You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan keperawatan yang diberikan adalah upaya untuk mencapai
derajat kesehatan semaksimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki dalam
menjalankan kegiatan. Nyaman adalah segar, sehat badan terasa disinari matahari
pagi, sedap, sejuk, enak suaranya merdu di dengar. Kenyamanan yaitu keadaan
nyaman kesegaran kesejukan. Sesuatu yang diperlukan manusia dalam
kehidupannya untuk membuat dirinya merasa enak baik psikis maupun sosial.
Aman adalah bebas dari bahaya, bebas dari gangguan, terlindung atau tersembunyi,
pasti, tidak meragukan, tenteram, tidak merasa takut atau khawatir.
Dalam makalah ini kita akan membahas tentang kehilangan dan berduka,
penyakit kronis, penyakit terminal, kecemasan, dan sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi dari kehilangan dan berduka ?
2. Apa itu penyakit kronis ?
3. Apa definisi dari penyakit terminal ?
4. Bagaimana definisi dari kecemasan ?
5. Bagaimana konsep kebutuhan memiliki dan dimiliki ?
6. Bagaimana konsep kebutuhan harga diri ?
7. Bagaimana konsep kebutuhan aktualisasi diri ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian kehilangan dan berduka.
2. Mengetahui pengertian penyakit kronis.
3. Mengetahui pengertian penyakit terminal.
4. Mengetahui pengertian kecemasan.
5. Untuk mengetahui konsep kebutuhan memiliki dan dimiliki.
6. Untuk mengetahui kebutuhan harga diri dan konsep diri.
7. Untuk mengetahui konsep kebutuhan aktualisasi.

1.4 Manfaat
Agar kita dapat memahami tentang materi kebutuhan rasa aman dan nyaman serta
tindakan keperawatan yang harus dilakukan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kehilangan dan Berduka

Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat


dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi
perasaan kehilangan. Kehilangan bisa berupa kehilangan yang nyata atau
kehilangan yang dirasakan. Kehilangan yang nyata (actual loss) adalah kehilangan
orang atau objek yang tidak lagi bisa dirasakan, dilihat, diraba, atau dialami oleh
seseorang, misalnya anggota tubuh, anak, hubungan, dan peran ditempat kerja.
Kehilangan yang dirasakan (perceived loss) merupakan kehilangan yang sifatnya
unik menurut orang yang mengalami kedukaan, misalnya kehilangan harga diri
atau rasa percaya diri.

Jenis jenis kehilangan adalah sebagai berikut :


1. Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran akibat bencana
alam)
2. Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah, dirawat di
rumah sakit, atau berpindah pekerjaan)
3. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan, kepergian
anggota keluarga/teman dekat, perawat yang dipercaya, atau hewan peliharaan)
4. Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis atau
fisik)
5. Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat, atau diri
sendiri)

Dampak kehilangan, yaitu :


a. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk
berkembang, kadang-kadang akan timbul rgresi serta rasa takut untuk
ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.
b. Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat menyebabkan
disintegrasi dalam keluarga.
c. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup, dapat
menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang
yang ditinggalkan.

Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal


ini diwujudkan dalam berbagai cara unik pada masing-masing orang dan
berdasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan yang
dianutnya. Sementara itu istilah periode berduka/kehilangan mencakup berduka
dan berkabung (mourning-yaitu perasaan didalam dan reaksi keluar orang yang
ditinggalkan). Berkabung merupakan periode proses penerimaan terhadap
kehilangan dan berduka.

Jenis-jenis Berduka
1. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal
terhadap kehilangan. Misalnya: kesedihan, kemarahan,menangis, kesepian,
dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara.
2. Berduka antisipatif, yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum
kehilangan/kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya: ketika
menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan
dan menyelesaikan berbagai urusan didunia sebelum ajalnya tiba.
3. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ketahap
berikutnya, yaiu tahap kedukaan abnormal. Masa berkabung seolah-olah tak
kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan seseorang yang
bersangkutan dengan orang lain.
4. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui
secara terbuka. Contoh : kehilangan pasangan karena AIDS, anak
mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya
dikandungan atau ketika bersalin.

