You are on page 1of 5

Keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien obstetrik yang sakit kritis.

Pendahuluan
Berbagai macam perubahan fisiologis pada jantung terjadi selama kehamilan, dan hal ini
harus dipertimbangkan ketika mengatasi status volume pada pasien obstetri yang sedang
mengalami komplikasi. Saat awal kehamilan, total cairan tubuh perlahan naik sekitar 6-8
liter karena adanya retensi cairan oleh natrium sekitar 500-900 mEq. Hal ini membuat
volume plasma tetap tinggi selama 2 trisemester awal hingga awal trismester ketiga,
dengan adanya plateu pada sekitar 32 minggu kehamilan. Pada kehamilan tunggal saat
aterm, volume plasma naik hingga 50% lebih besar dari pada mereka yang tidak hamil.
Terjadi peningkatan yang tidak banyak namun paralel pada bobot/massa sel darah merah,
yang secara fisiologis, membuat konsentrasi hemoglobin menurun.
Curah jantung pada ibu mulai meningkat sekitar 10 minggu dan plateu pada akhir
trisemester kedua yakni 30-50% lebih tinggi dari pada yang tidak hamil. Hal ini terjadi
karena adanya peningkatan stroke volume dan denyut jantung. Pada trisemester ketiga,
denyut jantung meningkat pada kadar puncak yakni 10-15 kali/menit diatas nilai normal.
Tekanan darah sistolik dan diastolik turun pada trisemester kedua awal, mencapai titk
nadir pada 24-48 minggu sebelum meningkat layaknya mereka yang tidak hamil saat
aterm. Tekanan sistolik menurun rata-rata 5-10 mmhg, sedangkan tekanan diastolik turun
hingga 10-15 mmhg. Tekanan darah dan curah jantung mungkin akan terpengaruh oleh
postur/posisi ibu. Di akhir kehamilan, uterus ibu yang hamil dapat secara mekanik
menyumbat aorta dan vena cava ketika posisi supinasi. Selain itu, perubahan pada curah
jantung dan tekanan darah menghasilkan penurunan pada resistensi vaskular sistemik
(SVR), diikuti peningkatan setara mereka yang tidak hamil saat mendekati aterm.
Tekanan onkotik koloid (COP) merupakan variabel terpenting lainnya yang dipengaruhi
oleh kehamilan. Baik plasma maupun COP interstisial turun selama kehamilan, dan
nantinya akan menurun lebih banyak lagi. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler terjadi
juga secara bersamaan. Peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan COP plasma
dapat berperan dalam menjaga keseimbangan akan terbentuknya edema pada akhir
kehamilan. Setelah kelahiran, COP plasma akan turun drastis, mencapai titik nadir antara
6 hingga 1 jam dan kembali ke kadar intrapartum setelah 24 jam. Perubahan fisiologis
yang telah dijelaskan sebelumnya tampak pada kehamilan dan mempengaruhi baik
penilaian pada status cairan pasien yang hamil begitu juga alur tatalaksananya.
