You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ambliopia adalah penurunan penglihatan pada satu atau kedua mata akibat
perkembangan abnormal penglihatan pada masa bayi atau masa kanak-kanak. Dalam
ambliopia, mungkin tidak ada masalah pada mata. Kehilangan pengelihatan terjadi
karena jalur saraf antara otak dan mata tidak terangsang dengan baik. Otak "belajar"
dengan hanya melihat gambar buram dengan mata ambliopia bahkan saat
menggunakan kacamata. Akibatnya, otak lebih menyukai satu mata, biasanya karena
penglihatannya buruk di mata yang satunya. Kata lain untuk ambliopia adalah "mata
1
malas." Ini adalah penyebab utama kehilangan penglihatan pada anak-anak.
Kedua mata harus menerima gambar yang jelas selama periode kritis. Apa pun
yang mengganggu penglihatan yang jelas di kedua mata selama periode kritis (lahir
sampai usia 6 tahun) dapat menyebabkan ambliopia (pengurangan penglihatan yang
tidak dikoreksi oleh kacamata atau penghilangan belokan mata). Penyebab paling
umum dari ambliopia adalah strabismus konstan (putaran konstan satu mata),
anisometropia (penglihatan / resep yang berbeda di setiap mata), dan / atau
penyumbatan pada mata karena trauma, tutup mata, dll. Jika satu mata melihat
dengan jelas dan yang lain melihat kabur, mata dan otak sehat akan menghambat
(menghalangi, menekan, mengabaikan) mata yang kabur. Dengan demikian,
ambliopia adalah proses yang secara neurologis aktif. Proses penghambatan
(penindasan) dapat mengakibatkan penurunan permanen pada penglihatan pada mata
yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, lensa, atau operasi lasik.2
Prevalensi amblyopia di seluruh dunia sekitar 1% -5%. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) memperkirakan 19 juta anak-anak di bawah 15 tahun mengalami
gangguan penglihatan; Dari jumlah tersebut, 12 juta mengalami gangguan akibat
3
gangguan refraksi yang tidak terkoreksi dan ambliopia yang tidak dikoreksi.

1
1.2 Tujuan
Untuk dapat mengetahui dan mendeskripsikan tentang Ambliopia mulai dari
anatomi, definisi, etiologi dan faktor resiko, epidemiologi, pathogenesis dan
klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi dan prognosis dari
ambliopia.

1.3 Manfaat
Refrat ini diharapkan bisa memberikan pengetahuan kepada mahasiswa
kedokteran tentang ambliopia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata


a) Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola
mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajan
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata
dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:
 Sclera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk
pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
Bagian terdepan sclera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea
lebih besar disbanding sclera.
 Jaringan uvea merupakan jaringan vascular. Jaringan sclera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah
sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh
parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh saraf
parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk
lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak
dibelakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aquos humor), yang
dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di
batas konea dan sclera.
 Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membrane neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi
rangsangan pada saraf optic dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga

3
yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas
dari koroid yang disebut ablasi retina.

b) Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan
dan terdiri atas lapis:
 Epitel
 Membrane bowman
 Stroma, terdapat keratosit yang merupakan sel stroma kornea yang

merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
 Membrane descement
 Endotel.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane
bowman melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi
sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.

4
c) Uvea
Lapis vascular didalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar
dan koroid. Diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus dan 7
buah arteri siliar anterio. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung
menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea
posterior mendapat perdarahan dari 15-20 buah arteri siliar posterior brevis
yang menmbus sclera. Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar
yang terletak antara bola mata dengan otot rektus lateral, yang menerima 3
akar saraf di bagian posterior yaitu:
 Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung
serabut sensoris untuk kornea, iris, dan badan siliar.
 Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf
simpatis yang melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah
uvea dan untuk dilatasi pupil.
 Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk
mengecilakan pupil

d) Pupil
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf
simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil
mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.
Pupil waktu tidur kecil, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi,
koma, dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari:
 Berkurangnya rangsangan simpatis
 Kurang rangsangan hambatan miosis

Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada
akomodasi dan memperdalam focus seperti pada kamera foto yang
difragmanya dikecilkan.

