Professional Documents
Culture Documents
Saat bumi berguncang dan saat itu bumi mengeluarkan apa yang dikandungnya. Itulah di
antara kejadian pada hari kiamat yang akan kita telaah pada tafsir surat Al Zalzalah kali ini.
Dalam surat ini, Allah mengabarkan apa yang terjadi pada hari kiamat di mana saat itu bumi
bergoncang begitu dahsyatnya dan meruntuhkan segala yang ada di atasnya. Juga akan
diterangkan bagaimanakah setiap amalan baik dan jelek akan menuai balasannya.
Bumi Bergoncang
ع ِظي ٌم
َ ش ْي ٌء
َ ع ِة َّ اس اتَّقُوا َربَّ ُك ْم ِإ َّن زَ ْلزَ لَةَ ال
َ سا ُ َّيَا أَيُّ َها الن
“Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu
adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).” (QS. Al Hajj: 1).
Bumi Berbicara …
Syaikh As Sa’di rahimahullah menerangkan, “Bumi menjadi saksi bagi setiap orang yang
telah beramal dahulu di atasnya. Bumi dahulu telah menjadi saksi amalan setiap hamba. Dan
Allah memerintahkan untuk memberitahukan amalan-amalan manusia, perintah ini harus
dijalankan (jangan didurhakai).” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 932).
Ibnul Qayyim berkata, “Orang yang senantiasa berdzikir di jalan, di rumah, di lahan yang
hijau, ketika safar, atau di berbagai tempat, itu akan membuatnya mendapatkan banyak saksi
di hari kiamat. Karena tempat-tempat tadi, semisal gunung dan tanah, akan menjadi saksi
baginya di hari kiamat. Kita dapat melihat hal ini pada firman Allah Ta’ala,
ان َما لَ َها
ُ سَ ) َوقَا َل ا ْ ِْل ْن2( ض أَثْقَالَ َها ِ ) َوأ َ ْخ َر َج1( ض ِز ْلزَ الَ َها
ُ ت ْاْل َ ْر ِ َِإذَا ُز ْل ِزل
ُ ت ْاْل َ ْر
5( ) بِأ َ َّن َرب ََّك أ َ ْو َحى لَ َها4( ارهَاَ َِث أ َ ْخب
ُ ) يَ ْو َمئِ ٍذ ت ُ َحد3(
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah
mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa
bumi (menjadi begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya
Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.” (QS. Az Zalzalah: 1-5)”.
Lihat Al Wabilush Shoyyib, hal. 197.
Manusia Keluar …
)8( ُ) َو َم ْن يَ ْع َم ْل مِ ثْقَا َل ذَ َّرةٍ ش ًَّرا يَ َره7( ُفَ َم ْن يَ ْع َم ْل مِ ثْقَا َل ذَ َّرةٍ َخي ًْرا يَ َره
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”
Ini adalah balasan bagi yang berbuat baik dan jelek. Walau yang dilakukan adalah sebesar dzarrah (ukuran yang
kecil atau sepele), maka itu akan dibalas. Tentu lebih pantas lagi jika ada yang beramal lebih dari itu dan akan
dibalas. Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan
yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh.” (QS. Ali
Imran: 30).
“Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis).” (QS. Al Kahfi: 49).
Kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah, “Ayat ini memotivasi untuk beramal baik walau
sedikit. Begitu pula menunjukkan ancaman bagi yang beramal jelek walau itu kecil.” (Taisir Al Karimir
Rahman, hal. 932).
Hanya Allah yang memberi taufik untuk mengingat hari akhir dan memberi petunjuk beramal sholeh.
KANDUNGAN SURAT AN-NAHL AYAT 97
Ayat 97-102: Dorongan untuk beramal saleh, keutamaan membaca Al Qur’an dan
mentadabburi maknanya, waspada terhadap was-was setan dan penjelasan hikmah
dari diturunkannya Al Qur’an.