Respons berduka
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap
tahap sebagai berikut:
a. Tahap pengingkaran (denial). Reaksi pertama individu yang mengalami
kehilangan adalah syok, tidak percaya, mengerti, atau mengingkari
kenyatan bahwa kehilangan benar-benar terjadi.
b. Tahap marah (anger). Pada tahap ini individu menolak kehilangan.
Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau
dirinya sendiri.
c. Tahap tawar-menawar (bargaining). Terjadi penundaan atas kenyataan
terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan
secara halus atau terang-terangan seolah-olah kehilangan tersebut dapat
dicegah.
d. Tahap depresi. Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik
diri, kadang-kadang bersifat sangat penurut, tidak mau bicara,
menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga, bahan bisa muncul
keinginan bunuh diri.
e. Tahap penerimaan (acceptance). Berkaitan dengan reorganisasi
perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat pada objek yang
hilang mulai berkurang atau hilang.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kehilangan dan


berduka.

 Tindakan keperawatan untuk mengatasi kehilangan :


1. Bina dan tingkatkan hubungan saling percaya
- Mendengarkan pembicaraan klien, memberi dorongan pada klien
agar mengungkapkan perasaannya
2. Identifikasikan kemungkinan faktor yang menghambat.
- Bersama klien mendiskusikan hubungan klien dengan orang atau
objek yang pergi atau hilang.
3. Kurangi atau hilangkan faktor penghambat.
- Menilai cara yang aktif dan yang tidak efektif
- Memperkuat dukungan serta kekuatan yang dimiliki klien dan
keluarga.
4. Beri dukungan terhadap respons kehilangan klien.
- Menjelaskan kepada klien bahwa sikap mengingkari, marah, tawar
menawar, depresi dan menerima adalah wajar dalam menghadapi
kehilangan.
- Memberi gambaran tentang cara mengungkapkan perasaan yang
bisa diterima.
5. Tingkatkan rasa kebersamaan antar-anggota keluarga.
- Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti.
- Menjelaskan manfaat hubungan dengan orang lain.
- Mendorong keluarga untuk mengevaluasi perasaan dan saling
mendukung stu sama lain.
6. Tentukan pada fase apa klien berada.
- Mengamati perilaku klien.
- Menggali pikiran perasaan klien yang selalu timbul dalam dirinya.

Tindakan Keperawatan untuk mengatasi berduka :

1. Fase pengingkaran
a. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
b. Tunjukkan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong klien untuk
berbagi rasa
c. Beri jawaban yang jujur terhadap pertanyaan klien tentang sakit,
pengobatan, kematian.
2. Fase Marah

Izinkan dan dorong klien mengungkapkan rasa marah secara verbal


tanpa melawan dengan kemarahan.

a) Jelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan sebenarnya tidak ditujukan


kepada mereka.
b) Izinkan klien untuk menangis.
c) Dorong klien untuk membicarakan rasa marahnya.
3. Fase Tawar-Menawar

Bantu klien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takut.

a. Dorong klien untuk membicaakan rasa takut maupun rasa bersalahnya.


b. Bila klien selalu mengungkapkan kata “kalau saja”, maka beritahu klien
bahwa perawat hanya dapat melakukan sesuatu yang nyata.
c. Bersama klien membahas alasan dari rasa bersalah atau rasa takutnya.
4. Fase Depresi

Bantu klien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takut.

a. Amati perilaku klien bersama klien membahas perasaannya.


b. Cegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat risikonya.

Bantu klien mengurangi rasa bersalahnya.

c. Hargai perasaan klien.


d. Bantu klien mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan
terhadap kenyataan.
5. Fase Penerimaan

Membantu klien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan.

a. Bantu keluarga mengunjungi klien secara teratur.


b. Bahas rencana setelah masa berkabung terlewati.
c. Beri informasi akurat tentang kebutuhan klien dan keluarga.

2.2 Penyakit Kronis

Menurut Blesky (1990), penyakit kronis merupakan penyakit yang


memiliki sifat bertahap dan memiliki perjalanan yang cukup lama. Penyakit ini
memiliki penyebab yang tidak pasti dan umumnya dapat menimbulkan kerusakan
fungsi yang tidak dapat disembuhkan seperti semula.