5
e) Sudut bilik mata depan
Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal
iris. Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila
terdapat hambatan pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan
cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi
atau glaucoma. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan
trabekulum, kanal schelmm, baji sclera, garis schwalbe dan jonjot iris.

f) Lensa Mata
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk
seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya
akomodasi. Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi 
untuk menjadi cembung
 Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
 Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan
vitreous 
body dan berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
 Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia
 Keruh atau apa yang disebut katarak
 Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi

g) Badan Kaca
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit
kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan
vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan
asam hialuronat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari
lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya

6
pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada
pemeriksaan oftalmoskop. Vitreous humor penting untuk mempertahankan
bentuk bola mata yang sferis.

h) Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan
koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan:
 Lapis fotoreseptor, terdiri atas sel batang dan sel kerucut.
 Membrane limitan eksterna
 Lapis nucleus luar
 Lapis pleksiform luar
 Lapis nucleus dalam
 Lapis pleksiform dalam
 Lapis sel ganglion
 Lapis serabut saraf
 Membrane limitan interna
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan
iskemia dan merah pada hyperemia.

i) Saraf Optik
Saraf optic yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis
serabut saraf, yaitu: saraf penglihat dan serabut pupilomotor. Kelainan
saraf optic menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung
atau tidak langsung terhadap saraf optic ataupun perubahan toksik dan
anoksik yang mempengaruhi penyaluran aliran listrik.

7
j) Sclera
Bagian putih bola mata bersama-sama dengan kornea merupakan
ppembungkus dan pelindung isi bola mata. Sclera berjalan dari papil saraf
optic sampai kornea.

k) Perkembangan Visus
Perkembangan visus menurut milestones
Table. 1. Important Visual Development Milestones

Pada ambliopia terjadi kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah


penglihatan perifer tetap normal. Studi eksperimental pada hewan serta
studi klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode
kritis yang peka dalam berkembangnya keadaan ambliopia. Periode kritis
ini sesuai dengan perkembangan system penglihatan anak yang peka.
Secara umum periode kritis untuk ambliopia terjadi lebih cepat
dibandingkan strabismus maupun anisometropia. Waktu yang dibutuhkan
untuk terjadinya ambliopia saat periode kritis lebih singkat pada rangsang
deprivasi dibandingkan strabismus ataupun anisometropia.
Periode keadaan kritis tersebut adalah:

8
 Perkembanga tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6)
yaitu pada saat lahir sampai usia 3 sampai 5 tahun.

 Periode yang berisiko sangat tinggi untuk terjadinya ambliopia
deprivasi, yaitu diusia beberapa bulan hingga usia 7 sampai 8 tahun.
 Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu
sejak terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang
usia dewasa.

Pemeriksaan visus pada bayi


 Usia 6 bulan 

Periksa fiksasi mata dan gerakan mata. Cari adanya strabismus.
 Usia 4 tahun 

Periksa ketajaman penglihatan dengan grafik “E” buta huruf atau
optotipe pencocokan HOTV,dan stereopsis dengan uji “E” titik acak
atau uji stereotitmus. Ketajaman harus normal 20/30-20/30
 Usia 5-16 tahun 

Periksa ketajaman penglihatan pada usia 5 tahun. Apabila normal,
periksa ketajaman penglihatan dengan grafik snellen setiap 2 tahun
sampai usia 16 tahun. Penglihatan warna harus diperiksa pada usia 8-
12 tahun. Tidak diperlukan pemeriksaan mata rutin lainnya (misalnya
ofthalmoskop) apabila ketajaman penglihatan normal dan mata
tampak normal pada inspeksi.

2.2 Ambliopia
a) Definisi
Ambliopia (lazy eye atau mata malas) adalah gangguan mata kongenital
berupa penurunan tajam penglihatan serta adanya gangguan perkembangan
4
penglihatan selama masa kanak-kanak . Ambliopia adalah suatu keadaan
mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai optimal sesuai dengan usia
dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya atau

9
penurunan ketajaman penglihatan tanpa adanya penyakit organik. Pada
Ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan baik satu mata (unilateral)
atau kedua mata (bilateral) disebabkan karena kehilangan pengenalan
bentuk, interaksi binokular abnormal, atau keduanya, dimana tidak
ditemukan penyebab organik pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus
yang keadaan baik, dapat dikembalikan fungsinya dengan pengobatan.
Tetapi ambliopia ini dapat pula terjadi dengan kelainan organic yang tidak
sebanding dengan visus yang ada. Gangguan ini umumnya mengenai satu
mata atau unilateral dan merupakan penyebab penurunan tajam penglihatan
5,6
terbanyak pada anak-anak .