ً صا ِل ًحا ِم ْن ذَ َك ٍر أ َ ْو أ ُ ْنثَى َو ُه َو ُمؤْ ِم ٌن فَلَنُ ْح ِييَنَّهُ َحيَاة َ ع ِم َل َ َم ْن
) فَإِذَا٩٧( َس ِن َما َكانُوا يَ ْع َملُون َ ط ِيبَةً َولَن َْج ِزيَنَّ ُه ْم أَ ْج َر ُه ْم ِبأ َ ْحَ
َ ) ِإنَّهُ لَي٩٨( الر ِج ِيم
ْس َّ ان ِ طَ ش ْيَّ اَّللِ ِمنَ ال َّ ت ْالقُ ْرآنَ فَا ْستَ ِع ْذ ِب َ ْقَ َرأ
َعلَى الَّذِينَ آ َمنُوا َو َعلَى َر ِب ِه ْم يَتَ َو َّكلُون َ ان ٌ ط َ س ْل
ُ ُ(لَه٩٩) ِإنَّ َما
)١٠٠( َعلَى الَّذِينَ يَت َ َولَّ ْونَهُ َوالَّذِينَ ُه ْم ِب ِه ُم ْش ِر ُكون َ ُطانُه َ س ْل ُ
ت ُم ْفتَ ٍر َّ َو ِإذَا بَدَّ ْلنَا آيَةً َم َكانَ آيَ ٍة َو
َ َّللاُ أ َ ْعلَ ُم ِب َما يُن َِز ُل قَالُوا ِإنَّ َما أَ ْن
) قُ ْل ن ََّزلَهُ ُرو ُح ْالقُد ُِس ِم ْن َر ِب َك١٠١( َبَ ْل أَ ْكث َ ُر ُه ْم َل يَ ْعلَ ُمون
١٠٢( َت الَّذِينَ آ َمنُوا َو ُهدًى َوبُ ْش َرى ِل ْل ُم ْس ِل ِمين ِ ِب ْال َح
َ ق ِليُثَ ِب
Terjemah Surat An Nahl Ayat 97-102
97. Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[1] dan akan Kami
beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan[2].
99. Sungguh, setan itu tidak akan berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakkal
kepada Tuhannya[5].
100. Pengaruhnya hanyalah terhadap orang yang menjadikannya pemimpin[6] dan terhadap
orang yang mempersekutukannya dengan Allah.
101. [7]Dan apabila Kami mengganti suatu ayat dengan ayat yang lain[8], padahal Allah
lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata, “Sesungguhnya engkau
(Muhammad) hanya mengada-ada saja.” Sebenarnya kebanyakan mereka tidak
mengetahui[9].
102. Katakanlah, “Rohulkudus (Jibril)[10] menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan
benar[11], untuk meneguhkan (hati) orang yang telah beriman[12], dan menjadi petunjuk[13]
serta kabar gembira[14] bagi orang yang berserah diri (kepada Allah).”
Ayat 103-109: Bantahan terhadap kaum musyrik dalam kedustaan mereka terhadap
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan penjelasan keadaan kaum mukmin yang
jujur serta hukuman orang-orang yang murtad.
ان الَّذِي يُ ْل ِحدُونَ ِإلَ ْي ِه ُ س َ َولَقَ ْد نَ ْعلَ ُم أَنَّ ُه ْم يَقُولُونَ ِإنَّ َما يُعَ ِل ُمهُ بَش ٌَر ِل
َ) ِإ َّن الَّذِينَ َل يُؤْ ِمنُون١٠٣( ين ٌ ي ُم ِبٌّ ع َر ِب َ ان ٌ سَ ي َو َهذَا ِل ٌّ أ َ ْع َج ِم
) ِإنَّ َما يَ ْفتَ ِري١٠٤( اب أ َ ِلي ٌم ٌ َعذ َ َّللاُ َولَ ُه ْم
َّ َّللاِ َل يَ ْهدِي ِه ُم
َّ ت ِ ِبآيَا
ََّللاِ َوأُولَئِ َك ُه ُم ْال َكا ِذبُون َّ ت ِ ِب الَّذِينَ َل يُؤْ ِمنُونَ ِبآيَا َ ْال َكذ
ط َم ِئ ٌّن ْ اَّللِ ِم ْن بَ ْع ِد ِإي َما ِن ِه ِإَل َم ْن أ ُ ْك ِرهَ َوقَ ْلبُهُ ُمَّ ِ) َم ْن َكفَ َر ب١٠٥(
َّ َب ِمن
َِّللا ٌ ض َ غ َ ان َولَ ِك ْن َم ْن ش ََر َح ِب ْال ُك ْف ِر
َ ص ْد ًرا فَعَلَ ْي ِه ْم ِ ِباْلي َم
) ذَ ِل َك ِبأَنَّ ُه ُم ا ْستَ َحبُّوا ْال َح َياةَ الدُّ ْنيَا١٠٦( اب َع ِظي ٌم ٌ َعذ َ َولَ ُه ْم
١٠٧( ََّللاَ َل يَ ْهدِي ْالقَ ْو َم ْال َكافِ ِرين َّ اآلخ َر ِة َوأَ َّن
ِ علَى َ ) أُولَئِ َك
ار ِه ْم َوأُولَئِ َك ُه ُم ِ ص َ س ْم ِع ِه ْم َوأَ ْب َ علَى قُلُو ِب ِه ْم َو َّ طبَ َع
َ َُّللا َ َالَّذِين
َاآلخ َرةِ ُه ُم ْالخَا ِس ُرون ِ ) َل َج َر َم أَنَّ ُه ْم فِي١٠٨( َْالغَافِلُون
١٠٩(
Terjemah Surat An Nahl Ayat 103-109
104. Sesungguhnya orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah (Al Quran)[18], Allah
tidak akan memberi petunjuk kepada mereka[19] dan mereka akan mendapat azab yang
pedih.
105. Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman
kepada ayat-ayat Allah[20], dan mereka itulah pembohong[21].
106. Barang siapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah)
[22], kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak
berdosa)[23], tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran[24], maka kemurkaan
Allah menimpanya[25] dan mereka akan mendapat azab yang besar.
107. Yang demikian itu[26] disebabkan karena mereka lebih mencintai kehidupan di dunia
daripada akhirat[27], dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.
108. Mereka itulah orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci oleh
Allah[28]. Mereka itulah orang yang lalai.
Ayat 110: Gambaran gangguan yang dilakukan orang-orang kafir kepada kaum
muslimin generasi pertama dan kesabaran mereka di atas keimanan.
َ ث ُ َّم ِإ َّن َرب ََّك ِللَّذِينَ َها َج ُروا ِم ْن بَ ْع ِد َما فُتِنُوا ث ُ َّم َجا َهدُوا َو
صبَ ُروا
١١٠( ور َر ِحي ٌم ٌ ُِإ َّن َرب ََّك ِم ْن بَ ْع ِد َها لَغَف
Terjemah Surat An Nahl Ayat 110
110. [30]Kemudian Tuhanmu (pelindung) bagi orang yang berhijrah setelah menderita
cobaan, kemudian mereka berjihad dan bersabar[31], sungguh, Tuhanmu setelah itu benar-
benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[32].
[1] Yakni dengan kebahagiaan di dunia, ketenteraman hatinya, ketenangan jiwanya, sikap
qana’ah (menerima apa adanya) atau mendapatkan rezeki yang halal dari arah yang tidak
diduga-duga, dsb. Inilah yang diharapkan oleh orang-orang yang sekarang putus asa di dunia.
Ketika mereka tidak memperoleh ketenangan atau kebahagiaan batin meskipun mereka
memperoleh dunia, namun akhirnya mereka nekat bunuh diri seperti yang kita saksikan.
Berdasarkan ayat ini, cara untuk memperoleh kebahagiaan atau ketenangan batin adalah
dengan beriman (tentunya dengan memeluk Islam) dan beramal saleh atau mengerjakan
ajaran-ajaran Islam. Bahkan, tidak hanya memperoleh kebahagiaan di dunia, di akhirat pun,
Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan memberikan balasan yang lebih baik dari apa yang
mereka kerjakan, dengan memberikan surga yang penuh kenikmatan, yang belum pernah
dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan belum pernah terlintas di hati manusia.
Allahumma aatinaa fid dunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaaban naar.
[2] Ayat ini menunjukkan, bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala
yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman.
[3] Yang di dalamnya terdapat kebaikan bagi hati dan ilmu yang banyak.
[4] Yakni dengan mengucapkan, “A’uudzu billahi minasy syaithaanir rajiim” (artinya: Aku
berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk). Hal itu, karena setan berusaha
memalingkan manusia dari maksud dan makna Al Qur’an, maka jalan keluarnya adalah
dengan meminta perlindungan kepada Allah dari godaannya agar perhatian seseorang tertuju
kepada Al Qur’an dan tidak berpaling daripadanya.
