You are on page 1of 58

LAPORAN PRATIKUM

KIMIA DASAR

Di Susun Oleh :
Kelompok 1
1. Achmad Pramulya
2. Ayu Agustina
3. Fani Maulida
4. Listia
5. Mena Puspita
6. Winy Syakila
7. Tita Thalia
8. Widiya Ningsih

LABORATORIUM FARMASI UNIVERSITAS SAINS CUT NYAK DHIEN LANGSA


UNIVERSITAS SAINS CUT NYAK DHIEN LANGSA
LEMBAR PENGESAHAN PRAKTIKUM

JUDUL : STRUKTUR SENYAWA

Langsa, 25 January 2018

DIKETAHUI ,

DOSEN / ASISTEN PRAKTIKAN/ MAHASISWA

(............................) (.............................................)
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim
Assalamu’alaikumwarahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, dan hidayah sehingga
penulis dapat menyelesaikan buku laporan praktikum Kimia Dasar prodi Farmasi Universitas
Sains Cut Nyak Dhien. Selawat dan salam senantiasa penulis sanpakan kepada Rasulullah
SAW beserta sahabat dan keluarganya, berkat pengorbanan Kita merasakan ilmu
pengetahuan.
Buku laporan praktikun Kimia Dasar ini merupakan hasil laporan yang telah Kami
susun rapi. Prodi Farmasi Universitas Sains Cuy Nyak Dhien yang telah meolaksanakan
pratikum Kimia Dasar. Pembelajaran praktikum Kimia Dasar di Prodi Farmasi Unversitas
Sains Cut Nyak Dhien, sehingga penulis sangat terbuka untuk menerima masukan dari semua
pihak. Semoga hasil laporan Kami ini bermanfaat bagi Kita semua.
Aaamiiiiiiin ....

Langsa, selasa 23 Januari 2018


Penulis :
Kelompok IV.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Lembar pengesahan
Percobaan I : Pengamatan Sciantific
Percobaan II : Struktur Senyawa
Percobaan III: Volumetri: Titrasi Asam Basa
Percobaan IV: Kinemetika Kimia
Percobaan VI: Skala PH dan Penggunaan Indikator
Percobaan VII:Analisa Melalui Pengendapan
Percobaan X: Reaksi-Reaksi Kimia
LAPORAN PRAKTIKUM KE III
VOLUMETRI TITRASI ASAM BASA

1.1 Latar belakang


Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat
dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya.
Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi asam basa.
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat di
netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik
equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa.
Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana
titik equivalen berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang
mudah dimatai adalah titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen
tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan
perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen.
Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi.
Titrasi asam basa merupakan contoh analisis glumetri, yaitu suatu cara atau metode
yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang
disebut buret. Titik dalam titrasi dimana titran yang telah ditambahkan cukup untuk bereaksi
secara tepat dengan senyawa yang ditentukan disebut titik ekivalen atau titik stoikhiometri,
titik ini sering ditandai dengan perubahan warna senyawa yang disebut indikator.
Berikut ini syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :
1. Konsentrasi titrasi harus diketahui. Larutan seperrti ini disebut larutan standar.
2. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
3. Titik stoikhiometri atau titik ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan
perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan. Titik pada
saat indikator berubah warna disebut titik akhir.
4. Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat
mungkin.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang
mengandung asam.
2. Mahasiswa mampu menstandarisasi larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran
lain-lain sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan –imertri. Kata metri berasal dari
bahasa yunani yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur
sama saja, yaitu dengan atau dari (with or off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal
dari kata Yunani. Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran
dengan asam (yang diukur dalam jumlah basa atau garam). (Harjadi, W. 1990)
Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan
asam atau larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam ditetesi dengan larutan
basa, atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan basa tepat habis bereaksi).
Jika molaritas salah satu larutan (asam atau basa) diketahui, maka molaritas larutan yang satu
lagi dapat ditentukan. (Michael. 1997)
Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik,
sebaliknya jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun. Grafik
yang menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa atau sebaliknya disebut
kurva titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik tengahnya merupakan titik ekuivalen.
(Michael. 1997)
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu
digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga
titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa
atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104 .pH berubah
secara drastis bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu
molekul ke molekul lain. Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam
basa bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan
warna indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar, S.M. 1990)
Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu fenoftalen
(PP) dan metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika menggunakan indikator
yang lain, misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh dari ekuivalen.
(Harjadi, W. 1990)
Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :
(Susanti,1995)
1. Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk
menentukan basa. Asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam
borat.
2. Alkalimeri. Pada titrasi ini merupakan kebalikan dari asidi-alkalimetri karena larutan yang
digunakan untuk menentukan asam disini adalah basa.
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan jumlah
senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik dan
organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama senyawa
organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat larut dalam
pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi asam basa
dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya
HCl, sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH. Titik
akhir titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai
atau dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer, konduktometer.
(Rivai, H, 1990)
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant
ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara
stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya
warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi
asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama
dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir
titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi
melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen. (Esdi, 2011)
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen basa,
maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Esdi, 2011)

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume, maka
rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:

N asam x V asam = N asam x V basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:

(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa

Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan bahan

- NaOH 0,1 M - Buret 50 mL

- HCl 0,1 M - Statif dab klem

- H2C2O4 - Gelas ukur 25 mL atau 10 mL

- Erlenmeyer -- Indikator penolphetalein

- Corong kaca

3.2 Cara kerja

3.2.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M

Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan membilas dengan
5 mL larutan NaOH. Memutar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam
buret, selanjutnya mengisi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret.
Kemudian larutan dikeluarkan lagi dari buret. Larutan NaOH dimasukkan lagi ke dalam
buret sampai skala tertentu. Mencatat kedudukan volume awal NaOH dalam buret.

Proses standarisasi :

<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 Ml, larutan


asam oksalat 0,1 M dan memasukkan ke dalam setiap Erlenmeyer dan menambahkan
ke dalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator penophtalein (PP).
<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam
buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang
apabila gelas Erlenmeyer digoyang.
<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Mencatat volume NaOH terpakai
<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Mengulangi dengan cara yang sama untuk
Erlenmeyer ke II dan III.
<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Menghitung molaritas (M) NaOH.
3.2.1 Penentuan konsentrasi HCl

- Mencuci 3 Erlenmeyer, pipet 10 mL larutan HCl 0,1 M dan memasukkan ke dalam setiap
Erlenmeyer

- Menambahkan kedalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator penolphtalein


(PP)

- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk
warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyang.

- Mencatat volume NaOH terpakai

- Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.

- Menghitung molaritas (M) HCl.


BAB IV

HASIL PENGAMATAN

4.1 Hasil pengamatan

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

Ulangan Rata-
No Prosedur
I II III rata

1 Volume larutan asam oksalat 0,1 M 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

2 Volume NaOH terpakai 19,8 mL 21 mL 18,6 mL 19,8 mL

3 Molaritas (M) NaOH 0,050 M 0,047 M 0,053 M 0,050 M

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III

1 Volume larutan HCl 10 Ml 10 Ml 10 mL 10 mL

2 Volume NaOH terpakai 25,4 Ml 27 mL 23,5 mL 25,3 mL

3 Molaritas (M) NaOH Berdasarkan hasil percobaan diatas 0.050 M

4 Molaritas (M) larutan HCl 0,039 M


4.2 Perhitungan

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

Ulangan I V1.M1 = V2.M2


10 . 0,1 = 19,8 . M2
1 = 19,8 . M2
M2 =1 = 0,050 M
19,8

Ulangan II V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 21 . M2

1 = 21 . M2

M2 = 1 = 0,047 M

21

Ulangan III V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 18,6 . M2

1 = 18,6 . M2

M2 = 1 = 0,053 M

18,6

Rata-rata : V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 19,8 . M2

1 = 19,8 . M2

M2 = 1 = 0,050 M

19,8

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

Rata-rata : V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 25,3 . M2

M2 = 1 = 0,039

25,3
BAB V
PEMBAHASAN

Pada percobaan standarisasi NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat dilakukan
dalam tiga kali ulangan dengan proses :
Ulangan pertama, mengukur volume asam oksalat sebanyak 10 mL dengan
menggunakan gelas ukur 10 mL. Kemudian larutan asam oksalat yang sudah diukur dalam
gelas ukur sebanyak 10 mL tersebut dituangkan ke dalam Erlenmeyer dan ditetesi dengan
indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu larutan asam oksalat diletakkan
dibawah buret dan ditetesi dengan larutan NaOH yang ada didalam buret setetes demi setetes,
erlemeyer sambil di goyang-goyang hingga larutan asam oksalat yang semula bening
berubah menjadi pink atau ungu. Apabila larutan asam oksalat sudah berubah warna menjadi
pink atau ungu, maka cepat tutup kran pada buret supaya larutan dalam buret tidak keluar
lagi. Langkah selanjutnya menghitung banyaknya volume NaOH yang terpakai. Pada
ulangan I didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 19,8 mL, catat pada tabel laporan
sementara dibagian Ulangan I. Kemudian hitung Molaritas NaOH sebagai berikut :
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 19,8 . M2
1 = 19,8 . M2
M2 = 1 = 0,050 M
19,8
Berikutnya ialah mengulangi langkah-langkah diatas sebanyak dua kali, hingga didapatkan
pada ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 21 mL
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 21 . M2
1 = 21 . M2
M2 = 1/21 = 0,047 M
pada ulangan III didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 18,6 mL
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 18,6 . M2
1 = 18,6 . M2
M2 = 1 = 0,053 M
18,6

Sehingga dapat kita cari rata-rata volume NaOH terpakai dengan cara :
19,8 mL + 21 mL + 18,6 mL = 19,8 mL
3
Rata-rata Molaritas (M) NaOH adalah :
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 19,8 . M2
1 = 19,8 . M2
M2 = 1 = 0,050 M
19,8

Percobaan yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang juga dilakukan
dengan tiga kali pengulangan, yang akan dibahas sebagai berikut :
Mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur volume asam
oksalat tadi dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan HCl dengan menggunakan
gelas ukur 10 mL sebanyak 10 mL dan tuangkan ke Erlenmeyer. Kemudian tetesi larutan
HCl dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes menggunakan pipet tetes. Lalu
letakkan erlenmeyer tadi dibawah buret yang berisi larutan NaOH dan tetesi sedikit demi
sedikit sambil erlenmeyer digoyang-goyang. Lakukan hingga larutan HCl yang mulanya
benih hingga berubah menjadi pink/ungu. Apabila larutan HCl sudah berubah warna menjadi
pink/ungu, maka cepat-cepat tutup kran pada buret untuk menghindari larutan NaOH
menetes kembali, lalu didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 25,4 mL. Kemudian
mengulangi pada percobaan tadi sebanyak dua kali hingga didapatkan hasil pada ulangan II
volume NaOH terpakai sebanyak 27 mL dan pada ulangan III didapatkan volume NaOH
terpakai sebanyak 23,5 mL. Kemudian menghitung rata-rata volume NaOH terpakai yaitu :

25,4 mL + 27 mL + 23,5 mL = 25,3 mL


3
Langkah selanjutnya ialah menghitung Molaritas (M) larutan HCl dengan rumus :
V1 . M1 = V2 . M2
10 . 0,1 = 25,3 . M2
1 = 25,3 . M2
M2 = 1 = 0,039 M
25,3
Jadi, nilai rata-rata Molaritas (M) larutan HCl ialah 0,039 M
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Perhitungan pH dalam melakukan praktikum dapat ditentukan dengan mencari
volume rata-rata dari larutan NaOH yang digunakan untuk menaikkan kadar atau konsentrasi
HCL.
Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang dicampurkan dengan 3 tetes indikator berubah
warna dari bening hingga menjadi pink. Volume NaOH yang digunakan akan mempengaruhi
hasil konsentrasi dari HCl tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati melakukan praktikum
ini. Setelah volume NaOH (basa) diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung.