b) Epidemiologi
Ambliopia adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
prevalensinya di kalangan anak-anak, dan karena gangguan penglihatan dari
ambliopia berlangsung seumur hidup. Prevalensi ambliopia di Amerika
Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda pada tiap literatur, berkisar antara
1%- 3,5 % pada anak yang sehat dan 4% -“5,3 % pada anak dengan masalah
mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2% dari keseluruhan populasi
menderita amblyopia 8,9. Di Cina, menurut data bulan Desember tahun 2005,
sekitar 3%- 5 % atau 9 hingga 5 juta anak menderita ambliopia. Di
Indonesia, suatu penelitian dengan sampel Murid-murid kelas 1 SD di
Bandung, menunjukkan angka prevalensi Ambliopia berkisar 1,56%. Pada
sebuah penelitian di Yogyakarta, didapatkan bahwa insidensi Ambliopia
pada anak di kawasan perkotaan adalah sebesar 0,25% sedangkan di
pedesaaan sebesar 0,20%. Tidak ada perbedaan insidensi berdasarkan jenis
kelamin dan ras. Usia terjadinya ambliopia yaitu pada periode kritis
perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang perkembangannya
terlambat, prematur dan / atau dijumpai adanya riwayat keluarga
10,11
ambliopia.

10
Ambilopia unilateral dikaitkan dengan strabismus pada 50% kasus dan
dengan anisometropia dalam persentase kasus yang sedikit lebih kecil.
Sekitar 50% anak-anak dengan esotropia mengalami ambliopia pada saat
diagnosis awal. Ambliopia empat kali lebih sering terjadi pada anak-anak
yang prematur, kecil usia kehamilan, atau memiliki riwayat keluarga dengan
12
ambliopia. Prevalensi ambliopia pada anak-anak dengan keterlambatan
perkembangan enam kali lipat lebih besar. Faktor lingkungan termasuk Ibu
yang merokok dan penggunaan narkoba atau alkohol selama masa
kehamilan dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko ambliopia atau
10
strabismus.

c) Etiologi dan Faktor Resiko


Normalnya pada usia 4 tahun, perkembangan bagian otak yang
memproses penglihatan hampir lengkap. Bila otak tidak menerima bayangan
jelas/jernih dari salah satu atau kedua mata, maka akan sulit meningkatkan
kemampuan melihat setelah perkembangan otak selesai. Mata ini kemudian
11
akan mengalami ambliopia . Biasanya Ambliopia disebabkan oleh
kurangnya rangsangan untuk meningkatkan perkembangan penglihatan.
Tiga sebab klinis ambliopia adalah ambliopia akibat deprivasi penglihatan
(katarak congenital atau hipoplasia nervus opticus), ambliopia akibat
strabismus, dan ambliopia akibat kelainan refraksi yang tidak setara
(anisometropia). Seringkali terdapat lebih dari satu etiologi. Bila ambliopia
ini ditemukan pada usia dibawah 6 tahun maka masih dapat dilakukan untuk
5
perbaikan penglihatan . Walaupun semula diduga tidak dapat disembukan
setelah 7 tahun, sejumlah studi terbaru menunjukkan bahwa beberapa
13
bentuk ambliopia berhasil diterapi pada anak yang lebih besar .
Diduga terdapat 2 faktor yang dapat merupakan penyebab terjadinya
ambliopia yaitu supresi dan nirpakai (non use). Ambliopia nirpakai terjadi
akibat tidak dipergunakannya elemen visual retinokortikal pada saat kritis

11
perkembangannya terutama pada usia sebelum 9 tahun. Supresi yang terjadi
pada ambliopia dapat merupakan proses kortikal yang akan mengakibatkan
terdapatnya skotoma absolute pada penglihatan binokular (untuk mencegah
terjadinya diplopia pada mata yang juling), atau sebagai hambatan binokular
12
(monokular kortikal inhibisi) pada bayangan retina yang kabur .