[5] Dengan tawakkal mereka kepada-Nya, Allah singkirkan gangguan setan, sehingga tidak
ada jalan bagi setan untuk masuk menguasainya.
[6] Dengan menaatinya dan ikut ke dalam golongannya. Jika setan sebagai pemimpinnya,
maka dia akan menggiring mereka ke dalam neraka, wal ‘iyaadz billah.
[7] Syaikh As Sa’diy berkata, “Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan, bahwa orang-
orang yang mendustakan Al Qur’an berusaha mencari sesuatu yang bisa menjadi hujjah bagi
mereka, padahal Allah Subhaanahu wa Ta'aala adalah hakim yang Mahabijaksana yang
menetapkan hukum-hukum dan mengganti hukum yang satu dengan hukum yang lain karena
hikmah dan rahmat-Nya. Ketika mereka melihat seperti itu, mereka pun mencela Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dan mencela apa yang Beliau bawa.”
[8] Dengan menasakh(hapus)nya, dan menurunkan ayat yang lain untuk maslahat hamba.
[9] Yakni tidak mengetahui tentang Tuhan mereka yang Mahabijaksana dan syari’at-Nya
serta faedah naskh.
[10] Jibril disebut rohulkudus, karena Dia bersih dari aib, khianat, dan penyakit.
[11] Yakni turunnya benar-benar dari sisi Allah, di dalamnya mengandung kebenaran, baik
pada beritanya, perintah maupun larangannya. Jika telah diketahui, bahwa Al Qur’an adalah
kebenaran, maka berarti sesuatu yang bertentangan atau berlawanan dengannya adalah batil.
[12] Oleh karena kebenaran senantiasa sampai ke dalam hati mereka sedikit demi sedikit,
maka iman mereka akan semakin kokoh bagai gunung kokoh yang menancap. Di samping
itu, dengan turunnya ayat sedikit-demi sedikit, maka lebih siap diterima oleh jiwa daripada
turun secara sekaligus yang seakan-akan mereka menerima banyak beban. Oleh karena itulah,
dengan Al Qur’an keadaan para sahabat berubah; akhlak, tabi’at, kebiasaan dan amal mereka
berubah sampai mengalahkan orang-orang terdahulu dan yang akan datang kemudian. Maka
dari itu, sepatutnya generasi yang datang setelah para sahabat terdidik di atas ilmu-ilmu yang
ada dalam Al Qur;an, berakhlak dengan akhlaknya, menggunakannya sebagai penerang
dalam gelapnya kesesatan dan kebodohan, ehingga dengannya urusan agama dan dunia
mereka menjadi baik.
[13] Yang menunjukkan kepada mereka hakikat segala sesuatu, menerangkan mana yang
benar dan mana yang batil, mana petunjuk dan mana kesesatan.
[14] Yang memberikan kabar gembira kepada mereka, bahwa mereka akan memperoleh
kebaikan, yaitu surga dan mereka akan kekal di sana selama-lamanya.
[15] Ibnu Jarir berkata: Telah menceritakan kepadaku Al Mutsanna, ia berkata, “Telah
menceritakan kepada kami ‘Amr bin ‘Aun.” Ia berkata, “Telah mengabarkan kepada kami
Hasyiim dari Hushain, yaitu Ibnu Abdirrahman dari Abdullah bin Muslim Al Hadhramiy,
bahwa mereka (sebagian Bani Hadhrami) memiliki dua orang budak dari penduduk selain
Yaman. Keduanya masih kecil, yang satu bernama Yasar, sedangkan yang satu lagi bernama
Jabr. Keduanya suka membaca Taurat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang
duduk dengan keduanya, lalu orang-orang kafir Quraisy berkata, “Beliau duduk dengan
keduanya adalah untuk belajar dari kedua anak itu.” Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala
menurunkan firman-Nya, “Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa
Muhammad belajar) kepadanya bahasa 'Ajam, sedangkan Al Quran adalah dalam bahasa
Arab yang jelas.” Syaikh Muqbil berkata, “Hadits ini para perawinya adalah para perawi
hadits shahih selain Al Mutsanna, yaitu Ibnu Ibrahim Al Amiliy. Saya tidak menemukan
orang yang menyebutkan biografinya. Akan tetapi, ia dimutaba’ahkan oleh Sufyan bin Waki’,
dan di sana terdapat pembicaraan. Adapun Hasyim, dia adalah Ibnu Basyir seorang mudallis
dan tidak menyebutkan secara tegas kata “haddatsanaa (telah menceritakan kepada kami)”,
akan tetapi ia dimutaba’ahkan oleh Khalid bin Abdullah Ath Thahhan dan Muhammad bin
Fudhail. Dari sinilah, Al Haafizh dalam Al Ishaabah setelah menyebutkan hadits ini berkata,
“Demikian pula hadits setelahnya dengan sanad hadits ini, dan sanadnya shahih.” (Juz 2 hal.