6.2 Saran
Dalam melakukan praktikum, sebaiknya harus berhati-hati dalam menggunakan
larutan-larutan yang ada di laboratorium dan dalam melakukan praktikum kali ini kita juga
harus memperhatikan ketelitian dalam mengukur volume larutan basa (NaOH), karena
volume larutan NaOH sangat mempengaruhi hasil konsentrasi HCl.
PERCOBAAN IV
KINETIKA KIMIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui reaksi kimia memiliki kecepatan yang berbeda – beda. Ada
reaksi yang berlangsung nya secara cepat seperti mercon yang meledak, ada pula reaksi yang
berlangsungnya sangat lambat seperting pengkaratan besi.
Kinetika kimia menggambarkan “studi” secara kuantitatif tentang perubahan – perubahan
kadar waktu terhadap waktu oleh reaksi kimia. Kecepatan reaksi ditentukan oleh kecepatan
terbentuknya zat hasil dan kecepatan pengurangan reaktan. Tetapan kecepatan atau laju (k)
adalah faktor pembanding yang menunjukan hubungan antara kecepatan reaksi dengan
konsentrasi reaktan.
Pada percobaan kinetika kimia ini kita akan mengamati orde reaksi dalam reaksi
Na2S2O3 + Asam hidroksida, orde reaksi dalam reaksi antara Mg + HCl, serta pengaruh suhu
terhadap laju reaksi. Informasi yang di dapat dari kinetika kimia digunakan untuk
meramalkan secara rinci mekanisme suatu reaksi yang ditempuh pereaksi untuk menentukan
hasil reaksi tertentu. Kinetika kimia juga memberikan informasi untuk mengendalikan laju
reaksi. Untuk itu kita akan melakuakn percobaan ini untuk mendapat informasi tertentu.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan diadakan praktikum ini :
1. Dapat mengukur perubahan konsentrasi preaksi menurut waktu.
2. Dapat mengamati pengaruh konsentrasi, suhu, dan katalis pada laju reaksi.
3. Dapat menentukan hukum laju reaksi dalam larutan berair.

1.3 Pertanyaan Prapraktek


1. Apa definisi ringkas dari a) hukum laju, b) tetapan laju, c) orde reaksi, d) energi aktifasi ?
Jawab :
a. Hukum laju : kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi
berpangkatan bilangan orde reaskinya. Persamaan yang memenuhi hukum laju adalah V = k
[A]x [B]y [C]z
b. Tetapan laju : tetapan perbandingan antara laju reaksi dan hasil kali konsentrasi spesi
yang mempengaruhi laju reaksi.
c. Orde reaksi : bilangan pangkat eksponen yang menyatakan bertambahnya laju reaksi
akibat naiknya konsentrasi.
d. Energi aktifitas laju : energi minimal yang diperlukan agar suatu reaksi berlangsung.
2. Apakah satuan tetapan reaksi untuk a) reaksi orde nol, b) reaksi orde satu, c) reaksi orde
dua ?
Jawab
a. Reaksi orde nol : MS-1 = mol liter-1 sekon-1 = mol l-1 S-1
b. Reaksi orde satu : S-1
c. Reaksi orde dua : M-1 S-1 = mol-1 l S-1
3. Belerang dioksida mereduksi HIO3 dalam larutan asam dengan reaksi
3SO2 (g) + 3H2O (l) + HIO3 (aq) → 3H2SO4 (aq) + HI (aq)
Pada akhir reaksi jika terdapat HIO3 berlebih zat ini dapat diambil dengan larutan kanji.
Senyawa HI dan HIO3 segera bereaksi membentuk I2 yang diserap oleh kanji dan
menimbulkan warna biru.
Dari percobaan diperoleh data :
[SO2] [HIO2] t
(M) (M) (detik)
-4 -3
14,6 x 10 3,60 x 10 25,8
-3 -3
7,31 x 10 3,60 x 10 52,8
-4 -3
14,6 x 10 7,21 x 10 12,6

Jawab:
- Orde reaksi terhadap [SO2]

,m=1

- Orde reaksi terhadap [HIO3]

- =

-
- ,n=1

Jadi orde reaksi keseluruhan : m + n = 1+1 = 2


BAB II
LANDASAN TEORI

Bidang kimia yang mengkaji kecepatan atau laju terjadinya reaksi kimia dinamakan
kinetika kimia ( chemical kinetics) kinetika merujuk pada laj reaksi (reaction rate) yaitu
perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu (M/s). Setiap reaksi dapat
dinyatakan dengan persamaan umum reaktan à produk. Persamaan reaksi memberitahukan
bahwa,selama berlangsung suatu reaksi, molekul reaktan bereaksi dengan cara memantau
menurunnya konsentrasi :
Misalkan A à B
Secaara umum, akan lebih mudah apabila kita menyatakan laju dalam perubahan
konsentrasi terhadap waktu, untuk reaksi diatas:

Laju = atau laju= (Chang.2005:30)


Menurut (Brady.2008:247) Kinetika kimia adalah nama yang diberikan untuk
mempelajari kecepatan reaksi kimia. Salah satu tujuannya adaah mempelajari factor – factor
yang menguasai beberapa cepatnya suatu perubahan terjadi,ini dibagi dalam empat golongan
besar:
1. Sifat pereaksi dan hasil reaksi.
Apabila semua factor sama, beberapa reaksi secara alamiah memang cepat dan lainnya
lambat, tergantung dari penampilan kimia molekul – molekul atau ion – ion yang terlibat.
2. Konsentrasi zat – zat yang bereaksi.
Untuk dua molekul yang saling, haruslah dapat bersentuhan dan kemungkinan hal ini terjadi
dalam suatu campuran yang homogeny akan lebih besar jika konsentrasi naik.
3. Pengaruh suhu.
Hampir semua reaksi kimia akan berjalan lebih cepat apa bila suhu dinaikkan.
4. Pengaruh penambahan zat luar yang disebut katalis.
Kecepatan reaksi akan dipengaruhu zat-zat yang disebut katalis yang tak mengalami
perubahan zat selama terjadinya reaksi
Hukum Laju. Untuk memperoleh laju reaksi, konsentrasi pereaksi atau produk reaksi
selama reaksi berlangsungperlu ditentukan. Salah satu cara menentukannya adalah dengan
mengukur cuplikan dari reactor pada berbagai waktu dan menganalisisnya.
a. Ketergantungan laju terhdap konsentrasi
Sebagai gambaran umum, tinjau model untuk reaksi hipotetik antara zat A dan B
menghasilkan C dan D. Menurut persamaan :
aA + bB à cC + dD
Hukum laju dapat ditulis dalam bentuk : Laju = k [A]m[B]n . Pangkat m dan n dapat berupa
bilangan bulat positif, negative, atau nol. Pangkat tersebu ditentukan oleh percobaan
b. Orde reaksi
Suatu reaksi dapat dikelompokkan berdasarkan ordanya. Orde reaksi suatu pereaksi sama
dengan pangkat konsentrasi pereaksi tersebut dalam hukum laju yang hanya dapat ditentukan
secara percobaan (Sunarya.2012.192-195).
Menurut (Oxtoby.2001:418) Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi disebut
rumus laju atau hukum laju, dan tetapan kesebandingan k dinamakan tetapan laju tetapan laju
tidak bergantung pada konsentrasi teteapi pada suhu. Hukum laju untuk umumnya
Laju=k[A]n
Pangkat yang diberikan pada konsentrasi disebut orde reaksi untuk reaktan yang
bersangkutan.
· Orde nol
[A0]=1
Laju=k
Menurut (Chang.2005:36-38) Reaksi orde pertama ialah reaksi yang lajunya
bergantung pada konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan satu
A à Produk

Laju =
Laju = k [A]
Reaksi orde kedua ialah reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi salah satu
reaktan dipangkatkan dua pada konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing masing
dipangkatkan 1 .
Laju = k [A]2

Satuan: K=
Faktor – Faktor yang memepengaruhi laju reaksi:
a. Konsentrasi
Makin besar konsentrasi, makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makin besar
kemungkinan terjadinya tumbukan, dengan demikian makin besar pula kemungkinan
terjadinya reaksi.
b. Luas permukaan zat
Reaksi hanya berlangsung pada bidang batas campuran inilah yang disebut bidang sentuh.
Dengan memeperbesar luas bidang sentuh, reaksi akan berlangsung lebih cepat.
c. Suhu
Pada suhu tinggi, energy molekul – molekun bertambah sehingga laj molekul bertambah
dengan demikian laju molekul juga bertambah.
d. Katalis
Katalis Homogen : yaitu katalis yang satu fase dengan zat yang dikatalis
Katalis Heterogen: yaitu katalis yang tidak satu fase dengan zat – zat yang
bereaksi(Tamrin.2007:76-77)
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Alat :
· Erlenmeyer
· Stopwatch
· Ampelas baja
· Labu takar
· Tabung reaksi
· Gelas piala
· Bunsen
· Kaki tiga + kawat kasa
· Gelas ukur
· Termometer
· Pipet tetes
Bahan :
· Larutan Tiosulfat
· Air
· Asam Hidroklorida
· Pita Mg
· HCl 2M
· Asam Oksalat 0,1 M
· Asam Sulfat 6 M
· KMnO4

PROSEDUR KERJA DAN HASIL PENGAMATAN :


1. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi
2. Sediakan 3 elemeyer 125 ml masing – masing disi dengan 10 ml larutan Na2 S2 O3
0,01 N; 0,05 N ; dan 0,1 N
3. Pada setiap elemeyer ditambahkan 4 ml larutan HCL 3 N
4. Dihomogenkan
5. Perhatikan perubahan yang terjadi saat memulai percampuran dan catat waktu yang
diperlukan hingga terbentuk perubahan
HASIL
- Waktu yang diperlukan untuk mencapai kekeruhan selama 1 menit.
PROSEDUR KERJA 2
1. Sediakan 3 elemeyer 125ml masing – masing diisi larutan asam oksalat
2. Pada setiap elemeyer tambahkan 2 ml asam sulfat 6N
3. Elemeyer pertama dipanaskan diatas Bunsen diatas , elemeyer kedua panaskan
sampai suhu 50o sedangkan yang ketiga tanpa pemanasan
4. Kedalam setiap elemeyer tambahkan 3 tetes KMnO4 0,1 N
5. Perhatikan perubahan warna yang tejadi dan catat waktu saat penambahan KMnO4
Hingga terjadi perubahan kembali.
HASIL
- Pada pemanasan suhu 70o terjadi perubahan kuning keruh dengan waktu 2 menit
11 detik
- Pada suhu pemanasan 50o terjadi perubahan kuning pudar dengan waktu 1 menit
10 detik
- Tanpa pemanasan terjadi perubahan warna kuning bening

PROSEDUR KERJA 3
1. Sediaakan 3 elemeyer 125 ml masing – masing diisi asam oksalat 0,1 N
2. Pada elemeyer pertama tambahkan 2 ml , elemeyer kedua tambahkan 3 ml dan
elemeyer ketiga tambahkan 4 ml asam sulfat 6 N
3. Setiap elemeyer ditambahkan KMnO4
4. Perhatikan perubahan warna yang terjadi dan catat waktu saat perubahan KMnO4
sampai terjadi perubahan.
HASIL
- Pada elemeyer pertama terjadi perubahan warna kuning dengan waktu sekitar 12
menit 37 detik
- Pada elemeyer kedua terjadi peruabahan warna kuning dengan waktu sekitar 15
menit 10 detik
- Pada elemeyer kedua terjadi peruabahan warna kuning dengan waktu sekitar 22
menit 16 detik
PERCOBAAN VI
SKALA pH DAN PENGGUNAAN INDIKATOR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Senyawa kimia yang paling sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah asam
basa, misalnya asam,salah satunya asam nitrat terkandung di dalam jeruk dan asam cuka.
Dan basa biasanya terkandung di dalam sabun. Zat-zat yang berasa asam biasanya
mengandung asam, dan zat-zat yang berasa licin dan pahit biasanya mengandung basa.
Suatu larutan dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu : larutan asam, larutan basa, dan
larutan netral. Golongan larutan dapat kita ketahui dengan menggunakan indikator asam-
basa, yaitu zat-zat warna yang akan menghasilkan warna-warna berbeda dalam larutan asam
maupun larutan basa. Dengan adanya indikator kita dapat menentukan kekuatan asam
maupun kekuatan basa dalam suatu zat. Kuat atau lemahnya suatu asam maupun suatu basa
dapat dinyatakan dalam pH. Zat-zat yang memiliki pH di bawah 7 memiliki sifat asam, zat-
zat yang memiliki pH di atas 7 memiliki sifat basa, sdangkan zat yang memiliki pH 7
merupakan larutan netral.pada basa, misalnya sabun akan terasa licin dan dapat
membersihkan kulit, namun jika kita gunakan Natrium Hidroksida untuk membersihkan
kulit, maka kulit akan terasa pedih, padahal sabun maupun Natrium hidroksida merupakan
larutan yang memiliki sifat basa. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kadar basa ang
terkandung di dalan kedua zat tersebut. Begitu pun dengan asam, jika asam yang terkandung
di dalam jeruk maupun cuka dapat kita rasakan dengan memakannya, namun jika asam yang
sering kita gunakan untuk melakukan praktikum di laboratorium. Jangankn untuk
memakannya, menyentuhnya saja maka tangan kita akan gatal-gatal dan melepuh.
Untuk itu pada praktikum kali ini kita dapat melakukan percobaan untuk mengetahui
kebenaran dari teori tentang asam maupun tentang basa, dan kita juga dapat mencoba
mengukur kekuatan asam maupun kekuatan basa suatu zat menggunakan indikator. Dan kita
juga akan mencoba mengukur menggunakan pH meter.

1.2 TUJUAN PRAKTIKUM


· Dapat membuat larutan standar asam dan basa dalam berbagai konsentrasi
· Dapat mengukur pH larutan dengan berbagai indikator
· Dapat memilih indikator yang sesuai dengan pH
· Dapat mengukur pH larutan dengan menggunakan pH meter
1.3 PERTANYAAN PRA PRAKTEK

1). Fenolftalen adalah salah satu indikator yang lazim, bagaimana warnanya dalam larutan
asam? Dalam larutan basa?
= Dalam larutan asam → tidak berwarna
Dalam larutan basa → berwarna merah
2). Apa yang di maksud dengan pH? Berapa pH larutan netral?
= pH yaitu sama dengan logaritma dalam konsentrasi ion hidrogen dengan di beri tanda
negatif
pH larutan netral adalah 7.

3). Apabila 0,01 mol HCl ada dalam 10 lt larutan,berapa molaritasnya, berapa konsentrasi
H+ dan berapa pHnya?
= molar HCl = = = 10-3 M

HCl H+ + Cl-
10-3 10-3 10-3
+
pH = -log [H ]
= -log [10-3]
= 3

4). Bagaimana hubungan antara H+ dengan OH- dalam larutan air jika [H+] = 10-1 M ?
= H+ + OH- H2O
Kw = [H+] [OH-]
[OH-] =
= = 10-10 M
BAB II
LANDASAN TEORI

Konsentrasi ion Hidrogen dan ion Hidroksida dalam larutan sangat menarik untuk di kaji
lebih jauh, konsentrasi keduanya biasanya sangat kecil sehingga untuk mempermudah
hitungan digunakan notasi ilmiah.ungkapan yang digunakan pH dan POH didefinisikan
sebagai negatif logaritmakonsentrasi molar ion hidrogen dan ion hidroksida. Dalam bentuk
persamaan matematis di tulis sebagai berikut :
pH = - log [H+] = log
POH = - log [OH-] = log
Lambang pH dambil dari bahasa prancis yaitu “pouvair hidrogane” artinya “ kekuatan
hidrogen” menuju eksponsial. Dalam larutan netral atau air murni pH = POH = 7,00 , jika
pH<7 artimya larutan bersifat asam, dan jika pH>7 artinya larutan bersifat basa. Kegunaan
praktis dari pH adalah untuk menunjukkan keasaman dan kebasaan suatu larutan. Nilai pH
suatu larutan dapat diukur secara akurat menggunakan pH meter. Instrumen initerdiri dari
elektroda yang dibuat dari bahan khusus dan dicelupkan ke dalam larutan yang akan di ukur.
Suatu potensial yang bergantung pada nlai pH dibangkitkan diantara elektroda-elektroda dan
dibaca pada meter yang telah dikalibrasi langsung kedalam satuan pH. Walawpun tidak
begitu tepat, indikator asam basa sering dgunakan untuk mengukur pH, sebab indikator
tersebut biasanya berubah warna dalam rentang nilai pH tertentu (sunarya : 2002 : 89-90).
Indikator asam basa biasanya dibuat dalam bentuk larutan. Dalam titrasi asam basa,
sejumlah kecil larutan indikator ditanbahkan kedalam larutan yang ditritasi dalam bentuk lain
kemudian dikeringkan. Jika kertas ini dibasahi dengan larutan yang sedang diuji, terjadi
warna yang dapat digunakan sebagai penentu pH larutan. Kertas ini disebut kertas pH.
Indikator asam basa umumnya digunakan jika penentuan pH yang diteliti tidak terlalu
dipikirkan.Namun pengukuran pH yang paling tepat dilakukan adalah dengan alat ukur yang
disebut pH meter (Petrucci.1987 : 309).
Menurut (Sukardjo. 2009 :179) Untuk mengetahui sifat asam atau basa suatu zat tidak
dapat dilkukan langsung dengan mencicipi atau memegangnya. Mencicipi atau memegang
zat secara langsung sangat bebahaya. Contohnya asam sulfat H2SO4, yang dalam kehidupan
sehari-hari digunakan sebagai accu zuur (air aki). Bila tangan atau kulit terkena asam sulfat,
akan melepuh seperti luka bakar dan bila mata terkena asam sulfat akan buta. Cara yang tepat
untuk menentukan sifat asam atau basa suatu zat adalah dengan menggunakan zat petunuk
yang disebut indikator. Indikator asam-basa adalah zat yang dapat berbeda warna jika berada
dalam lingkungan asam atau lingkungan basa.
Jika ion yang berasal dari senyawa sedikit larutan dapat memasuki reaksi asam basa
dengan H3O+ atau –OH, maka kelarutan senyawa akan dipengaruhi oleh pH. Contoh
:Mg(OH)2. Ion OH- yang diturunkan dari kesetimbangan kelarutan dapat bereaksi dengan
H3O+ membentuk H2O.
Mg(OH)2 Mg2+ + 2-OH Ksp = 1,8.10-11
- +
OH H3O (aq) H2O