Perubahan Parameter saat perawatan resusitasi
Volume plasma meningkatkan 50% anemia dilusional
 Penurunan kapasitas pembawa oksigen
 Peningkatan daya pertahanan fisiologis tubuh dalam mengatasi perdarahan
 Denyut jantung meningkat 15-20 x/menit
 Kompresi dada selama RJP ternyata kurang efektif karena kebutuhannya lebih tinggi
 Curah jantung meningkat 40%
 Tekanan darah arterial menurun 10-15% , menurunkan cadangan fisiologis
 Aliran darah uterus menyumbang sekitar 10% pada curah jantung saat aterm
 Berpotensi akan Hilangnya darah dalam jumlah yang banyak
 Anatomi jantung; jantung memutar secara cephalisasi dan ke kiri
 Peningkatan ukuran ruang jantung, terutama atrium kiri
Beresiko tinggi akan kejadian aritmia jantung, terutama takikardia supraventrikular

PERDARAHAN
Gangguan hemodinamik
Haemodynamic comprimise (Gangguan hemodinamik) adalah indikasi utama
dimasukkannya pasien obstetrik yang mengalami hipotensi, hipertensi, atau yang lebih
jarang lagi, aritmia jantung, ke dalam ICU. Penyebab hipotensi maternal diantaranya :
 Perdarahan obstetrik (terutama saat pospartum)
 Sepsis
 Kardiomiopati perpartum
 Embolisme cairan amniotik
 Emboli paru
 Ruptur uterus
 Anestesi epidural/spinal
penuruna tekanan darah pada kehamilan didominasi oleh karena turunnya komponen
diastolik yang mencerminkan bahwa adanya penurunan stimulasi oleh progesterone pada
resistensi vaskular sistemik dan perkembangan dari plasenta, dimana lapisan vaskularnya
memiliki resistensi yang rendah. Peningkatan curah jantung yang terjadi pada kehamilan
akan semakin bertambah selama tahap tiga (stage 3) proses kelahiran (yakni saat
mengeluarkan plasenta) sebagai hasil dari autotransfusi darah dari utero-plasenta ke
sirkulasi maternal/ibu akibat kontraksi uterus. Bantuan kompresi auto-cava juga dapat
meningkatkan preload. lapisan pembuluh darah uteroplasenta terdilatasi secara maksimal.
RESUSITASI PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN HEMODINAMIK
Yang terpenting dari resusitasi adalah meningkatkan serta menjaga curah jantung
maternal, menjaga perfusi plasenta serta jaringan tetap adekuat, dengan cara membentuk
akses intravena yang besar dan mengirim darah untuk :
 Perhitungan darah lengkap
 Urea,kreatinin, elektrolit,
 Tes fungsi hati
 Analisis asam-basa
 Skrining koagulasi
 Crossmatch dan golongan darah
Terapi cairan yang dikombinasikan dengan agen vasoaktif dan atau inotropik merupakan
hal terpenting dalam koreksi awal dari gangguan hemodinamik pada pasien obstetrik
yang sakit kritis. Tekanan onkotik koloid pada pasien obstetrik menurun sekitar 14%
daripada saat belum hamil. Kelebihan pemberian cairan pada pasien obstetrik terutama
pada mereka yang mengidap pre eklamsia, dapat memicu edema paru akibat bocornya
pembuluh darah. Komponen cairan yang paling baik untuk resusitasi sangat bergantung
pada penyebab gangguan hemodinamiknya. Perdarahan yang banyak biasanya
membutuhkan pergantian produk darah, sedangkan penyebab syok lainnya bisa
menggunakan baik cairan kristaloid maupun koloid atau kombinasi keduanya. Secara
umum, pasien obstetrik dengan keadaan kritis mungkin lebih baik dikoreksi dengan status
cairan negatif (negatif volume status) mengingat potensinya pada kelebihan cairan dan
edema paru non kardiogenik.
Pasien-pasien obstetri ini mungkin dapat mentoleransi status cairan negatif (negatif
volume status) karena sedikitnya komorbid yang mungkin terjadi. Vasopresor biasa
digunakan pada pasien obstetrik terutama yang menjani anestesi spinal atau epidural saat
operasi sesar. Ephedrine dan phenylephrine merupakan produk yang paling sering
digunakan untik menyingkirkan efek blokade simpatetik. Phenylephirine sebabkan
asidosis yang tidak terlalu mematikan dari pada efedrin. Jika vasopresor dibutuhkan pada
pada pasien kritis, pilihan agen pengobatan haruslah berdasarkan tekanan arteri rata rata
maternal, tahanan vaskular sistemik, dan curah jantung serta haruslah memberikan cairan
pada jumlah yang tepat. Semua agen vasopresor mungkin memiliki efek yang merusak
pada perfusi utero-plasenta. Sebagaimana semua gangguan hemodinamik yang terjadi
pada pasien, respon maternal pada terapi dan status klinis terutama pada perfusi jaringan
harusnya rutin di evaluasi.
