Professional Documents
Culture Documents
Ambar Rusnadi
PO7120414 001
Agama
D-IV Keperawatan
MumtazulFikri,MA.
A. secara bahasa
Dari segi bahasa, Islam berasal dari kata aslama yang berakar dari
kata salama.Kata Islam merupakan bentuk mashdar dari kata aslama.Ditinjau dari segi
bahasanya yang dikaitkan dengan asal katanya, Islam memiliki beberapa pengertian,
diantaranya adalah:
A. ISTILAH
Adapun dari segi istilahIslam adalah ketundukan seorang hamba kepada wahyu
Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya Rasulullah Muhammad SAW
guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum/ aturan Allah SWT yang dapat
membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Jelaskan pengertian dan perbedaan antara agama samawi dan agama ardhi….
Jawaban:
1. Agama Samawi
Agama samawi adalah agama yang diturunkan (wahyu) dari Allah SWT melalui
malaikat Jibril dan disampaikan oleh Nabi/Rasul yang telah dipiliholeh Allah SWT untuk
disebarkan kepada umat manusia.
Ciri-ciri Agama Samawi, yaitu :
1. Agama ini memiliki kitab suci yang otentik (ajarannya bertahan/asli dari Tuhan)
2. Mempunyai nabi/rasul yang bertugas menyampaikan dan menjelaskan lebih
lanjut dari wahyu yang diterima
3. Agama samawi /wahyu dapat dipastikan kelahirannya
4. Ajarannya serba tetap
5. Kebenerannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia,masa, dan
keadaan.
Firman Allah:
ََل ْال ِكتَابَ َٰذَ ِلك ََ ِل ْلمت َّ ِقينََ هدًى ۛ فِي َِه ۛ َري
َ َ ْب
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.
(Q.S Al Baqarah: 2)
1. Kitab Al Qur’an yaitu kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Kitab taurat, yaitu kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa.
3. Kitab Injil, yaitu kitab yang diturunkan kepada Nabi Isa.
4. Kitab zabur, yaitu kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Daud as.
5. Shuhuf Ibrahim dan Musa, yaitu lembaran yang tertulis di dalamnya wahyu dari Allah
yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Musa. Allah berfirman di dalam surat Al A’la:
ف لَ ِفي َٰ َهذَا
َِ صح ُّ ن ال ََّ ِ ْاْلولَََٰىإ
‘’Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,’’
َِ ِيم صح
ف ََ ى إِب َْراه
ََٰ س َ َومو
(yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (Q.S Al A’la: 18-19)
2. Agama Ardhi
Agama ardhi adalah agama yang berkembang berdasarkan budaya, daerah,
pemikiran seseorang yang kemudian diterima secara global. Serta tidak memiliki kitab suci
dan bukan berlandaskan wahyu.
Ciri-ciri Agama Ardhi ,yaitu :
1. Agama diciptakan oleh tokoh agama
2. Tidak memiliki kitab suci
3. Tidak memiliki nabi sebagai penjelas agama ardhi
4. Berasal dari daerah dan kepercayaan masyarakat
5. Ajarannya dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan akal pikiran
penganutnya
6. Konsep ketuhanannya yaitu Panthaisme, dinamisme dan animisme
3. sebutkan dan jelaskan kandungan ayat pertama dan terakhir di turunkan dari al-
qur’an….
jawaban:
”Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dengan segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah. Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya.” (al-‘Alaq : 1-5)
Dasar pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dan
lainnya dari Aisyah yang mengatakan :
“Wahyu yang pertama kali dialami oleh Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam adalah mimpi
yang benar di waktu tidur. Beliau melihat dalam mimpi itu datangnya bagaikan terangnya
pagi hari. Kemudian beliau suka menyendiri. Beliau pergi ke gua Hira untuk beribadah
beberapa malam. Untuk itu beliau membawa bekal. Kemudian beliau pulang kembali ke
Khadijah radiyallahu 'anha, maka Khadijahpun membekali beliau seperti bekal terdahulu.
Lalu di gua Hira datanglah kepada beliau satu kebenaran, yaitu seorang malaikat, yang
berkata kepada Nabi : “Bacalah!” Rasulullah menceritakan : “maka akupun menjawab : Aku
tidak bisa membaca”. Malaikat tersebut lalu memelukku sehingga aku merasa amat payah.
