampak lingkungan dapat
berukuran besar/tinggi (big/high magnitude of impact), atau kecil/rendah (little/low
magnitude of impact); dan bersifat positif (positive magnitude of impact) atau negatif
(negative magnitude of impact).
Sehingga menjadi penting untuk diketahui perbedaan konsepsional antara besar dampak
(magnitude of impact) dengan dampak besar (big magnitude of impact). Besar dampak
atau magnitude of impact adalah konsep prakiraan dampak sebagaimana dimaksud oleh
Munn (1979). Adapun dampak besar atau big magnitude of impact adalah ukuran
besarnya dampak. Berkenaan dengan hal ini maka perlu dikritisi benar istilah “dampak
besar dan penting” yang digunakan di dalam UU Nomor 23 Tahun 1997, dan yang
kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL dan
Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan
AMDAL. Dalam peraturan perundangan tersebut istilah dampak besar yang digunakan
dalam “dampak besar dan penting” sebenarnya adalah big magnitude of impact dan
bukannya magnitude of impact atau besar dampak.
Perbedaan ini perlu diketahui dan dikuasai benar sebab peraturan perundangan tentang
AMDAL yang ada saat ini menggunakan istilah dampak besar, bukan besar dampak.
Evaluasi terhadap sifat penting dampak merupakan hal yang lebih subyektif dibanding
prakiraan (besar) dampak. Sebab dampak lingkungan yang berskala besar (big magnitude
of impact), belum tentu mengakibatkan perubahan yang mendasar atau penting
(importance) pada aspek-aspek tertentu dari kehidupan. Sebaliknya, dampak lingkungan
yang berskala kecil (little magnitude of impact) dapat saja merubah secara mendasar
kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan ekologi di sekitarnya.
Hal tersebut idak lain karena penilaian atas pentingnya dampak merujuk pada pengertian
sejauh mana dampak lingkungan yang timbul bersifat mendasar atau penting bagi
stabilitas dan kepulihan ekosistem (ecological importance), serta bagi kehidupan sosial
ekonomi dan budaya masyarakat (social importance). Setiap kelompok masyarakat
memberi nilai penting yang berbeda-beda terhadap perubahan stabilitas dan kepulihan
ekosistem, serta kehidupan sosial ekonominya. Perbedaan ini muncul karena adanya
perbedaan dalam latar belakang budaya, serta perbedaan ruang dan waktu. Dengan
demikian "nilai penting" ini bersifat dinamis, sesuatu yang dipandang penting saat ini
oleh suatu kelompok masyarakat dapat berubah menjadi tidak penting pada beberapa
tahun mendatang, demikian pula sebaliknya.
Disamping faktor budaya, penting tidaknya dampak pada kehidupan sosial juga dapat
berbeda-beda tergantung pada lapisan sosial (misal kaya, menengah atau miskin), dan
golongan sosial yang terkena dampak (misal, kalangan pemerintah, masyarakat sekitar
proyek, kalangan pakar, kalangan LSM). Misalnya, suatu rencana usaha/kegiatan diduga
akan menimbulkan dampak penting positif terhadap pendapatan dikalangan penduduk
yang memiliki ketrampilan yang menunjang kegiatan proyek, namun dampak penting
positif ini tidak berlaku bagi lapisan sosial masyarakat yang tidak memiliki ketrampilan.
Metoda Formal
Metoda formal yang digunakan dalam prakiraan ini adalah pendekatan dengan
perhitungan matematik. Dengan metoda ini, hubungan sebab akibat yang
menggambarkan dampak kegiatan proyek terhadap komponen/sub komponen/ parameter
lingkungan akan dirumuskan secara kuantitatif misalnya dalam bentuk rasio-rasio
kuantitatif dan model-model matematik. Contoh-contoh model matematik adalah sebagai
berikut :
1. Kualitas Udara
Besarnya emisi sumber bergerak dapat dihitung berdasarkan faktor emisi dari WHO
Offset Publication No.62, 1982. Besarnya emisi (polutan) bahan bakar solar untuk
masing-masing parameter kualitas udara secara lebih jelas disajikan pada Tabel 3.7.
3
Tabel 3.7. Emisi Polutan per m Bahan Bakar
No Polutan Faktor Emisi
(kg/satuan waktu)
1. SO2 7,9544
2. NO2 9,2103
3. CO 36,4226
4. Partikulat/Debu 2,0095
2. Kebisingan
Perkiraan sebaran bising sebagai akibat aktivitas transportasi material maupun
operasional pekerjaan sipil terhadap lingkungan di sekitarnya menggunakan rumus
pendekatan sebagai berikut :
Keterangan
L2 = Tingkat bising pada jarak R2 dari tapak proyek, sumber bising, dBA
3. Sedimentasi
Volume sedimentasi lebih banyak diakibatkan oleh adanya erosi permukaan (sheet
erossion). Dengan adanya Waduk, bahan erosi yang terangkut oleh sungai (angkutan
sedimen) akan tertahan dan terendapkan di kolam Waduk
Pada saat pelaksanaan konstruksi, peningkatan angkutan bahan sedimen dapat dilakukan
pengamatan. Persamaan untuk menghitung angkutan sedimen berdasarkan pengamatan
ini adalah :
n 0,0864 Ci.Qwi
Qs = S ---------------------------- Dt
i=1 24
Keterangan
Qs = Rata-rata debit sedimen harian (ton/hari)
4. Erosi
Dengan adanya perubahan coverage lahan, maka akan menyebabkan perubahan laju erosi
permukaan. Besarnya erosi permukaan dihitung dengan menggunakan rumus USLE :
E= RLKSP
Keterangan :
E = laju erosi permukaan
R = erosivity hujan
L = panjang ekuivalen lereng
K = erodibility tanah/ lahan
S = kemiringan lahan
P = pola penanaman (cropping practice).
5. Banjir
Aspek banjir akibat adanya Embung dapat dilihat mengenai pengurangan debit puncak
banjir, perlambatan waktu terjadinya debit puncak, dan pengurangan daerah genangan.