Fase-Fase Penyakit Kronis

Menurut Smeltzer & Bare (2001) terdapat Sembilan fase atau tahapan
penyakit kronis, diantaranya tahap pre-trajectory, trajectory, tahap stabil, tahap
tidak stabil, tahap akut, tahap krisis, tahap pulih, tahap penurunan, dan tahap
kematian.
1. Tahap pre-trajectory, merupakan tahap awal, seseorang berisiko terhadap
penyakit kronis karena adanya faktor genetic atau perilaku berisiko tinggi untuk
penyakit kronis
2. Tahap trajectory, merupakan tahap gejala yang masih belum jelas dan
berhubungan dengan adanya penyakit kronis
3. tahap stabil, merupakan tahap ketika gejala dan perjalanan penyakit yang
terkontrol.
4. Tahap tidak stabil, merupakan tahap adanya gangguan akibat gejala yang tidak
terkontrol
5. Tahap akut, merupakan tahap yang diawali dengan gejal-gejala yang berat dan
membutuhkan perawatan di rumah sakit.
6. Tahap pulih, merupakan tahap yang ditandai adanya situasi krisis atau
mengancam jiwa dan membutuhkan perawatan kedaruratan.
7. Tahap pulih, merupakan tahap yang ditandai adanya pemulihan dengan batasan
adanya beban penyakit kronis
8. Tahap penurunan, merupakan tahapan dengan perjalanan penyakit
berkembangdan adanya peningkatan ketidakmampuan dalam mengatasi gejala
yang ada.
9. Tahap kematian, merupakan tahap yang ditandai adanya penurunan bertahap
atau cepat dari fungsi tubuh hingga meninggal.

2.3 Penyakit Terminal

Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yang menuju kearah proses


kematian, atau penyakit yang memiliki predikdi harapan untuk hidup sangat
rendah, termasuk penyakit ini adalah kanker, atau penyakit lainnya (White,2002).

1. Sekarat (dying) dan kematian (death)


Sekarat (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi
kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal ;
kematian (death) merupakan kondisi berhentinya pernafasan, nadi, dan tekanan
darah, serta hilangnyarespon terhadap stimulus ekternal, ditandai dengan
berhentinya aktivitas listrik otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi
jantung dan paru secara menetap atau terhentinya kerja otak secara menetap.
Dying dan death memiliki proses atau tahapan yang sama seperti pada
kehilangan dan berduka sesuai dengan tahapan Kluber Ross, yaitu diawali
dengan penolakan, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan.
2. Perubahan tubuh setelah kematian
Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah kematian, diantara rigor
mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, algor mortis
(dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun, dan post mortem decomposition,
yaitu terjadi livor mortis pada daerah yang tertekan serta melunaknya jaringan
yang dapat menimbulkan banyak bakteri.

2.4 Kecemasan

Kecemasan atau dalam bahasa inggrisnya anxienty berasal dari bahasa latin
angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Konsep
kecemasan memegang peranan yang sangat mendasar dalam teori teori tentang
setres dan penesuaian diri (Lazarus, 1961).

1. Jonston (1971) yang menyatakan bahwa kecemasan dapat terjadi karena


kekecewaan, ketidakpuasan, perasaan tidak aman, atau adanya permusuhan
dengan orang lain.
2. Freud (dalam Arndt, 1974) menggambarkan dan mendefinisikan kecemasan
sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi
fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan.
3. Post (1978), kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan
yang di tandai oleh peranan peranan subjektif seperti ketegangan, ketakutan,
kekawatiran, dan juga di tandai dengan aktifnya sisiten saraf pusat.

Tingkatan kecemasan

Jerslit (1963) menyatakan bahwa ada dua tingkatan kecemasan. Pertama


kecemasan normal, yaitu pada saat individu masih menyadari konflik konflik
dalam diri yang menyebabkan cemas. Kedua, kecemasan neurosis, ketika individu
tidak menyadari adanya konflik dan tidak mengetahui penyebab cemas, kecemasan
kemudian dapat menjadi bentuk pertahaan diri, menurut Bucklew (1980), para ahli
membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat, yaitu sebagai berikut.
1. Tingkat psikologis, kecemasan yang berwujud sebagai gejala gejala kejiwaan,
seperti tegang, bingung, khawatir, sukar konsentrasi, perasaan tidak menentu,
dan sebagainya.
2. Tingkat fisiologis. Kecemasan yang sudah memengaruhi atau terwujud pada
gejala gejala fisik, terutama pada fungsi sistem saraf, misalnya tidak dapat
tidur, jantung berdebar debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.