Menurut prinsip Lechatelier, reaksi diatas mengganggu kesetimbangan yang


ditunjukkan melalui pemakaian –OH. Kesetimbangan bergeser ke kanan, melalui pelarut
Mg(OH)2, untuk mengganti –OH yang digunakan dalam reaksi. Dalam larutan agak asam,
reaksi berlangsung sempurna dan Mg(OH)2 mempunyai kelarutan tinggi. Reaksi bersihnya
adalah :
Mg(OH)2 + 2 H3O+ Mg+2 (aq) + 4H2O
( petrucci : 1992 : 122 )
pH meter merupakan contoh aplikasi elektroda membran yang berguna untuk
mengukur pH larutan. pH meter dapat juga digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi
asam-basa pengganti indikator. Alat ini dilengkapi dengan elektroda gelas dan elektroda
kalomel (SCE) atau gabungan dari keduanya ( elektroda kombinasi ). Logam perak yang
dicelupkan kedalam larutan HCl 0,1 M bertindak sebagai elektroda pembanding 2.
Sedangkan elektroda kalomel sebagai elektroda pembanding 1. Elektroda perak/perak klorida
merupakan bagian dari elektroda glas tapi tidak peka terhadap pH.
Hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan elektroda-elektroda ialah cairan
dalam elektroda harus selalu dijaga lebih tinggi dari larutan yang diukur.( Hendayana :
1994 : 108 )
Menurut (Akhril Agus 1939 : 74)pH berasal dari bahasa Inggris ( power of
hydrogen). Dari segi matematik, huruf sudah disepakati sebagai lambang dari negatif
logaritma dari bilangan dasar 10. P = -10 log
-
Untuk [OH ] dan Kw dapat pula diambil bilangan ; hasil logaritma bilangan dasar 10
yaitu:
pOH = - log [OH-] dan pKw = - log Kw
Hubungan negatif logaritma antara Kw, H+ dan OH- :
Kw = [H+] [OH-]
-log Kw = - log [H+] [OH-]
karena pada suhu 25 Kw = 10-14
-log 10-14 = - log [H+] +(-log [OH-] )
14 = pH + pOH
Indikator asam basa merupakan senyawa yang warnanya dalam asam maupun basa berbeda.
Tidak semua indikator berubah warnanya pada pH yang sama. Perubahan warna indikator
bergantung pada [H+] dalam larutan keasaman atau kebasaan suatu larutan.
Berikut tabel perubahan warna dengan interval pH dari berbagai indikator.
No. Indikator Interval pH Perubahan Warna
1 Metil Ungu 0,2 - 3,0 Kuning -Ungu
2 Timol Biru 1,2 -2,8 Merah - Kuning
3 Metil Jingga 3,1 - 4,4 Merah - Jingga -Kuning
4 Bromfenol Biru 3,0 - 4,6 Kuning -Biru - Ungu
5 Bromkresol Hijau 3,0 - 5,0 Biru - Merah
6 Kongo merah 3,8 - 5,4 Kuning - Biru
7 Metil Merah 4,4 - 6,2 Merah - Kuning
8 Bromkresol merah hijau 5,2 - 6,8 Kuning - Merah Jambu
9 Lakmus 4,5 - 8,5 Merah- Biru
10 Brontimol Biru 6,0 - 7,6 Kuning - Biru
11 Fenol merah 6,8 - 8,2 Kuning - Merah
12 Timol Biru 8,0 - 9,6 Kuning - Biru
13 Fenolftalein 8,3 - 10,0 Tak Bewarna - Merah
14 Timolftalein 9,3 - 10,5 Kuning - Biru
15 Alizarin Kuning 10,0 - 12,0 Kuning - Merah
16 Indigokarmin 11,4 - 13,0 Biru - Kuning
17 Trinitrobenzena 12,0 - 14,0 Tak Bewarna- Jingga
BAB III.
METODE PRAKTIKUM

3.1 ALAT DAN BAHAN

• Alat Praktikum
· Tabung reaksi
· Pipet tetes
· pH meter
· bunsen
· penangas air
· label
• Bahan Praktikum
· HCl 0,01 M
· Air suling
· Air mendidih
· NaOH 0,01 M
· Indikator (metil jingga, metil merah, fenolftalen, alizarin kuning, brontimol biru )
· Larutan cuka
· Sari buah jeruk ( pulpy )
· Minuman berkarbonat
· Shampoo
· Detergen cair
· Amonia untu keperluan rumah tangga
· Tablet aspirin

3.2 PROSEDUR KERJA

a. Larutan asam , ph 2 sampai ph 6


HCL 0,01 M
- Pipet 1 ml HCL 0,01 M
- Diencerkan dengan 9 ml air aquadest
- Dihomogenkan dan dihasilkan larutan Ph 2
- Dilakukan pengenceran sampai 5 kali dimulai dengan ph 2 untuk membuat
larutan ph 3 , ph 4, ph 5 dan ph 6
- Diteteskan 1 tetes indicator pada setiap terjadi perubahan yang terjadi
HASIL
b. Larutan netral ph 7
Aquadest
- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Diteteskan 1 tetes indicator
- Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi
HASIL
c. Larutan b asa ph 8 sampai ph 12
- Dipipet 1ml NaOH 0,01 M
- Diencerkan dengan 9 ml air aquadest
- Dihomogenkan dan dihasilkan larutan ph 12
- Dilalukukan pengencersn sampai 5 kali dimulai dengan ph 11 , ph 10 , ph 9 , dan
ph 8
- Diteteskan 1 tetes indicator pada setiap tabung reaksi sampai terjadi perubahan
- Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi
HASIL
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PRAKTIKUM

pH ( standar) Indicator

Bromtimol Metil Jingga


biru
2 - Ungu muda
3 - Ungu
4 - Ungu tua
5 Hijau botol -
6 Biru muda -

1. Trayek ph indikator : metil merah = merah-kuning


2. Trayek pH indikator : metil jingga = merah-jingga-kuning
3. Trayek pH indikator : penoftalen = tidak berwarna- merah
4. trayek pH indikator : brontimol biru = kuning-biru
5. Trayek pH indikator : alizarin kuning = kuning-merah

Tabel 2 larutan netral ph 7

Larutan Bromtimol Biru fenolftalaein Metal Jingga


Ph 7 Biru Muda - -

Tabel 3 larutan basa ph 8 sampai ph 12

Larutan Bromtimol biru Fenolftalaein Metal Jingga


Ph 8 Biru muda - -
Ph 9 Hijau - -
Ph 10 - - Biru frunsial
Ph 11 Biru bening - -
Ph 12 - Merah jambu -
4.2 PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kita melakukan beberapa percobaan yaitu membuat larotan
dengan pH 2-6, larutan pH 7, larutan pH 8-12, dan mengidentifikasikan sifat larutan dan
pH_nya dari berbagai zat.
Daerah asam pH 2-6
Pada percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan larutan yang memiliki pH 2-6,
larutan dengan pH 2 dapat kita dapatkan dari larutan HCl 0,01 M, sedangkan untuk
mendapatkan larutan yang memiliki pH 3-6 dapat kita peroleh dengan melakukan
pengenceran larutanHCl 0,01 M dengan air suling yang telah didihkan. Tujuan dari air suling
didihkan adalah untuk menghilangkan unsur CO2. Hasil dari pengenceran larutan HCl 0,01
M sebanyak 1 ml dengan air suling yang telah didhkan sebanyak 9 ml didapatkan larutan
yang memiliki pH 3. Dan untuk mendapatkan larutan pH 4 dilakukan pengenceran pada
larutan br pH 3 dengan perbandingan volume yang sama. Dan begitupun seterusnyauntuk
mendapatkan larutan dengan pH 5 dan 6. Setelah didapatkan larutan yang memiliki pH 2-6,
larutan tersebut disimpan hingga kita selesai membuat larutan pH 7-12. Kemudian dilakukan
pengujian menggunakan indikator.
Daerah netral pH 7
Pada percobaan ini untuk mendapatkan larutan dengan pH 7 cukup menggunakan air
sulung yang telah di panaskan karena air murni hanya mengion 0,000001 %. Pada air murni
diperoleh [H+] atau [OH-] maisng-masing 1 10-7 M, sehingga pH air yang didapatkan adalah
7.
Daerah basa pH8-12
Percobaan ini dilakukan sama seperti percobaan A yaitu dengan cara pengenceran
menggunakan air suling yang telah dipanaskan. Pada percobaan ini dimulai dari
mengencerkan larutan NaOH 0,01 M, karena larutan NaOH 0.01 M telah memiliki pH 12.
Untuk mendapatkan larutan ber-pH 11 dilakukan pengenceran larutan pH 12 1ml dengan air
suling yang telah dididihkan dengan volume 9 ml. Dan lakukan cara yang sama untuk
mendapatkan larutan dengan pH 10-8. Setelah didapatkan semua larutan dari yang memiliki
pH 2 sampai pH 12,kemudian ditetesi dengan 5 indikator ( metil merah, metil jingga,
penoftalen, brontimol biru, alizarin kuning) untuk mendapatkan adanya perubahan warna.
Dari perubahan warna yang di peroleh ada beberapa larutan yang jika ditetesi menghasilkan
warna yang tidak sesuai dengan ndikator seperti indikator penolftalen yang ditetesi pada
larutan dengan pH 11 dan pH 12 menghasilkan warna ungu begitupun dengan indikator
brontimol biru yang ditetesi pada larutan dengan pH 10 menghasilkan warna hijau,
sedangkan indikator tersebut tidak menghasilkan warna yang dtimbulkan. Hal tersebut
dikarenakan ketidak jelian praktikan dalam melihat perubahan warna yang ditimbulkan.

Karena terdapat kesalahan perbedaan warna pada pengujian warna pH menggunakan


indkator (metil merah, metil jingga, penoftalen, brontimol biru, dan alizarin kuning) sehingga
pengujian pH dlakukan dengan menggunakan indikator universal berupa kertas lakmus atau
kerts pH, seperti yang terdapat pada buku kimia dasar karangan petrucci 1987dikatakan
bahwa Indikator asam basa biasanya dibuat dalam bentuk larutan. Dalam titrasi asam basa,
sejumlah kecil larutan indikator ditanbahkan kedalam larutan yang ditritasi dalam bentuk lain
kemudian dikeringkan. Jika kertas ini dibasahi dengan larutan yang sedang diuji, terjadi
warna yang dapat digunakan sebagai penentu pH larutan. Kertas ini disebut kertas pH.
Namun penggunaan menggunakan indikator maupun kertas ph tidak terlalu tepat jika di
bandingkan menggunakan pH meter.