439). Tentang nama sahabat yang meriwayatkan hadits ini diperselisihkan, menurut Ibnu Jarir
adalah Abdullah bin Muslim, menurut Ibnu Abi Hatim dalam Al Jarh wat Ta’dil adalah
Ubaidullah bin Muslim, dalam At Tahdzib seperti dalam Al Jarh wat Ta’dil, di sana
disebutkan, “Dan disebut pula Abdullah.” Al Hafizh telah mengisyaratkan tentang adanya
perselisihan ini dalam Al Ishabah juz 2 hal. 439. Syaikh Muqbil juga berkata, “Hadits ini
memiliki syahid (penguat dari jalan lain) dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma,
Hakim rahimahullah berkata (dalam Al Mustadrak) juz 2 hal. 357: Telah menceritakan
kepada kami Abdurrahman bin Al Hasan bin Ahmad Al Asadiy di Hamdan. Telah
menceritakan kepada kami Ibrahim bin Husain. Telah menceritakan kepada kami Adam bin
Abi Iyas. Telah menceritakan kepada kami Warqa’ dari Ibnu Abi Najiih dari Mujahid dari
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma tentang firman Allah ‘Azza wa Jalla, “Sesungguhnya Al
Quran itu hanya diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)." Padahal bahasa
orang yang mereka tuduhkan (bahwa Muhammad belajar) kepadanya bahasa 'Ajam,
sedangkan Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang jelas.” Mereka (orang-orang musyrik)
berkata, “Sesungguhnya yang mengajarkan Muhammad adalah budak Ibnul Hadhrami;
seorang yang suka membaca kitab-kitab.” Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, "Sesungguhnya Al Quran itu
hanya diajarkan…dst." Hadits ini shahih isnadnya, namun keduanya (Bukhari-Muslim) tidak
menyebutkannya. Lihat Ash Shahihul Musnad Min Asbaabin Nuzuul karya Syaikh Muqbil
[16] Bahasa 'Ajam adalah bahasa selain bahasa Arab dan dapat juga berarti bahasa Arab yang
tidak baik. Hal itu, karena orang yang dituduh mengajarkan kepada Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam itu bukan orang Arab dan hanya tahu sedikit tentang bahasa
Arab.
[17] Oleh karena itu, bagaimana mungkin Beliau diajarkan oleh orang ‘ajam (luar Arab).
[18] Yang menunjukkan kebenaran secara tegas, lalu mereka menolaknya dan tidak mau
menerimanya.
[19] Ketika datang hidayah irsyad (bimbingan) karena mereka menolaknya, sehingga diberi
hukuman dengan terhalang mendapatkan hidayah dan dibiarkan oleh Allah Subhaanahu wa
Ta'aala.
[21] Yakni kedustaan ada dalam diri mereka, dan mereka lebih layak disebut pendusta
daripada selain mereka. Diulangi kata-kata “dusta” terhadap mereka untuk menguatkan dan
sebagai bantahan terhadap perkataan mereka kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) hanya mengada-ada saja.” Adapun Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Beliau beriman kepada ayat-ayat Allah dan tunduk kepada
Tuhannya. Oleh karena itu, mustahil jika Beliau berdusta atas nama Allah dan berkata apa
yang tidak difirmankan-Nya. Oleh karena musuh-musuh Beliau menuduh Beliau berdusta,
maka Allah menampakkan kehinaan dan menerangkan aib mereka, fa lillahil hamd.
[22] Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan tentang buruknya keadaan orang yang kafir
kepada Allah setelah beriman. Seakan-akan mereka adalah orang yang buta setelah melihat
dan kembali kepada kesesatan setelah mendapat petunjuk.
