You are on page 1of 15

REFERAT

BIOLOGIC HEALING AND GRAFT CHOICE IN


ANTERIOR CRUCIATE LIGAMENT
RECONSTRUCTION

Oleh:
Fary Tri Sabdillah
131621150003

Pembimbing :
Dr. Hermawan Nagar Rasyid, dr., SpOT(K)., Ph.D., MT-BME
Ghuna Arioharjo Utoyo, dr., SpOT

DEPARTEMEN / SMF ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2017
Referat Sport I
Departemen Orthopaedi & Traumatologi FKUP/RSHS
Oleh : Fary Tri Sabdillah
Pembimbing : Dr. Hermawan Nagar Rasyid, dr., SpOT(K)., Ph.D., MT-BME
Ghuna Arioharjo Utoyo, dr., SpOT

BIOLOGIC HEALING AND GRAFT CHOICE IN ANTERIOR


CRUCIATE LIGAMENT RECONSTRUCTION

Latar Belakang

Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah ligamen yang terdapat pada sendi lutut. Ligamen
ini berfungsi sebagai stabilisator yang mencegah pergeseran ke depan yang berlebih dari tulang
tibia terhadap tulang femur yang stabil, atau mencegah pergeseran ke belakang yang berlebih
tulang femur terhadap tulang tibia yang stabil. Setiap cedera yang terjadi pada ACL berpotensi
menimbulkan gangguan kestabilan pada sendi lutut.
Cedera ACL adalah cedera lutut tersering yang dialami oleh atlet. Cedera ini umumnya
terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan-gerakan zig-zag, perubahan arah gerak, dan
perubahan kecepatan yang mendadak (akselerasi-deselerasi) seperti sepak bola, basket, bola voli,
dan futsal. Mayoritas cedera yang terjadi adalah non-kontak dengan mekanisme valgus lutut dan
twisting (puntiran). Situasi ini sering terjadi ketika atlet menggiring bola atau salah posisi lutut
ketika mendarat. Trauma juga dapat menyebabkan robeknya ACL, terutama trauma langsung pada
lutut dengan arah gaya dari samping.
Robekan ACL lebih dari 50 % atau robekan total dapat menyebabkan ketidakstabilan sendi
lutut. Atlet akan merasa lututnya sering “goyang”, nyeri dan bengkak berulang sehingga kinerja
berolahraganya menurun. Ketidakstabilan sendi lutut juga akan menimbulkan cedera lanjutan
berupa rusaknya bantal sendi/meniskus dan tulang rawan sendi. Banyak atlet yang akhirnya harus
mengakhiri kariernya akibat cedera ACL sehingga cedera ini sering disebut career ending injury.
Tata laksana cedera ACL berupa terapi non-operatif dan operatif. Terapi non-operatif
dilakukan dengan menggunakan modalitas terapi seperti ultrasound dan diatermi, pemakaian brace
lutut, serta program penguatan otot, sedangkan terapi operatif dilakukan dengan metode

2
rekonstruksi. Rekonstruksi menjadi pilihan utama karena tindakan penjahitan ligamen ACL sering
mengalami kegagalan. Hal itu disebabkan karena ligamen ACL tidak memiliki fibrin sehingga
setiap robekan yang terjadi tidak dapat mengalami penyembuhan sendiri.Rekonstruksi adalah
metode operatif untuk mengganti ligamen ACL dengan bahan yang lain (graft). Umumnya bahan
tersebut diambil dari tendon hamstring atau tendon patella pasien itu sendiri sehingga disebut
autograft.