Penunjuk pH berbagai zat


pada percobaan ini, bahan yang digunakan untuk diketahui jenis dan pH nya adalah
larutan cuka,sari buah jeruk, minuman berkarbonat, shampoo, detrgen cair, amonia, soda
kue,tablet aspirin.masing-masing zat di encerkan sesuai dengan pada penuntun, lalu masing-
masing zat dimasukkan kedalam 5 tabung reaksi untuk ditetesi 5 indikator. Teteskan
indikator ke masing-masing tabng reaksi, amati perubahan yang terjadi, dan tentuakan pH
larutan dengan trayek grafik perubhan pH serta gunakan kertas pH untuk memastikan pH
yang didapatkan. Hasil dari pH yang didapatkan bisa dilihatkan pada bagian hasil sedangkan
grafik trayek pH dapat di lihat pada bagian lampiran. Nerdasarkan kertas pH, pH yang
didapatkan adalah sebagai berikut ( pH asam cuka 3, pH sari buah 5, pH minuman
berkarboanat 4, pH shampoo 8, pH detergen 12, soda kue 9, dan aspirin 6).
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

A. Larutan standar asam basa ditentukan dengan mengencerkan larutan awal.


Larutan awal terdiri dari 2 kategori :
~ larutan berasal dari senyawa cair
~ larutan berasal dari senyawa padat

B. Ph larutan dapat ditentukan dengan berbagai indicator. Jika senyawa asam, sebaiknya
menggunakan indicator MO , BTB , MM , karena trayek phnya dibawah 7. Jika larutan basa
gunakan PP dan alizarin kuning, karena trayek ph-nya diatas 7

C. Pengukuran ph larutan dengan indicator dapat dilakukan dengan menentukan indicator


yang sesuai dengan membandingkan larutan tersebut dengn larutan stabdar yang diketahui
ph-nya

D. PH meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur PH suatu larutan.


Praktikum Kimia Dasar I
BAB XI
ANALISIS MELALUI PENGENDAPAN

I. Nama Percobaan : Analisis Melalui Pengendapan


II. Nomor Percobaan : XI
III. Tujuan Percobaan :
1. Mengendapkan BaCl2 dan menentukan presentase hasil BaCrO4.
2. Menentukan prosentase BaCl2 dalam campuran.
3. Mendalami hokum stoikhiometri.
4. Mengembangkan keterampilan menyaring dan memindahkan endapan.
IV. Dasar Teori
Endapan merupakan zat yang memisahkan diri dari larutan, berfase padat, terbentuk
jika larutan lewat jenuh. Suatu zat akan mengendap jika hasil kali kelarutan ion-ionnya lebih
besar dari Ksp. Kelarutan (s) didefinisikan sebagai konsentrasi molar dari larutan jenuhnya.
Pembentukan endapan adalah salah satu teknik untuk memisahkan analit dari zat
lain, dan endapan ditentukan dengan cara ditimbang dan dilakukan perhitungan
stoikhiometri.
Cara ini dikenal dengan nama Gravimetri.
aA + rR ------ AaRr
Dengan :
A = Molekul analit A
R = Molekuil analit R
AaRr = Zat yang mengendap.
Pereaksi R berlebih biasanya untuk menekan kelarutan endapan. Keberhasilan analisa
gravimetric bergantung pada :
1. Kesempurnaan proses pemisahan hingga kuantitas yang tidak mengendap
tak
Ditemukan (biasanya 0,1 mg).
2. Zat yang ditimbang mempunyai susunan tertentu yang diketahui dan murni.
(Modul Kimia Dasar I 2010 : 32).
Reaksi pengendapan merupakan reaksi yang salah satu produknya berbentuk
endapan. Endapan terjadi karena zat yang terjadi tidak atau sukar larut didalam air atau
pelarutnya. Tidak semua zat mengendap, sehingga reaksi pengendapan juga dipergunakan
untuk identifikasi sebuah kation atau anion.
Dibawah ini disajikan beberapa reaksi pengendapan, sebagai tanda bahwa zat yang
terjadi adalah endapan perhatikan tanda (s) solid, setelah indeks dari rumus kimianya.
AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl(s) + HNO3(aq)
Endapan yang terbentuk adalah endapan putih dari AgCl.
Pb(CH3COO)2(aq) + H2S → PbS(s) + 2 CH3COOH(aq)
Dari reaksi ini akan dihasilkan endapan yang berwarna hitam dari PbS.
Pengendapan suatu padatan dapat digunakan untuk menentukan komposisi suatu zat
yang tepat. Di dalam melakukan percobaan pengendapan, harus sesempurna mungkin. Dalam
pemurnian endapan melalui pencucian, kadang-kadang digunakan larutan pencuci yang
banyak mengandung ion senama, bukan sekedar air murni. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi kelarutan dari endapan tersebut. Teknik lain yang dapat lebih dipahami melalui
prinsip-prinsip kesetimbangan larutan ialah pengendapan sebagian. Syarat utama untuk
keberhasilan pengendapan reaksi adalah adanya perbedaan nyata dalam kelarutan senyawa-
senyawa yang dipisahkan (Petrucci, 1992).
Cara lain untuk analisa campuran ialah dengan menggunakan reaksi-reaksi selektif.
Tujuan pokoknya ialah memisahkan segolongan kation dari yang lain. Misalnya bila suatu
pereaksi menyebabkan sebagian kation mengendap dan sisanya tetap larut, maka setelah
endapan disaring, terdapatlah dua kelompok campuran, yang isinya masing-masing kurang
terpisah satu sama sebelumnya. Dengan jalan itu akhirnya setiap kation dapat terpisah satu
sama lain. Reaksi-reaksi disini menyebabkan terjadinya zat-zat baru yang berbeda dari
semula dan dikenali dari perbedaan sifat fisiknya (Harjadi, 1990).
Analisis Gravimetric adalah suatu bentuk analisis kuantitatif yang berupa
penimbangan, yaitu suatu proses pemisahan dan penimbangan suatu komponen dalam suatu
zat dengan jumlah tertentu dan dalam keadaan sesempurna mungkin. thermogravimetri,
analisis pengendapan gravimetri, dan elektrodeposisi. Beberapa hal tentang gravimetri:
1.Waktu yang diperlukan untuk analisa gravimetri, menguntungkan karena tidak memerlukan
kalibrasi atau standarisasi. Waktu yang diperlukan dibedakan menjadi 2 macam yaitu: waktu
total dan waktu kerja.
2.Kepekaan analisa gravimetri, lebih ditentukan oleh kesulitan untuk memisahkan endapan
yang hanya sedikit dari larutan yang cukup besar volumenya.
3.Ketepatan analisa gravimetri, untuk bahan tunggal dengan kadar lebih dari 100 % jarang
dapat ditandingi perolehannya.
4.Kekhususan cara gravimetri, pereaksi gravimetri yang khas (spesifik) bahkan hampir
semua selektif dalam arti mengendapkan sekelompok ion. Banyaknya komponen dari suatu
analisis biasanya ditentukan melalui hubungan massa atom, massa molekul dan berat
senyawa.
Pemisahan ion besi dilakukan dengan mereaksikan cuplikan de NH4OH sehingga
terbentuk endapan Fe(OH)3 apabila berat cuplikan adalah A gram, berat senyawa Fe(OH)3
adalah a gram, maka persen Fe dalam Cuplikan adalah Terkadang senyawa yang ditimbang
berbeda dengan senyawa yang dipisahkan dalam hal rumusnya. Misal rumus kimia dari
senyawa yang dipisahkan MgNH4PO4 setelah dipijarkan dan didinginkan ditimbang sebagai
senyawa Mg2P2O7 kita misalkan berat cuplikan = B gram. Berat senyawa yang ditimbang =
b. Maka akan diperoleh rumus : Catatan : angka 0,5234 dan 0,2162 adalah faktor kimia atau
faktor Gravimetri.
Metode dalam Analisis Gravimetri adalah : Metode Pengendapan Metode Penguapan
Metode Elektrolisis Metode Pengendapan Pembentukan endapan dibedakan menjadi 2
macam yaitu:
1.Endapan dibentuk dengan reaksi antar analit dengan suatu pereaksi, biasanya berupa
senyawa baik kation maupun anion. Pengendapan dapat berupa anorganik maupun organik
2.Endapan dibentuk cara elektrokimia (analit dielektrolisa), sehingga terjadi logam sebagai
endapan, dengan sendiri kation diendapkan.
Keadaan optimum untuk pengendapan Untuk memperoleh keadaan optimum harus
mengikuti aturan sbb:
a.Pengendapan harus dilakukan pada larutan encer, yang bertujuan untuk memperkecil
kesalahan akibat koresipitasi.
b.Peraksi dicampur perlahan-lahan dan teratur dengan pengadukan tetap. c.Pengendapan
dilakukan pada larutan panas bila endapan yang terbentuk stabil pada temperatur tinggi.
d.Endapan kristal biasanya dibentuk dalam waktu yang lama dengan menggunakan pemanas
uap untuk menghindari adanya koprespitasi.
e.Endapan harus dicuci dengan larutan encer.
Untuk menghindari postpresipitasi atau kopresipitasi sebaiknya dilakukan
pengendapan ulang Syarat- syarat endapan gravitasi
1. Kesempurnaan pengendapan: Pada pembuatan endapan harus diusahakan kesempurnaan
pengendapan tersebut dimana kelarutan endapan dibuat sekecil mungkin.
2. Kemurnian endapan (kopresipitasi): Endapan murni adalah endapan yang bersih, tidak
mengandung, molekul-molekul lain (zat-zat lain biasanya pengotor atau kontaminan).
3. Endapan yang kasar: Yaitu endapan yang butir-butirnya tidak keecil, halus melainkan.
4. Endapan yang bulky: Endapan dengan volume atau berat besar, tetapi berasal dari analit
yang hanya sedikit.
5. Endapan yang spesifik: Pereaksi yang digunakan hanya dapat mengendapkan komponen
yang dianalisa.

Macam-macam endapan :
1. Endapan koloid AgNO3(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(AQ) NaCl akan
mengendapkan reagent: AgCl pembentukan endapan koloid (amorf).
2. Endapan kristal: Endapan tipe ini lebih mudah dikerjakan karen mudah disaring dan
dibersihkan. Endapan yang dibawa oleh pengotor (Co precipitation). Sumber-sumber Co
prepicitation:1) absorbi permukaan, 2) pembentukan campuran kistal, 30 mekanika.
3. Endapan homogen (homogenous precipitatoin): Endapan homogen adalah cara
pembentukan endapan dengan menambahkan bahan pengandap.
Contoh: homogenos prepicitation tidak digunakan etil oksalat (C2H5O)C2O yang tidak
dapat mengion menjadi C2O42- tetapi harus terhidrolisa sbb: (C2H5O)2C2O4 + 2H2O
2C2H5OH + H2C2O4.
Untuk analisa anion kation Al dan Fe dipisahkan dari yang lain. Pemisahan ini
menuntut pengaturan PH yang cermat, dan diusahakan PH antara 6,0 dan 6,5. Kalau PH
kurang, maka Al dan Fe sukar atau tidak mengendap. Kalau PH terlalu tinggi mungkin akan
mengendap, pemisahan ini disebut pemisahan asetat (Harjadi, 1986).
Untuk analisa kation, bila bahan padat dilarutkan lebih dahulu, namun bila suatu
berupa cairan atau larutan langsung digunakan. Pada umumnya semua kombinasi anion-
kation dapat larut dalam air atau HCl tapi ada juga yang tidak larut, oleh karena itu pelarut
yang biasa dipakai adalah air dan HCl encer (Anonim, 2006).
Perbedaan antara larutan dengan dispersi koloidal terutama terletak pada ukuran
partikelnya. Diameter dari ion dan molekul adalah antara 0,5-2,5 A. Partikel dengan ukuran
sekecil ini tidak dapat dilihat pada mikroskop biasa maupun mikroskop elektron. Larutan
merupakan campuran sempurna yang stabil dari partikel-partikel (atom, ion, dan molekul)
(Anwar, 1981).
Reaksi pengendapan telah digunakan secara meluas dalam kimia analisis dalam
titrasi-titrasi, dalam penetapan gravimetri, dan dalam memisahkan suatu sampel menjadi
komponen-komponennya. Analisa kimia adalah penyelidikan kimia yang bertujuan untuk
mencari susunanpersenyawaan atau campuran persenyawaan di dalam suatu sampel. Suatu
senyawa dapat diuraikan menjadi anion dan kation. Analisa anion dan kation bertujuan untuk
menganalisa adanya ion dalam sample (Underwood, 1986).
Analisa Anion dominan menggunakan cara yang lebih mudah dibanding analisa
terhadap kation dan berlangsungnya juga sangat singkat sehingga kita dapat secara cepat
mendapatkan hasil percobaan. Analisa anion - kation dapat juga digunakan dalam berbagai
bidang kehidupan, seperti dalam pemeriksaan darah, urine, dan sebagainya.
Analisa kualitatif atau disebut juga analisa jenis adalah untuk menentukan macam
atau jenis zat atau komponen-komponen bahan yang dianalisa. Dalam melakukan analisa kita
mempergunanakan sifat-sifat zat atau bahan, baik sifat-sifat fisis maupun sifat-sifat kimianya
(Kastowo, 1999).
V. Alat dan Bahan

