You are on page 1of 9

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES

Drh. HISWANI, Mkes

Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN.

Mengingat bahaya dan keganasan rabies terhadap kesehatan dan


ketentraman hidup masyarakat, maka usaha pengendalian penyakit berupa
pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan perlu dilaksanakan seintensif
mungkin. Untuk melaksanakan hal tersebut perlu adanya pedoman umum bagi para
petugas Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian dan Departemen Dalam
Negeri.
Rabies adalah penyakit menular yang akut dari susunan syaraf pusat yang
dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia yang disebabkan oleh virus
rabies. Bahaya rabies berupa kematian gangguan ketentraman hidup masyarakat.
Hewan seperti anjing, kucing dan kera yang menderita rabies akan menjadi ganas
dan biasanya cenderung menyerang atau menggigit manusia. Penderita rabies sekali
gejala klinis timbul biasanya diakhiri dengan kematian. Terhadap bahaya rabies
termaksud diatas akan mengakibatkan timbulnya rasa cemas atau rasa takut baik
terhadap orang yang digigit maupun masyarakat pada umumnya.
Pada hewan yang menderita penyakit ini biasanya ditemukan virus dengan
konsentrasi tinggi pada air ludahnya, oleh karena itu penularan umumnya melalui
suatu luka gigitan. Infeksi rabies pada hewan ditandai dengan mencari tempat yang
dingin diikuti dengan sikap curiga dan menyerang apa saja yang ada disekitarnya,
hipersalivasi, paralisa dan mati. Sedangkan gejala rabies pada manusia yang
menyolok berupa rasa takut air (hydrophobia) dan gejala-gejala encephalitis.
Sehubungan dengan adanya penyakit ini pemerintah mengeluarkan suatu
peraturan khusus pada tahun 1926 yang disebut ordonansi rabies (Hondsholheid
Ordonantie, Staatsblad No. 451, 1926) dan peraiuran pelaksananya yaitu (staatsblad
No. 452, 1926) yang bertujuan mencegah perluasan rabies.
Selanjutnya ordonansi tersebut mengalami perubahan-perubahan atau
penambahan yang disesuaikan dengan perkembangan pada waktu itu. Namun
demikian rabies terus berjangkit sampai sekarang malah ada tendensi semakin
meningkat dan meluas.

II. TANDA-TANDA RABIES.

Gejala yang terlihat pada umumnya adalah berupa manifestasi peradangan


otak (encephalitis) yang akut baik pada hewan maupun manusia. Pada manusia
keinginan untuk menyerang orang lain pada umumnya tidak ada.
Masa inkubasi rabies pada anjing dan kucing berkisar antara 10 sampai 8
minggu. Pada sapi, kambing, kuda dan babi berkisar antara 1 sampai 3 bulan.
Tanda klinis pada anjing dan kucing hampir sama gejala-gejala, penyakit ini
dikenal dalam tiga bentuk yaitu:
a. Bentuk ganas (furious rabies) masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati
dalam 2 sampai 5 hari setelah tanda-tanda rabies terlihat.
b. Bentuk diam atan dungu (dumb rabies) disini terjadi kelumpuhan (paralisa)
sangat cepat menjalar keseluruh anggota tubuh dan masa eksitasi pendek.

©2003 Digitized by USU digital library 1


c. Bentuk asymptomatis disini memperlihatkan kejadian dimana hewan tiba-tiba
mati dengan tidak menunjukan gejala-gejala sakit.

Selain dari ketiga bentuk tanda klinis rabies pada anjing dan kucing bisa
dijumpai tanda-tanda lain yang sering terlihat sebagai berikut:
- Pada phase prodromal hewan mencari tempat-tempat yang dingin dan
menyendiri, tetapi dapat lebih menjadi agresif dan nervous. Reflek cornea
berkurang/hilang, pupil meluas dan cornea kering.
- Pada phase exitasi hewan akan menyerang siapa saja yang ada disekitamya dan
memakan barang yang aneh-aneh. Dengan berlanjutnya penyakit, mata mejadi
keruh dan selalu terbuka.
- Pada phase paralisa cornea kering, mata terbuka dan kotor, semua reflek hilang
dan mati.

