Professional Documents
Culture Documents
Ketersediaan infrastruktur menjadi hal wajib bagi suatu kota untuk terus berkembang
dan melayani berbagai kegiatan yang hidup didalamnya. Agar roda kehidupan berbagai
kegiatan itu bisa terus bergulir, maka dibutuhkan ketersediaan, keterpaduan dan kemajuan
dari infrastruktur perkotaan. Kondisi ini kemudian membuat seluruh kota yang ada di dunia
yang secara terus menerus melakukan pembangunan, perbaikan bahkan pencanggihan
infrastruktur perkotaannya. Lantas pertanyaannya adalah “Bagaimana kondisi pembangunan
infrastruktur di Indonesia?”
Berdasarkan data Global Rangking Logistic Performance Index yang dikeluarkan oleh
World Bank pada tahun 2016. Indeks kualitas infrastruktur Indonesia berada di peringkat 63,
berada di bawah Singapura yang berada di rangking 5, Malaysia di Ranking 32, dan Thailand
di peringkat 45. Sedangkan berdasarkan World Economic Forum (WEF), infrastruktur
Indonesia masih menempati urutan 82 dari 142 negara yang memiliki kualitas infrastruktur
baik.
Buruknya kualitas infrastruktur Indonesia tidak terlepas dari masalah pendanaan dan
pembiayaan pembangunan infrastruktur. Selama ini, belanja investasi infrastruktur masih
tergolong rendah dan tidak memadai untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Pada
tahun 2015, pemerintah menganggarkan dana untuk belanja infrastuktur sebesar Rp 290,3
triliun, hanya berkisar 2,5% dari produk domestic bruto(PDB). Jika dibandingkan dengan
negara ASEAN lainnya, anggaran infrastruktur di Indonesia masih jauh dibawah Thailand
mengeluarkan belanja infrastruktur sebesar 17% dan Vietnam sebesar 12% dari PDB masing-
masing negara.
Kelemahan dari skema Public Private Partnership (PPP) saat ini adalah tidak
mampunya pemerintah dalam menarik minat swasta untuk ikut membantu di segala bidang
pembangunan pemerintah. Faktanya, seluruh kerjasama pemerintah dengan swasta yang
ada saat ini cenderung kepada proyek pembangunan yang memiliki pemasukan tinggi
(Revenue Stream Infrastructure). Seperti jalan tol, instalasi pembangkit listrik, ataupun
penyediaan air bersih. Dengan kondisi ini, maka swasta dapat mengembalikan modal yang
mereka investasikan dengan waktu yang relatif singkat serta keuntungan yang lebih besar
melalui arus pemasukan dari operasional suatu infrastruktur.
Solusinya yang bisa ditawarkan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
penggunaan Availability Payment dalam proyek kerjasama antara pemerintah dan swasta
dalam membangun non-Revenue Stream Infrastucture. Skema Availability Payment ini masih
tergolong baru di Indonesia. Peraturan mengenai Availability Payment baru disahkan lewat
Perpres no. 28 thn 2015 yang didukung oleh Peraturan Menteri Keungan no. 190 thn 2015.