1. Beaker glass
2. Timbangan
3. Kertas saring
4. Pemanas
5. Pipet tetes
6. Spatula
7. Kaki tiga
8. Erlenmeyer
9. Tabung reaksi

Bahan

1. Aquadest
2. BaCl2
3. HCl
4. H2SO4
5. CH3COOH
6. K2CrO4
VI .PROSEDUR KERJA

A. Penentuan pengendapan teoritis dan persen hasil


1. Timbang beker glass 125 ml dan catat hasil bobotnya
2. Masukkan 1 gram BaCl2 kedalam beker glass, dan ditimbang
3. Tambahkan 25 ml aquadest, aduk hingga homogen , lalu tambahkan 25 ml
K2CrO4 , aduk dan amati endapan yang terbentuk
4. Panaskan hingga pelarutnya menguap ( jauhkan dari api )
5. Disaring , kemudian dicuci dengan endapan aquadest dan CH3COOH
6. Dikeringkan , timbang dan catat bobotnya
7. Hitung hasil teoritis dan persen hasilnya.

B. Uji kelarutan
1. Masukkan endapan kedalam 3 tabung reaksi.
2. Tabung pertama tambahkan aquadest, tabung kedua tambahkan HCl 6 m dan
tabung ketiga tambahkan H2SO4 6 m

VII. HASIL PENGAMATAN

NO PERLAKUAN PENGAMATAN
1. 1 gram BaCl2 masukkan kedalam baker Serbuk BaCl2
glass

2. Tambahkan 2 ml aquadest BaCl2 larut

3. Tambahkan 25 ml K2CrO4 0,1 N Terbentuk endapan Ba2CrO4


warna kuning
4. Diuapkan Pelarut menguap

5. Disaring Endapan Ba2CrO4

6. Dikeringkan Kristal Ba2CrO4

7. Ditimbang 0,72 gram

Endapan Aquadest H2SO4 HCl


BaCrO4 Larut , kuning Larut , warna kuning Larut , warna
Kehijauan orange
VIII. PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan yang kelompok kami lakukan mengenai analisis melalui
pengendapan, Endapan merupakan zat yang memisahkan diri dari larutan, berfase padat,
terbentuk jika larutan lewat jenuh. Kelarutan merupakan sebagai konsentrasi molar dari
larutan jenuhnya. Pembentukan endapan memiliki pengertian bahwa pembentukan endapan
merupakan salah satu teknik untuk memisahkan analit dari zat lain, dan endapan ditentukan
dengan cara ditimbang dan dilakukan perhitungan stiokiometri.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan diantaranya pemanasan, jika
pemanasan yang dilakukan pada larutan kurang, maka hasil yang akan didapan tidak akan
maksimal bahkan percobaan tersebut gagal. Fungsi dari pemanasan tersebut untuk
mempercepat terjadinya reaksi untuk mendapatkan hasil akhir. Analisa dibagi menjadi dua
analisa kualitatatif dan analisa kuantitatif. Analisa yang digunakan pada percobaan kali ini
merupakan analisa kuantitatif karena data yang didapatkan berdasarkan jumlah/perhitungan.
Pada percobaan kali ini ketelitian dan kecermatan serta ketepatan sangat diperlukan
untuk mencapai hasil akhir yang memuaskan. Fungsi penambahan larutan K2CrO4 untuk
membuktikan ada atau tudaknya endapan dari BaCrO4 yang dihasilkan, setelah larutan
K2CrO4 tersebut ditambahkan atau dicampur dengan BaCl2 dan air suling. Fungsi dari
penyaringan untuk mendapatkan endapan BaCrO4 yang sempurna.
Reaksi pengendapan tergolong reaksi pergantian atau dekomposisi rangkap yang
salah satu produk atau kedua produk merupakan bahan yang sukar larut dalam air sehingga
dapat membentuk endapan. Dalam percobaan kali ini juga terjadi filtrasi yang memiliki arti
penyaringan. Pada percobaan kali ini juga adanya endapan, yang berarti adanya suatu zat
yang memisahkan diri dari larutan yang padat terbentuk jika larutan lewat jenuh. Supernatan
merupakan zat memisah dari endapan (cairan atas endapan yang telah dipanaskan).
Hasil teoritis merupakan hasil yang didapat dari perhitungan. Hubungan Ksp dengan
hasil kali konsentrasi memiliki beberapa pengertian diantaranya, jika Ksp sama dengan hasil
kali konsentrasi disebut larutan tepat jenuh, Jika Ksp lebih kecil dari konsentrasi maka
disebut dengan larutan belum jenuh, dan jika Ksp lebih besar dari konsentrasi disebut dengan
larutan kuat jenuh.
Adapun guna kita melakukan percobaan tersebut agar kita dapat memahami Hukum
Stoikiometri dan juga, kita dapat belajar mengembangkan kecermatan kita dalam menimbang
dan menghitung. Oleh sebab itu dalam percobaan kali ini sangat dituntut dalam ketelitian,
apalagi dalam penimbangan dan pada saat pemanasasan. Karena jika terjadi sedikit kesalahan
maka dapat dikatakan percobaan kali ini gagal. Oleh karena itu kita harus sangat teliti serta
dibutuhkan juga kekompakan.
Pada percobaan kali ini ketelitian dan kecermatan serta ketepatan sangat diperlukan
untuk mencapai hasil akhir yang memuaskan. Fungsi penambahan larutan K2CrO4 untuk
membuktikan ada atau tudaknya endapan dari BaCrO4 yang dihasilkan, setelah larutan
K2CrO4 tersebut ditambahkan atau dicampur dengan BaCl2 dan air suling. Fungsi dari
penyaringan untuk mendapatkan endapan BaCrO4 yang sempurna.

IX. KESIMPULAN

1. Analisa kuntitatif dengan metode grafimetri dilakukan dengan direaksikan K2CrO4


dengan BaCl2 menghasilkan endapan BaCrO4 berwarna kuning.
2. % yeiled endapan menghasilkan BaCrO4 .
LAPORAN PRAKTIKUM
PERCOBAAN IX
ADSORBSI LARUTAN

A. Dasar Teori
Adsorbsi adalah suatu peristiwa penyerapan pada permukaan adsorbe. Misalnya zat
padat akan menarik molekul-molekul gas atau zat cair pada permukaannya. Hal ini
disebabkan karena zat padat yang terdiri dari molekul-molekul tarik menarik dengan gaya
Van der Waals. Jika ditinjau satu molekul, maka molekul ini akan dikelilingi molekul lain
yang mempunyai gaya tarik yang seimbang. Untuk molekul, gaya tari dipermukaannya tidak
seimbang karena salah satu arah tidak ada molekul lain yang menarik, akibatnya pada
permukaan itu akan mempunyai gaya tarik kecil. Adsorbsi dipengaruhi oleh macam zat yang
diadsorpsi, konsentrasi adsorben dan zat yang diadsorpsi, luas permukaan, suhu, dan tekanan.
Adsorbsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ;

1. Adsorbsi fisik, yaitu berhubungan dengan gaya Van der Waals dan merupakan suatu
proses bolak – balik apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dan adsorben lebih besar
daya tarik menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya maka zat yang terlarut akan
diadsorbsi pada permukaan adsorben.
2. Adsorbsi kimia, yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut yang
teradsorbsi. Adsorbsi menggunakan istilah adsorbant dan adsorbent, dimana adsorbent adalah
merupakan suatu penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon, sedangkan adsorbant
adalah merupakan suatu media yang diserap. Pada air buangan proses adsorbsi adalah
merupakan gabungan antara adsorbsi secara fisika dan kimia yang sulit dibedakan, namun
tidak akan mempengaruhi analisa pada proses adsorbsi. Absorbsi adalah proses adhesi yang
terjadi pada permukaan suatu zat padat atau cair yang berkontak dengan media lainnya,
sehingga menghasilkan akumulasi atau bertambahnya konsentrasi molekul – molekul.

Adsorbsi dipengaruhi oleh factor-faktor sebagai berikut :


 Luas permukaaan adsorben
 Macam adsorben
 Macam zat yang diadsorbsi
 Tekanan
 Suhu
 Konsentrasi masing-masing
Sifat adsorbsi pada permukaan zat padat adalah sangat selektif artinya pada campuran
zat hanya satu komponen yang diadsorbsi oleh zat padat tertentu.
Untuk adsorben yang permukaannya besar, maka adsorpsinya juga semakin besar.
Makin besar konsentrasi, makin banyak zat yang diadsorpsi. Sifat adsorpsi pada permukaan
zat padat adalah selektif, artinya pada campuran zat hanya satu komponen yang diadsorpsi
oleh zat tersebut.
Pengaruh konsentrasi larutan terhadap adsorpsi dapat dinyatakan sebagai berikut:
X/m = k C1/n
Untuk:
X = berat zat yang diadsorspsi
m = berat adsorben
C = konsentrasi zat yang diadsorpsi
n dan k adalah tetapan,
Jika ditulis dalam bentuk logaritma menjadi :
Log (X/m) = n log C – log k

Untuk menentukan n dan k dengan membuat grafik log (X/m) versus log C. sebagai
garis lurus, slopenya adalah n dan intersepnya adalah log k, sehingga harga k dapat
ditentukan. Menurut persamaan Langmuir (adsorpsi Isoterm Langmuir) dengan notasi sama,
hanya bentuk tetapannya yang berbeda.
Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben
dalam fungsi waktu. Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik
atom atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat padat
atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang
mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair, mempunyai gaya
adsorpsi.
Secara umum analisis kinetika adsorpsi terbagi atas tiga bagian yaitu orde satu, orde
dua dan orde tiga. Peristiwa kinetika adsorpsi dapat dipelajari hubungan konsentrasi spesies
terhadap perubahan waktu. Kinetika adsorpsi karbon aktif terhadap asam asetat dapat
ditentukan dengan mengukur perubahan konsentrasi asam asetat sebagai fungsi waktu dan
menganalisisnya dengan analisis harga k (konstanta kesetimbangan adsorpsi) atau dengan
grafik. Ketiga analisis kinetika adsorpsi tersebut adalah:

Orde satu
ln C = – kt + ln Co
Dari persamaan tersebut, diperoleh grafik hubungan antara ln C dengan t, yang merupakan
garis lurus dengan slope k dan intersep ln Co.