Gejala

1. Manifestasi kognitif yang terwujud dalam pikiran seseorang, sering kali


memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.
2. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu
seperti gemetar.
3. Perubahan somatis muncul dalam keadaan mulut kering, tangan dan kaki
dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah.
Hampir semua penderita kecemasan menunjukan peningkatan detak jantung,
respirasi, ketegangan otot, dan teknan darah.
4. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah dan perasaan tegang yang
berlebihan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

 Faktor Internal
1) Pengalaman
Menurut Horney dalam Trismiati (2006), sumber-sumber ancaman yang
dapatmenimbulkan kecemasan tersebut bersifat lebih umum. Penyebab
kecemasan menurut Horney, dapat berasal dari berbagai kejadian di dalam
kehidupan atau dapat terletak di dalam diri seseorang, misalnya seseorang yang
memiliki pengalaman dalam menjalani suatu tindakan maka dalam dirinya
akan lebih mampu beradaptasi atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar.
2) Respon
Terhadap Stimulus menurut Trismiati (2006), kemampuan seseorang menelaah
rangsangan atau besarnya rangsangan yang diterima akan mempengaruhi
kecemasan yang timbul.
3) Usia
Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin banyak
pengalamnnyasehingga pengetahuannya semakin bertambah (Notoatmodjo,
2003). Karena pengetahuannya banyak maka seseorang akan lebih siap dalam
menghadapi sesuatu.
4) Gender
Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, Myers (1983) dalam
Trismiati (2006) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas
akanketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih
aktif,eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain
menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan.

 Faktor Eksternal.
1) Dukungan Keluarga
Adanya dukungan keluarga akan menyebabkan seorang lebih siap dalam
menghadapi permasalahan, hal ini dinyatakan oleh Kasdu (2002)
2) Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan sekitar ibu dapat menyebabkan seseorang menjadi
lebihkuat dalam menghadapi permasalahan, misalnya lingkungan pekerjaan
ataulingkungan bergaul yang tidak memberikan cerita negatif tentang efek
negatif suatu permasalahan menyebabkan seseorang lebih kuat dalam
menghadapi permasalahan.
Menurut Sigmund Freud membagi faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan ke dalam tiga jenis, yakni :
a. Kecemasan Riel
Adalah kecemasan atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya nyata
yang berasal dari dunia luar (api, binatang buas, orang jahat, penganiayaan,
hukuman).
b. Kecemasan Neurotik
Adalah kecemasan atas tidak terkendalinya naluri-naluri primitif oleh ego
yang nantinya bias mendatangkan hukuman. Sungguhpun sumbernya
berada di dalam diri, kecemasan neurotik pada dasarnya berlandaskan
kenyataan, sebab hukuman yang ditakutkan oleh ego individu berasal di
dunia luar.
c. Kecemasan Moral
Adalah kecemasan yang timbul akibat tekanan superego atas ego
individutelah atau sedang melakukan tindakan yang melanggar moral.
Kecemasan moral ini menyatakan diri dalam bentuk rasa bersalah atau
perasaan berdosa. Sama halnya dengan kecemasan neurotik, keecemasan
moral bersifat nyata, dalam arti bahwa tekanan superego atas ego yang
menimbulkan kecemasan moral itu mengacu kepada otoritas-otoritas yang
riel atau nyata ada di luar individu (orang tua, penegak hukum, masyarakat).