I. PILIHAN GRAFT PADA REKONSTRUKSI ACL

Meskipun tidak ada graft yang dapat mengembalikan properti biomekanik dan struktur
normal dari ACL, graft yang dipilih untuk rekonstruksi ACL harus memiliki properti mekanik dan
struktur yang tepat sebagai pengganti ACL aslinya. Properti ini termasuk kemampuan untuk secara
cepat terintegrasi terhadap jaringan host, meminimalisir morbiditas di tempat pengambilan graft,
dan memiliki properti biomekanik yang mendekati ACL aslinya. Berbagai macam faktor, seperti
usia, pekerjaan, tingkat aktivitas, kemampuan gerak, riwayat pembedahan dan pengalaman dari
pembedah sendiri; dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan tipe graft yang akan
digunakan untuk rekonstruksi. Dewasa ini, kebanyakan graft dibagi menjadi dua grup, autograft
dan allograft. Bone-patellar tendon-bone, 4-helai tendon hamstring, dan tendon quadriceps
merupakan pilihan autograft yang lazim digunakan, sedangkan bone-patellar tendon-bone, tendon
hamstring, tibialis anterior, tibialis posterior, dan tendon Achilles merupakan pilihan yang lazim
pada allograft.
Agar pilihan graph dapat optimal, ahli bedah harus mengerti resiko dan keuntungan dari
tiap pilihan graft. Faktor-faktor seperti fungsi klinis dan fungsi dalam berolahraga semestinya
menjadi diskusi yang dikedepankan dalam pemilihan graft, namun ahli bedah juga mesti
menjelaskan ke pasien mengenai perbedaan dalam properti struktural, penyembuhan biologis,
kekuatan fiksasi, dan morbiditas situs donor, sehingga pasien dapat menentukan pilihan terbaik.

I.1 Autograft
Autograft seperti bone patellar tendon bone dan 4 lapis tendon hamstring, telah menjadi
standar untuk rekonstruksi ACL. Autograft lebih dipilih dikarenakan kecilnya resiko dari transmisi

3
penyakit dan memiliki laju penyembuhan yang lebih baik dibanding dengan allograft. Namun
keuntungan ini juga mesti diimbangi dengan adanya donor site morbidity.

I.1.1 Autograft Bone-Patellar Tendon-Bone (BPTB)


Autograf BPTB diambil dari sepertiga Tengah dari patellar tendon, termasuk sumbat tulang
yang diambil dari aspek inferior dari patella dan tibial tubercle. Adanya sumbat tulang memberikan
integrasi terhadap penyembuhan setelah dilakukan tunneling pada femur dan tibia. Sumbat tulang
mengalami penyembuhan di tunnel melalui proses creeping substitution, yang mana terfiksasi
secara kuat.
Autograf BPTB juga mempunyai properti biomekanik yang mirip dengan ACL. Autograft
BPTB memiliki ultimate tensile-load dan kekakuan yang lebih besar dibandingkan dengan ACL,
namun memiliki luas penampang yang sedikit lebih kecil. Kecilnya luas penampang dari graft
BPTB merupakan salah satu alasan autograft tendon quadriceps lebih dipilih. Autograft bptb
memiliki keuntungan yang jelas, namun kerugiannya juga mesti dipertimbangkan. Salah satu
kekurangannya adalah potensi terjadinya fraktur patella ataupun ruptur dari tendon patella saat
pengambilan graft, dengan angka insidensi 0 hingga 2% (fraktur graft patella) dan 0,24% (ruptur

4
tendon). Pelepasan bagian inferior dari patella pada pengambilan graft BPTB juga dapat
mengakibatkan fraktur patella sekunder. Dampak langsung dari aspek anterior lutut ataupun tidak
langsung melalui kontraksi eksentrik pada quadricep bertanggung jawab atas terjadinya fraktur
patella setelah pengambilan BPTB. Selain penutupan defek dengan bone graft, defek patella pada
akhirnya akan digantikan dengan jaringan ikat, yang mana memiliki properti mekanik lebih rendah
dibanding dengan tulang kortikal dan memiliki ketahanan tensile yang lebih rendah,
mengakibatkan risiko yang tinggi terhadap fraktur patella dan ruptur tendon patella. Risiko dari
fraktur dapat diminimalisir dengan menghindari cross-hatching pada sudut pengambilan tulang
dan juga menghindari pengambilan tulang yang agresif. Ferrari dan Bach menangani defect patella
dengan tulang autologous yang didapat dari tunnel reaming, didapatkan hasil nyeri yang berkurang
pada situs donor dan tidak ada kasus fraktur patella pada 693 BPTB rekonstruksi ACL.