Orde dua
=kt
Dari persamaan diatas diperoleh grafik hubungan antara 1/C dengan t, yang merupakan garis
lurus dengan slope k dan intersep 1/Co.

Orde tiga
= kt
Dari persamaan diatas, maka grafik hubungan antara 1/C2 dengan t, yang merupakan garis
lurus dengan slope 2 k dan intersep 1/Co2 (Tony, 1987).
B. Alat dan Bahan

• Alat

1. Buret 50 mL

2. Labu Erlenmeyer 250 mL

3. Corong gelas

4. Pipet volum 25 mL

5. Gelas ukur 25 mL

6. Labu takar 100 mL

7. Botol semprot

8. Spatula

9. Gelas kimia 50 mL

10. Penangas Listrik

11. Pengaduk magnet

12. Kertas saring (kasar)

• Bahan

1. Larutan NaOH 0,1 N

2. Kristal Asam Oksalat

3. Larutan Asam asetat 1,0 N; 0,8 N; 0,6 N; 0,4 N; 0,2 N

4. Arang (karbon) aktif

5. Aquades

6. Indikator PP
C. Prosedur Kerja
- Penentuan konsentrasi asam asetat dan asam sulfat
setelah adsorbsi
1. Gram arang aktif masukkan kedalam masing-masing erlenmeyer
yang telah berisi asam asetat 0,1N; 0,2N; 0,4N; 0,6N.
2. Didiamkan kurang lebih 2 menit, kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring
3. 10 ml filtrat masukkan ke dalam erlenmeyer dan tambahkan 3 tetes
indikator pp, kemudian titrasi dengan menggunakan NaOH 0,1
4. Catat volume NaOH dan tentukan konsentrasi akhir asam asetat dan
tentukan jumlah zat yang teradsorpsi.
- Penentuan konsentrasi sampel
1. 1 gram arang aktif masukkan ke dalam masing-masing erlenmeyer
yang telah berisi sampel.
2. Didiamkan kurang lebih 2 menit, kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring.
3. 10 ml filtrat masukkan ke dalam erlenmeyer dan tambahkan 3 tetes
indikator pp, kemudian titrasi dengan menggunakan NaOH 0,1N.
4. Catat volume NaOH dan tentukan konsentrasi akhir asam asetat dan
tentukan jumlah zat yang teradsorpsi.

D. Hasil Pengamatan
KonsentrasiAsetat(N) VolumeNaOH(mL)
1,0N± 30,55
0,8N± 26,00
0,6N± 18,00
N0,4± 9,10
N0,2± 5,15
E. Pembahasan

Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan pada permukaan suatu adsorben. Dalam
percobaan ini, adsorben (zat penyerap) yang digunakan adalah karbon aktif, dan adsorbatnya (zat
yang diserap) adalah asam asetat. Adsorpsi oleh karbon aktif ini termasuk contoh adsorpsi fisika
yang terjadi karena adanya gaya Van der Walls. Untuk mengetahui proses adsorpsi yang terjadi
dilakukan metode titrasi agar dapat diketahui seberapa banyak kandungan asam asetat sebelum
dan sesudah adsorpsi. Jika ada pengurangan larutan titran (NaOH) berarti terjadi proses adsorpsi.
Sebelum melakukan percobaan, alat harus dicuci bersih. Hal ini bertujuan untuk menghindari
terkontaminasinya bahan-bahan atau larutan yang digunakan untuk percobaan, terutama
pencucian buret, buret dicuci dengan aquadest kemudian dibilas dengan NaOH
Perlakuan pertama yaitu dengan membedakan konsentrasi larutan asam asetat yaitu 1,0
N; 0,8 N; 0,6 N; 0,4 N; 0,2 N. Setelah dititrasi, hasilnya menunjukkan bahwa semakin
kecilnormalitas asam asetat, semakin sedikit pula larutan NaOH yang dibutuhkan untuk
mencapai kesetimbangan. Untuk titrasi asam asetat setelah diadsorpsi, larutan NaOH yang
dibutuhkan jauh lebih sedikti. hal ini disebabkan oleh adanya penyerapan dari karbon aktif
terhadap asam asetat sehingga kandungan asam asetat dalam larutan berkurang dan naOH yang
dibutuhkan untuk titrasinya juga berkurang.
Pada percobaan ini dipilih karbon aktif/arang aktif sebagai pengadsorpsi karena karbon
aktif memiliki struktur berpori dan luas permukaan yang besar sehingga efektif untuk melakukan
penyerapan. Jika dihubungkan dengan luas permukaan , semakin luas permukaan karbon
aktifnya maka semakin banyak substansi asam asetat yang melekat di permukaan karbon aktif
tersebut. Karbon akttif yang digunakan dalam bentuk serbuk, serbuk memiliki luas permukaan
lebih besar daripada bongkahan atau batangan. Tetapi jika ditinjau dari jenis adsorbat, asam
asetat memiliki polaritas yang rendah sehingga kemampuan adsorbsi molekulnya lebih rendah
dibandingkan dengan larutan yang memiliki polaritas yangtinggi.

F. Kesimpulan

1. Cara mengetahuinya dengan cara ditambahkan arang aktif


dihomogenkan dan disaring untuk mengetahui absorbsi warna pada
minuman.
2. Sebelum diabsorbsi larutan Hcl mempunyai konsentrasi 0,1 N dan 0,05
N dan sesudah diabsorbsi konsentrasinya yang dihasilkan 0,05 N dan 0,
044 N
LAPORAN PRAKTIKUM
PERCOBAAN I
PENGAMATAN SCIENTIFIC

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum : a. Untuk mengenal berbagai pengamatan scientific dari reaksi
kimia.
b. Untuk menentukan stoikiometri reaksi.
2. Waktu Praktikum : Senin, 10 November 2014
3. Tempat Praktikum : Laboratorium Kimia Dasar, Lantai III, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Umum, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI
Definisi Bronsted-Lowry. Asam adalah zat yang menyediakan proton, dan basa
penerima proton. Jadi dalam air, setiap zat yang meninggikan konsentrasi proton
terhidrasi (H3O+) yang disebabkan oleh otodisosiasi air adalah asam, dan setiap zat yang
menurunkan konsentrasi tersebut adalah basa, karena itu ion tersebut bergabung dengan
proton mengurangi konsentrasi H3O+. Namun zat lain seperti sulfida, oksida, atau anion
asam lemah (missal F-, CN-) juga basa (Cotton, 2013: 193).

Untuk mengukur konsentrasi zat pada reaksi asam-basa dilakukan titrasi—suatu


teknik penambahan sejumlah volume yang terukur secara akurat pada konsentrasi yang
tepat suatu larutan ke dalam larutan lain yang akan diukur konsentrasinya. Ketika kedua
zat telah mencapai konsentrasi yang sama, pada titik ekivalen, maka ditandai oleh
perubahan fisik, seperti warna dari larutan. Biasanya perubahan warna tersebut akibat
penambahan beberapa tetes zat indicator asam-basa—yakni senyawa yang menunjukkan
warna dalam bentuk molekul netral yang berbeda dari bentuk ionnya (Purwoko, 2008:
55).

Beberapa pereaksi dan hasil reaksi dapat berada dalam bentuk larutan (solurion)
sesungguhnya ditentukan oleh komponen-komponennya, yaitu pelarut (solvent):
merupakan substansi yang melarutkan zat. Komponen ini menentukan wujud larutan
sebagai gas, padatan, atau sebagai cairan. Zat terlarut (solute): merupakan substansi yang
terlarut dalam solvent. Misalnya bila tertulis: NaCl (aqueous) maka artinya NaCl sebagai
solute dan aqua atau H2O sebagai solvent (Barsasella, 2013: 55).

Beberapa pereaksi dan/atau hasil reaksi dapat berada dalam bentuk larutan.
Seperti telah disimak pada Bab 1, satu komponen yang menentukan keadaan larutan
apakah sebagai padatan, cairan, atau gas disebut pelarut (solvent), dan komponen lainnya
disebut zat terlarut (solute). Lambang NaCl(aq) misalnya, menunjukkan bahwa air sebagai
pelarut dan natrium klorida sebagai zat terlarut. Jumlah zat terlarut yang dapat dilarutkan
dalam suatu pelarut sangat beragam.Itulah sebabnya, perlu mengetahui komposisi atau
konsentrasi yang tepat dari suatu larutan jika harus berhubungan dengan perhitungan
stoikiometri dalam larutan (Sunarya, 2012: 91).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
1. Alat-alat Praktikum
 Bunsen
 Tabung reaksi
 Korek
 Spatula
 Pipet tetes
 Gelas ukur
 Baker glass
 Botol aquadest

2. Bahan-bahan Praktikum
 Larutan AgNO3 0,01M
 Serbuk Cu
 Larutan HCL 0,01M
 Serbuk Mg
 Larutan Hg(NO3)2 0,01M
 Larutan Al(NO3)2 0,01M
 Larutan Kl 0,01M
 Larutan Na3PO4 0,01M

D. PROSEDUR KERJA
1. Kalor panas
- 60 ml etanol masukkan kedalam baker glass
- Tambahkan 40 m aqua dest
- Amati perubahan yang terjadi
2. Busa hitam
- Masukkan sukrosa kedalam baker glass
- Teteskan beberapa asam sulfat
- Amati perubahan yang terjadi

E. HASIL DAN PEMBAHASAN


- Tabel 1 pengamatan scientific
No perlakuan Hasil pengamatan
1. Kalor panas
- 60 ml etanol+50 ml aqua dest - Panas
-Di celupkan sapu tangan - Dingin
-Busa hitam sukrosa + H2SO4 - HITAM

- Tabel 2 reaksi reaksi kimia


No perlakuan Hasil pengamatan
1. Reaksi pengamatan tunggal - Larutan = hijau =>
- 1 ml Ag No3 0,1 N + biru endapan hitam
0,1 gram sebuk Cu
2. 1 ml HCl 0,1 N + 0,1 gram - Larutan = busa =>
serbuk mg keruh. Endapan = abu
– abu
F. PEMBAHASAN

Pengamatan dari reaksi kimia disebut juga perubahan kimia. Reaksi merupakan salah satu
cara untuk mengetahui sifat-sifat kimia dari satu atau berbagai jenis zat. Ada beberapa hal yang
menandai terjadinya reaksi kimia, diantaranya terjadi perubahan warna, bau, suhu, timbulnya
gas, dan endapan.Reaksi kimia ada yang berlangsung cepat, ada pula yang berlangsung lambat.