Indikator dasar untuk perfusi jaringan diantaranya :
 Tingkat kesadaran (GCS)
 Tanda vital
 Urine output
 Status asam basa dan konsentrasi laktat
Monitor lain yang mungkin dapat dipertimbangkan antara lain :
 Alat invasif yang seminimal mungkin (contohnya ekokardiografi esofageal,
doppler esofageal atau analisis kontur nadi)
 Monitor invasif (saturasi oksigen vena sentral atau gabungan)
 Penilaian non invasif (contohnya ekokardiografi transtorasik dimana tidak terlalu
penting untuk monitoring terus menerus namun perannya dalam penilaian fungsi
kardiak secara global sangatlah tinggi)
Penilaian untuk unit utero-plasenta-fetal (kesejahteraan janin) adalah panduan
terpenting untuk kecukupan perfusi jaringan dan resusitasi.
Perdarahan biasanya merupakan komplikasi dari proses kelahiran dan masih menjadi
penyebab utama kematian pada ibu. Transfusi darah akibat perdarahan selama kehamilan
merupakan hal yang sering kali terjadi, terjadi pada 1 hingga 2% kehamilan. Meskipun
atonia uterus dapat sebabkan perdarahan yang signifikan sehingga membutuhkan
transfusi, tahanan plasenta (retained placenta), trauma, plasenta previa dan abruptio
plasenta juga merupakan etiologi yang penting. Seperti pada kasus perdarahan
postpartum, perkiraan visual bisa saja alami kesalahan sekitar 50% dibandingkan dengan
penilaian kuantitatif. Hal ini membuat prevalensi perdarahan postpartum menjadi
semakin banyak. Selain itu, tanda vital yang normal tidak selalu menghalangi adanya
kehilangan darah yang signifikan. Faktor diatas mungkin akan membuat hambatan dalam
diagnosis sehingga penatalaksanaannya pun menjadi terlambat.
Perubahan fisiologis normal yang dijelaskan seblumnya, yang terjadi saat kehamilan
membuat kebanyakan pasien yang hamil harus menoleransi kehilangan darah yang tak
mungkin bisa dihindari saat proses kelahiran. Saat awal perdarahan, kekuatan vaskular
meningkat, sebagaimana denyut jantung dan kontraktilitas mikoardium, untuk
meningkatkan hantaran oksigen. Curah jantung juga di redistribusi, secara selektif
mempertahankan aliran darah ke kelenjar adrenal, otak, dan jantung dengan
mengorbankan organ lain, termasuk uterus.
Sebelum proses kelahiran, adanya proses shunting ini akan membuat adanya hipoxia dan
distress. Dengan terus adanya kehilangan darah dan keterlambatan atau tidak adekuatnya
resusitasi, perubahan sekuder terjadi pada mikrosirkulasi. Awalnya cairan interstisial
masuk ke lapisan kapiler, selanjutnya terjadi kerusakan pada endotelial kapiler, sehingga
membuat permebabilitas meningkat dan kebocoran dari adanya cairan yang berbalik ke
ruang interstisial, terakhir, organ akan menjadi iskemia dan terjadilah kematian sel.
Tujuan utama terapi ini adalah untuk mengembalikan dan mempertahakan hantaran
oksigen ke jaringan. Hal ini dimulai dari penggantian agresif volume intravaskular, dan
disaat yang bersamaan, tambahan oksigen sebaiknya diberikan. Ringer laktat dan Nacl
0,9% (normal saline) adalah dua cairan kristaloid yang paling sering dipakai. Mereka
terdistribusi terutama pada ruang ekstraseluler, meluas baik ke ruang intravaskular hingga
komparment interstisial, dengan infusan sebanyak 1 liter cairan ringer laktat, 200 ml nya
akan tetap bertahan di pembuluh darah sedangkan 700 ml nya lagi akan masuk ke ruang
interstisium. Sekitar 3 liter kristaloid diperlukan untuk setiap 1 liter hilangnya darah.
Ringer laktat memiliki keuntungan yang mengandung sejumlah kecil elektrolit dan laktat.
Laktat ini di ubah menjadi bikarbonat di hati. Teorinya, bikarbonat akan menyangga
beberapa asidosis laktat yang dihasilkan dari miskinnya perfusi serta mengimbangi
perluasan asidosis akibat adanya proses buffer/ penyangga yang baru terjadi.

You might also like