Tanda klinis pada hewan pemamah biak dapat dilibat seperti gelisah, gugup,
liar dan adanya rasa gatal pada seluruh tubuh, kelumpuhan pada kaki belakang dan
akhirnya hewan mati. Pada hari pertama atau kedua gejala klinis terlihat biasanya
temperatur normal, anorexia, eskpresi wajah berubah dari biasa, sering menguak
dan ini merupakan tanda yang spesiftk bagi hewan yang menderita rabies.

III. CARA PENULARAN RABIES

Masa inkubasi pada anjing dan kucing kurang lebih dua minggu (10 hari
sampai 8 minggu). Pada manusia 2 sampai 3 minggu, yang paling lama satu tahun
tergantung pada jumlah virus yang masuk melalui luka gigitan, dalam atau tidaknya
luka, luka tunggal atau banyak dan dekat atau tidaknya luka dengan susunan syaraf
pusat.
Virus ditularkan tenrtama melalui luka gigitan, oleh karena itu bangsa
carnivora adalah hewan yang paling utama (efektif) sebagai penyebar rabies antara
hewan atau manusia.
Pada hewan percobaan virus masih dapat ditemukan ditempat suntikan
selama 14 hari. Virus menuju ke susunan syaraf pusat melalui syaraf perifer dengan
kecepatan 3mm per jam (dean dkk, 1963) kemudian virus berkembang biak di sel-
sel syaraf terutama di hypocampus, sel purkinye dan kelenjar ludah akan terus
infektif selama hewan sakit.

IV. PENCEGAHAN RABIES

Pencegahan rabies pada hewan adalah tanggung jawab Dinas Peternakan dan
dalam pelaksanaannya akan bekerjasama dengan semua isntansi. Agar pencegahan
dan pemberantasan lebih efektif, maka disusun pedoman khusus berlandaskan pada
surat keputusan bersama antara menteri Kesehatan, Menteri pertanian dan Menteri
Dalam Negeri tentang pencegahan dan penanggulangan rabies.

Adapun langkah-langkah pencegahan rabies dapat dilihat dibawah ini:


- Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera
dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
- Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa
izin ke daerah bebas rabies.
- Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerah-daerah
bebas rabies.
- Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi
yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.

©2003 Digitized by USU digital library 2


- Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang
telah divaksinasi.
- Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak betuan dengan jalan
pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.
- Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies,
selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau
yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium
terdekat untuk diagnosa.
- Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera nan hewan sebangsanya
yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.
- Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-
kurangnya 1 meter.

V. TINDAKAN TERHADAP ORANG YANG DIGIGIT ATAU DIJILAT OLEH


HEWAN YANG TERSANGKA ATAU MENDERITA RABIES.

1. Apabila terdapat infonnasi ada orang yang digigit anjing atan dijilat oleh hewan
yang tersangka rabies harus segera ke Puskesmas terdekat guna mendapatkan
perawatan luka akibat gigitan.
2. Apabila dianggap perlu orang yang digigit atau dijilat hewan yang tersangka
rabies harus segera dikirim ke Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas
pengobatan anti rabies.
3. Apabila hewan yang dimkasud ternyata menderita rabies berdasarkan
pemeriksaan klinis maupun laboratories dari Dinas Peternakan, maka orang
digigit atau dijilat harus segera mendapat pengobatan khusus di unit Kesehatan
yang mempunyai fasilitas pengobatan anti rabies.
4. Apabila hewan yang menggigit itu tidak dapat ditangkap, atau tidak dapat
diobservasi atau spesimen tidak dapat diperiksa karena rusak, maka orang digigit
atan dijilat tersebut harus segera dikirim ke unit Kesehatan yang mempunyai
fasilitas anti rabies.

VI. TINDAKAN TERHADAP HEWAN TERSANGKA ATAU MENDERITA RABIES

Apabila ada informasi hewan tersangka rabies atau menderita rabies, maka
Dinas Peternakan harus melakukan penangkapan atau membunuh hewan tersebut
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila setelah dilakukan observasi selama
lebih kurang dua minggu ternyata hewan itu masih hidup, maka diserahkan kembali
kepada pemiliknya setelah divaksinasi, atau dapat dimusnahkan apabila tidak ada
pemilikinya.