Kerugian yang kedua dari autograft BPTB, yang juga harus diberitahukan pada saat
konseling preoperatif, yaitu risiko nyeri lutut anterior dan patellar tendinitis pasca operasi.
Penelitian randomized controlled trial dengan rentang waktu 8 tahun menunjukkan nyeri yang
meningkat saat berlutut (p<0,001) pada pasien yang menjalani rekonstruksi ACL dengan autograft
BPTB dibandingkan dengan autograft tendon hamstring. Feller dan Webster menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p<0,05) dalam insiden nyeri lutut anterior setelah rekonstruksi ACL
pada grup autograft BPTB (52%) dibandingkan dengan grup autograft (17%). Namun perbedaan
ini tidak lagi signifikan setelah 3 tahun pasca operasi. Penelitian lain menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang signifikan pada kedua grup tersebut. Penting diingat untuk para ahli bedah agar

5
menyampaikan komplikasi pascaoperasi pada pasien olahragawan, ataupun profesi dan agama
yang melibatkan banyak waktu untuk berlutut.
Kekurangan lain pada BPTB autograf adalah kelemahan otot quadriceps pasca operasi.
Mohammadi,dkk menunjukkan bahwa atlet yang menjalani rekonstruksi ACL dengan BPTB
memiliki puncak torsi isokinetik yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menjalani
operasi dengan autograf hamstring tendon, yang diukur 8 bulan pasca operasi. Sebagai tambahan,
Keays,dkk menunjukkan kelemahan quadriceps pada atlet yang menjalani rekonstruksi ACL
dengan autograf BPTB dibandingkan dengan yang menggunakan autograf tendon hamstrings,
setelah 6 tahun pasca operasi.
Menggunakan autograft BPTB dapat menghadirkan tantangan teknis pada pembedah,
seperti risiko ketidakcocokan graft-tunnel. Tidak seperti autograft jaringan lunak, autograft BPTB
memiliki panjang yang statis diantara kedua sumbat tulangnya. Panjang dari autograft BPTB harus
sama dengan panjang dari tunnel yang dibuat ditambah dengan jarak intraartikular. Namun, variasi
panjang tunnel yang dibuat ataupun variasi anatomis pada panjang tendon (patella alta/baja) dapat
menghasilkan ketidakcocokan graft dan tunnel. Oleh karena itu, untuk melakukan prosedur
pengambilan autograft BPTB, ahli bedah harus mahir menguasai tekhniknya, agar dapat mengatasi
ketidakcocokan graft-tunnel.
Selain permasalahan di atas, terdapat juga potensi osteoarthritis pasca reksonstruksi ACL
dengan autograft BPTB. Berbagai penelitian telah menunjukkan adanya peningkatan prevalensi
osteoartritis tibiofemoral dan patellofemoral pada pasien yang menjalani rekonstruksi ACL dengan
menggunakan autograft BPTB dibandingkan dengan autograft tendon hamstring. Namun, Holm
dkk menunjukkan tidak adanya perbedaan laju artritis antara kelompok pengguna autograf tendon
hamstring dan autograf BPTB setelah rekonstruksi ACL. Kedua group mengalami peningkatan
Arthritis pada lutut yang terkena cedera dibandingkan dengan lutut yang kontralateral. Oleh karena
itu, efek traumatik dari cedera jelas merupakan penyebab dari artritis pada lutut dibanding dengan
pilihan graft.

6
I.1.2 Autograft Tendon Hamstring
Tendon hamstring diambil dari sisi anteromedial dari lutut. Paling sering dari insersi pes
anserinus dan yang paling lazim diambil adalah tendon semitendinosus dan gracilis. Pengambilan
autograft tendon hamstring lebih disukai para ahli bedah, dikarenakan risiko morbiditas situs graft
seperti nyeri lutut anterior dan fraktur patella lebih rendah dibandingkan dengan autograf BPTB.
Properti biomekanik dari tendon hamstring membuatnya cocok sebagai pengganti dari
ACL asli. Autograf tendon hamstring memiliki kekuatan tensile, kekakuan, serta luas penampang
yang lebih besar dibandingkan dengan graft lainnya, bahkan dengan ACL sendiri. Sebagai
tambahan, ketidakcocokan tunnel-graft lebih jarang terjadi dikarenakan fiksasi bisa ditempatkan
di mana saja sepanjang graft dan tersedia berbagai pilihan teknik fiksasi jaringan lunak untuk
pembedah. Namun terdapat kekurangan seperti risiko terlepasnya dan pengurangan kekuatan
fiksasi tendon ke tulang dibandingkan dengan hubungan tulang ke tulang seperti pada BPTB.
Meskipun autograft tendon hamstring memiliki risiko ketidakcocokan graft-tunnel lebih
rendah, kecilnya diameter tandon dapat meningkatkan risiko kegagalan. Dari penelitian sistematik
yang pernah dilakukan, bila graft tendon hamstring berdiameter ≤8 mm dapat terjadi peningkatan
risiko kegagalan setelah rekonstruksi ACL. Mariscalco dkk, melaporkan kegagalan pada 14 dari
199 pasien yang menjalani rekonstruksi ACL yang dilakukan pemasangan graft yang diameter <

7
8 mm, dibandingkan dengan 0 dari 64 pasien yang menjalani operasi dengan diameter graft > 8
mm. Oleh karena itu, graft dengan tendon hamstring dengan diameter ≤8 mm seharusnya diberi
tambahan allograft ataupun dilakukan pelipatan dari graft untuk meningkatkan luas
penampangnya.
Kelemahan hamstring juga merupakan masalah yang berhubungan dengan penggunaan
autograf tendon hamstring. Mohammadi dkk, menunjukkan tidak adanya perbedaan pada torsi
isokinetik puncak antara kelompok autograf BPTB dan tendon hamstring pada 8 bulan pasca
operasi. Namun studi lain menunjukkan bahwa torsi isokinetik puncak hamstring lebih kecil pada
group tendon hamstring dibandingkan dengan grup BPTB, yang diteliti saat 5 tahun setelah
rekonstruksi ACL. Berkurangnya kekuatan hamstring telah membuat ahli bedah menghindari
penggunaan autograf tendon hamstring pada atlet level tinggi dikarenakan resiko keterbatasan
fungsi saat melakukan gerakan perubahan arah dalam kecepatan tinggi maupun sprint.
Pelebaran tunnel juga menjadi masalah pada penggunaan graft tendon hamstring, yang
disebabkan oleh peningkatan laksitas dari graft. Penelitian secara sistematik menunjukkan bukti
adanya pelebaran tunnel secara radiografis setelah penggunaan autograf tendon hamstring
dibandingkan dengan autograf BPTB. Sebagai tambahan, pada penelitian pasca operasi kurun
waktu segera dan menengah, telah menunjukkan adanya pelebaran tunnel femoral dan tibial secara
radiografis pada pasien yang menjalani rekonstruksi ACL dengan menggunakan autograf tendon
hamstring dibandingkan dengan pasien yang menggunakan autograf BPTB. Namun masih belum
jelas Apakah pelebaran tunnel berhubungan dengan pemilihan graft, atau dikarenakan perbedaan
fiksasi suspensori dan fiksasi bukaan pada tendon hamstring dan BPTB. Fiksasi suspensory telah
dihubungkan dengan peningkatan micromotion diantara titik fiksasi yang disebut “bungee cord
effect” pada penggunaan graft jaringan lunak.
Kendala lainnya pada rekonstruksi ACL dengan menggunakan autograft tendon hamstring
adalah peningkatan laxity dari lutut. Sebuah penelitian acak terkontrol dengan menggunakan
metode pengukuran arthrometer KT-1000 pada kedua lutut pasien (yang cedera dibandingkan
dengan kontralateralnya), menunjukkan perbedaan >3mm pada 15% pasien grup autograft tendon
hamstring, dibandingkan dengan grup autograft BPTB yang hanya terdapat pada 5% pasien, diukur
3 tahun pasca operasi. Peneliti juga menemukan 5 pasien dari grup autograf tendon hamstring
dengan pivot-shift test yang positif, sedangkan hal ini tidak didapatkan pada grup autograft BPTB.
Anderson dkk, juga menemukan laxity yang lebih besar pada grup autograft tendon hamstring

8
dibandingkan dengan grup BPTB setelah 2 tahun pasca operasi. Namun penelitian lainnya tidak
menemukan adanya perbedaan laxity pada kedua grup autograft.
Meskipun insidensi infeksi pada semua jenis pembedahan rekonstruksi ACL sangat rendah,
penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan infeksi lebih tinggi pada pasien dengan autograft
hamstring. Judd dkk, pada penelitiannya ke 1615 pasien yang menjalani rekonstruksi ACL (dengan
jumlah pasien yang mendapat graft tendon hamstring dan BPTP hampir sama), melaporkan bahwa
terdapat 11 kejadian infeksi, yang semuanya terjadi pada grup autograft tendon hamstring. Serupa
dengan itu, Maletis dkk, menunjukkan resiko surgical site infection pada group autograft tendon
hamstring 8,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan grup autograft BPTB, namun tidak ditemukan
perbedaan antara grup BPTB autograft maupun allograft. Meskipun penyebab dari temuan ini
masih belum jelas, hal ini bisa disebabkan oleh jahitan graph yang dalam, sehingga memungkinkan
benda asing masuk sebagai prekursor infeksi. Sebagai tambahan, penggunaan konstruksi post-and-
washer memungkinkan peletakan substansi graft menjadi lebih superfisial, dan secara teori dapat
memberikan hubungan dengan lingkungan subkutan pada sendi.

I.1.2 Autograft Tendon Quadriceps

Autograft tendon quadriceps-bone muncul sebagai pilihan ketiga untuk rekonstruksi ACL.
Graft jenis ini didapatkan melalui pemisahan sepertiga tengah tendon quadriceps, lalu pembedah
dapat memilih apakah mengambil patella sebagai sumbat-tulang (bone-plug) nya ataupun
melepaskan jaringan lunaknya saja. Keuntungan dari tendon quadrisep ini adalah besarnya luas
penampang dari graft dan rendahnya prevalensi nyeri lutut ataupun fraktur patella pasca operasi.
Banyak penelitian yang mengungkapkan rendahnya donor site morbidity dibandingkan dengan
BPTB. Adapun outcome klinis dan fungsional dari graft quadriceps tendon-bone hasilnya hampir
sama dengan graft tendon hamstring dan graf BPTB.
Dikarenakan graft tendon quadricep hanya memiliki satu sumbat tulang pada tunnel,
penyembuhan biologisnya mungkin tidak sebaik graft BPTB. Lebih jauh lagi pengambilan graft
memberikan tantangan teknis tersendiri dikarenakan kedalaman tendon dan kurvatura dari
permukaan Superior patella serta keterlibatan dari bursa Supra patella. Penelitian-penelitian

9
terbaru yang sedang berlangsung memfokuskan pada potensi keuntungan dan kerugian yang
berhubungan dengan graft jenis ini pada rekonstruksi ACL.

I.2 Allograft
Allograft telah lama digunakan dalam rekonstruksi ACL dan masih menjadi pilihan yang
terkadang tepat untuk pasien. Pilihan pengambilan allograft sama seperti pada pengambilan
autograf yang sudah dibahas sebelumnya, juga ditambah dengan pengambilan dari tendon achilles
dan tendon tibialis anterior ataupun tibialis posterior. Biasanya allograft digunakan pada pasien
yang usianya lebih tua dan kurang aktif. Pada salah satu penelitian, menunjukkan bahwa di usia
40 tahun risiko untuk terjadinya kegagalan rekonstruksi ACL hampir sama antara autografi
maupun allograft. Lebih jauh lagi pasien dengan laxity jaringan yang substansial ataupun dengan
gangguan jaringan ikat (seperti sindrom Ehlers-Danlos ataupun sindrom Marfan) merupakan
kandidat yang baik untuk rekonstruksi menggunakan allograft. Keuntungan lainnya dari
penggunaan allograft adalah tidak adanya donor site morbidity dan rendahnya nyeri pasca operasi.
Namun allograft memiliki beberapa kekurangan, seperti lambatnya penyembuhan biologis, biaya
yang mahal, tingkat kegagalan tinggi pada pasien usia muda, risiko tertular penyakit, serta
penolakan imunologis dari tubuh inang. Saat mengambil allograft, perlu diperhatikan juga asal
dari allograft, usia donor, dan proses sterilisasi graft.

II. PENYEMBUHAN BIOLOGIS REKONSTRUKSI ACL

Penyembuhan graft tendon di dalam tunnel tulang dilalui oleh proses transisi yang
kompleks, yang harus dilalui oleh 2 jaringan yang berbeda; tulang dan tendon. Selain itu, dari segi
struktur tempat transisi pada graft ACL sangat berbeda diandingkan dengan ACL asli.
ACL berinsersi ke tulang secara langsung, dan berfungsi menghantarkan beban mekanik
yang kompleks. Tempat insersinya dibuat dari jaringan khusus yang secara bertahap berubah dari
ligamen menjadi tulang melalui 4 zona: ligament, fibrokartilago unmineralized, fibrokartilago
mineralized, dan tulang. Peningkatan kekakuan jaringan disepanjang tempat insersi tendon ke
tulang dikontrol oleh serat kolagen dan peningkatan mineralisasi secara gradual. Insersi langsung
dari ligamen ke tulang seperti pada ACL memiliki perbedaan dibandingkan dengan ligamen dan

10
tendon, seperti medial collateral ligament (MCL) yang berjalan di sepanjang tulang dan berinsersi
di tempat insersi tak langsung. Tempat insersi tak langsung ini tidak berubah bertahap dari ligamen
ke tulang seperti pada ACL, namun lebih mengandung serat kolagen yang disebut Sharpey fibers,
yang berorientasi oblik terhadap axis panjang dari tulang dan ligamen dan berfungsi sebagai
anchor diantara dua jaringan.

Pada rekonstruksi ACL, insersi alami dari ACL dijadikan sebagai tempat insersi dari femur
dan tibia. Namun dikarenakan graft diletakkan di tunnel tulang, komposisi dan struktur dari insersi
langsung tidak bisa di hasilkan kembali. Sebaliknya yang terjadi adalah graft mengalami
penyembuhan dengan parut fibrovaskular pada hubungan antar graf-tunnel dan membentuk serat
kolagen yang tegak lurus untuk menahan gaya robekan pada tendon ke tulang. Serat kolagen yang
tegak lurus Ini menyerupai Sharpey fiber pada tempat insersi tak langsung. Pembentukan serat ini
dimulai saat 3 - 4 minggu setelah prosedur penggantian graft, dan ukuran serta jumlahnya
berhubungan dengan gaya tarikan graft. Sharpey-like fibers tetap ada hingga 1 tahun setelah
pembedahan, kemudian proses osteointegrasi gradual berlangsung, hingga pada akhirnya meliputi
semua hubungan graft ke tulang.
Masa awal dari penyembuhan ialah respons inflamasi yang ditandai dengan adanya
akumulasi dari makrofag. Setelah 4 hari pasca pembedahan, makrofag kembali ke sirkulasi dan
netrofil muncul pada saat penyembuhan tendon ke tulang, yang mengakibatkan fagositosis dari
debris selular, yang juga mengyebabkan pelepasan sitokin proinflamasi. Setelah 10 hari, sel

11
inflamasi kembali mengelilingi graft dan memproduksi sejumlah sitokin seperti TGF-β yang
berpengaruh terhadap pembentukan parut fibrovaskular diantara tanda tulang ke graft. Namun
pembentukan jaringan parut menghasilkan hubungan tendon tulang yang lebih lemah secara
mekanis.

Dalam 8 minggu post operasi, hubungan tendon-tulang mengalami perubahan


imunohistologi yang signifikan. Terdapat infiltrasi dari makrofag dan sel stem dari sumsum tulang
terhadap hubungan tersebut. Sebelumnya hubungan tendon-tulang mengandung banyak jaringan
granulasi, yaitu kolagen tipe III, dan juga produksi faktor pertumbuhan, seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan fibroblas group factor (FGF), yang menstimulasi
angiogenesis dan fibroblas pada enthesis penyembuhan. Secara bersamaan, seperti tulang yang
mengalami fraktur, tunnel-tulang juga mengalami proses ossifikasi endokondral, dan sel kondrosit
muncul di dinding tunnel yang mendegradasi jaringan granulasi dan memproduksi kolagen tipe 2.
Secara bertahap, jaringan granulasi digantikan oleh tulang lamellar yang matur dan terjadi
penurunan jumlah sel kondroid.
Meskipun fase inflamasi penting dalam proses penyembuhan tendon-tulang, fase mesti
beralih secara bertahap ke fase proliferasi. Kembali berolahraga terlalu dini dan rehabilitasi yang
terlalu agresif dapat menyebabkan micromotion pada graft di dalam tunnel. Pergerakan antara graft
dan tunnel ini dapat menghambat penyembuhan dikarenakan mikrotrauma yang terjadi secara
terus menerus. pergerakan di graft-tunnel juga dapat menyebabkan aktivasi osteoklas, yang
menstimulasi pelebaran tunnel dengan proses resorpsi tulang.

12
Meskipun gerakan yang berlebihan dapat menghambat penyembuhan, gerakan
pembebanan terkontrol terbukti memberi keuntungan dalam penyembuhan tendon. Pembebanan
mekanis terkontrol setelah resolusi fase inflamasi pasca operasi dapat meningkatkan parameter
mekanis dan biologis.
Graft ACL mengalami perubahan biologis yang bermakna pada masa-masa tertentu
pascaoperasi. Regenerasi hubungan tendon-tulang sebagaimana proses remodelling graft
merupakan aspek yang membutuhkan perhatian khusus, dan telah menjadi fokus utama penelitian
hingga sekarang. Regenerasi tendon-tulang pasca rekonstruksi ACL merupakan proses yang
memakan waktu berbulan-bulan, tergantung dari tipe graft yang digunakan.

13
4 Fase Penyembuhan Graft
Fase Temuan Morfologis
Respon inflamasi akut (harian) Bekuan darah insial, jejaring fibrin, invasi sel-
sel inflamasi dan monosit, nekrosis jaringan
Revaskularisasi (harian – mingguan) Stimulus angiogenik yang memicu formasi
pembuluh dan pembentukan parut
Fase Proliferasi (mingguan – bulanan) Peningkatan proliferasi sel, diferensiasi
fibroblast dan produksi matriks ekstraselular
Remodelling Kolagen (bulanan – tahunan) Remodelling dari serat kolagen

Penyembuhan graft ACL terjadi melalui empat fase. Fase pertama, yaitu respon inflamasi
akut yang didominasi oleh nekrosis iskemik. Fase kedua, ditandai dengan adanya revaskularisasi.
Fase ketiga, ditandai dengan peningkatan proliferasi sel, diikuti dengan fase keempat, yaitu
remodeling kolagen.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Aichroth, P., Patel, D.V., dan Zorilla, P. (2002). The Natural History and Treatment of
Rupture of The Anterior Cruciate Ligament in Children and Adolescents. A Porspective
Review. J Bone Joint Surg Br, 84:38-41
2. Kim S, Bosque J, Meehan JP, Jamali A, Marder R. Increase in outpatient knee arthroscopy in
the United States: a comparison of National Surveys of Ambulatory Surgery, 1996 and 2006.
J Bone Joint Surg Am. 2011 Jun 1;93(11): 994-1000
3. West RV, Harner CD. Graft selection in anterior cruciate ligament reconstruction. J Am Acad
Orthop Surg. 2013 May-Jun;13(3):197-207
4. Mariscalco MW, Magnussen RA, Mehta D, Hewett TE, Flanigan DC, Kaeding CC. Autograft
versus nonirradiated allograft tissue for anterior cruciate ligament reconstruction: a systematic
review. Am J Sports Med. 2014 Feb;42(2):492-9. Epub 2013 Aug 8
5. Tay GH, Warrier SK, Marquis G. Indirect patella fractures following ACL reconstruction: a
review. Acta Orthop. 2006 Jun;77(3): 494-500
6. Beynnon BD, Johnson RJ, Fleming BC, et al. Anterior cruciate ligament replacement:
comparison of bone-patellar tendon-bone grafts with two-strand hamstring grafts. A
prospective, randomized study. J Bone Joint Surg Am 2002;84-A:1503–13.
7. Zelle BA, Beasley LS, Fu FH. The envelope of function in anterior cruciate ligament injuries.
Operat Tech Orthop 2005;15:86–8.
8. Kato Y, Ingham SJ, Kramer S, et al. Effect of tunnel position for anatomic singlebundle ACL
reconstruction on knee biomechanics in a porcine model. Knee Surg Sports Traumatol
Arthrosc 2010;18:2–10

15

You might also like