Lalu aku dilepaskan, dan dia berkata lagi : “Bacalah!” maka akupun menjawab : “Aku tidak
bisa membaca”. Lalu dia merangkulku yang kedua kali sampai aku kepayahan. Kemudian dia
lepaskan lagi dan berkata : “Bacalah!” Aku menjawab : “Aku tidak bisa membaca”. Maka dia
merangkulku yang ketiga kalinya sehingga aku kepayahan, kemudian dia berkata :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan.. sampai dengan …apa yang
tidak diketahuinya”.
َضيتَ ِن ْع َم ِتي َعلَيْك َْم َوأَتْ َم ْمتَ دِينَك َْم لَك َْم أَ ْك َم ْلتَ ْال َي ْو َم
ِ دِينًا اْ ِإل ْسالَ ََم لَكمَ َو َر
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu” (al-Maidah : 3)
Ayat ini diturunkan di Arafah pada haji Wada’. Secara teks, menunjukkan
penyempurnaan kewajiban dan hukum. Juga telah diisyaratkan di atas, riwayat mengenai
turunnya ayat riba, ayat hutang-piutang, ayat kalalah dan yang lain itu setelah ayat ketiga
dari surat al-Maidah. Oleh karena itu para ulama menyatakan kesempurnaan agama ini di
dalam ayat ini. Allah telah mencukupkan nikmatNya kepada mereka dengan menempatkan
mereka di negeri suci dan membersihkan orang-orang musyrik daripadanya serta
menghajikan mereka di rumah suci tanpa disertai oleh seorang musyrikpun, padahal
sebelumnya orang-orang musyrik juga haji dengan mereka. Yang demikian termasuk
nikmat yang sempurna, “Dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku”.
Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqilani dalam al-Intishar ketika mengomentari berbagai
riwayat yang berkaitan dengan masalah ayat terakhir kali diturunkan, mengatakan bahwa
pendapat-pendapat ini sama sekali tidak disandarkan kepada Nabi Sallallahu 'Alahi
Wasallam.Boleh jadi pendapat itu diucapkan karena ijtihad atau dugaan saja. Mungkin
masing-masing memberitahukan mengenai apa yang terakhir kali yang didengarnya dari
Nabi pada saat beliau telah wafat atau tak seberapa lama sebelum beliau sakit. Sedangkan
yang lain mungkin tidak secara langsung mendengar dari Nabi. Mungkin juga ayat itu yang
dibaca terakhir kali oleh Rasulullah bersama-sama dengan ayat-ayat yang turun di waktu
itu, kemudian disuruh untuk dituliskan. Lalu diduga ayat itulah yang terakhir diturunkan
menurut tertib urutannya.
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah Azza wa Jalla menurut kesanggupanmu" [at-
Taghâbun/ 64:16]. Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Imran Bin
Husain Radhiyallahu 'anhu:
"Pernah penyakit wasir menimpaku, lalu aku bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam tentang cara shalatnya. Maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu, maka duduklah dan bila tidak mampu juga
maka berbaringlah" [HR al-Bukhari no. 1117]
2. Apabila melakukan shalat pada waktunya terasa berat baginya, maka diperbolehkan
menjamâ’ (menggabung) shalat , shalat Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan ‘Isya` baik dengan
jamâ’ taqdîm atau ta’khîr , dengan cara memilih yang termudah baginya. Sedangkan shalat
Shubuh maka tidak boleh dijama’ karena waktunya terpisah dari shalat sebelum dan
sesudahnya. Di antara dasar kebolehan ini adalah hadits Ibnu Abas Radhiyallahu 'anhuma
yang berbunyi :
ََّ صلَّى
َّللاِ َرسولَ َج َم َع َ ّللا ََّ سلَّ ََم َعلَ ْي َِهَ ظ ْه َِر َبيْنََ َو ْ ب َو ْال َع
ُّ ص َِر ال َِ َاء َو ْال َم ْغ ِر
َِ ْر فِي ِب ْال َمدِينَ َِة َو ْال ِعش
َِ ل خ َْوفَ َغي ََ )ك َريْبَ أَب ْوَ( قَا
َ ل َم
َ َ طرَ َو
ْ
َْن قلت َِ ل ِل ََم َعبَّاسَ ِلب َ
ََ َل ذ ِلكََ فَع ََ ي قَا ََ ج
َْ ل َك ََ أ َّمت َهَ يحْ ِر
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjama’ antara Zhuhur dan Ashar, Maghrib
dan Isya’ di kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib rahimahullah berkata:
Aku bertanya kepada Ibnu Abas Radhiyallahu 'anhu : Mengapa beliau berbuat demikian?
Beliau Radhiyallahu 'anhu menjawab: Agar tidak menyusahkan umatnya." [HR Muslim no.