VII. TATA CARA PELAPORAN RABIES

1. Apabila ada persangkaan rabies pada hewan, Kepala Desa harus segera
melaporkan kepada Caroat dan petugas Peternakan di kecamatan.
2. a. Camat setelah menerima laporan dari kepala desa tentang adanya
persangkaan rabies pada hewan harus segera melaporkan kepada
Bupati/Walikota madya Daerah Tingkat II.
b. Petugas peternakan di Kecamatan setelah menerima laporan dari kepala desa
dan pimpinan unit kesehatan setempat tentang adanya persangkaan rabies harus
segera melaporkan kepada kepala Dinas Peternakan Kabuapten/Kotamadya
Daerah Tingkat II.
3. Kepala Dinas Peternakan di Kabupaten/Kotamadya setelah menerima laporan
harus segera melaporkan kepada Bupati/Walikota madya.

©2003 Digitized by USU digital library 3


4. Dinas Peternakan setelah melakukan pemeriksaan klinis atau menerima hasil
pemeriksaan laboratorium dari spesemen yang berasal dari hewan tersangka
rabies harus segera melaporkan kepada unit Kesehatan yang melakukan
perawatan penderita.
5. Instansi-instansi yang dimaksud dalam angka 3 setelah laporan untuk
selanjutnya melaporkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Pimpinan Unit Kesehatan yang merawat orang yang digigit atau dijilat hewan
yang tersangka rabies harus segera melaporkan kepada Dinas Peternakan
setempat.
7. Pimpinan Unit Kesehatan yang dimaksud selanjutnya melaporkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

VIII. VAKSINASI RABIES DAN MANFAATNYA TERHADAP ANJING, KUCING


DAN KERA.

Vaksin rabies telah dikenal sejak tahun 1879 dibuat pertama kali oleh Victor
Galtier. Selanjutnya pada tahun 1884 vaksin tersebut dikembangkan oleh Louis
Pastuer membuat vaksin rabies menggunakan virus yang berasal dari sumsum
tulang belakang anjing yang terkena rabies kemudian dilintaskan pada otak kelinci
dan diatenuasikan dengan pemberian KOH.
Pada tahun 1993 Kliger dan Bernkopf berhasil membiakan virus rabies pada
telur ayam bertunas. Cara pembiakan virus tersebut dipakai oleh Koprowski dan Cox
untuk membuat vaksin rabies aktif strain flury HEP pada tahun 1955.
Dengan berkembangnya cara pengembangbiakan virus dengan biakan sel,
Naguchi pada tahun 1913 dan Levaditi pada tahun 1914 berhasil membiakan virus
rabies secara in vitro pada biakan gel.
Pada tahun 1958 Kissling membiakan virus rabies CVS pada biakan sel ginjal
anak hamster. Selanjutnya pada tahun 1963 Kissling dan Reese berhasil membuat
vaksin rabies inaktif menggunakan virus rabies ymlg dibiakan pada sel ginjal anak
hanlster (BHK).
Dengan metoda pembuatan vaksin dengan biakan sel ini dapat dihasilkan titer
virus yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biakan virus memakai otak hewan
yang ditulari virus rabies.
Disamping itu metode biakan sel dapat menghasilkan virus dengan jumlah
yang lebih banyak untuk produksi vaksin rabies dengan skala besar.
Pengendalian penyakit rabies dapat dilakukan antara lain dengan jalan
mengusahakan agar hewan yang peka terhadap serangan rabies kebal terhadap
serangan virus rabies. Oleh karena itu sebagian besar populasi hewan harus
dikebalkan melalui vaksinasi. Untuk mencapai keberhasilan vaksinasi dibutuhkan
vaksin yang berkualitas baik, tersedia dalam jumlah cukup dan tepat waktu
pendistribusiannya.

IX. PENGEMBANGAN VAKSIN RABIES

Di Indonesia, vaksin rabies untuk hewan telah diproduksi sejak tahun 1967
oleh Posat Veterinaria Farma (Pusvetma) Surabaya yang pada saat itu masih
bernama lembaga virologi kehewanan (LVK), menggunakan fixed virus rabies.
Sebagai media untuk membiakkan virus rabies digunakan otak kambing/domba
umur 3 bulan. Otak yang ditumbuhi virus digerus, dibuat suspensi kemudian
diinaktifkan dengan phenol 0,5%. Vaksin jenis ini disebut vaksin rabies sampel yang
selanjutnya diberi nama paten Rasivet Aplikasi vaksin tersebut melalui suntikan
dibawah kulit dengan dosis 4 ml. Masa kebal vaksin rasivet relatif pendek yaitu 6
bulan.