d) Patogenesis dan Klasifikasi


1. Strabismik
Ambliopia yang terjadi akibat juling lama (biasanya juling ke dalam
pada anak sebelum penglihatan tetap. Pada keadaan ini terjadi supresi pada
mata tersebut untuk mencegah gangguan penglihatan (diplopia). Kelainan
ini disebut sebagai ambliopia strabismik dimana kedudukan bola mata
tidak sejajar sehingga hanya satu mata yang diarahkan pada benda yang
12
dilihat. Ambliopia strabismik ditemukan pada penderita esotropia dan
jarang pada mata dengan eksotropia. Strabismus yang dapat menyebabkan
ambliopia adalah strabismus manifes, strabismus monokular, strabismus
dengan sudut deviasi kecil, strabisumus yang selalu mempunyai sudut
12
deviasi di seluruh arah pandangannya.
Fiksasi siang (menggunakan mata kiri untuk melirik ke kanan dan
mata kanan untuk melirik ke kiri) merupakan antiuji ambliopia strabismik.
Bila kondisi ini terjadi maka tidak akan terdapat ambliopia. Pengobatan
pada ambliopia strabismik ialah dengan menutup mata yang sehat dan
dirujuk pada dokter mata. Mabliopia strabismik dapat pulih kembali pada
8,.12
usia dibawah 9 tahun dengan menutup total mata yang baik.
Penyulit pada ambliopia strabismik, bila mata baru mengalami juling
akan terjadi keluhan diplopia atau penglihatan ganda. Bila hal ini
berlangsung lama dapat terjadi korespondensi retina yang abnormal.
Korespondensi retina abnormal terjadi bila korteks serebri sudah dapat
menyesuaikan diri terhadap dua titik yang tidak sekoresponden menjadi
satu titik. Juling akan sukar diatasi apabila sudah menjadi ambliopia atau

12
sudah terjad korespondensi retina yang abnormal. Pada ambliopia dapat
terjadi ambliopia supresi akibat proses mental dimana bayangan pada satu
8,9,12
mata diabaikan.

2. Refraktif
15
i) Ambliopia anisometropik.
Ambliopia anisometropik terjadi akibat terdapatnya kelainan
refraksi kedua mata yang berbeda jauh. Akibat anisometropik
bayangan benda pada kedua mata tidak sama besar menimbulkan
bayangan retina secara relatif di luar focus dibanding dengan mata
lainnya, sehingga mata akan memfokuskan melihat dengan satu mata.
16
ii) Ambliopia ametropik
Ambliopia ametropik menurunnya tajam penglihatan mata dengan
kelainan refraksi berat yang tidak dikoreksi. Mata dengan
hipermetropia dan astigmat sering memperlihatkan ambliopia akibat
mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan baik dan
jelas.

3. Deprivasi
Deprivasi Visual Ambliopia disebabkan oleh adanya penyumbatan
sempurna atau parsial pada okular, yang mengakibatkan keburaman pada
retina mata. Penyebab utama adalah katarak kongenital atau katarak
bawaan, opacities kornea, inflamasi intraokular menular atau tidak menular,
perdarahan vitreous, dan ptosis juga berhubungan dengan deprivasi visual
ambliopia. Deprivasi ambliopia adalah bentuk ambliopia yang paling umum
namun paling parah dan sulit diobati. Kehilangan visual ambliopik yang
dihasilkan oleh penyumbatan unilateral di dalam pupil cenderung lebih
buruk daripada yang dihasilkan oleh kekurangan bilateral yang serupa
karena kompetisi antar sel menambah perkembangan langsung dari
degradasi. Bahkan dalam kasus bilateral, bagaimanapun ketajaman visual

13
bisa mencapai 20/200 atau bahkan lebih buruk lagi. Bayi yang baru lahir
dengan katarak unilateral yang mengancam secara visual memiliki
prognosis yang lebih baik saat katarak diangkat dan koreksi optik terjadi
9
pada usia 1 sampai 2 bulan.
Pada anak-anak di bawah 6 tahun, katarak kongenital yang terdapat
pada lensa tengah atau lebih cenderung dianggap menyebabkan ambliopia
parah. Keakuratan lensa yang sama diperoleh setelah usia 6 tahun umumnya
tidak terlalu berbahaya. Small polar katarak, di sekitar retinoskopi dapat
dilakukan dengan mudah, dan katarak lamelar, meskipun pandangan fundus
yang cukup bagus dapat diperoleh, dapat menyebabkan ambliopia ringan
sampai sedang atau mungkin tidak berpengaruh pada perkembangan visual.
Oklusi ambliopia merupakan bentuk spesifik dari deprivasi ambliopia yang
dapat dilihat setelah perawatan terapeutik atau defocus dengan cycloplegia.
Tipe ini juga disebut "reverse amblyopia". Kelainan retina atau saraf optik
yang halus atau tidak dikenal di mata ambliopia juga dapat menyebabkan
9
hilangnya penglihatan.

e) Diagnosis
Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang
tidak dapat dijelaskan dengan mudah. Tetapi hal tersebut ada kaitannya
dengan riwayat atau kondisi yang dapat menyebabkan ambliopia.
1. Anamnesis
Bila menemui pasien yang diperkirakan ambliopia yang harus kita
lakukan adalah menhajukan 4 pertanyaan penting yang harus kita
tanyakan dan harus dijawab dengan lengkap yaitu :
 Kapan pertama kali dijumpai kelainan amblyogenik ? (seperti
strabismus, anisometropia)
 Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan ?
 Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu ?
 Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?