705]
Dalam hadits di atas jelas Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membolehkan kita
menjamâ’ shalat karena adanya rasa berat yang menyusahkan (Masyaqqah) dan sakit
adalah Masyaqqah. Ini juga dikuatkan dengan menganalogikan orang sakit dengan orang
yang terkena istihâdhoh yang diperintahkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk
mengakhirkan shalat Zhuhur dan mempercepat Ashar dan mengakhirkan Maghrib serta
mempecepat Isya’.
3. Orang yang sakit tidak boleh meninggalkan shalat wajib dalam segala kondisi apapun
selama akalnya masih baik.
4. Orang sakit yang berat shalat jama`ah di masjid atau ia khawatir akan menambah dan
atau memperlambat kesembuhannya jika shalat dimasjid, maka dibolehkan tidak shalat
berjama’ah[5] . Imam Ibnu al-Mundzir rahimahullah menyatakan: Tidak ada perbedaan
pendapat di antara ulama bahwa orang sakit dibolehkan tidak shalat berjama’ah karena
sakitnya. Hal itu karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika sakit tidak hadir di Masjid
dan berkata:
"Perintahkan Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu agar mengimami shalat" [Muttafaqun ‘Alaihi]
Sebagaimana kita ketahui, selain air seni (air kencing), ada tiga jenis cairan yang
juga keluar dari kemaluan anak adam, yaitu Wadi, Mazi dan Mani, berikut penjelasannya :
1. Wadi
adalah cairan kental berwarna putih yang keluar akibat efek dari air kencing
atau karena bekerja berat. Hukumnya najis sebagaimana ditetapkan oleh para
ulama. Cara membersihkan wadi adalah dengan mencuci kemaluan, kemudian
berwudhu jika hendak sholat. Apabila wadi terkena badan, maka cara
membersihkannya adalah dengan dicuci.
2. Madzi
Madzi adalah cairan bening yang keluar akibat percumbuan atau hayalan,
keluar dari kemaluan laki-laki biasa atau ia akan keluar pada permulaan
bergejolaknya syahwat. Istilah madzi untuk laki-laki, namun jika keluar dari
perempuan dinamakan Qudza. Madzi biasa keluar sesaat sebelum mani keluar. Dan
keluarnya tidak deras atau tidak memancar.
Madzi berbeda dengan mani, yaitu bahwa keluarnya mani diiringi dengan
lazzah atau kenikmatan (ejakulasi) sedangkan madzi tidak. Sebagaimana wadi,
hukum air madzi adalah najis. Apabila air madzi terkena pada tubuh, maka wajib
mencuci tubuh yang terkena air madzi, adapun apabila air ini terkena pakaian, maka
cukup dengan memercikkan air ke bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut,
sebagaimana sabda Rasulullah terhadap seseorang yang pakaiannya terkena madzi,
“cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, kemudian engkau percikkan
bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu
Majah dengan sanad hasan)
3. Mani
Mani adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan,
biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan
syahwat. Mani dapat keluar dalam keadaan sadar (seperti karena berhubungan
suami-istri) ataupun dalam keadaan tidur (biasa dikenal dengan sebutan “mimpi
basah”). Keluarnya mani menyebabkan seseorang harus mandi besar / mandi junub.
Air mani yang keluar dari kemaluan seseorang sesungguhnya bukan benda najis. Air
mani adalah satu pengecualian dari ketentuan bahwa segala benda yang keluar
lewat kemaluan hukumnya najis. Baik berbentuk padat, cair atau gas. Air kencing,
mazi, wadi, darah, nanah, batu dan apapun yang keluar lewat kemaluan ditetapkan
para ulama sebagai benda najis. Kecuali air mani, hukumnya bukan najis. Dalilnya
cukup banyak, di antaranya adalah hadits berikut ini: Dari Aisyah ra berkata, "Aku
mengerok mani dari pakaian Rasulullah SAW dan beliau memakainya untuk shalat.”
(HR Muslim).
Dengan hadits ini, para ulama umumnya mengatakan bahwa air mani itu
tidak najis. Tindakan Aisyah isteri beliau mengerok sisa mani yang sudah mengering
di pakaian beliau menunjukkan bahwa air mani tidak najis. Sebab kalau najis, maka
seharusnya Aisyah ra mencucinya dengan air hingga hilang warna, aroma atau
rasanya. Tindakan Aisyah menurut sebagian ulama dilatar-belakangi rasa malu
beliau melihat Rasulullah SAW, suaminya, shalat dengan pakaian yang belepotan
sisa mani.