©2003 Digitized by USU digital library 4


Dengan adanya peningkatan kebutuhan vaksin rabies dalam rangka
pengendalian rabies di Indonesia menimbulkan tantangan bagi Pusvetma untuk
meningkatkan jumlah vaksin rabies yang diproduksinya. Masalah yang dihadapi yaitu
kesulitan mendapatkan kambing/domba umur 3 bulan dalam jumlah banyak. Untuk
memproduksi vaksin sebanyak 60.000 dosis (satu batch) dibutuhkan
kambing/domba sebanyak 300 ekor. Di samping itu kambing/domba makin lama
makin tinggi, timbulnya pencemaran lingkungan dan resiko tersebarnya penyakit
sangat tinggi.
Dengan bantuan seorang tenaga WHO, Dr. Larghi pada tahun 1983, era baru
pembuatan vaksin rabies di Pusvetma telah dimulai. Dalam Cara baru ini digunakan
biakan sel sebagai media pertumbuhan virus rabies. Virus yang digunakan yaitu
virus rabies galar Pastuer yang dibiakan pada kultur sel ginjal anak hamster (BHK
21), dengan bahan inaktif berupa 2-Bromo Ethylamin (BEA). Sel BHK 21 seperti yang
dinyatakan Bear (1975) merupakan sel yang paling peka untuk pembiakan virus
rabies.
Setelah melalui rangkaian percobaan, pada tahun 1984, Pusvetma telah
mengeluarkan vaksin rabies yang menggunakan biakan sel sebagai tempat
pembiakan virus. Vaksin baru ini diberi nama rabivet.
Vaksin rabivet mempunyai kelebihan dibandingkan dengan rasivet yaitu:
1. Rabivet tidak mengandung jaringan syaraf dan kandungan proteinnya lebih
rendah sehingga efek samping berupa alergi dan paralisa non spesifik sangat
dikurangi.
2. Mudah diproduksi secara besar-besaran.
3. Harga satuan lebih rendah.
4. Pencemaran lingkungan dan resiko tersebarnya virus sangat rendah.
5. Rabies mempunyai masa kekebalan yang lebih lama.

Berdasarkan hasil pengujian baik pada kondisi laboratorium maupun kondisi


lapangan menunjukkan bahwa vaksin rabivet mempunyai keamanan dan potensi
yang baik. Vaksin tetap stabil selama dua tahun pada penyimpanan temperatur 40C.
Pengujian di laboratorium menggunakan hewan percobaan anjing untuk
mengukur masa kekebalan vaksin rabivet dengan index Netralisasi test menunjukkan
bahwa pada bulan ke 16 setelah vaksinasi, titer antibodi terhadap rabies masih tetap
tinggi yaitu index netralisasi (in) = 3.
Setelah pengujian menunjukkan hasil yang baik, vaksin rabivet diproduksi
dalam skala besar dan didistribusikan diseluruh Indonesia Ternyata dilapangan
vaksin rabivet menimbulkan masalah. Beberapa daerah melaporkan adanya endapan
warna hitam pada dasar vial skibat pemakaian thiomersal sebagai bahan bakterisida
pada vaksin.

X. PRODUKSI VAKSIN RABIES.

Sesuai dengan SK Mentan No. 317/Kepts/Org/1978 tanggal 25 Mei 1978


Pusat Veterinaria faram mempunyai tugas pelaksanaan pengadaan dan penyaluran
vaksin, antisera diagnostika dan bahan biologis lain. Sesuai dengan tugas tersebut
diatas, PUSVETMA telah memproduksi vaksin antara lain vaksin rabies. Dalam
memproduksi vaksin digunakan anggaran berasal dari Proyek Rutin.
PUSVETMA dalam memproduksi vaksin rabies berusaha untuk memenuhi
jumlah sesuai target dan waktu distribusi, tetapi sering kali terjadi pergeseran jadwal
produksi sebagai akibat pengadan bahan produksi yang harus melalui tender.
Untuk tahun 1993/1994 telah diambil langkah-langkah kebijaksanaan
sehingga vaksin Rabivet dapat diproduksi dan didistribusikan tepat waktu dan tepat
jumlah.