6. Aliran Sungai
Kestabilan aliran sungai dapat dilihat dari perubahan ‘flow regime’ (DQr) rumus berikut :
Di dalam KEP-056 Tahun 1994 tersebut untuk setiap faktor penentu dampak (jumlah
manusia terkena dampak, luas wilayah persebaran dampak, dan 4 faktor lainnya), dimuat
tolok ukur atau standar dampak penting. Setiap pihak dengan demikian dapat
menggunakan Keputusan tersebut sebagai rujukan formal untuk menetapkan penting
tidaknya suatu dampak lingkungan.
Dalam hal Proyek A dan B yang telah dicontohkan di muka, evaluasi sifat penting
terhadap dampak lingkungan yang terjadi dilakukan dengan menggunakan Garis
Kemiskinan sebagai kriteria sifat penting. Menurut kriteria ini, seseorang tergolong
miskin bila pendapatannya dalam setahun kurang dari setara beras 320 kg. Berdasarkan
kriteria ini tampak bahwa dampak positif Proyek A bersifat penting terhadap pendapatan
penduduk ketika menginjak tahun T2n dan seterusnya (lihat Gambar 2). Merujuk pada
KEP-056 Tahun 1994, dampak ini tergolong sebagai penting dari segi intensitas dampak.
Pada tahun T1 sampai T2n, Proyek A memang menimbulkan dampak positif terhadap
pendapatan penduduk tetapi perubahan tersebut belum mendasar, atau dengan kata lain
penduduk masih tetap di bawah garis kemiskinan.
Berbeda halnya dengan Proyek B, dampak positif yang bersifat penting diprakirakan
timbul pada pasca tahun T1 hingga tahun T2n. Namun setelah tahun T2n Proyek B
menimbulkan dampak negatif yang bersifat penting terhadap pendapatan penduduk
sekitar. Dalam kasus Proyek B ini tampak bahwa mula-mula Proyek B mengentaskan
kemiskinan penduduk di sekitarnya namun selanjutnya B justru menjadi penyebab
turunnya pendapatan penduduk hingga di bawah Garis Kemiskinan (lihat Gambar 2).
Dampak ini --merujuk pada KEP-056 Tahun 1994-- tergolong sebagai dampak penting
dari segi intensitas dampak.
A O4
350
Area besar
B dampak
320
O1 O5
Kondisi
C O2 tanpa
250
proyek
O3 O6
Umur
0 T1 T2 T2n T3 proyek
Proyek A
mulai
(Proyek A)
Pendapatan Garis Area Kondisi
setara beras kemiskinan dampak tanpa
(kg/jiwa/thn) penting proyek
350 A O4
O1
Umur
0 T1
Proyek B
T2 T2n T3
proyek
mulai
(Proyek B)
Gambar 2. Prakiraan Besar Dampak dan Evaluasi Sifat Penting Proyek A dan Proyek
B terhadap Pendap
5.4. METODE PRAKIRAAN DAMPAK
Secara garis besar terdapat dua metode prakiraan besar dampak lingkungan, yakni:
a. Metode prakiraan dampak secara formal
b. Metode prakiraan dampak secara non-formal.
Dua metode ini dapat digunakan untuk memprakirakan besar dampak sosial, termasuk
aspek sosial yang memiliki nilai moneter. Berikut diutarakan macam metode formal dan
non-formal untuk memprakiraan dampak sosial.
Prakiraan dengan model matematik dilakukan dengan menggunakan model yang sudah
tersedia atau mengembangkan/membuat model sendiri yang khusus dibuat oleh pakar
bersangkutan. Asumsi dasar dari model matematik ini adalah, model yang kita gunakan
disusun/diformulasikan berdasarkan pengetahuan a priori yang kita miliki tentang
bagaimana dinamika atau gerak tatanan atau kehidupan sosial yang kita telaah.
Berdasarkan asumsi atas pengetahuan tersebut selanjutnya secara induktif dikembangkan
model hubungan antar variabel dalam bentuk persamaan matematik. Pengembangan
model, formula dan perhitungan matematik ini kini menjadi lebih leluasa dilakukan oleh
para ahli berkat adanya dukungan komputer. Dalam aspek sosial, model matematik ini
banyak digunakan untuk prakiraan dampak di bidang ekonomi dan demografi. Dua
bidang dimana aspek sosial banyak berkenaan dengan hal-hal yang bersifat kuantitatif.
Model matematik tersebut antara lain adalah:
Model simulasi
Model analisa input–output (input-output analysis)
Model proyeksi
model empiris (black box)
Adapun prakiraan dampak dengan analisis statistika umumnya dilakukan dengan
menggunakan model-model statistika yang sudah tersedia. Pada model statistik
persamaan atau formula dikembangkan secara deduktif dari fenomena yang atau karakter
kehidupan aspek sosial tertentu yang telah diketahui. Model statistik ini dapat digunakan
untuk memprakirakan dampak proyek terhadap ekonomi, kependudukan dan juga
bidang-bidang sosial seperti nilai budaya, sikap dan persepsi. Model-model statistik
tersebut antara lain adalah:
Model analisis faktor (factor analysis)
Model regresi berganda (multiple regression)
Model analisis kecenderungan (trend analysis)
Model analisis deret waktu (time series analysis).
Model statistika non-parametrik (non-parametric statistic).
Berikut selanjutnya diutarakan beberapa contoh prakiraan dampak aspek sosial dengan
menggunakan metode formal.
dimana,
Dtp = kepadatan penduduk “tanpa proyek” pada waktu ti;
Po = jumlah penduduk pada waktu acuan (to)
rtp = laju tahunan pertumbuhan penduduk “tanpa proyek”;
t = periode waktu perhitungan ti – to (tahun);
Ltot = luas total daerah desa atau kecamatan (km2).
