Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN.
Selain dari ketiga bentuk tanda klinis rabies pada anjing dan kucing bisa
dijumpai tanda-tanda lain yang sering terlihat sebagai berikut:
- Pada phase prodromal hewan mencari tempat-tempat yang dingin dan
menyendiri, tetapi dapat lebih menjadi agresif dan nervous. Reflek cornea
berkurang/hilang, pupil meluas dan cornea kering.
- Pada phase exitasi hewan akan menyerang siapa saja yang ada disekitamya dan
memakan barang yang aneh-aneh. Dengan berlanjutnya penyakit, mata mejadi
keruh dan selalu terbuka.
- Pada phase paralisa cornea kering, mata terbuka dan kotor, semua reflek hilang
dan mati.
Tanda klinis pada hewan pemamah biak dapat dilibat seperti gelisah, gugup,
liar dan adanya rasa gatal pada seluruh tubuh, kelumpuhan pada kaki belakang dan
akhirnya hewan mati. Pada hari pertama atau kedua gejala klinis terlihat biasanya
temperatur normal, anorexia, eskpresi wajah berubah dari biasa, sering menguak
dan ini merupakan tanda yang spesiftk bagi hewan yang menderita rabies.
Masa inkubasi pada anjing dan kucing kurang lebih dua minggu (10 hari
sampai 8 minggu). Pada manusia 2 sampai 3 minggu, yang paling lama satu tahun
tergantung pada jumlah virus yang masuk melalui luka gigitan, dalam atau tidaknya
luka, luka tunggal atau banyak dan dekat atau tidaknya luka dengan susunan syaraf
pusat.
Virus ditularkan tenrtama melalui luka gigitan, oleh karena itu bangsa
carnivora adalah hewan yang paling utama (efektif) sebagai penyebar rabies antara
hewan atau manusia.
Pada hewan percobaan virus masih dapat ditemukan ditempat suntikan
selama 14 hari. Virus menuju ke susunan syaraf pusat melalui syaraf perifer dengan
kecepatan 3mm per jam (dean dkk, 1963) kemudian virus berkembang biak di sel-
sel syaraf terutama di hypocampus, sel purkinye dan kelenjar ludah akan terus
infektif selama hewan sakit.
Pencegahan rabies pada hewan adalah tanggung jawab Dinas Peternakan dan
dalam pelaksanaannya akan bekerjasama dengan semua isntansi. Agar pencegahan
dan pemberantasan lebih efektif, maka disusun pedoman khusus berlandaskan pada
surat keputusan bersama antara menteri Kesehatan, Menteri pertanian dan Menteri
Dalam Negeri tentang pencegahan dan penanggulangan rabies.
1. Apabila terdapat infonnasi ada orang yang digigit anjing atan dijilat oleh hewan
yang tersangka rabies harus segera ke Puskesmas terdekat guna mendapatkan
perawatan luka akibat gigitan.
2. Apabila dianggap perlu orang yang digigit atau dijilat hewan yang tersangka
rabies harus segera dikirim ke Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas
pengobatan anti rabies.
3. Apabila hewan yang dimkasud ternyata menderita rabies berdasarkan
pemeriksaan klinis maupun laboratories dari Dinas Peternakan, maka orang
digigit atau dijilat harus segera mendapat pengobatan khusus di unit Kesehatan
yang mempunyai fasilitas pengobatan anti rabies.
4. Apabila hewan yang menggigit itu tidak dapat ditangkap, atau tidak dapat
diobservasi atau spesimen tidak dapat diperiksa karena rusak, maka orang digigit
atan dijilat tersebut harus segera dikirim ke unit Kesehatan yang mempunyai
fasilitas anti rabies.
Apabila ada informasi hewan tersangka rabies atau menderita rabies, maka
Dinas Peternakan harus melakukan penangkapan atau membunuh hewan tersebut
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila setelah dilakukan observasi selama
lebih kurang dua minggu ternyata hewan itu masih hidup, maka diserahkan kembali
kepada pemiliknya setelah divaksinasi, atau dapat dimusnahkan apabila tidak ada
pemilikinya.
1. Apabila ada persangkaan rabies pada hewan, Kepala Desa harus segera
melaporkan kepada Caroat dan petugas Peternakan di kecamatan.
2. a. Camat setelah menerima laporan dari kepala desa tentang adanya
persangkaan rabies pada hewan harus segera melaporkan kepada
Bupati/Walikota madya Daerah Tingkat II.
b. Petugas peternakan di Kecamatan setelah menerima laporan dari kepala desa
dan pimpinan unit kesehatan setempat tentang adanya persangkaan rabies harus
segera melaporkan kepada kepala Dinas Peternakan Kabuapten/Kotamadya
Daerah Tingkat II.
3. Kepala Dinas Peternakan di Kabupaten/Kotamadya setelah menerima laporan
harus segera melaporkan kepada Bupati/Walikota madya.
Vaksin rabies telah dikenal sejak tahun 1879 dibuat pertama kali oleh Victor
Galtier. Selanjutnya pada tahun 1884 vaksin tersebut dikembangkan oleh Louis
Pastuer membuat vaksin rabies menggunakan virus yang berasal dari sumsum
tulang belakang anjing yang terkena rabies kemudian dilintaskan pada otak kelinci
dan diatenuasikan dengan pemberian KOH.
Pada tahun 1993 Kliger dan Bernkopf berhasil membiakan virus rabies pada
telur ayam bertunas. Cara pembiakan virus tersebut dipakai oleh Koprowski dan Cox
untuk membuat vaksin rabies aktif strain flury HEP pada tahun 1955.