©2003 Digitized by USU digital library 5


Kapasitas produksi vaksin rabivet setiap tahun semakin meningkat. Sebelum
tahun 1990/1991 kapasitas produksi mencapai 400.000. dosis per tahun kemudian
meningkat menjadi 600.000 dosis per tahun pada tahun 1990/1991. Dengan adanya
bantuan hibah dari pemerintah Jepang melalui JICA, mulai tahun 1993/1994
kemampuan produksi dapat tingkatkan menjadi 1000.000 dosis per tahun. Dengan
adanya perbaikan prosedur kerja produksi dan efesiensi penggunaan alat
kemampuan produksi dapat ditingkatkan menjadi 500.000 dosis per tahun.

XI. KEGUNAAN VAKSIN RABIES.

Manfaat dari vaksin rabies adalah untuk mengendalikan penyakit rabies


antara lain, mengusahakan agar hewan yang peka terhadap rabies kebal terhadap
serangan virus rabies.
Untuk mencapai hal tersebut, sebagian besar populasi hewan harus
dikebalkan melalui vaksinasi.
Pelaksanaan vaksinasi dapat berhasil dengan baik apabila tersedia vaksin
dengan kualitas bermutu dan tersedia dalam jumlah cukup. Untuk menjawab
tantangan ini PUSVETMA telah berhasil memproduksi vaksin rabivet dengan kualitas
baik dan murah.
Untuk memperoleh vaksin rabivet dengan kualitas bermutudlan murah telah
diadakan suatu rekayasa pembuatan media dan cloning virus sehingga diperoleh
virus yang cocok untuk tumbuh pada media yang baru. Dibandingkan dengan vaksin
rabivet maka vaksin rabivet supra 92 mempunyai kandungan protein yang jauh lebih
rendah yaitu 2 mg/ml. Dengan turunnya kandungan protein diharapkan tidak terjadi
reaksi anfilaksis dan tidak menimbulkan rasa sakit pada suntikan. PH vaksin juga
menunjukkan kestabilan yaitu kurang lebih 7 sesuai dengan PH tubuh.
Hasil uji potensi vaksin tersebut dibandingkan dengan vaksin impor (rabisin)
menurut metode modifikasi NIH menunjukkan hasil yang sama dengan Relative
Potency sebesar 1,2. Hasil uji dalam bentuk garis regrasi dari kedua jenis vaksin
tersebut ternyata memperlihatkan garis linear yang hampir sejajar.
Upaya yang dilakukan PUSVETMA tidak hanya meningkatkan mutu vaksin
yang dihasilkan tetapi juga kapasitas produksi per tahun juga ditingkatkan.
Peningkatan kapasitas produksi dilakukan dengan melengkapi peralatan yang ada
penggunaan slat yang efisien dan penguasaan teknik produksi.
Vaksin Rabivet supra 92 produksi pusat veterinaria farma dapat
dipertanggungjawabkan untuk dipakai dalam pengendalian penyakit rabies di
Indonesia sebab mempunyai potensi baik, stabil dan efek samping rendah.

XII. TATA CARA PENGIRIMAN BAHAN ATAU SAMPEL PEMERIKSAAN RABIES.

Untuk mendiagnosa rabies, selain memperhatikan riwayat penyakit, gejala


klinis dan gambaran patologi. pemeriksaan spesimen secara laboratoris perlu
dilakukan.
Diagnosa secara laboratoris didasarkan atas penemuan antigen rabies,
penemuan badan negeri dan penemuan virus rabies pada spesimen yang diperiksa.
Oleh karena itu pemilihan bahan pemeriksaan serta cara pengepakan dan
pengirimannya ke laboratorium diarahkan untuk keperluan tersebut.
Antigen, badan negeri dan virus banyak ditemukan pada sel syaraf (neuron)
sedangkan kelenjar ludah dapat mengandung antigen dan virus tetapi badan negeri
tidak selalu dapat ditemukan pada kelenjar ludah anjing. Adanya kontaminasi pada
spesimen dapat menganggu pemeriksaan dan khususnya untuk isolasi virus
pengiriman harus dilakukan sedemikian rupa sehingga kelestarian hidup virus dalam
spesimen tetap terjamin sampai ke laboratorium.

©2003 Digitized by USU digital library 6


XIII. BAHAN PEMERIKSAAN.

Bahan pemeriksaan untuk mendiagnosa rabies dapat berupa diantaranya


ialah:
• Saluran kepala
• Otak.
• Preparat pada objek gelas.
• Kelenjar ludah.