[23] Dan boleh baginya mengucapkan kata-kata kufur ketika dipaksa. Fiqih yang dapat
diambil dari ayat ini adalah bahwa ucapan orang yang dipaksa tidaklah dipandang dan tidak
membuah hukum syar’i, baik dalam urusan talak, memerdekakan, jual-beli dan akad lainnya.
Hal ini, karena apabila seseorang tidak berdosa mengucapkan kata-kata kufur ketika dipaksa,
maka urusan lain tentu lebih berhak tidak mendapatkan dosa.
[25] Jika Dia murka, maka tidak ada satu pun makhluk yang berani berdiri, dan segala
sesuatu akan ikut murka.
[27] Mereka lebih memilih kekafiran daripada keimanan karena mencintai kesenangan dunia,
maka Allah mencegah mereka dari beriman.
[28] Oleh karena itu, hatinya tidak bisa dimasuki kebaikan, sedangkan pendengaran dan
penglihatan tidak bisa menerima manfaat yang akan sampai ke dalam hati mereka.
[29] Karena tempat kembali mereka ke neraka dan mereka kehilangan nikmat yang kekal.
[30] Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ikrimah dari Ibnu Abbas
radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, “Ada segolongan kaum di antara penduduk Mekah yang
masuk Islam. Mereka meremehkan Islam, maka orang-orang musyrik memaksa mereka
keluar bersama mereka pada perang Badar. Sebagian di antara mereka tertangkap, dan
sebagian lagi terbunuh. Maka kaum muslimin berkata, “Para tawanan kita ini adalah kaum
muslimin, mereka dipaksa, maka mintakanlah ampunan untuk mereka.” Maka turunlah ayat
kepada mereka, “Innalladziina tawaffaahumum malaa’ikatu zhaalimii anfusihim…dst.” (An
NIsaa’: 97) Ibnu Abbas berkata, “Maka dikirimlah surat berisi ayat tersebut kepada kaum
muslimin yang tinggal di Mekah. Mereka (kaum muslimin) pun keluar, lalu ditemui oleh
kaum musyrik, kemudian mereka menimpakan fitnah (gangguan kepada kaum muslimin),
maka turunlah ayat ini, “Dan di antara manusia ada orang yang berkata: "Kami beriman
kepada Allah", maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap
fitnah manusia itu sebagai azab Allah…dst.” (terj. Al ‘Ankabut: 10), maka kaum muslimin
mengirimkan surat kepada mereka berisikan ayat tersebut. Mereka pun keluar (dari Mekah)
dan nampak beputus asa dari semua kebaikan, kemudian turunlah ayat tentang mereka,
“Kemudian Tuhanmu (pelindung) bagi orang yang berhijrah setelah menderita cobaan,
kemudian mereka berjihad dan bersabar, sungguh, Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” Kaum muslimin kemudian mengirimkan surat berisikan
ayat tersebut dan menerangkan kepada mereka, “Bahwa Allah telah memberikan jalan keluar
kepada kamu.” Mereka pun keluar dan ditemui oleh kaum musyrik, lalu mereka diperangi, di
antara mereka ada yang selamat dan di antara mereka ada yang terbunuh. Syaikh Muqbil
berkata, “Hadits ini menurut Al Haitsami dalam Majma’uzzawaa’id juz 7 hal. 10, “Para
perawinya adalah para perawi hadits shahih selain Muhammad bin Syuraik, namun dia
tsiqah.”
[31] Di atas ketaatan.
Dari pengertian itu kita bisa memahami, mengapa Rasulullah Saw menyebutkan dalam
haditsnya, “Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia
lainnya”. Amal saleh tidak mendatangkan kerusakan, baik secara fisik maupun mental.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda: “Mendamaikan dua orang yang berselisih
secara adil, membantu seseorang untuk menaiki hewan tunggangannya atau memuat barang-
barangnya ke atas hewan tersebut, ucapan yang baik, menyingkirkan rintangan di jalan,
tersenyum pada sesama, dan berhubungan intim dengan istri/suami adalah amal saleh”.
Hadits tersebut kian menjelaskan, amal saleh adalah amal yang mendatangkan manfaat dan
menghindarkan kerusakan. Mendamaikan orang berselisih jelas mematikan potensi kerusakan
yang ditimbulkan akibat permusuhan –peperangan, aksi kekerasan, penghancuran, dan lain-
lain. Perselisihan selalu berpotensi mengundang nafsu merusak lawan.