Pengamatan dari reaksi kimia dapat digambarkan dengan lambang pada suatu persamaan
kimia, dengan rumus reaktan di kiri dan rumus produk di kanan; reaktan dan produk dipisahkan
dengan tanda panah.Persamaan ini harus setara.Persamaan yang setara mencerminkan hubungan
kuantitatif yang benar antara reaktan dan produk. Suatu persamaan disetarakan dengan
menempatkan koefisien stoikiometri di depan rumus untuk menandakan bahwa jumlah total
setiap jenis atom sama di kedua sisi.
G. KESIMPULAN

Pengamatan scientific dari reaksi kimia adalah suatu perubahan dari suatu senyawa atau
molekul menjadi senyawa lain atau molekul lain. Diantaranya yaitu reaksi reaksi pengendapan,
perubahan suhu, perubahan warna, pembentukan gas. Dan yang dapat diperoleh yaitu
mengetahui indikasi-indikasi terjadinya reaksinya kimia atau perubahan kimia atau perubahan
antara zat-zat asal (reaktan) dengan hasil (produk)nya, mengetahui bahwa 1 mol/ml itu dua puluh
tetes kurang lebih dan mengetahui penyebab reaksi yang menghasilkan warna, perubahan suhu
maupun reaksi endapan.
PERCOBAAN X

REAKSI-REAKSI KIMIA

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
4. Tujuan Praktikum : a. Untuk mengenal berbagai reaksi kimia.
b. Untuk menentukan stoikiometri reaksi.
5. Waktu Praktikum : Senin, 10 November 2014
6. Tempat Praktikum : Laboratorium Kimia Dasar, Lantai III, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Umum, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI
Definisi Bronsted-Lowry. Asam adalah zat yang menyediakan proton, dan basa
penerima proton. Jadi dalam air, setiap zat yang meninggikan konsentrasi proton
terhidrasi (H3O+) yang disebabkan oleh otodisosiasi air adalah asam, dan setiap zat yang
menurunkan konsentrasi tersebut adalah basa, karena itu ion tersebut bergabung dengan
proton mengurangi konsentrasi H3O+. Namun zat lain seperti sulfida, oksida, atau anion
asam lemah (missal F-, CN-) juga basa (Cotton, 2013: 193).

Untuk mengukur konsentrasi zat pada reaksi asam-basa dilakukan titrasi—suatu


teknik penambahan sejumlah volume yang terukur secara akurat pada konsentrasi yang
tepat suatu larutan ke dalam larutan lain yang akan diukur konsentrasinya. Ketika kedua
zat telah mencapai konsentrasi yang sama, pada titik ekivalen, maka ditandai oleh
perubahan fisik, seperti warna dari larutan. Biasanya perubahan warna tersebut akibat
penambahan beberapa tetes zat indicator asam-basa—yakni senyawa yang menunjukkan
warna dalam bentuk molekul netral yang berbeda dari bentuk ionnya (Purwoko, 2008:
55).
Beberapa pereaksi dan hasil reaksi dapat berada dalam bentuk larutan (solurion)
sesungguhnya ditentukan oleh komponen-komponennya, yaitu pelarut (solvent):
merupakan substansi yang melarutkan zat. Komponen ini menentukan wujud larutan
sebagai gas, padatan, atau sebagai cairan. Zat terlarut (solute): merupakan substansi yang
terlarut dalam solvent. Misalnya bila tertulis: NaCl (aqueous) maka artinya NaCl sebagai
solute dan aqua atau H2O sebagai solvent (Barsasella, 2013: 55).

Beberapa pereaksi dan/atau hasil reaksi dapat berada dalam bentuk larutan.
Seperti telah disimak pada Bab 1, satu komponen yang menentukan keadaan larutan
apakah sebagai padatan, cairan, atau gas disebut pelarut (solvent), dan komponen lainnya
disebut zat terlarut (solute). Lambang NaCl(aq) misalnya, menunjukkan bahwa air sebagai
pelarut dan natrium klorida sebagai zat terlarut. Jumlah zat terlarut yang dapat dilarutkan
dalam suatu pelarut sangat beragam.Itulah sebabnya, perlu mengetahui komposisi atau
konsentrasi yang tepat dari suatu larutan jika harus berhubungan dengan perhitungan
stoikiometri dalam larutan (Sunarya, 2012: 91).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
- Alat-alat Praktikum
 Bunsen
 Tabung reaksi
 Korek
 Spatula
 Pipet tetes
 Gelas ukur
 Baker glass
 Botol aquadest

- Bahan-bahan Praktikum
 Larutan AgNO3 0,01M
 Serbuk Cu
 Larutan HCL 0,01M
 Serbuk Mg
 Larutan Hg(NO3)2 0,01M
 Larutan Al(NO3)2 0,01M
 Larutan Kl 0,01M
 Larutan Na3PO4 0,01M
D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Reaksi penggantian tunggal
1. Masukkan 1 ml larutan AgNo3 0,01 M dan tambahkan 0,1 gram serbuk Cu,
homogenkan amati dan catat hasilnya.
2. Masukkan 1 ml HCl 0,01 M dan tambahkan 0,1 gram serbuk Mg, kemudian
homogenkan, amati dan catat hasilnya.
2. Reaksi pergantian rangkap
1. Sediakan 3 tabung reaksi.
Tabung reaksi I: masukkan 1 ml larutan AgNo3 0,01 M
Tabung reaksi II: masukkan 1 ml larutan Hg(No3)2 0,01 M
Tabung reaksi III: masukkan 1 ml larutan Al(No3)2 0,01 M
Ke dalam masing-masing tabung tambahkan 1 ml KI 0,1 M, homogenkan amati
dan catat hasilnya.
2. Sediakan 3 tabung reaksi.
Tabung reaksi I: masukkan 1 ml larutan AgNo3 0,01 M
Tabung reaksi II: masukkan 1 ml larutan Hg(No3)2 0,01 M
Tabung reaksi III: masukkan 1 ml larutan Al(No3)2 0,01 M
Ke dalam masing-masing tabung tambahkan 1 ml Na3PO4, homogenkan amati
dan catat hasilnya tabung kedua jangan dihomogenkan.
E. HASIL PENGAMATAN

No PROSEDUR PERCOBAAN HASIL PENGAMATAN


1 Reaksi pergantian tunggal.
 1 ml AgNo3 0,1 N + 0,1 gram serbuk Larutan: Hijau =>Biru
Cu Endapan hitam.
 1 ml HCl 0,01 N + 0,1 gram serbuk Mg Larutan: Basa => Keruh
Endapan abu-abu
2 Reaksi Penggantian Rangkap
 1 ml AgNo3 0,1 N + 1 ml KI 0,1 N Larutan : Hijau keruh
Endapan abu-abu
 1 ml HgNo3 0,01 M + KI 0,1 M Larutan: Kuning terang
 1 ml Al(No3) 0,01 M + KI 0,1 M Larutan: Jingga
Endapan orange
F. PEMBAHASAN
Reaksi kimia disebut juga perubahan kimia. Reaksi merupakan salah satu cara
untuk mengetahui sifat-sifat kimia dari satu atau berbagai jenis zat. Ada beberapa hal
yang menandai terjadinya reaksi kimia, diantaranya terjadi perubahan warna, bau, suhu,
timbulnya gas, dan endapan.Reaksi kimia ada yang berlangsung cepat, ada pula yang
berlangsung lambat.

Reaksi kimia dapat digambarkan dengan lambang pada suatu persamaan kimia,
dengan rumus reaktan di kiri dan rumus produk di kanan; reaktan dan produk dipisahkan
dengan tanda panah.Persamaan ini harus setara.Persamaan yang setara mencerminkan
hubungan kuantitatif yang benar antara reaktan dan produk. Suatu persamaan disetarakan
dengan menempatkan koefisien stoikiometri di depan rumus untuk menandakan bahwa
jumlah total setiap jenis atom sama di kedua sisi.

G. KESIMPULAN
Reaksi kimia adalah suatu perubahan dari suatu senyawa atau molekul menjadi
senyawa lain atau molekul lain. Diantaranya yaitu reaksi reaksi pengendapan,
perubahan suhu, perubahan warna, pembentukan gas. Dan yang dapat diperoleh yaitu
mengetahui indikasi-indikasi terjadinya reaksinya kimia atau perubahan kimia atau
perubahan antara zat-zat asal (reaktan) dengan hasil (produk)nya, mengetahui bahwa
1 mol/ml itu dua puluh tetes kurang lebih dan mengetahui penyebab reaksi yang
menghasilkan warna, perubahan suhu maupun reaksi endapan.
DAFTAR PUSTAKA

Ryanie,Winda. 2011. ADSORBSI PADA


LARUTAN.http://id.scribd.com/doc/55994170/ADSORBSI-
PADA-LARUTAN, diakses pada hari kamis 5 April pukul 12.11.
Safrizal. 2011. Adsorpsi Pada Larutan.http://www.jejaringkimia.web.id/2010/12/adsorpsi-
pada-larutan.html?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&
utm_campaign=Feed%3A+JejaringKimia+%28JEJARING+KIMIA%29, diakses pada
hari kamis
5 April pukul 12.11.
Soekardjo. 1989. Kimia Fisik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

· Agus, Akhril.1939. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.


· Hendayana.1994.Kimia Dasar I. Bandung : Gramedia
· Petrucci, Ralph H.1992. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga
· Petrucci, Ralph.1987. Kimia Dasar. Bogor : Erlangga.
· Sukardjo.2009.Kimia SMA/MA. Jakarta : Bailmu.
· Tim Penyusun Praktikum Kimia Dasar. 2013. Penuntun Praktikum Kimia Dasar .
Jambi : Universitas Jambi.
- Cotton, Albert. 2013. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI-Press.
- Diana, Barsasella. 2013. Buku Wajib Kimia Dasar. Jakarta: Pelita.
- Purwoko, Agus Abhi. 2010. Kimia Dasar II. Mataram: Arga Puji Press.
- Sunarya, Adi. 2012. Kimia Anorganik. Bogor: Bina Aksara.

You might also like