Pada otak dapat diambil untuk pemeriksaan rabies adalah Hippocampus,


Cortex cerebri dan cerebellum. Untuk pemeriksaan diperlukan spesimen sebanyak
masing-masing 3 gram atau lebih.

XIV. CARA PENGAMBILAN SPESIMEN.

Kepala dipisahkan dari leher, kemudian dimasukkan dalam container logam


(container pertama) ditutup rapat dan disimpan dengan kedinginan 4°C atau
dibekukan sampai saat pengiriman.
Otak, disini yang diambil yaitu hipocampus, cortex cerebri dan cerebellum.
Pada spesimen ini dapat dibuat preparat pada gelas objek, preparat sentuh, preparat
ulas dan preparat putar.
Untuk mendiagnosa diperlukan sebanyak 6 buah preparat, masing-masing 2
buah untuk hippocampus (terpenting) cortex cerebrum dan cerebellum dari masing-
masing otak. Menurut cara membuatnya, terdapat 3 jenis preparat yakni preparat
sentuh (impression method), preparat ulas (smear method) atau preparat putar
(rolling method).

XV. PREPARAT SENTUH.

Buat potongan bagian otak yang dikehendaki 2-3 mm taruh diatas suatu
gelas objek (atau scalpel, atau sendok es kream atau septula) dengan bidang
sayatan menghadap keatas. Dengan gelas objek yang lain sentuh dengan sedikit
penekanan bidang Bayman tadi, 3 sentuhan pada setiap gelas objek, lalu langsung
dimasukan kedalam pewarna sellers.

XVI. PREPARAT ULAS.

Taruh potongan kecil jaringan otak yang dikehendaki ditengah suatu gelas
objek kira-kira berjarak ¼ panjang gelas objek dari salah satu sisi panjangnya. Ambil
gelas objek dari salah satu sisi panjangnya. Ambil gelas objek yang lain, tekankan
pada jaringan dan gerakan ke ujung yang lain sehingga ¾ gelas objek terlapisi
dengan bahan pemeriksaan secara merata lalu langsung dimasukkan ke dalam
pewarna seller.

XVII. PREPARAT PUTAR.

Taruh potongan sebesar kacang kedelai jaringan otak yang dikehendaki


ditengah suatu gelas objek, dengan gerakan berputar, dengan tusuk gigi atau gelas
objek guling-gulingkan dan sisa yang tidak melekat digelas objek dibuang lalu
langsung dimasukkan ke dalam pewarna sellers.

©2003 Digitized by USU digital library 7


XVIII. KELENJAR LUDAH.

Kelenjar ludah penting artinya untuk mengetahui resiko pengigitan, karena


itu perlu disertakan sebagai bahan pemeriksaan. Cara mengambil kelenjar ludah
yaitu kepala diletakkan terbalik, yakni bagian ventral menghadap ke atas. Buat
sayatan kulit dari cabang mendibula ke leher, kuakkan sayatan kulit kesamping,
maka akan terlihat urat daging, jaringan ikat longgar, lymphoglandula submaxilaris
dan kelenjar ludah submaxilaris.
Kelenjar ludah submaxilaris terletak diujung belakang mandibula, dibelakang
dan dibawah lymphoglandula submaxilaris, berwarna kuning atau oranye, berbentuk
elip dan terbungkus oleh kapsul.
Keluarkan kelenjar ludah dan masukkan dalam botol spesimen yang berisi
bahan pengawet gliserin. Tutup botol/vial rapat-rapat dan simpan dalam keadaan
dingin.
Tanda pengenal perlu disertakan/ditempelkan pada kontainer (botol/vial)
yang berisi bahan pemeriksaan. Tanda pengenal berisi: Nama jaringan/organ, bahan
pengawet/fixative yang dipakai, species hewan dan tanggal pengambilan.