Menolong orang lain termasuk amal saleh. Manfaatnya bisa dirasakan juga oleh dirinya
sendiri. Nabi Saw bersabda, “Allah akan senantiasa menolong seorang hamba, selama si
hamba suka menolong saudaranya”.
Al-Quran menyebutkan dua jenis pertolongan yang dibenarkan, yakni “saling tolong dalam
kebaikan dan takwa” (‘alal birri wat taqwa), dan dua jenis pertolongan yang tidak
dibenarkan, yakni “saling bantu dalam permusuhan dan perbuatan dosa” (‘alal itsmi wal
‘udwan).
Amal saleh tidak semata-mata diartikan perbuatan baik, tetapi merupakan perbuatan baik
yang dilandasi iman, disertai niat yang ikhlas karena Allah (bukan karena riya’ atau ingin
mendapat pujian orang lain), pelaksanaannya sesuai dengan syariat, serta dilakukan dengan
penuh kesungguhan.
Amal saleh akan mengundang rahmat dan berkah Allah SWT, juga mendatangkan rasa damai
dalam jiwa dan pertolongan-Nya tanpa terduga. Sebaliknya, “amal salah” (maksiat) akan
mendatangkan keresahan dalam hati dan menjauhkan rahmat dan pertolongan-Nya.
Setiap mukmin tentunya senantiasa berusaha melakukan amal saleh sebagai manifestasi
keimanannya. Apalagi makna hakiki iman adalah “mengucapkan dengan lisan, membenarkan
dalam hati, dan mengamalkan dengan amal perbuatan” (ikrarun bil lisan, tashdiqun bilqolbi,
wa ‘amalun bil arkan).
Setiap mukmin juga harus senantiasa waspada terhadap hal-hal yang merusak amal saleh,
misalnya dengki (hasad) yang digambarkan Rasulullah bisa merusak amal “sebagaimana api
melalap kayu bakar”.
Rasulullah Saw dalam sebuah hadistnya menyebutkan beberapa sifat atau sikap yang dapat
merusak amal saleh (tuhbitul amal).
Pertama, sibuk mengurus kesalahan orang lain (istighalu bi uyubil khalqi). Mencari-cari dan
membuka aib atau kesalahan orang lain termasuk akhlak tercela yang merusak amal saleh
yang telah diperbuat.
Kedua, keras hati (qaswatul qulub). Kondisi keras hati akan menimpa seorang mukmin jika
dirinya tidak dapat menghindar sifat-sifat buruk seperti riya, takabur dan hasud. Termasuk
keras hati adalah tidak mau menerima kebenaran dan nasihat baik.
Ketiga, cinta dunia (hubbud dunya), yakni menjadikan harta dan kedudukan atau hal duniawi
lainnya –seperti pujian dan popularitas– sebagai tujuan, bukan sarana.
Keempat, tidak punya rasa malu (qillatul haya) sehingga merasa ringan dan tanpa beban saja
ia melanggar aturan Allah (maksiat). Setiap mukmin pasti punya rasa malu, karena malu
memang sebagian dari iman (hadits), utamanya malu kepada Allah Swt. Rasa malu akan
mendorong perbuatan baik. Sebaliknya, ketiadaan rara malu akan mendorong orang berbuat
sekehendak hati tanpa mengindahkan syariat-Nya.
Kelima, panjang angan-angan (thulul amal), yakni sibuk berangan-angan, berkhayal, tanpa
usaha nyata. Keenam, berbuat aniaya (dzalim), yakni perbuatan yang mendatangkan
kerusakan bagi diri sendiri dan orang lain, tidak proporsional, dan melanggar aturan. Berbuat
dosa termasuk aniaya, yakni aniaya terhadap diri sendiri (dholimu linafsih).