14
Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam
8
membuat prognosisnya tabel berikut.

Faktor Primer Yang Berhubungan Dengan Prognosis Ambliopia

Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang


menderita strabismus atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut
7
merupakan predisposisi seorang anak menderita ambliopia. Strabismus
dijumpai sekitar 4% dari keseluruhan populasi. Frekuensi strabismus
yang “diwariskan” berkisar antara 22% - 66%. Frekuensi esotropia
diantara saudara sekandung pada orang tua tidak dijumpai kelainan
tersebut adalah 15%. Jika salah satu orang tuanya esotropia, frekuensi
meningkat hingga 40%. (Informasi ini tidak mempengaruhi prognosis
tetapi penting untuk keturunannya). Pemeriksaan serta mengetahui
perkembangan tajam penglihatan sejak bayi sampai usia 9 tahun adalah
1
perlu untuk mencegah keadaan terlambat untuk memberikan perawatan.

15
2. Pemeriksaan
i) Uji Crowding Phenomena
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf
yang rapat dan mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau
huruf tersebut. Tajam penglihatan yang dinilai dengan cara
konvensional yang berdasar kepada kedua fungsi tadi selalu mendekati
9
normal. Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk
mengidentifikasi huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan
dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita lakukan dengan
penderita diminta membaca kartu snellen sampai huruf terkecil yang
dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka
dan pasien di suruh melihat sebaris huruf yang sama. Bila terjadi
penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam baris
maka ini disebut adanya fenomena crowding pada mata tersebut. Mata
1
ini menderita ambliopia. Hal ini disebut ”Crowding Phenomenon”.
Terkadang mata Ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada
huruf isolasi dapat turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk
9
(countour interaction).

Gambar. Balok Interaktif yang mengelilingi huruf Snellen

16
ii) Uji Density Filter Netral
Dasar uji adalah diketahui pada mata yang ambliopia secara
fisiologik berada dalam keadaan beradaptasi gelap sehingga bila pada
mata ambliopia dilakukan uji penglihatan dengan intensitas sinar yang
direndahkan (memakai filter density) tidak akan terjadi penurunan
tajam penglihatan.Dilakukan dengan memakai filter yang perlahan-
lahan di gelakan sehingga penglihatan pada mata normal turun 50%
pada mata ambliopia fungsional tidak akan atau hanya sedikit
menurunkan tajam penglihatan pada pemeriksaan sebelumnya.
Dibuat terlebih dahulu gabungan filter sehingga tajam penglihatan
pada mata yang normal turun dari 20/20 menjadi 20/40 atau turun 2
baris pada kartu pemeriksaan gabungan filter tersebut di taruh pada
mata di duga ambliopia. Bila ambliopia adalah fungsional maka paling
banyak tajam penglihatan berkurang satu baris atau tidak terganggu
sama sekali. Bila mata tersebut ambliopia organik maka tajam
1
penglihatan akan sangat menurun dengan pemakaian filter tersebut.

Gambar. Tes Filter Densitas Netral

Keterangan :

 Pada saat mata yang sehat ditutup, filter ditempatkan di depan mata
yang ambliopik selama 1 menit sebelum diperiksa visusnya.

 Tanpa filter pasien bisa membaca 20/40.