XIX. PENGEPAKAN DAN PENGIRIMAN.

A. Pengepakan.
Kaleng (pertama) yang berisi kepala dimasukkan ke dalam kaleng ke dua
yang lebih besar. Diantara ke dua kaleng diberi es batu atau dry ice. Jumlah es batu
atau dry ice disesuaikan dengan jarak dan lama waktu pengiriman ke laboratorium
dan besar kaleng ke dua disesuaikan dengan jumlah es batu my ice yang akan
dipergunakan. Setelah itu kaleng ke dua ditutup rapat-rapat dan diberi tanda
pengenal.
Botoi/vial yang berisi potongan jaringan dengan bahan pengawet glycerin
atau formalin 10% yang telah ditutup rapat-rapat dan tidak bocor dimasukkan
kedalam kantong plastik yang berfungsi sebagai pembungkus, pencegah terlepasnya
tutup dan pencegah perluasan kebocoran. Selanjutnya bahan pemeriksaan
dimasukkan kedalam kaleng atau kotak yang tidak tembus air dan tahan banting.
Bahan pemeriksaan dalam bahan pengawet glycerin akan lebih baik kalau dikirim
dalam thermos atau peti berisi es atau dry ice.
Botol/vial yang berisi potongan jaringan yang tidak dengan pengawet glycerin
atau formalin, dibungkus dalam kantong plastik dan dimasukkan dalam kaleng atau
kontainer tertutup, selanjutnya bahan pemeriksaan tadi dimasukkan dalam thermos
atau peti yang berisi es batu atau dry ice.
Satu copy surat pengantar specimen perlu disertakan dengan pengiriman
bahan pemeriksaan dan paket diberi tulisan "paket ini berisi bahan pemeriksaan
penyakit yang disangka anjing gila (rabeis)". Alamat laboratorium yang dituju dan
alamat pengirim ditulis dengan jelas.

B. Pengiriman.
Sepsimen diusahakan secepat mungkin sampai dilaboratorium yang terdekat
dan mam memeriksa rabies melalui kurir, atau dikirim secara kilat. Bahan
pemeriksaan yang tidak dengan bahan pengawet dan preparat yang difixasi dengan
aceton dikirim dengan pendinginan demikian pula sebaiknya bahan pemeriksaan
dalam formalin tidak perlu pendingin.

©2003 Digitized by USU digital library 8


XX. KESIMPULAN

Rabies adalah penyakit hewan yang dapat ditularkan ke manusia melalui


gigitan anjing, kucing, atau kera yang positif rabies. Virus rabies banyak terdapat
dalam air liur penderita rabies. Mengingat bahaya rabies terhadap kesehatan dan
ketentraman hidup masyarakat, maka usaha pengendalian penyakit berupa
pencegaban dapat dilakukan dengan jalan menvaksinasi hewan peliharaan yaitu
anjing, kucing dan kera setiap setahun sekali.
Akibat dari gigitan yang positif rabies apabila orang yang digigit anjing
tersebut tidak divaksinasi sebanyak 14 kali didaerah pusar, maka dapat
menyebabkan gejala rabies. Penderita rabies sekali gejaJa klinis timbul biasanya
diakhiri dengan kematian. Terhadap bahaya rabies termasuk diatas ini akan
mengakibatkan timbulnya rasa cemas atan rasa takut baik terhadap orang yang
digigit maupun masyarakat pada umumnya.
Untuk mencegah penyakit rabies perlu diberi vaksin pada semua anjing,
kucing dan kera biasanya dalam hal ini perlu kesadaran dari pemilik hewan
peliharaan untuk mengvaksinasi secara teratur dan berkesinambungan, sedangkan
dari pihak Dinas Peternakan perlu memberi penyuluhan tentang rabies melalui media
masa.
Mengingat bahaya dan keganasan rabies terhadap kesehatan dan
ketentraman hidup masyarakat, maka usaha pensendalian penyakit berupa
pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan perlu dilaksanakan seinsentif
mungkin. Untuk melaksanakan hal tersebut perlu adanya pedoman umum bagi para
petugas Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian dan Departemen Dalam
Negeri.

DAFTAR PUSTAKA

British Veterinary Association, Handbook on Animal Diseases in the Tropics, vet,


Assoc. London, 1976.
Hubbert, W.T. W.F. Mc. Culloch dan P.R. Schnurrenberger, Diseases Transmitted
From Animal to Man, ed. 6 C.C. Thomas, Springfield, 1975.
Pencegahan dan Pemberantasan Rabies., Dirjen Peternakan Departemen Pertanian,
1982.
Ressang A.A. Patologi Khusus Veteriner. IFAD Project. Denpasar Bali, 1984.
Schnurrenberger. P.R. dan William T. Hubbert. Ikhtisar Zoonosis. Penerbit ITB
Bandung, 1991.

©2003 Digitized by USU digital library 9

You might also like