Dengan berkembangnya cara pengembangbiakan virus dengan biakan sel,
Naguchi pada tahun 1913 dan Levaditi pada tahun 1914 berhasil membiakan virus
rabies secara in vitro pada biakan gel.
Pada tahun 1958 Kissling membiakan virus rabies CVS pada biakan sel ginjal
anak hamster. Selanjutnya pada tahun 1963 Kissling dan Reese berhasil membuat
vaksin rabies inaktif menggunakan virus rabies ymlg dibiakan pada sel ginjal anak
hanlster (BHK).
Dengan metoda pembuatan vaksin dengan biakan sel ini dapat dihasilkan titer
virus yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biakan virus memakai otak hewan
yang ditulari virus rabies.
Disamping itu metode biakan sel dapat menghasilkan virus dengan jumlah
yang lebih banyak untuk produksi vaksin rabies dengan skala besar.
Pengendalian penyakit rabies dapat dilakukan antara lain dengan jalan
mengusahakan agar hewan yang peka terhadap serangan rabies kebal terhadap
serangan virus rabies. Oleh karena itu sebagian besar populasi hewan harus
dikebalkan melalui vaksinasi. Untuk mencapai keberhasilan vaksinasi dibutuhkan
vaksin yang berkualitas baik, tersedia dalam jumlah cukup dan tepat waktu
pendistribusiannya.
Di Indonesia, vaksin rabies untuk hewan telah diproduksi sejak tahun 1967
oleh Posat Veterinaria Farma (Pusvetma) Surabaya yang pada saat itu masih
bernama lembaga virologi kehewanan (LVK), menggunakan fixed virus rabies.
Sebagai media untuk membiakkan virus rabies digunakan otak kambing/domba
umur 3 bulan. Otak yang ditumbuhi virus digerus, dibuat suspensi kemudian
diinaktifkan dengan phenol 0,5%. Vaksin jenis ini disebut vaksin rabies sampel yang
selanjutnya diberi nama paten Rasivet Aplikasi vaksin tersebut melalui suntikan
dibawah kulit dengan dosis 4 ml. Masa kebal vaksin rasivet relatif pendek yaitu 6
bulan.
Buat potongan bagian otak yang dikehendaki 2-3 mm taruh diatas suatu
gelas objek (atau scalpel, atau sendok es kream atau septula) dengan bidang
sayatan menghadap keatas. Dengan gelas objek yang lain sentuh dengan sedikit
penekanan bidang Bayman tadi, 3 sentuhan pada setiap gelas objek, lalu langsung
dimasukan kedalam pewarna sellers.
Taruh potongan kecil jaringan otak yang dikehendaki ditengah suatu gelas
objek kira-kira berjarak ¼ panjang gelas objek dari salah satu sisi panjangnya. Ambil
gelas objek dari salah satu sisi panjangnya. Ambil gelas objek yang lain, tekankan
pada jaringan dan gerakan ke ujung yang lain sehingga ¾ gelas objek terlapisi
dengan bahan pemeriksaan secara merata lalu langsung dimasukkan ke dalam
pewarna seller.
A. Pengepakan.
Kaleng (pertama) yang berisi kepala dimasukkan ke dalam kaleng ke dua
yang lebih besar. Diantara ke dua kaleng diberi es batu atau dry ice. Jumlah es batu
atau dry ice disesuaikan dengan jarak dan lama waktu pengiriman ke laboratorium
dan besar kaleng ke dua disesuaikan dengan jumlah es batu my ice yang akan
dipergunakan. Setelah itu kaleng ke dua ditutup rapat-rapat dan diberi tanda
pengenal.
Botoi/vial yang berisi potongan jaringan dengan bahan pengawet glycerin
atau formalin 10% yang telah ditutup rapat-rapat dan tidak bocor dimasukkan
kedalam kantong plastik yang berfungsi sebagai pembungkus, pencegah terlepasnya
tutup dan pencegah perluasan kebocoran. Selanjutnya bahan pemeriksaan
dimasukkan kedalam kaleng atau kotak yang tidak tembus air dan tahan banting.
Bahan pemeriksaan dalam bahan pengawet glycerin akan lebih baik kalau dikirim
dalam thermos atau peti berisi es atau dry ice.
Botol/vial yang berisi potongan jaringan yang tidak dengan pengawet glycerin
atau formalin, dibungkus dalam kantong plastik dan dimasukkan dalam kaleng atau
kontainer tertutup, selanjutnya bahan pemeriksaan tadi dimasukkan dalam thermos
atau peti yang berisi es batu atau dry ice.
Satu copy surat pengantar specimen perlu disertakan dengan pengiriman
bahan pemeriksaan dan paket diberi tulisan "paket ini berisi bahan pemeriksaan
penyakit yang disangka anjing gila (rabeis)". Alamat laboratorium yang dituju dan
alamat pengirim ditulis dengan jelas.
B. Pengiriman.
Sepsimen diusahakan secepat mungkin sampai dilaboratorium yang terdekat
dan mam memeriksa rabies melalui kurir, atau dikirim secara kilat. Bahan
pemeriksaan yang tidak dengan bahan pengawet dan preparat yang difixasi dengan
aceton dikirim dengan pendinginan demikian pula sebaiknya bahan pemeriksaan
dalam formalin tidak perlu pendingin.
DAFTAR PUSTAKA