17
 Dengan filter, visus tetap 20/40 (atau membaik 1 atau 2 baris) pada
Ambliopia fungsional.

 Filter bisa menurunkan visus 3 baris atau lebih pada kasus-kasus
Ambliopia organik.

iii) Uji Worth’s Four Dot


Uji untuk melihat penglihatan binokular, adanya fusi,
korespondensi retina abnormal, supresi pada satu mata dan
juling.
Penderita memakai kaca mata dengan filter merah pada mata
kanan dan filter biru mata kiri dan melihat pada objek 4 titik dimana 1
berwarna merah, 2 hijau 1 putih. Lampu atau pada titik putih akan
terlihat merah oleh mata kanan dan hijau oleh mata kiri. Lampu merah
hanya dapat dilihat oleh mata kanan dan lampu hijau hanya dapat
dilihat oleh mata kiri. Bila fusi baik maka akan terlihat 4 titik dan
sedang lampu putih terlihat sebagai warna campuran hijau dan merah.
4 titik juga akan dilihat oleh mata juling akan tetapi telah terjadi
korespondensi retina yang tidak normal. Bila dominan atau 3 hijau bila
mata kiri yang dominan. Bila terlihat 5 titik 3 merah dan 2 hijau yang
1
bersilangan berarti maka berkedudukan esotropia.

f) Penatalaksanaan
Pada kebanyakan kasus, ambliopia dapat ditatalaksana dengan efektif
selama satu dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan,
maka akan semakin besar pula peluang keberhasilannya. Bila pada awal
terapi sudah berhasil, hal ini tidak menjamin penglihatan optimal akan tetap
bertahan, maka para klinisi harus tetap waspada dan bersiap untuk
melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan ”matang” (sekitar umur 10
1
tahun).

18
Ambliopia anisometropik diterapi dengan koreksi refraksi dengan
menggunakan kacamata atau lensa kontak. Kontak lensa telah banyak
digunakan untuk pengobatan ambliopia anisometropik myopia. Beberapa
pasien, terutama orang dewasa, mengoreksi kelainan refraksi dengan cepat
untuk menghindari terjadinya diplopia. Koreksi refraksi ini dapat
memperbaiki kelainan refraksi pada ambliopia. Untuk pasien anak-anak,
dewasa, dan remaja yang tidak mengalami perbaikan dengan koreksi
kelainan refraksi dengan kaca mata atau lensa kontak, dapat dilakukan
oklusi part time atau full time, atau dengan degradasi optikal atau penalisasi
2,5
dengan menggunakan atropine.
1. Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia,
maka dapat diterapi dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca
mata untuk mata ambliopia diberi dengan koreksi penuh dengan
penggunaan sikloplegia. Bila dijumpai miopia tinggi unilateral, lensa
kontak merupakan pilihan, karena bila memakai kacamata akan terasa
berat dan penampilannya atau estetika buruk. Karena kemampuan mata
ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung menurun, maka ia tidak
dapat mengkompensasi hiperopia yang tidak dikoreksi seperti pada mata
anak normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera mungkin
untuk menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya
lensa menjadi defisit optikal berat. Ambliopia anisometropik dan
ambliopia isometropik akan sangat membaik walau hanya dengan
1
koreksi kacamata selama beberapa bulan.
2. Oklusi
i) Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah
oklusi untuk semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga.
(Occlusion for all or all but one waking hour ), arti ini sangat penting
dalam pentalaksanaan ambliopia dengan cara penggunaan mata yang

19
”rusak”. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah penutup adesif
(adhesive patches) yang tersedia secara komersial.

Gambar. Adhesive patch

Penutup ( patch ) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau


dibuka sewaktu tidur. Kacamata okluder ( spectacle mounted ocluder )
atau lensa kontak opak ,atau Annisa’s Fun Patches dapat juga menjadi
alternatif full- time patching bila terjadi iritasi kulit atau perekat patch -
nya kurang lengket. Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila
strabismus konstan menghambat penglihatan binokular, karena full-
time patching mempunyai sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal
penglihatan binokular. Ada suatu aturan / standar mengatakan full-time
patching diberi selama 1 minggu untuk setiap tahun usia, misalnya
penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun harus memakai
full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini untuk
1,8
menghindarkan terjadinya ambliopia pada mata yang baik.

20
Gambar. Annisa’s Fun Patches

ii) Oklusi Part-Time


Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan
memberi hasil sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan
tutup patch -nya tergantung dari derajat ambliopia. 1 Ambliopia
Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan peranan
full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut menunjukkan,
pasien usia 3-7 tahun dengan ambliopia berat (tajam penglihatan antara
20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120 ), full-time patching memberi efek
sama dengan penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi lain,
patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir
sama dengan patching 6 jam/hari pada ambliopia sedang / moderate
(tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 – 7 tahun.
Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat
selama 1 jam/ hari. Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi
fiksasi alternat atau tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20
(6/6) pada masing–masing mata. Hasil ini tidak selalu dapat dicapai.
Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan, maka penatalaksanaan
1,8
harus tetap diteruskan.