2.5 Konsep Kebutuhan Memiliki dan Dimiliki


Kebutuhan memiliki dan dimiliki termasuk bagian dari kebutuhan dasar
manusia. Yang sangat berkaitan dengan cunta yang dimiliki antara individu satu
dengan yang lain. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar ini manusia selalu
membutuhkan rasa memiliki dan dimiliki atau di trima oleh orang lain. Kebutuhan
ini dapat dipenhi melalui cara berteman, berkeluarga, dan berorgnisasi. Untuk
mencapai kebutuhan memiliki kebutuhan dan dimiliki dapat dilakukan dengan
adanya peraaan, pengenalan, tanggung jawab perhatian, dan saling menghormati.
Bentuk lain pemenuhan kebutuhan ini adalah dapat berupa altruisme (cinta yang
saling tolong menolong), persahabatan, dan kebersamaan. Kebutuhan memiliki dan
dimiliki dalam konteks keperawatan, adalah bagai mana kita memahami dan
menerima orang lain, dan adanya perasaan memiliki orang lain, seperti teman,
keluarga, dan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, tindakan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan
memiliki dan dimiliki dapat melalui kegiatan dengan melibatkan keuarga dalam
asuhan keperawatan serta membina hubungan saling percaya, saling memahami
antara perawat dan klien.

2.6 Konsep Kebutuhan Harga Diri : Konsep Diri


Pengertian Konsep Diri
Konsep diri (self-concept) merupakan bagian dari masalah kebutuhan
psikososial yang tidak dapat sejak lahir, akan tetapi dapat dipelajari sabagai
hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya. Konsep diri berkembang
secara bertahap sesuai dengan tahap perkembangan psikososial seseorang.
1. Komponen Konsep Diri
a. Gambaran (citra) diri
Mencakup sikap individu terhadap tumbuhnya sendiri, termasuk
penampilan fisik, struktur dan fungsinya.perasaan mengenai citra diri
meliputi shal-hal yang terkait dengan eksualitas, feminitas, dan
maskulinitas, keremajaan, kesehatan, dan kekuatan. Beberapa kelainan
citra diri memiliki akar psikologi yang dalam, misalnya kelainan pola
makan seperti anoreksia.
Citra diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan
perkembangan fisik. Selain itu citra diri juga dipengaruhi oleh nilai
sosial budaya, misalnya berat tubuh yang ideal, warna kulit, tindik
tubuh atau tato, dsb.
b. Ideal Diri
Suatu presepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku
sesuai dengan standart, tujuan, aspirasi, atau nilai pribadinya.
Perkembangan ideal diri dapat terjadi adanya kecenderungan individu
dalam menetapkan ideal diri pada batas kemampuannya, adanya
pengaruh budaya, serta ambisi dan keinginan yang melebihi dari suatu
kenyatan yang ada.
c. Harga Diri

Harga Diri (self-esteem) adalah penilaian individu tentang


dirinya dengan menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal diri
yang lain.
d. Peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh
masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau
suatu pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan dari
seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat.
e. Identitas Diri
Identitas Diri adalah penilaian individu tentang dirinya sebagai
suatu kesatuan yang utuh. Pembentukan identitas sangat diperlukan
demi hubungan yang intim karena identitas seseorang dinyatakan dalam
hubungannya dengan orang lain.
2. Tahap perkembangan konsep Diri
 0-1 tahun
a. Menumbuhkan rasa percaya diri dari konsistensi dalam interaksi
pengasuhan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh orang tua.
b. Membedakan dirinya dari lingkungan.
 1-3 tahun
a. Mulai menyatakan apa yang disukai dan yang tidak disukai.
b. Meningkatkan kemandirian dalam berpikir dan bertindak.
c. Menghargai penampilan dan fungsi tubuh.
 3-6 tahun
a. Memiliki inisiatif.
b. Mengenali jenis kelamin.
c. Meningkatkan kesadaran diri.
 6-12 tahun
a. Menggabungkan umpan balik dari teman sebaya dan guru, keluarga
tidak lagi dominan.
b. Menguatnya identitas seksual.
c. Menyadari kekuatan dan kelemahan.
 12-20 tahun
a. Menerima perubahan tubuh/kedewasaan.
b. Belajar tentang sikap, nilai, dan keyakinan, menentukan tujuan masa
depan.
c. Merasa positif atas berkembangnya konsep diri.
 20-40 tahun
a. Memiliki hubungan yang intim dengan keluarga orang lain.
b. Memiliki perasaan yang stabil dan positif mengenai diri.
c. Mengalami keberhasilan transisi peran dan meningkatnya tanggung
jawab.
 40-60 tahun
a. Dapat menerima perubahan penampilan dan ketahanan fisik.
b. Mengevaluasi ulang tujuan hidup.
c. Merasa nyaman dengan proses penuaan.
 Diatas 60 tahun
a. Merasa positif mengenai hidup dan makna kehidupan.
b. Berkeinginan untuk meninggalkan warisan bagi generasi berikutnya.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri


a. Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud di sini adalah lingkungan fisik dan
lingkungan psikologis.
b. Pengalaman masa lalu
Adanya umpan balik dari orang-orang penting, situasi strestor
sebelumnya, penghargaan diri dan pengalaman sukses atau gagal
sebelumnya.
c. Tingkat tumbuh kembang, adanya dukungan mental yang cukup akan
membentuk konsep diri yang cukup baik.

4. Tindakan Keperawatan Untuk Mengatasi Masalah Konsep Diri


1. Meningkatkan gambaran diri :
a. Ciptakan hubungan saling percaya dengan cara mendorong untuk
menyatakan perasaan tentang dirinya.
b. Tingkatkan interaksi sosial dengan cara membantu individu untuk
menerima pertolongan dari orang lain, mendorong untuk melakukan
aktvitas sosial, untuk menerima keadaan dirinya, dll.
c. Meningkatkan harga diri dengan cara :
2. Membantu individu untuk mengurangi ketergantungan dengan cara
a. bersikap sportif, menerima, sadari terhadap keinginan yang kuat.
3. Memperbaiki identitas diri dengan cara:
a. Mengenal diri sendiri sebagai bagian dari tubuh dan terpisah dengan
orang lain
4. Meningkatkan atau memperbaiki peran dengan cara:
- Membantu dalam meningkatkan kejelasan perilaku dan pengetahuan
yang sesuai dengan peran.
- Menyesuaikan atara peran yang diemban.
2.7 Konsep Kebutuhan Aktualisasi Diri

Kebutuhan Aktualisasi Diri


Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk melakukan
yang terbaikdari dirinya, dengan memanfaatkan potensi yang ada dalam diri
sendiri. Kebutuhan ini dapat dikembangkan dari pengalaman dan belajar.
Ciri seseorang yang telah terpenuhi kebutuhan aktualisasi adalah sebagai
berikut:
1. Berpikir realistis, yakni melihat permasalahan secara jernih
2. Melihat permasalahan untuk diatasi bukan di hindari atau di
jauhi
3. Menjadi diri sendiri dan tidak berpura pura
4. Memiliki kepuasan yang tinggi
5. Adanya kecenderungan sendiri dan menikmati hubungan dengan
orang tertentu akan tetapi sifat hubungannya mendalam
6. Suka menerima apa adanya
7. Rendah hati dan menghargai orang lain
8. Kreatif
9. Sering mempertahankan pendirian dan keputusan yang di ambil
10. Adanya perasaan yang tidak ada batas atau sekat antara diri dan
orang lain, suku, bangsa,bahasa,agama, dan lain lain.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemenuhan kebutuhan rasa aman yaitu terbebas dari cidera fisik dan
mental. Selain itu, harus memperhatikan keadaan lingkungan yang aman
seperti baiknya udara atau oksigenasi, sanitasi, terbebasnya dari polusi dan
lain-lain.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap pasien yang
mengalami gangguan rasa aman perlu hati-hati, karena sebagian besar
akibat keamanan yaitu dari terjadinya gangguan rasa aman itu sendiri baik
dari individunya sendiri atau lingkungan sekitar. Sebagai perawat
semaksimal mungkin melakukan tindakan keperawatan tersebut untuk
mencapai tujuan yaitu membuat pasien terbebas dan sembuh serta
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.
3.2 Saran

Sebagai seorang perawat harus dapat memberikan asuhan


keperawatan kepada pasien dengan gangguan rasa aman dan nyaman
dengan menggunakan SOP. Kita juga harus menerapkan konsep kebutuhan
rasa aman dan nyaman dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar Pustaka

Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar. Jakarta: Salemba Medika.

Mubarak Wahit Iqbal, Indrawati Lilis dan Susanto Joko. 2015. (Buku 2) Buku Ajar Ilmu
Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika.

You might also like