CIRI CIRI HARI KIAMAT
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang Telah kami binasakan
sebelum mereka, padahal (generasi itu) Telah kami teguhkan kedudukan mereka di muka
bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah kami berikan kepadamu, dan kami curahkan hujan
yang lebat atas mereka dan kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka,
Kemudian kami binasakan mereka Karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah
mereka generasi yang lain. (al-An’am ; 6)
أَلَ ْم يَ َر ْوا َك ْم أ َ ْهلَ ْكنَا ِم ْن قَبْله ْم ِم ْن قَ ْرن َم َّكنَّا ُه ْم فِي ْاْلَ ْرض َما لَ ْم نُ َم ِكِّن لَ ُك ْم
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang Telah kami binasakan
sebelum mereka, padahal (generasi itu) Telah kami teguhkan kedudukan mereka di muka
bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah kami berikan kepadamu,
Yakni bahwa harta dan anak-anak serta bangunan – bangunan generasi terdahulu itu lebih
banyak dan lebih kokoh. Mereka memiliki pengaruh yang luas, kedudukan yang kuat, serta
mereka juga memiliki bala tentara.
ُ علَ ٰى
ع ُرو ِش َها َوبِئْ ٍر َ ٌي خَا ِو َية
َ ظا ِل َمةٌ فَ ِه َ فَ َكأ َ ِي ْن ِم ْن قَ ْر َي ٍة أَ ْهلَ ْكنَاهَا َو ِه
َ ي
ص ٍر َمشِي ٍد َّ ُم َع
ْ َطلَ ٍة َوق
Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam
keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa
banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi,
(Berapa banyaknya) sudah berapa banyak (negeri yang Kami telah membinasakannya) menurut
qiraat yang lain dibaca Ahlaktuhaa (yang penduduknya dalam keadaan zalim) para penghuninya
berbuat aniaya, disebabkan kekafiran mereka (maka runtuhlah) roboh tembok-temboknya
(menutupi atap-atapnya) atap-atap rumah mereka tertutup oleh reruntuhan tembok-temboknya
(dan) berapa banyak pula (sumur yang terlantar) ditinggalkan begitu saja disebabkan para
pemiliknya binasa (dan istana yang tinggi) lagi sepi disebabkan para pemiliknya telah mati binasa.
Terdapat Dalam Surat An’am Ayat 44
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun
bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan
(Maka tatkala mereka melupakan) mereka mengabaikan (peringatan yang telah diberikan
kepada mereka) nasihat dan ancaman yang telah diberikan kepada mereka (melaluinya) yaitu
dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan, mereka tetap tidak mau mengambil pelajaran
dan nasihat darinya (Kami bukakan) dengan dibaca takhfif dan tasydid (kepada mereka
apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka) gembira yang
diwarnai rasa sombong (Kami siksa mereka) dengan azab (dengan tiba-tiba) secara
sekonyong-konyong (maka ketika itu mereka terdiam berputus-asa) mereka merasa berputus
1. Pengertian
Amal shaleh maksudnya adalah berusaha melakukan perbuatan baik, berupaya
membantu saudanya yang ditimpa musibah dan meringankan persoalan yang terjadi.
Amal shaleh adalah melakukan pekerjaan baik yang bermanfaat bagi diri sendiri dan
bagi orang lain berdasarkan ikhlas karena Allah semata.
Sebagaimana frman Allah :
Yang artinya : “dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu
penghuni surga; mereka kekal di dalamnya”. (QS AL-Baqarah : 82)
Dengan demikian secara akal maupun wahyu, manusia wajib berhubungan kepada
Allah utnuk mengabdikan dirinya dengan mendisiplinkan ibadh, seperti mengerjakan shalat,
menunaikan zakat dan ibadah yang lainnya.
Dalam menggunakan waktu perlu diperhatikan dengan saksama, waktu yang sudah
berlalu tidak mungkin akan kembali lagi. Demikian pentinganya arti wakti sehingga berbagai
bangsa di dunia mempunyai ungkapan yang menyatakan “waktu adalah uang” . Peribahasa
arab menyatakan: waktu adalah bagaikan pedang dan waktu adalah emas. Kita orang
Indonesia menyatakan sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna.
Seandainya seorang siswa yang pada waktu belajar di rumah masih terus bermain-
main dan pada waktu tidur ia gunakan untuk begadang semalam suntuk, tentu hidupnya
menjadi tidak teraur. Karena ia tidak pandai menggunakan waktu dengan tepat. Oleh karena
itu, hargailah waktu dengan cara berdisiplin dlam merencanakan, mengatur dan
menggunakan waktu yang Allah karuniakan kepada kita tanpa dipungut biaya.