21
3. Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan
menurunkan kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih
baik hingga menjadi lebih buruk dari mata yang ambliopia, sering juga
disebut penalisasi (penalization). Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1%
atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang
lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat
dekat. ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya
dengan patching untuk ambliopia sedang (tajam penglihatan lebih baik
daripada 20/100). ATS tersebut dilakukan pada anak usia 3 – 7 tahun.
ATS juga memperlihatkan bahwa pemberian atropine pada akhir minggu
(weekend) memberi perbaikan tajam penglihatan sama dengan pemberian
atropine harian yang dilakukan pada kelompok anak usia 3 – 7 tahun
dengan ambliopia sedang.
Ada juga studi terbaru yang membandingkan atropine dengan
patching pada 419 orang anak usia 3-7 tahun, menunjukkan atropine
merupakan pilihan efektif. Sehingga, ahli mata yang tadinya masih ragu
– ragu, memilih atropine sebagai pilihan pertama daripada patching.
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan
oklusi, yaitu tidak mengiritasi kulit dan dilihat lebih baik dari segi
kosmetik. Dengan atropinisasi, anak sulit untuk ”menggagalkan” metode
ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi.
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan
memberikan lensa positif dengan ukuran tinggi (fogging) atau filter.
Metode ini mencegah terjadinya efek samping farmakologik atropine.
Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non- oklusi pada
pasien dengan mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata
1,8
dapat bekerjasama, jadi memungkinkan penglihatan binokular.

g) Pencegahan

22
Ambliopia dapat dicegah dan diobati terutama apabila penyakit ini
dapat dideteksi secara dini. Skrining untuk mencari penyebab ambliopia
harus dilakukan oleh dokter pada bayi pada 4-6 minggu setelah lahir, dan
anak-anak yang mempunyi risiko utnuk ambliopia harus di skrining setiap
tahun selama periode perkembangan sistem penglihatan anak yaitu mulai
lahir sampai umur 6- 8 tahun.
Skrining untuk kelainan refraksi dan strabismus juga harus dimulai
selama tahun pertama kehidupan. Pada anak-anak yang berisiko berisiko
perlu dilakukan monitoring setiap tahun karena sejak lahir sampai usia 4
tahun memungkinkan untuk terjadinya anomali refraksi, terutama
astigmatisma dan anisometropia. Skrining ini juga ditujukan untuk anak-
anak yang mempunyai riwayat keluarga yang menderita strabismus atau
ambliopia. Adanya program skrining untuk mendeteksi dan mengobati
2
ambliopia pada usia 4 tahun telah sukses dilakukan diberbagai negara.

h) komplikasi
Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk
terjadinya ambliopia pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang
paling beresiko tinggi dan harus dipantau dengan ketat, terutama pada anak
balita. Follow-up pertama setelah pemberian oklusi dilakukan setelah 1
minggu pada bayi dan 1 minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4
minggu untuk anak usia 4 tahun). Oklusi part-time dan degradasi optikal,
observasinya tidak perlu sesering oklusi full-time, tapi follow-up reguler
tetap penting.
Hasil akhir terapi ambliopia unilateral adalah terbentuknya kembali
fiksasi alternat, tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih
dari satu baris antara kedua mata.
Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut :
 Derajat ambliopia
 Pilihan terapeutik yang digunakan

23
 Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih
 Usia pasien

Semakin berat ambliopia, dan usia lebih tua membutuhkan
penatalaksanaan 
yang lebih lama. Oklusi full-time pada bayi dan balita
dapat memberi perbaikan ambliopia strabismik berat dalam 1 minggu atau
kurang. Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai penutup hanya
seusai sekolah dan pada akhir minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun
1
atau lebih untuk dapat berhasil.

i) Prognosis
Bila penatalaksanaan ambliopia dihentikan setelah perbaikan penuh
atau masih sebagian tercapai, sekitar setengah dari pasien-pasien akan
mengalami kekambuhan, yang selalu dapat disembuhkan lagi dengan usaha
terapeutik baru. Kegagalan dapat dicegah dengan memakai pengaturan pada
penglihatan, seperti patching selama 1 – 3 jam per hari, penalisasi optikal
dengan kacamata, atau penalisasi farmakologik dengan atropine selama 1
atau 2 hari per minggu. Pengaturan ini diteruskan hingga ketajaman
penglihatan telah stabil tanpa terapi lain selain kacamata biasa. Keadaan ini
perlu tetap dipantau secara periodik sampai usia 8 – 10 tahun. Selama
penglihatan tetap stabil, interval kunjungan untuk follow-up dapat dilakukan
1
tiap 6 bulan.
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah
terapi oklusi pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun,
visus normal dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan
pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia
lebih dari 10 tahun.

Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah sebagai berikut:

24
 Jenis Ambliopia, pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan
kelainan organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan

ambliopia strabismik prognosisnya paling baik.
 Usia dimana penatalaksanaan dimulai, semakin muda pasien maka

prognosis semakin baik.
 Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai, semakin bagus tajam

penglihatan awal pada mata ambliopia, maka prognosisnya juga
semakin baik.

BAB III

25
KESIMPULAN

Ambliopia adalah gangguan mata kongenital berupa penurunan tajam


penglihatan serta adanya gangguan perkembangan penglihatan selama masa
kanak-kanak. Ambliopia merupakan suatu keadaan mata dimana tajam
penglihatan tidak mencapai optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya
walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya atau penurunan ketajaman
penglihatan tanpa adanya penyakit organik. Pada Ambliopia terjadi penurunan
tajam penglihatan baik satu mata (unilateral) atau kedua mata (bilateral)
disebabkan karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokular abnormal,
atau keduanya.
Diagnosis ambliopia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan uji
crowding phenomena, Uji Density Filter Netral dan Uji Worth’s Four Dot.
Penatalaksanaan ambliopia adalah dengan koreksi kelainan refraksi dengan
kaca mata atau lensa kontak, dapat dilakukan oklusi part time atau full time, atau
dengan degradasi optikal atau penalisasi dengan menggunakan atropine.
Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan
deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak dengan ambliopia atau yang berisiko
menderita ambliopia hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, sehingga
prognosis keberhasilan terapi akan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

26
1. American Association for Pediatric Ophtalmology and Strabismus. Amblyopia.
Maret 2017. Diakses dari : https://www.aapos.org/terms/conditions/21
2. Jeffrey C, Rachel C. Amblyopia or Lazy Eyes. Strabismus. 2016 Diakses dari :

http://www.strabismus.org/amblyopia_lazy_eye.html
3. Rebbeca B. Introduction to Amblyopia. American Academy of Ophtalmology.
Oktober 2015. Diakses dari : https://www.aao.org/pediatric-center-
detail/amblyopia-introduction
4. Integra Newsletter. 2015 [cited September 2015]. Available from :
http://www.integra.co.id.
5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Ed.4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2015;h264-273
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Ed.4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2015;h264-273
7. Lee J, Bayley G, Thompson V. Amblyopia (Lazy eye). 2015. Available at :
http://www.allaboutvision.com/condition/amblyopia.htm.
8. Nurchaliza HS. Ambliopia.2014. Available at :
epository.usu.ac.id/bitstream/handle/
123456789/3439/09E01852.pdf;jsessionid=569BA44C055BA71A4DA3A
16CA 43EF4FA?sequence=1.
9. Amblyopia. American Academy of Ophthalmology and Preferred Practice
Pattern. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2012. pp.
5-6.
10. Carlton J, Kaltenhaler E. Amblyopia and quality of life: a systemic review.
Eye (Lond) 2011;26:403-13.
11. Davidson S, Quinn GE. The impact of pediatric vision disorder in
adulthood. Pediatrics.2011;127:334-9
12. Sidarta I. Ilmu penyakit mata edisi ke 3. Jakarta: Balai penerbit
FKUI;2015. h.245-54
13. American Optometric Association. Care of The Patient with Amlyopia.

27
2010. 
https://www.aoa.org/documents/CPG-4.pdf
14. Erica O. Amblyopia Treatment Modalities. American Academy of
Ophtalmologist. Oktober 2015. Diakses dari :
https://www.aao.org/pediatric- center-detail/amblyopia-treatment-
modalities
15. Denniston, Murray.2014. Oxford Handbook of Ophtalmology. Vol 3, hal
738-9
16. American Academy of Opthalmology Pediatric
Ophthalmology/Strabismus 
Panel. Preferered Practice Pattern
Guidelines. Amblyopia. San Fransisco, CA; American Academy of
Ophthalmology;2012

28

You might also like