You are on page 1of 5

AYI ABDUL BASITH (12100117058)

REVA ANGGARINA J (12100117093)


MUHAMMAD RIZAL AULIA (12100117168)
KELOMPOK 10
H. DEDE SETIAPRIAGUNG, DR.,SPRAD.,MH.KES

I. Anatomi Testis

Kedua testis terletak dalam scrotum dan menghasilkan sperma dan hormon, terutama

testosterone. Permukaan masing-masing testis tertutup oleh cisceral layer dari tunica

vaginalis dan tunica albuginea yang lebih keras kecuali pada tempat perlekatan epididimis

dan spermatic cord. Terdapat cairan dalam rongga tunica vaginalis yang memisahkan visceral

layer dan parietal layer yang memungkinkan testis bergerak secara bebas dalam scrotum.

Terdapat sistem ductus pada testis dimulai dari tubulus seminiferous yang terdapat sperma

germ cell, kemudian rete testis, ke efferent duct, dan ke epididymis untuk tempat pematangan

sperma.

Vaskularisasi testis didapat dari testicular artery yang berasal dari abdominal aorta

yang melewati inguinal canal. Vena-vena meninggalkan testis dan berhubungan dengan

pampiniform plexus yang terdrainase ke vena testicular dalam inguinal canal. Drainase limfe
dari testis disalurkan ke lumbar lymph node dan pre aorta lymph node. Saraf autonom testis

berasal dari plexus testicularis sekeliling arteria testicularis. Saraf ini mengandung serabut

parasimpatis dari nervus vagus dan serabut simpatis dari segmen medulla spinalis.

II. Anatomi Spermatic Cord

Spermatic cord menggantung testis dalam scrotum dan berisi struktur-struktur yang
melintas ke dan dari testis. Spermatic cord diliputi oleh fascia pembungkus yang berasal dari
dinding abdomen.

Pembungkus spermatic cord dibentuk oleh tiga lapis fascia dari dinding abdomen ventral
sewaktu masa fetal :

1. Fascia spermatic internal dari fascia transversal.


2. Fascia cremaster dari fascia penutup internal oblique abdominis muscle.
3. Fascia spermatic external dari aponeurosis external oblique abdominis muscle.

Komponen spermatic cord ialah :

1. Vas deferens, saluran otot dengan panjang sekitar 45 cm yang menyalurkan sperma dari
epididymis ke urethra.
2. Testicle artery yang berasal dari permukaan lateral aorta, dan memasok darah kepada
testis dan epididimis.
3. Arteri untuk vas deferens dari inferior vesicle artery.
4. Cremaster artery dari inferior epigastric artery.
5. Plexus pampiniformis, pembuluh balik yang membentuk anastomosis.
6. Serabut saraf simpatis pada arteri, dan serabut simpatis dan parasimpatis pada vas
deferens.
7. Genitofemoralis nerve yang mempersarafi cremaster muscle.
8. Pembuluh limfe untuk menyalurkan limfe dari testis dan struktur berdekatan ke lumbar
lymph node dan pre aorta lymph node.

TORSIO TESTIS
DEFINISI
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana
funikulus spermatikus terpeluntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididymis.

EPIDEMIOLOGI
Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi
pada laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 4000 orang dibawah usia 25
tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Trauma dapat
menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien. Aliran darah dapat terhenti, dan terbentuk
edema, kedua keadaan tersebut menyebabkan iskemia testis.

ETIOLOGI
Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami
torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan
yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat
berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau
trauma yang mengenai skrotum. Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi
peningkatan volume testis (sering dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang
terletak horizontal, riwayat kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord
intrascrotal yang panjang.

PATOFISIOLOGI
Terdapat dua jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan
ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh
karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Kegagalan fiksasi
yang tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk ‘bell-clapper’ deformitas, dan
keadaan ini menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio.
Torsio ini lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.
Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical
sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap
dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini
sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.
Setelah funiculus spermatikus terpelintir menyebabkan alliran darah terhenti sehingga
terjadi iskemik testis dan nekrosis. Karena testis nekrosis menyebabkan nyeri menjalar ke
abdomen, edema testis, mual dan muntah, demam.
RADIO PATOLOGI
Color Doppler Ultrasonography. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada
arteri testikularis. Merupakan Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan
sensitivitas 82-90% dan spesifitas 100%. Pemeriksaan ini menyediakan informasi mengenai
jaringan di sekitar testis yang echotexture. Ultrasonografi dapat menemukan abnormalitas
yang terjadi pada skrotum seperti hematom, torsio appendiks dan hidrokel. Pada torsio testis,
akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam dan adanya perubahan yang semakin
heterogen menandakan proses nekrosis sudah mulai terjadi.

KOMPLIKASI
Torsio testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawat daruratan
dalam bidang urologi. Nekrosis tubular pada testis yang terlibat jelas terlihat setelah 2 jam
dari torsi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset gejala yang timbul dan waktu
pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan angka pertolongan terhadap testis hingga
55-85%. Putusnya suplai darah ke testis dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan
atrofi testis. Atrofi testikular dapat terjadi dalam waktu 8 jam setelah onset iskemia. Insiden
terjadinya atrofi testis meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Komplikasi klinis
dari TT adalah kesuburan yang menurun dan hilangnya testikular apabila torsi tersebut tidak
diperbaiki dengan cukup cepat. Tingkat yang lebih ekstrim dari torsi testis mempengaruhi
tingkat iskemia testikular dan kemungkinan penyelamatan. Komplikasi lain yang sering
timbul dari torsio testis meliputi yaitu hilangnya testis, infeksi, infertilitas sekunder,
deformitas kosmetik.

PROGNOSIS
Penatalaksanaan torsio testis menjadi tindakan darurat yang harus segera dilakukan
karena angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun seiring dengan
bertambahnya lama waktu terjadinya torsio. Bila dilakukan penanganan sebelum 6 jam
hasilnya baik, 8 jam memungkinkan pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam dilakukan
orkidektomi. Viabilitas testis sangat berkurang bila dioperasi setelah 6 jam. Adapun penyebab
tersering hilangnya testis setelah mengalami torsio adalah keterlambatan dalam mencari
pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal (29%), dan keterlambatan terapi (13%).

You might also like