Nilai r dapat didapatkan dari laporan statistik. Jika ini tidak ada, r dapat dihitung
dari pencatatan jumlah penduduk pada waktu yang berbeda. Walaupun r dapat
dihitung dari pencatatan jumlah penduduk dalam dua tahun yang berurutan, tetapi
seyogyanya perhitungan itu dilakukan untuk periode yang lebih panjang, misalnya
10 tahun.
Kepadatan penduduk desa “dengan proyek” dihitung dari rumus:
Po (1 + rdp)t
Ddp = -----------------
Ltot - Li
dimana,
Ddp = kepadatan penduduk “dengan proyek” pada waktu t
Po = jumlah penduduk pada waktu acuan (to)
rdp = laju tahunan pertumbuhan penduduk “dengan proyek”
t = periode waktu perhitungan ti – to (tahun)
Li = luas lahan yang dipakai oleh industri, termasuk lahan untuk
kompleks industri, prasarana perumahan dan prasarana jalan, dengan
anggapan daerah ini dikeluarkan dari daerah administrasi desa (km2).
Ltot = luas total daerah desa atau kecamatan (km2).
Dapat diprakirakan pembangunan industri akan menarik imigrasi penduduk dan
mengurangi emigrasi, karena bertambahnya lapangan pekerjaan. Oleh karena itu
laju pertumbuhan penduduk “dengan proyek” rdp akan menjadi lebih besar
daripada rtp. Dengan penelitian kasus-kasus industri yang sejenis dengan skala
yang serupa dan lokasi yang serupa pula diprakirakan besarnya rdp.
Dampak industri terhadap kepadatan penduduk dengan demikian dapat diukur
sebagai berikut:
∆D = Ddp - Dtp
Aplikasi Contoh 1
Perhitungan Besar Bampak
Suatu pabrik akan dibangun pada tahun 1995. Luas desa tempat pabrik kertas akan
dibangun ialah 1.000 ha. Luas pabrik dan prasarananya direncanakan 150 ha.
Catatan desa menunjukkan jumlah penduduk tahun 1975 sebanyak 6.000 orang dan
1985 sebanyak 7.680 orang. Seorang pakar ilmu sosial akan memprakirakan
dampak berdirinya industri pada tahun 1995 terhadap kepadatan penduduk desa.
Laju pertumbuhan penduduk per tahun antara 1975 dan 1985 dihitung dari rumus
pertumbuhan penduduk, yaitu:
Pt = Po (1 + r)t
log Pt – log Po
Log (1 + r) = ------------------
t
Dengan demikian kepadatan penduduk desa tersebut “tanpa proyek” pada tahun
1995 ialah:
Po (1 + rtp)t
Dtp = --------------- orang/km2
Ltot
9381
= ----------- orang/km2
10
= 983 orang/km2
Po (1 + rdp)t
Ddp = --------------- orang/km2
Ltot - Li
11.927
Ddp = ------------- orang/km2
8,5
= 1.403 orang/km2
Besar dampak proyek industri terhadap kepadatan penduduk desa dengan demikian
adalah sebesar:
Aplikasi Contoh 2
Perhitungan Besar Bampak
Dengan menelaah peta proyek dan melakukan survei lapang diketahui, pada tahun
1985 penduduk yang tinggal di dalam daerah proyek berjumlah 200 KK yang
terdiri atas 1.000 jiwa. Di samping itu dari survei diketahui 150 KK –terdiri atas
750 jiwa- yang berada di luar daerah proyek menggantungkan kehidupannya dari
lahan pertanian yang terkena proyek.
Karena pengambil-alihan lahan oleh industri dilakukan pada tahun 1990 pada
waktu konstruksi akan dimulai, maka dampak dihitung untuk tahun 1990.
Walaupun konstruksi baru akan dimulai, namun kegiatan survei dan perencanaan
proyek diprakirakan telah meningkatkan laju pertumbuhan penduduk dari 2,5 %
menjadi 4,5 %.
Pt = Po (1 + r)5 = 1.000 (1 + 0,045)5 = 1.246 orang
Pt = Po (1 + r)5 = 750 (1 + 0,045)5 = 935 orang
Jumlah = 2.181 orang
n
Pr0 = lj Prj
J=1
n
Prtp = ltpj Prtpj
J=1
n
Pro = (ltpj – lind j) Prdp j
J=1
dimana:
l = luas lahan pertanian
Pr = produksi (Rp/ha)
Ltp dan Prtp = berturut-turut luas & produksi pada waktu t j tanpa
proyek
lind = luas lahan pertanian yang terkena proyek
Prdp = produksi dengan proyek pada waktu tj
j = jenis tanaman
Produksi pertanian pada waktu tj diprakirakan tidak sama dengan pada waktu
penelitian to, oleh karena adanya intensifikasi pertanian. Dampak industri terhadap
produksi pertanian dengan demikian dapat diukur sebagai berikut:
D Pr = Prdp - Prtp
Aplikasi Contoh 3
Perhitungan Besar Bampak
Hasil survei menunjukkan, daerah pertanian di sekitar proyek mencapai luas 800 ha.
Sekitar 400 ha merupakan lahan berpengairan teknis sehingga dapat ditanami dengan
padi dua kali setahun. Sekitar 200 ha sawah tadah hujan, dengan pola tanam padi
pada musim hujan dan jagung pada musim kemarau. Sisanya, 200 ha lahan kering,
ditanami singkong sekali setahun. Di desa tersebut terdapat pula 100 ha pekarangan.
Produktivitas padi pada tahun 1985 mencapai 3 ton/ha, jagung 1,5 ton/ha dan
singkong 9 ton/ha. Dengan adanya intensifikasi padi, produksi padi antara 1975-1985
meningkat sebesar 3% per tahun. Produksi jagung dan singkong menunjukkan
keadaan yang statis. Data statistik tentang produksi pekarangan tidak ada dan
dianggap produksinya tidak meningkat.