4. Air seni
Air seni adalah air kencing. Hukumnya najis sehingga tidak perlu dijelaskan,
berdasarkan Al-Qur`an, Sunnah, dan ijma’.
A. Haid
Haid yaitu darah yang keluar dari kemaluan perempuan pada masa sedang sihat
a’fiat ialah kerana menurut tabiat perempuan. Sekurang-kurangnya umur bagi perempuan
yang boleh keluar darah haid itu dari sembilan tahun ke atas. Warna darah haid itu merah
tua, rasanya hangat apabila ia keluar.
Tempohnya lama masa keluar darah haid itu sekurang-kurangnya sehari semalam dan
selanjut-lanjut masanya selama lima belas hari siang dan malam, kebanyakannya ia itu
masa yang biasa keluar selama enam atau tujuh hari.
Suci diantaranya Sekurang-kurangnya suci diantara satu haid ke satu haid itu lima belas
hari, biasanya dua puluh empat hari. Ada juga perempuan tiada keluar haid dari kecil
hingga besar atau haid telah putus daripadanya maka masa suci baginya itu tidak
terhingga.
B. Nifas
Nifas yaitu darah perempuan yang keluar pada masa melahirkan anak atau darah
yang keluar setelah lahir anak itu.
Tempohnya sekurang-kurang masa keluar darah nifas itu sekelip mata iaitu sedikit sangat
dan biasanya empat puluh hari dan selanjut-lanjut masanya enam puluh hari.
D. Istihadhah
Istihadhah yaitu darah perempuan yang keluar bukan masa haid dan nifas. Seperti
darah haid yang keluar lebih daripada lima belas hari lima belas malam atau darah yang
keluar dahulu dari melahirkan anak dan yang keluar di atas enam puluh hari dan ini harus
di namakan darah penyakit.
C. Wiladah
Secara Istilah profetik merupakan derivasi dari kata prophet. Dalam kamus Besar
Bahasa Indonesia, profetik artinya bersifat kenabian (2006: 789). Istilah profetik ini
pertama kali dipopulerkan oleh Kuntowijoyo. Dengan sangat jujur, Kuntowijoyo (2006: 87)
menyatakan bahwa ide tentang istilah tersebut terilhami oleh Muhammad Iqbal.
Menurutnya, setelah nabi Muhammad saw. mi’raj, beliau tetap kembali ke bumi menemui
masyarakat dan memberdayakannya. Nabi saw. tidak hanya menikmati kebahagiannya
berjumpa dengan Allah Swt. dan melupakan masyarakatnya.
Dengan demikian, pengertian kepemimpinan profetik di sini adalah kemampuan
seseorang untuk memengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan, dengan pola yang
dilaksanakan nabi (prophet). Kekuatan kepemimpinan profetik ini, menurut Sanerya
Hendrawan (2009: 158), terletak pada kondisi spiritualitas pemimpin. Artinya, seorang
pemimpin profetik adalah seorang yang telah selesai memimpin dirinya. Sehingga, upaya
memengaruhi orang lain, meminjam istilah Hsu, merupakan proses leading by example
atau memimpin dengan keteladanan (Sus Budiharto dan Fathul Himam, 2005: 142).
Inspirasi teologis dari kepemimpinan profetik, menurut Kuntowijoyo (2006: 87), adalah
derivasi dari misi historis Islam yang termaktub dalam Firman Allah,
َْر ك ْنت ْم
ََ ت أ َّمةَ َخي َ ِ َّوف ت َأْمرونََ ِللن
َْ اس أ ْخ ِر َج َِ ن َوتَ ْن َه ْونََ ِبا ْل َم ْعر َِ اّللِ َوتؤْ ِمنونََ ْالم ْنك
َِ َر َع ََّ ۛ ِب
Engkau adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.(Ali Imran [3]: 110).
Ayat tersebut menurut Kuntowijoyo (2006: 87) memuat tiga nilai. Ketiganya adalah
humanisasi, liberasi, dan transendensi. Humanisasi sebagai padanan ta’muruuna bi al-
ma’ruf, liberasi padanan tanhawna ‘an al-munkar, dan transendensi padanan tu’minuuna
billah.
Hakikat manusia dalam islam Hakikat manusia menurut Allah adalah makhluk yang
dimuliakan, dibebani tugas, bebas memilih dan bertanggung jawab.
Manusia diberi kebebasan memilih untuk beriman atau kafir pada Allah. [QS Al kahfi
:29]
E. Majziy (yang mendapat balasan)
SUMBER: