Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Prieza Noor Amalia
1102009217
Penguji :
dr. Yos Suwardi, SpKJ
1
LEMBAR PENGESAHAN
UJIAN KASUS
Disusun oleh :
Penguji :
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga
ujian kasus yang berjudul “Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif
Sedang” dapat diselesaikan. Penyusunan ujian kasus ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas di Kepaniteraan Klinik Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto.
Ujian kasus ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, dengan
rendah hati disampaikan rasa terima kasih kepada:
1. dr. Agung, SpKJ, selaku Kepala Departemen Kesehatan Jiwa RSPAD
Gatot Soebroto.
2. dr. Yos Suwardi, SpKJ, selaku penguji ujian kasus ini.
3. Orangtua penulis yang selalu mendoakan, memberi motivasi, dan
semangat dalam penyusunan ujian kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan
ujian kasus ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun untuk memperbaiki mutu dalam pembuatan ujian kasus yang
akan datang. Penulis berharap semoga ujian kasus ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Penulis
STATUS PASIEN
3
I. IDENTITAS PASIEN
A. Keluhan Utama
Ingin bunuh diri karena pasien ingin bertemu dokter Dilla.
4
banyak bicara sejak 3 hari keluar dari RS, sampai selama seminggu
di rumah. Pada tanggal 28 April 2014 pasien pamit kepada
pamannya dari rumah untuk berangkat dinas, namun malamnya
pasien tidak pulang. Pada tanggal 29 April 2014, paman pasien
mendapat telepon dari RSPAD Gatot Soebroto yang
memberitahukan bahwa pasien menginap di masjid RSPAD.
Dokter residen menyarankan pasien dirawat akan tetapi pasien
menolak dan meminta untuk pulang.
5
suara yang cukup keras, namun terkadang pasien suka menyendiri
di pojok ruang perawatan untuk melamun ataupun menggambar di
tembok menggunakan tanah, dan menulis nama “Dilla” di rumput.
Pasien selama di bangsal Amino juga sempat mengatakan kalau
dirinya suka kepada dr. Dilla namun pasien tidak akan bisa menjadi
pacar dr. Dilla karena pasien hanya seorang supir TNI, sehingga
menurutnya tidak mungkin seorang dokter mau berpacaran dengan
seorang supir. Pasien juga malas melakukan aktivitas dan merasa
tidak bersemangat, hanya sesekali pasien bernyanyi sambil
bermain gitar untuk dr. Dilla. Pasien juga sempat merasa takut
karena dr. Dilla akan membunuhnya, dan keesokannya saat ditanya
kembali mengenai hal tersebut pasien menyangkal.
6
pasien, pasien sempat stres ketika bekerja sebagai supir jenderal
tersebut.
7
A. Riwayat prenatal dan perinatal
E. Masa dewasa
1. Riwayat pendidikan
Pasien bersekolah dari sekolah dasar sampai sekolah
menengah atas di Lumajang, Jawa Timur. Pasien lulus
SMA tahun 2012. Lalu ingin melanjutkan ke kuliah di
8
jurusan hukum, namun tidak dapat kuliah karena alasan
biaya.
2. Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja sebagai TNI di bagian perbekalan
dan angkutan. Padahal sebenarnya pasien ingin menjadi
KOPASUS.
3. Riwayat pernikahan
Pasien saat ini belum menikah.
4. Agama
Pasien merupakan seorang pemeluk agama Islam.
Berdasarkan keterangan paman pasien, untuk beribadah
sholat pasien harus disuruh terlebih dahulu.
5. Riwayat psikoseksual
Pasien memiliki orientasi seksual yang normal,
yaitu heteroseksual. Pasien mengaku mempunyai pacar
bernama ‘B’ di Lumajang, yang kuliah di jurusan
keperawatan. Menurut pasien hubungan pasien dengan
pacarnya baik.
6. Aktivitas sosial
Menurut paman pasien, pasien termasuk pribadi
yang pergaulannya cukup dan mempunyai banyak teman.
Akan tetapi karena sifat pasien yang agak susah dinasehati
pasien sering kena hukuman dari seniornya.
7. Riwayat hukum
Menurut paman pasien, pasien tidak pernah
melakukan tindakan kejahatan yang berurusan dengan
pihak berwajib.
9
8. Riwayat keluarga
Pasien merupakan anak sulung dari 2 bersaudara.
Adik pasien perempuan berusia 9 tahun. Ayahnya bekerja
sebagai penjual bakso. Sedangkan ibu pasien adalah ibu
rumah tangga. Pasien mengatakan bahwa ia memiliki
hubungan yang baik dengan semua anggota keluarganya.
Genogram
10
11. Persepsi keluarga tentang diri pasien
Keluarga pasien merasa pasien ada gangguan jiwa
yang mengakibatkan terganggunya aktifitas sehari-hari.
Menurut paman pasien, sejak dahulu pasien merupakan
anak yang mudah bergaul dan susah dinasehati. Pasien
sering membangkang bila dinasehati.
STATUS MENTAL
11
3. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif selama wawancara, berperilaku wajar,
berbicara jelas. Pasien menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
pemeriksa. Kontak mata pasien dengan pemeriksa baik selama
wawancara.
C. Pembicaraan
Pembicaraan spontan, dalam menjawab pertanyaan volume suara
merendah, artikulasi cukup jelas. Pasien menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh pemeriksa walaupun terkadang tidak langsung ke ide
jawaban. Pasien menceritakan cerita-cerita sedih, seperti tentang tema
percintaan dan patah hati.
D. Gangguan persepsi
Halusinasi disangkal.
E. Pikiran
1. Arus pikiran
Arus pikir pasien adalah sirkumtansialitas, yaitu bicara
yang tidak langsung dalam mencapai tujuan.
2. Isi pikiran
Isi pikir pasien adalah preokupasi wanita yaitu pemusatan
isi pikir pada ide-ide tertentu, pada pasien ini menyangkut tentang
wanita, dan juga ide kejar.
12
F. Sensorium dan Kognitif
1. Taraf kesadaran dan kesiagaan
Compos mentis, kesiagaan baik.
2. Orientasi
Waktu : Baik, pasien dapat membedakan waktu saat pagi,
siang, dan malam.
Tempat : Baik, pasien mengetahui bahwa dirinya berada di
RSPAD Gatot Subroto.
Orang : Baik, pasien dapat mengenali dokter pemeriksa,
perawat dan pasien lainnya.
3. Daya Ingat
Jangka Panjang
Baik, pasien ingat nama SD, SMP, dan SMA dulu ia
sekolah.
Jangka Menengah
Baik, pasien dapat mengingat siapa yang mengantarnya saat
pertama kali ke rumah sakit.
Jangka Pendek
Baik, pasien dapat mengingat menu sarapan yang baru saja
dimakannya.
Penyimpanan dan Daya Ingat Segera
Baik, pasien dapat mengingat tiga angka yang diucapkan
oleh dokter.
13
6. Kemampuan Visuospasial
Baik, pasien dapat menggambarkan jam dan
memperlihatkan arah jarum panjang dan jarum pendek seperti yang
diminta oleh pemeriksa dengan benar walaupun pasien
membutuhkan waktu lama.
7. Pikiran Abstrak
Baik, pasien dapat mengartikan peribahasa seperti “berakit-
rakit kehulu berenang-renang ketepian,” atau “besar pasak daripada
tiang.”
14
H. Daya Nilai dan Tilikan
1. Daya dan Nilai sosial
Baik, pasien bersikap sopan terhadap dokter muda
perempuan maupun laki-laki, pasien juga bersikap sopan kepada
perawat dan pasien lainnya.
2. Penilaian realita
Dinilai dari sikap, pikiran, dan perilaku pasien yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai umum yang berlaku, juga pada pasien ini
insight terganggu.
3. Tilikan
Derajat 2, pasien agak menyadari bahwa mereka sakit dan
membutuhkan bantuan tetapi dalam waktu yang bersamaan
menyangkal penyakitnya.
1. Status Interna
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Status Gizi : Cukup
d. Tanda – tanda vital
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 88 kali/menit, reguler
- Nafas : 24 kali/menit
- Suhu : 36,5C
e. Mata : CA -/- SI -/-
15
f. THT : Perdarahan (-), palpasi pada daerah sinus
pada bagian sinus nyeri (-), deviasi septum
(-)
g. Mulut dan Gigi : tidak terdapat plaque gigi dan stomatitis
h. Jantung : Bunyi jantung I-II regular, tidak ada
murmur, tidak ada gallop.
i. Paru : Vesikuler kiri dan kanan, tidak ada
wheezing, tidak ada rhonki.
j. Abdomen : Datar, supel, tidak ada nyeri tekan, hati
dan limpa tidak teraba, bising usus
normal. Di bagian abdomen terdapat
makula hipopigmentasi ukuran bervariasi
dengan skuama halus diatasnya.
k. Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema.
2. Status Neurologis
a. GCS : 15
b. Tanda Rangsang Meningeal : negatif
c. Tanda-tanda efek ekstrapiramidal :
Tremor : tidak ada
Akatisia : tidak ada
Bradikinesia : tidak ada
Rigiditas : tidak ada
d. Motorik : 5 5
5 5
16
Pemeriksaan dilakukan pada Tn. APB, usia 20 tahun,
agama Islam, suku Jawa pendidikan terakhir SMA. Masuk Paviliun
Amino RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 2 Mei 2014. Pasien
datang sendiri ke RSPAD karena ingin bertemu dr. Dilla,
sebelumnya pasien dirawat di bangsal Amino RSPAD Gatot
Soebroto, dan sudah diperkenankan pulang sejak 10 hari SMRS
(22 April 2014). Namun selama di rumah, pasien tidak minum obat
secara teratur serta masih bertingkah laku aneh yaitu suka keluar
malam, banyak bicara, dan jarang tidur. Pasien bersikap seperti itu
selama kurang lebih 9 hari. Pada tanggal 1 Mei pasien mengaku
memimpikan dokter Dilla, dokter muda yang merawatnya selama
dirawat di bangsal Amino RSPAD Gatot Soebroto, lalu pasien ijin
kepada pamannya untuk kembali berangkat dinas, akan tetapi
pasien tidak berangkat dinas melainkan datang ke RSPAD karena
pasien ingin bertemu dokter Dilla, pasien terlihat murung dan
mengatakan ingin bunuh diri karena ingin bertemu dengan dokter
Dilla, sehingga pasien diputuskan untuk dirawat kembali di
bangsal Amino RSPAD Gatot Soebroto. Saat perawatan hari
pertama, pasien terlihat gelisah dan tampak emosi, dimana pasien
berkata-kata kasar terhadap perawat, memukul tembok, dan
menendang tempat makan, pasien mengaku marah dikarenakan
pasien tidak ingin dirawat. Pada hari-hari berikutnya pasien tampak
lebih tenang dan sudah membaur dengan bernyanyi bersama pasien
lain dengan suara yang keras, namun terkadang pasien suka
menyendiri di pojok ruang perawatan untuk melamun ataupun
menggambar di tembok menggunakan tanah, dan menulis nama
“Dilla” di rumput. Pasien selama di bangsal Amino juga sempat
mengatakan kalau dirinya suka kepada dr. Dilla namun pasien tidak
akan bisa menjadi pacar dr. Dilla karena pasien hanya seorang
supir TNI, sehingga tidak mungkin seorang dokter mau berpacaran
dengan supir.
17
Saat masa kanak-kanak sampai dewasa, pasien merupakan
anak yang mudah bergaul. Pasien juga pernah memiliki grup band
bersama beberapa orang temannya. Pasien pernah berpacaran
sebanyak enam kali. Namun, menurut penuturan pamannya, pasien
merupakan anak yang susah dinasehati dan agak pembangkang.
Ketika dilakukan anamnesa, pasien merasa pasien dirawat karena
sakit, namun sebenarnya pasien tidak sakit, sehingga pasien merasa
kesal saat harus dirawat.
18
VII. FORMULASI DIAGNOSTIK
Aksis I :
Berdasarkan anamnesis, riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan,
pada pasien ini ditemukan adanya pola perilaku, pikiran, dan perasaan yang
secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu penderitaan (distress) dan
hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan dan sosial. Dengan demikian
berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami suatu
gangguan jiwa.
Pada pasien tidak pernah menderita penyakit yang secara fisiologis
mengganggu fungsi otak, seperti cedera/trauma kepala atau penyakit lainnya
yang berhubungan dengan gangguan jiwa. Pada pemeriksaan fisik dan
neurologis juga tidak ditemukan keadaan yang dapat menunjukan gangguan
fungsi otak. Oleh sebab itu, diagnosis gangguan mental organik (F00-F09)
dapat disingkirkan.
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis, diketahui pula bahwa tidak
terdapat :
Riwayat penggunaan zat psikoaktif ataupun alkohol, sehingga
diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat
psikoaktif (F10-F19) dapat disingkirkan.
Pasien mengalami gangguan secara terus-menerus atau secara
episodik, sedikitnya untuk 2 tahun lamanya, dari 9 kriteria diagnostik
Gangguan Skizotipal (F21) dan sedikitnya harus ada 3 atau 4 gejala
khas, yaitu terdapatnya kecurigaan atau ide-ide paranoid, dan
sewaktu-waktu ada episode menyerupai keadaan psikotik yang
bersifat sementara dengan ilusi, halusinasi auditorik atau lainnya yang
bertubi-tubi, dan gagasan mirip waham, biasanya terjadi tanpa
provokasi dari luar. Sehingga tidak memenuhi kriteria diagnostik
Gangguan Skizotipal (F21).
Pasien tidak memenuhi kriteria umum diagnosis Skizofrenia. Pada
pasien tidak ditemukan adanya waham ataupun halusinasi yang
menonjol. Sehingga diagnosis skizofrenia paranoid (F20.00) dapat
disingkirkan.
19
Pasien tidak memenuhi kriteria umum diagnosis Skizofrenia, dan
tidak ditemukan adanya rigiditas, stupor, gaduh gelisah, negativisme,
ataupun fleksibilitas cerea. Sehingga diagnosis Skizofrenia Katatonik
(F20.2) dapat disingkirkan.
Aksis II :
Tidak ditemukan gangguan kepribadian ataupun retardasi mental.
Aksis III :
Tidak ditemukan adanya permasalahan.
Aksis IV :
Ditemukan masalah pekerjaan dan lingkungan sosial, yaitu masalah relasi
pasien yang tidak sesuai dengan harapannya, yaitu pasien selalu ada masalah
dengan senior di pekerjaannya, serta permasalahan dengan wanita di
kehidupannya.
Aksis V :
20
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global
Assessment Of Functioning (GAF), menurut PPDGJ III penilaian GAF
current pasien adalah 60 – 51. HLPY (Highest Level Past Year) pasien adalah
80 – 71.
X. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik
Tidak terdapat riwayat gangguan jiwa yang serupa pada keluarga.
B. Psikologis
1. Berpikir : penilaian realitas terganggu
2. Perilaku : Tidak wajar karena adanya penurunan fungsi
dalam aktivitas sehari-hari
3. RTA : terganggu
4. Tilikan (Insight) : derajat 2
21
X. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
a. Psikofarmaka :
o Lithium carbonate 2 x 250 mg
o Fluoxetine 1 x 20 mg
b. Psikoterapi :
o Memberikan penjelasan pada pasien yang bersifat komunikatif,
edukatif dan informatif tentang keadaan pasien sehingga pasien dapat
menjaga kepatuhan minum obat, mengerti tentang gangguan yang
dideritanya dan juga menyadari bahwa ada kemungkinan bahwa
keluhan-keluhan yang dideritanya didasari oleh faktor psikologis dan
dapat mencari bantuan psikiatri pada saat pasien membutuhkannya.
o Memberikan penjelasan mengenai fungsi dan efek samping obat yang
diminum oleh pasien serta efek bila pasien tidak minum obat sehingga
dapat menjaga kepatuhan minum obat.
o Mengembalikan pasien pada fungsi optimal dalam kehidupan,
minimal pasien bisa menjalani aktivitas sehari-hari dan merawat
kebersihan diri dengan baik.
o Meminta pasien untuk tidak memikirkan masalah percintaannya dan
mengalihkannya dengan diisi oleh kegiatan yang bermanfaat, serta
menyarankan pasien untuk rajin beribadah, menjalankan sholat untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan.
o Memberikan dukungan kepada pasien mengenai pekerjaannya,
menjelaskan bahwa melakukan kesalahan adalah wajar asalkan pasien
bisa memperbaiki kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi.
22
Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa kerjasama dan
kepatuhan dalam bekerja sangat dibutuhkan sehingga pasien harus
menjalin hubungan yang baik dengan rekan kerjanya.
c. Sosioterapi :
Terhadap keluarga dan rekan kerja di TNI memberikan edukasi dan
informasi yang benar tentang penyakit pasien sehingga diharapkan
keluarga dan rekan kerja dapat menerima pasien dan mendukung ke arah
penyembuhan. Keluarga dan rekan kerja juga diharapkan mampu
mengawasi kepatuhan pasien untuk kontrol minum obat. Meminta
keluarga untuk lebih mendengarkan dan komunikasi dengan pasien.
DISKUSI
23
Gangguan afektif bipolar bersifat episode berulang (sekurang-kurangnya
dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada
waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan
aktivitas (mania atau hipomania) dan pada waktu lain berupa penurunan afek
disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Kedua episode tersebut
seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental
lain.
24
Sehingga untuk menegakan diagnosis Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini
Depresif Sedang (F31.3):
(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
ringan ataupun sedang, dan
(b) Harus ada minimal satu episode afektif hipomanik atau manik atau
campuran di masa lampau.
25
Lithium Carbonate merupakan mood stabilizer, obat pilihan utama untuk
meredakan sindrom mania akut atau profilaksis terhadap serangan sindrom mania
yang kambuhan pada gangguan afektif bipolar. Mekanisme kerjanya yaitu
mengurangi dopamine receptor supersensitivity, dengan meningkatkan
cholinergic-muscarinic activity, dan menghambat cyclic AMP dan
phosphoinositides. Dosis pemberian dimulai dengan 250-500 mg/hari, diberikan
1-2 kali/hari dinaikan 250 mg/hari setiap minggu, sambil diukur serum lithium
setiap minggu sampai diketahui kadarnya yang berefek klinis terapeutik (0,8-1,2
mEq/L). Biasanya dosis efektif dan optimal sekitar 1500 mg/hari. Dipertahankan
2-3 bulan, kemudian diturunkan menjadi dosis maintenance. Lama pemberian
pada gangguan afektif bipolar hingga beberapa tahun, sesuai dengan indikasi
profilaksis serangan sindrom mania/depresi. Penggunaan jangka panjang
sebaiknya dalam dosis minimum dengan kadar serum lithium terendah yang
masih efektif untuk terapi profilaksis.
Pemberian fluoxetine yang merupakan golongan SSRI (Selective Serotonine
Reuptake Inhibitor) bertujuan untuk mengobati adanya depresi pada gangguan
afektif bipolar dengan cara menghambat pengambilan serotonin oleh neuron
prasinaptik. SSRI memiliki efek minimal pada tekanan darah dan fungsi jantung.
Sistem utama yang terpengaruh SSRI adalah saluran gastrointestinal, dan gejala
mual, anoreksia, dan diare. Pemberian SSRI bersama makanan mengurangi
gejala-gejala gastrointestinal. Indikasi terapi untuk pemakaian SSRI adalah untuk
gangguan depresif berat dan penelitian dengan fluoxetine juga telah menunjukkan
bahwa obat ini efektif untuk terapi episode depresif dari gangguan bipolar I. Dosis
fluoxetine yang paling sering dalam terapi depresi adalah 20 mg sehari.
Selain diberikan psikofarmaka sebagai terapi utama, perlu ditambahkan juga
terapi yang lain yaitu psikoterapi suportif untuk mensupport pasien dalam masa
adaptasinya, yang berujuan agar pasien merasa aman, diterima, dan dilindungi.
Serta psikoedukasi perihal penyakit pasien dengan menekankan betapa pentingnya
kepatuhan minum obat. Penelitian menemukan bahwa intervensi psikososial,
termasuk didalamnya psikoterapi, dapat memberikan perbaikan klinis. Modalitas
psikososial harus berintegrasi dengan penggunaan obat dan harus saling
mendukung.
26
Dari hasil autoanamnesis terakhir dengan pasien, pasien kooperatif dan mau
bergabung bersama pasien lain dan selalu makan dan minum obat teratur. Pasien
berkeinginan untuk segera pulang.
Dari segi prognosis, faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis pada
pasien ini antara lain, pada pasien tidak ditemukan gangguan mental akibat
penyakit organik, sehingga tidak memperburuk prognosis pasien. Pada keluarga
tidak didapatkan adanya riwayat gangguan psikologis, sehingga diharapkan
prognosis pasien lebih baik. Usia yang tidak terlalu muda pada pasien ini (19
tahun) saat onset sehingga memungkinkan prognosis lebih baik. Faktor
lingkungan atau institusi tempat pasien bekerja, pasien kurang mendapat suasana
yang kondusif dan cenderung mendapat stressor dari rekan-rekan kerjanya,
sehingga mempersulit penyembuhan pasien. Dan dari kondisi lingkungan tempat
tinggal pasien yang jauh dari orang tua atau orang-orang terdekatnya sehingga
dapat mempersulit juga dalam penyembuhan pasien.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa.Rujukan ringkasan dari PPDGJ
III.1997. Jakarta.
2. Maslim, Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
28