Dengan menumpang-tindihkan peta desa dan peta proyek diketahui, industri dengan
prasarananya mencapai luas total 150 ha, akan menempati lahan sawah dengan
pengairan teknis 100 ha, sawah tadah hujan 25 ha, lahan pertanian kering 15 ha dan
pekarangan 10 ha.
Berdasarkan data tersebut dilakukan perhitungan besar dampak pada tahun 1995
sebagai berikut:
a) Produksi padi
Tahun 1985 = Pr (400 x 2 + 200)ha x 3 ton/ha = 3000 ton
Tahun 1995 = Prtp = 3000 x (1+0,03)10 ton = 4032 ton
Prdp = [1000 - (2x100+25)] ha x 3 x 1,0310 ton/ha
= 3125 ton
Dampak industri terhadap produksi padi ialah:
Prdp - Prtp = (3125 – 4032) ton = (907) ton
Harga padi di tingkat desa adalah Rp. 150/kg sehingga bila dihitung secara
moneter dampak yang akan terjadi adalah:
(907000) x Rp. 150 = (Rp. 136.050.000)
Tampak bahwa akibat beroperasinya industri pada tahun 1995 produksi padi di
desa sekitar proyek turun sebesar 907 ton/tahun atau Rp. 136.050.000,-/tahun
b) Produksi jagung
Tahun 1985 = Pr = 200 ha x 1,5 ton/ha = 300 ton
Tahun 1995 = Prtp = 200 ha x 1,5 ton/ha = 300 ton
Prdp = (200 – 25)ha x 1,5 ton/ha = 262,5 ton
Dampak industri terhadap produksi jagung ialah:
Prdp - Prtp = (262,5 – 300) ton = (37,5 ton)
Harga jagung di tingkat desa adalah Rp. 120/kg sehingga secara moneter dampak
yang terjadi: (37500) x Rp. 120 = - Rp. 4.500.000,-
Terlihat bahwa akibat beroperasinya industri pada tahun 1995 produksi jagung di
desa menurun sebesar 37,5 ton/tahun atau bila dihitung secara moneter
sebesar Rp. 4.500.000,-/tahun
c) Produksi singkong
Tahun 1985 = Pr = 200 ha x 9 ton/ha = 1800 ton
Tahun 1995 = Prtp = 200 ha x 9 ton/ha = 1800 ton
Prdp = (200 – 15)ha x 9 ton/ha = 1665 ton
Dampak industri terhadap produksi singkong ialah:
Prdp - Prtp = (1665 – 1800) ton = (135 ton)
Harga jagung di tingkat desa ialah Rp. 40/kg sehingga dihitung secara moneter
dampaknya sebesar: - 135000 x Rp. 40 = - Rp. 5.400.000,-
Berdirinya industri pada tahun 1995 mengakibatkan produksi singkong desa turun
sebesar 135 ton/tahun atau Rp. 5.400.000,-/tahun.
d) Produksi pekarangan
Pekarangan ialah lahan di sekitar rumah yang ditanami dengan berbagai jenis
tanaman. Untuk memudahkan perhitungan tidak dihitung produksi masing-
masing tanaman, melainkan produksi per satuan luas lahan dalam rupiah.
Wawancara dengan penduduk menunjukkan hasil bersih rata-rata pekarangan
ialah Rp. 45/m2/ha.
Produksi pekarangan ialah:
Tahun 1985 = 100 ha x Rp. 45/m2/tahun = Rp. 45.000.000,-/tahun
Tahun 1995 = Prtp = 100 ha x Rp. 45/m2/th = Rp. 45.000.000,-/tahun
Prdp = 90 ha x Rp. 45/m2/th = Rp. 40.500.000,-/tahun
Dampak industri terhadap produksi pekarangan ialah:
Prdp - Prtp = Rp (40.500.000 – 45.000.000)= (Rp. 5.500.000,-/tahun)
Sehingga dampak industri terhadap produksi pertanian secara total adalah
penurunan sebesar: = Rp. (136.050.000 + 4.500.000 + 5.400.000 + 5.500.000)
= Rp. 151.450.000,-/tahun
Sifat Penting Dampak
Dampak bersifat penting dari segi intensitas dan tak terbalikkan.
Model prakiraan dampak sosial yang lain adalah model empiris (black box). Dalam
model ini hubungan sebab akibat ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan secara
empirik atas obyek yang diteliti. "Besar" dampak lingkungan diperoleh berdasarkan hasil
pengamatan secara empiris. Model ini dibangun dengan tidak memperhatikan perilaku
prosesor pengubah input menjadi output (black box).
Sebagai contoh adalah model penggandaan basis. Model ini dapat digunakan untuk
memprakirakan dampak suatu rencana kegiatan terhadap penyerapan tenaga kerja.
Formulanya dirumuskan sebagai berikut :
Et
K= –
Eb
dimana,
K = Penggandaan basis (multiplier effect)
Et = Total tenaga kerja (total employment)
Eb = Tenaga kerja sektor basis (basis employment)
Nilai Et dan Eb diperoleh berdasarkan hasil pengamatan secara empiris. Dengan
diperolehnya nilai K akan diketahui berapa besar tenaga kerja yang akan diserap oleh
kegiatan perekonomian secara keseluruhan, sebagai akibat adanya penambahan 1 tenaga
kerja di sektor basis. Sehingga bila proyek diteliti tergolong sebagai sektor basis, akan
dapat dihitung besar tenaga kerja yang dapat diserap oleh sektor non-basis sebagai akibat
beroperasinya sektor basis tersebut.
Metode ini didasarkan pada model peramalan kecenderungan dan umumnya banyak
digunakan untuk aspek demografi. Beberapa pakar memadukan metode ini dengan
teknik analogi dalam mana para ahli mengestimasi masa depan dengan menarik
pengalaman tentang pembangunan sejenis di tempat lain. Para pakar ini berpendapat
bahwa masyarakat yang terkena dampak (affected community) merupakan sumber
informasi yang penting untuk memprakirakan apa yang akan terjadi dan apa yang mereka
harapkan untuk terjadi.
Pada situasi tertentu seringkali dijumpai hambatan untuk memprakirakan dampak sosial
secara formal, baik melalui model statistik maupun matematik. Hal ini dapat terjadi
karena:
a. Tidak adanya metode formal yang secara representatif dapat menggambarkan
dinamika sistem yang diteliti;
b. Metode yang tersedia mensyaratkan kebutuhan data dan informasi tertentu yang
tidak dapat dipenuhi oleh peneliti yang bersangkutan.
Jalan keluar untuk mengatasi hal ini adalah menggunakan metode yang bersifat non-
formal. Beberapa metode non-formal yang dapat digunakan antara lain adalah:
a. Penilaian profesional dari pakar (professional judgement),
b. Metode ad-hoc
c. Komparatif antar budaya (cross cultural)
d. Teknik analogi
e. Metoda delphi
Melalui teknik ini prakiraan dampak lingkungan didasarkan pada penilaian para ahli.
Penilaian yang dilakukan oleh seorang ahli dapat dikatakan merupakan pendekatan yang
paling bersifat non-formal. Secara bertahap penilaian para ahli dapat bersifat semakin
formal bila ditempuh hal-hal sebagai berikut:
a. Meminta kepada "(seorang) ahli" yang bersangkutan agar
melakukan justifikasi atas ungkapan atau deskripsi matematis yang
dikembangkan-nya, dengan mengacu pada fakta-fakta historis yang didukung
oleh bukti-bukti ilmiah.
b. Meminta kepada "lebih dari seorang ahli" (sebagai contoh
grup para ahli di bidang tertentu), bagaimana pendapat mereka masing-masing
secara individual, dan selanjutnya berdasarkan pendapat para ahli ini dirumuskan
kesimpulan.
c. Meminta kepada grup para ahli untuk menyepakati
pandangan-pandangan mereka atas dampak yang akan terjadi. Cara ini misalnya
dapat ditempuh melalui lokakarya atau seminar.
d. Meminta kepada grup para ahli untuk secara formal
menyepakati konsensus yang telah dicapai (sebagai contoh dengan menggunakan
metode Delphi), dan menyetujui pandangan-pandangan tentang prakiraan dampak
yang akan terjadi.
Model ad-hoc yang digunakan untuk analisis dampak sosial umumnya diterapkan dengan
cara menganalisis hubungan sebab-akibat yang timbul secara verbal. Dalam upaya
memprakirakan respon atau perubahan lingkungan yang akan terjadi, metode analisis
verbal ini digunakan dengan memanfaatkan pengalaman-pengalaman empiris, kejadian-
kejadian historis, fakta-fakta ilmiah, serta kekuatan intuisi dari peneliti yang
bersangkutan. Dapat dikatakan metode deskritif-verbal ini banyak digunakan oleh para
penyusun ANDAL di Indonesia. Salah satu faktor penyebabnya adalah terbatasnya data
dan informasi yang tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan penerapan
metode-metode yang bersifat formal.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memprakirakan (besar) dampak
sosial adalah dengan penggunaan teknik analogi. Melalui metode ini masalah-masalah
lingkungan yang muncul sebagai akibat adanya aktivitas sejenis di daerah lain, dikaji
guna dijadikan basis dan atau bahan pertimbangan untuk memprakirakan dampak
lingkungan yang akan timbul di daerah studi. Sudah barang tentu diperlukan
kewaspadaan dalam memilih aktivitas yang sejenis yang digunakan sebagai analogi bagi
rencana kegiatan yang diteliti, mengingat adanya perbedaan ruang, waktu dan kondisi
lingkungan sosial.
Melalui pendekatan ini besar dampak suatu rencana usaha atau kegiatan (disimbolkan P)
terhadap suatu kelompok masyarakat (disimbolkan Xp), diukur dengan cara mengukur
dampak yang telah terjadi pada kelompok masyarakat yang berciri sama dengan
masyarakat Xp (disimbolkan sebagai masyarakat Xp*), yang terkena proyek serupa
(disimbolkan P*) yang telah beroperasi di lokasi lain. Besar dampak proyek P* terhadap
masyarakat Xp* digunakan sebagai dasar analogi bagi penyusun ANDAL untuk
memprakirakan dampak proyek P terhadap masyarakat Xp. Ilustrasi berikut memperjelas
hal dimasud.
Proyek P*
Masyarakat Xp* saat Masyarakat Xp* dengan
tanpa proyek P* proyek P*
WAKTU
BAB VI
EVALUASI DAMPAK
6.1. PENGERTIAN
Evaluasi dampak lingkungan merupakan tahap terakhir proses analisis dampak
lingkungan yang bertujuan untuk mengevaluasi secara holistik (komprehensif) berbagai
komponen lingkungan yang diprakirakan mengalami perubahan mendasar (dampak
penting); sebagai dasar untuk menilai kelayakan lingkungan dari rencana kegiatan/usaha.
Secara normatif, kriteria kelayakan lingkungan suatu rencana kegiatan/usaha telah
ditetapkan dalam ayat 1 Pasal 22 PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, yakni:
Hal lain yang tersirat dari ayat 1 Pasal 22 PP Nomor 27 Tahun 1999 tersebut adalah
bahwa kriteria penolakan rencana usaha dan/atau kegiatan yang tergolong wajib AMDAL
ternyata sangat longgar. Dapat dikatakan nyaris hampir tidak ada rencana usaha dan/atau
kegiatan yang berstatus wajib AMDAL yang akan ditolak di Indonesia. Barangkali
hanya proyek Pembangunan Listrik Tenaga Nuklir yang kemungkinan dapat ditolak
berdasarkan kriteria Pasal 22 PP No. 27 Tahun 1999.
Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul pertanyaan: masih relevankah dilakukan
pengkajian kelayakan lingkungan dari rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan
dibangun? Jawabannya, masih relevan. Sebab yang dikaji kini adalah manakah diantara
alternatif rencana usaha/kegiatan yang ada yang lebih layak lingkungan. Alternatif
rencana usaha/kegiatan yang dimaksud adalah alternatif lokasi proyek, alternatif bahan
baku yang akan digunakan, atau alternatif teknologi proses yang akan digunakan.
Informasi tentang alternatif rencana usaha/kegiatan ini umumnya tersedia pada tahap
studi kelayakan. Bila penyusunan AMDAL dilakukan setelah proyek melewati tahap
studi kelayakan, maka penyusun AMDAL kehilangan momentum penting untuk
mengambil keputusan atas rencana kegiatan/usaha yang paling layak dari segi
lingkungan.
Namun pada kenyataannya persoalan yang dihadapi tidak semudah seperti yang
diilustrasikan, untuk menilai suatu alternatif kegiatan lebih layak dibandingkan lainnya
terkadang banyak digunakan pertimbangan pakar (value judgement). Agar evaluasi
kelayakan lingkungan dapat dilakukan secara sistematis dan lebih akuntabel, maka
dikembangkan berbagai metode evaluasi kelayakan lingkungan atau yang dikenal sebagai
merode evaluasi dampak.
Metode evaluasi dampak ini juga dapat membantu menentukan besarnya biaya-manfaat
yang harus ditanggung oleh masyarakat yang terkena dampak, dan besarnya populasi
(masyarakat) yang terkena dampak.
Dalam proses AMDAL di Indonesia, evaluasi dampak terhadap aspek sosial tidak
dianalisis secara terpisah dengan komponen aspek fisik-kimia dan biologi. Aspek sosial
yang terkena dampak penting dianalisis secara integral sebagai satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan aspek fisik-kimia dan biologi yang juga terkena dampak penting.
Oleh karena evaluasi yang dilakukan bersifat holistik/komprehensif, maka tidak ada
metode khusus untuk evaluasi kelayakan lingkungan dari sudut sosial.
Dari uraian tersebut tampak bahwa evaluasi dampak yang tepat dan dapat dipertanggung-
jawabkan secara ilmiah (akuntabel), akan sangat menentukan apakah keputusan yang
diambil oleh para pengambil keputusan tepat atau tidak. Disamping sudah barang tentu
berperan besar terhadap kualitas dokumen ANDAL yang dihasilkan.
Sehingga menjadi penting artinya untuk mengetahui metode evaluasi dampak macam apa
sajakah yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kelayakan lingkungan dari alternatif
rencana usaha dan/atau kegiatan?
Metode penampalan dikembangkan oleh McHarg, I.L (1969). Teknik ini pertama kali
digunakan oleh McHarg guna memilih rute jalan raya. McHarg mengidentifikasi faktor-
faktor yang penting dalam kontruksi jalan raya, baik faktor fisik yang secara tradisional
selalu dipehitungkan oleh para insinyur sipil, maupun faktor biologi dan sosial ekonomi,
misalnya: kemiringan lereng, drainage permukaan, kepekatan terhadap erosi, nilai tanah,
nilai sejarah, nilai rekreasi dan nilai pemukiman.
Menurut McHarg faktor lingkungan yang kurang sesuai untuk rencana kegiatan akan
menaikan biaya kontruksi jalan. Disamping itu, faktor sosial, ekonomi dan biologi yang
tidak sesuai dengan rencana kegiatan, juga akan merupakan biaya sosial yang harus
diperhitungkan disaat konstruksi jalan. Berdasarkan pola pikir ini, untuk menentukan
rute jalan raya yang biayanya terendah digunakan peta-peta tematik yang masing-masing
menggambarkan kualitas faktor-faktor lingkungan tertentu yang digambar pada bahan
transparan (tembus cahaya). Setiap peta memberikan informasi mengenai tiga zona,
yakni:
1. Zona 1 (warna tua) : zona dengan "nilai sosial" tertinggi
2. Zona 2 (warna muda) : zona dengan "nilai sosial" sedang
3. Zona 3 (warna putih): zona dengan "nilai sosial" terendah
Tabel 1 merupakan contoh metode Adkins dan Burke dalam studi ANDAL. Dua
alternatif rute jalan dievaluasi berdasarkan ukuran (ordinal) -5 sampai +5. Ringkasan
penilaian yang dipaparkan pada Tabel 1 merupakan rata-rata dampak relatif dari kedua
alternatif tersebut, yang ditunjukkan oleh nisbah antara skala positif dan skala negatif.
Nisbah ini dihitung berdasarkan perhitungan aritmatik.
A
Gambar 1. Rangkaian prosedur penerapan teknik penampalan dalam kasus proyek pembangunan jalan
raya. Rute jalan yang dipilih adalah yang memberikan dampak lingkungan terkecil. Peta 1
sampai 5 adalah peta tematik, sedangkan Peta 6 adalah hasil tumpang tindih Peta 1 sampai
5. Garis menunjukkan rute jalan yang dipilih (Soemarwoto, 1983)
Tabel 2 menunjukkan gabungan hasil analisis daftar uji keempat kelompok komponen
(transportasi, lingkungan, sosiologi dan ekonomi) terhadap alternatif-alternatif proyek
yang disusun menjadi nilai komprehensif dampak. Dalam perhitungan ini juga
dipergunakan operasi aritmatik.
Keuntungan metode ini dampak berbagai alternatif kegiatan dapat dibandingkan secara
mudah, sehingga sangat membantu pengambilan keputusan. Namun metode ini juga
memiliki kelemahan, yakni: ukuran bersifat subyektif dan asumsi bahwa segenap dampak
sama pentingnya.
Istilah matrik dalam tulisan ini mengacu pada metode yang menampilkan interaksi antara
jenis kegiatan proyek (umumnya di kolom), dengan jenis komponen lingkungan
(umumnya di baris). Berikut dikemukakan beberapa contoh evaluasi dampak dengan
matrik.
a. Matrik Leopold
Metoda Leopold dikenal juga sebagai matriks Leopold atau matriks interaksi
Leopold. Metode matrik ini mulai diperkenalkan oleh Leopold, Clarke, Hanshaw dan
Balsley tahun 1971 dengan mengambil kasus penambangan phosphat. Matrik yang
diperkenalkan merupakan matrik interaksi dari 100 jenis aktivitas proyek dengan 88
jenis komponen lingkungan (matrik berdimensi 100 x 88).
Seratus jenis aktivitas proyek tersebut merupakan penjabaran dari 11 kelompok
kegiatan proyek, yang terdiri atas :
Tabel 1. Metode Evaluasi Dampak Menurut Adkins dan Burke Untuk Proyek
Jalan.
Nilai tiap
No. Komponen Lingkungan Definisi atau Penjelasan Alternatif Keterangan
1 2
A. Masyarakat (Lokal)
1. Kebisingan Hubungan dengan keadaan
sekarang kebijakan dan
prosedur memorandum 20-8
(PPM 20-6).
a. Dekat dengan jalan -2 -1 Lalu lintas jalan
Darat akan menutup kerugian.
b. Areal keseluruhan +3 +1 Keuntungan karena
adanya lalu lintas jalan.
4. Penyediaan Air
a. Pencemaran air PPM 20 - 8 0 0 Kalaupun ada kecil.
b. Kualitas air Bercampur dengan pergerak- 0 0 Kalaupun ada kecil.
an dan level air bumi.
6. Pengaruh pada flora NEPA dan PPM 20-8 0 0 Kalaupun ada kecil.
7. Pengaruh pada fauna NEPA dan PPM, tempat 0 0 Kalaupun ada kecil.
berkembang biak atau
bersarang, dll.
8. Taman dst. +5 +2 dst.
9. Tempat piknik/bermain dst. +5 0 dst.
14. Keselamatan
a. Lalu lintas dst. +3 +1 dst.
b. Penyeberangan dst. +5 +1 dst.
c. Lain-lain dst. - - dst.
Lanjutan Tabel 1.
Nilai tiap
No. Komponen Lingkungan Definisi atau Penjelasan Alternatif Keterangan
1 2
Ringkasan Penilaian
Nilai Alternatif Alternatif
1 2 1 2
Jumlah Nilai + 15 12
Jumlah Nilai Seluruhnya 44 14
Jumlah Nilai - 1 2
Ratio Nilai + 0,94 0,86
Rata-rata Nilai 2.75 1.00
1. Transportasi
1.1 Lokasi
Alt – 1 7 6 13 18 0.54 1.38
Alt - 2 6 2 6 1 0.67 0.17
1.2 Metropolitan
Alt – 1 8 0 8 34 1.00 4.25
Alt - 2 6 1 7 7 0.86 1.00
2. Lingkungan
Alt – 1 15 1 16 44 0.94 2.75
Alt - 2 12 2 14 14 0.86 1.00
3. Sosiologi
3.1 Pedesaan
Alt – 1 9 2 11 27 0.82 2.46
Alt - 2 6 3 9 -1 0.67 -0.11
3.2 Kota besar
Alt – 1 9 0 9 31 1.00 3.44
Alt - 2 6 1 7 7 0.86 1.00
4. Ekonomi
Alt – 1 15 14 29 27 0.52 0.93
Alt - 2 14 14 28 -11 0.50 -0.39
Jumlah Penilaian
Alt – 1 63 23 86 188 0.73 2.10
Alt - 2 48 23 71 17 0.68 0.24
Aktivitas
Proyek
(100)
Komponen 1 2 3 4 25 75 100
Lingkungan
(88)
5
1
2
-1 -6
2
3 7
+1 +2
4
5 3
2
5
7
M
88
1
M = Magnitude of impact (besar dampak)
I = Importance of impact (penting dampak)
Metode matrik Leopold ini relatif cukup banyak digunakan dalam berbagai studi
ANDAL, dan sering dimodifikasi atau diubah oleh tim penyusun ANDAL. Pengubahan
ini umumnya dilakukan dengan cara mengurangi jumlah dan mengubah jenis kegiatan
proyek, dan atau mengurangi jumlah dan jenis komponen lingkungan yang terkena
dampak. Selain itu modifikasi matrik Leopold juga dilakukan dengan cara memperkecil
ukuran ordinal yang digunakan. Ukuran ordinal untuk besar dan pentingnya dampak
diperkecil menjadi nilai 1 sampai 3 atau 5.
Matrik yang dikembangkan oleh Fisher dan Davies (1973) terdiri atas tiga (tahap) matrik,
yakni:
(1) Tahap pertama : Matriks evaluasi rona lingkungan hidup (Environmental
baseline evaluation)
(2) Tahap kedua : Matriks dampak lingkungan (Environmental Compatibility
matrix)
(3) Tahap ketiga : Matriks keputusan (Decision matrix).
Pada tahap pertama dilakukan : (1) identifikasi komponen lingkungan yang dipandang
penting dan saat ini masih terdapat di daerah studi; (2) evaluasi terhadap kondisi
komponen (penting) lingkungan tersebut; (3) evaluasi atas kepekaan komponen (penting)
lingkungan tersebut. Pada matrik tahap pertama (lihat Tabel 4) dicantumkan ukuran
ordinal 1 sampai 5, dengan nilai 1 menunjukkan hierarki yang terendah dan nilai 5
merupakan hierarki yang tertinggi. Hanya komponen lingkungan yang memperoleh nilai
4 dan 5 saja yang akan dianalisis dalam matrik selanjutnya (tahap kedua).
Pada tahap kedua disusun matrik dampak lingkungan yang menggambarkan interaksi
antara jenis kegiatan proyek (kolom), dan jenis komponen lingkungan yang terkena
dampak (baris). Jumlah jenis kegiatan proyek dan jenis komponen lingkungan yang
terkena dampak pada matrik Fisher dan Davis ini tidak sebanyak seperti matrik Leopold.
Dampak lingkungan dievaluasi dengan cara: (1) tetapkan arah dampak: (+) untuk
manfaat atau dampak positif, dan (-) untuk biaya atau dampak negatif; (2) tetapkan besar
dampak dengan ukuran ordinal 1 (rendah) sampai 5 (tertinggi); (3) tetapkan lama waktu
berlangsungnya dampak dengan memberi S (Short) untuk dampak yang berlangsung
singkat, dan tanda L (long) untuk dampak yang berlangsung lama (lihat Tabel 5).
Komponen lingkungan yang terkena dampak dengan derajat nilai 4 dan 5 dianalisis lebih
lanjut ke matrik tahap tiga.
BUDAYA
1.
2.
3.
Dampak lingkungan dievaluasi dengan cara: (1) tetapkan arah dampak: (+) untuk
manfaat atau dampak positif, dan (-) untuk biaya atau dampak negatif; (2) tetapkan besar
dampak dengan ukuran ordinal 1 (rendah) sampai 5 (tertinggi); (3) tetapkan lama waktu
berlangsungnya dampak dengan memberi S (Short) untuk dampak yang berlangsung
singkat, dan tanda L (long) untuk dampak yang berlangsung lama (lihat Tabel 5).
Komponen lingkungan yang terkena dampak dengan derajat nilai 4 dan 5 dianalisis lebih
lanjut ke matrik tahap tiga.
Pada tahap ketiga disusun matrik keputusan. Pada matrik keputusan ini diintegrasikan
hasil penilaian dari tahap pertama dan kedua, dengan cara memasukkan segenap
komponen lingkungan yang berukuran 4 dan 5 baik dari matrik tahap pertama maupun
tahap kedua (lihat Tabel 6). Komponen lingkungan dari tahap pertama, yang bernilai 4
dan 5, diklasifisikan sebagai kondisi tanpa proyek (without project). Sedang komponen
lingkungan dari tahap kedua, yang bernilai 4 dan 5, diklasifikasikan sebagai kondisi
dengan proyek (without project). Melalui cara ini diharapkan dapat diambil keputusan
atas kelayakan lingkungan proyek pembangunan.
Pada metode ini tidak ada upaya amalgamasi dari seluruh nilai skore dampak. Agaknya
Fisher dan Davis menyadari bahwa amalgamasi dari skor dampak, yang berukuran
ordinal, secara ilmiah tidak dapat dibenarkan. Pengambilan keputusan atau evaluasi
kelayakan lingkungan dari proyek, ditempuh dengan cara membandingkan perbedaan
skor with and without project (dengan dan tanpa proyek).
Tabel 6. Matrik Tahap Ketiga Fisher dan Davis
Tanpa proyek
Dengan proyek
Kriteria Keputusan
BIOTA
1.
2.
3.
FISIK & KIMIA
1.
2.
3.
BUDAYA
1.
2.
3.
Metode yang menggunakan matrik dan bagan alir untuk keperluan evaluasi dampak
lingkungan dikembangkan oleh Adiwibowo pada tahun 1988 dengan mengambil Kasus
Pengembangan Lapangan Minyak di Riau. Prosedur analisis matrik Adiwibowo adalah
sebagai berikut:
(1) Komponen atau parameter lingkungan yang bersifat penting (berdasarkan hasil
analisis) dicantumkan pada bagian kolom dari matrik.
(2) Faktor penentu atau sifat dampak penting dicantumkan pada bagian baris dari ma-
trik, dan diletakkan pada sisi kanan matrik. Faktor penentu dampak penting yang
digunakan dalam matrik mengacu pada PP 27 Tahun 1999, yakni meliputi:
Tabel 7. Contoh Matrik Evaluasi Dampak (Kasus Pengembangan Lapangan Minyak )
UDA- FAKTOR
TANAH AIR BIOTA SOSIAL
RA
PENENTU
DAMPAK
1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 KOMPONEN
LINGKUNGAN
Tahap Konstruksi
o Sumur lap Kurau x o o Jumlah pend. terkena dampak
o Fasilitas Pem. Minyak X x x o o o O o o o o o x x x x x x x x o x x Luas persebaran dampak
o Lap. Padang Selatan di X x x x x o O o o o x o x x x x x x o x o x o x Lama berlangsungnya dampak
P. Padang dan Selat o o x o o o O o o o o o x x x x x o o x x o x x Intensitas dampak
Panjang (MSN) x x o o o o x x x x x o x Banyaknya komponen dampak
o O o o o o o x x Sifat kumulatif dampak
X x x o o O o o o o o x x x x x Berbalik/Tidaknya dampak
Limbah yang
Mengganggu Menimbulkan Fasilitas Rekreasi
Penimbunan Bau yang
Lahan Merangsang
Material Hasil Pembuangan Perikanan
Penggalian Limbah Padat Membentuk
Pembuangan Lahan Pantai
Air Kualitas Umum
(4) Pada kolom matrik cantumkan pentingnya dampak menurut sifat dan
ukurannya dengan mengacu pada Pedoman Ukuran Dampak Penting
(Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 056 Tahun 1994). Evaluasi sifat
penting dampak disimbolkan dalam ukuran sebagai berikut:
1 : Dampak Penting
0 : Dampak Tidak Penting
Gerak Dampak
Potensi & Habitat Kualitas Keterbukaan tersier
Kualitas Ikan Mamalia Udara Wilayah Penduduk &
Migrasi
Dampak
Habitat Subsidensi Penggunaan kuarter
Burung Tanah Lahan
Perairan
Sikap
Terhadap
Proyek
- Limbah akibat kegiatan konstruksi
dan produksi MSN (offhore) Iklim
- Kualitas air permukaan wilayah
Tebing Tinggi
Gambar 3. Contoh Bagan Alir Dampak Pengembangan Lapangan Minyak, Kasus Sumatra (Hudbay Oil, 1990)
DAFTAR PUSTAKA