You are on page 1of 20

CASE REPORT

PNEUMOTHORAX

Disusun oleh:
Anggita Nur Widya Febriana

PROGRAM INTERNSHIP
RUMAH SAKIT MEKARSARI
BEKASI
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat Nya saya dapat menyelesaikan case report yang berjudul ”Pneumothorax”.
Tugas case report ini sebagai salah satu tugas dari program dokter internship serta
bertujuan agar dapat menambah pengetahuan mengenai materi ini.
Terima kasih kepada suami, kedua orang tua dan dokter-dokter pembimbing
internship kami yang selalu mendukung dalam segala kondisi yang kami alami
selama menjalankan program internship.
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk penulis dan
untuk kemajuan dunia kedokteran.

Bekasi, Agustus 2018

Anggita Nur Widya Febriana

2
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................ 2


Daftar Isi .......................................................................................................... 3
BAB I LAPORAN KASUS .............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 9
BAB III ANALISIS KASUS ............................................................................ 19
Daftar Pustaka ................................................................................................... 20

3
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas
• RM No. : 165837
• Nama : Tn.N
• Tanggal lahir : 7 Agustu 1953
• Umur : 64 tahun
• Jenis kelamin : laki-laki
• Agama : Islam
• Alamat : Jl. K.H. Agus Salim
• Tanggal masuk RS : 24 Juni 2018

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Os datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari SMRS. Batuk-batuk (+)
sudah 1 bulan ini, dahak kadang berwarna hijau. Demam (+), bengkak pada
kedua tangan dan kaki (+), riwayat asma (-), riwayat pengobatan TBC (-),
kebiasaan merokok (+) sejak muda.
 Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
 Riwayat penyakit diabetes disangkal, namun os sama sekali belum pernah
melakukan pemeriksaan gula darah sebelumnya

Riwayat Penyakit Dahulu:

4
 Riwayat keluhan serupa disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:

 Riwayat hipertensi pada keluarga disangkal


 Riwayat DM pada keluarga disangkal
 Riwayat asthma pada keluarga disangkal

Resume Anamnesis:
 Pasien laki-laki usia 64 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang
memberat sejak 2 hari yang lalu. Keluhan lain berupa batuk-batuk sejak 1
bulan yang lalu. Dahak (+) warna hijau. Demam (+)

1.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan IGD

 Keadaan umum : Tampak sakit berat


 Kesadaran : Apatis
 Tekanan darah : 100/60 mmHg
 Frekuensi Nadi : 138x/menit (reguler, tegangan kurang, isi lemah)
 Frekuensi Pernafasan : 32 x/menit
 Suhu tubuh : 36.6oC
 Data Antropometri

- Berat Badan : 55 kg
- Tinggi Badan : 170 cm
- IMT : 19 kg/m2 , kesan: kurus
- Kulit : ukk (-)
- Kepala & Leher : lnn tidak teraba, tampak peningkatan JVP(+)
- Telinga : discharge(-)
- Hidung : discharge (-), napas cuping hidung (-)
- Rongga mulut : lidah kering (-)
5
- Tenggorokan : faring hiperemi (-), tonsil membesar (-)
- Mata : konjunctiva pucat (-), sklera kuning (-)

Dada
Paru
- Inspeksi : Asimetris (+), ketinggalan gerak (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktil kanan>kiri
- Perkusi : Hipersonor pada paru sebelah kiri
- Auskultasi : vesikuler (+/-), wheezing (-/-), RBB (-/-)

Jantung

- Ins : Ictus cordis tidak terlihat

- Pal : Ictus cordis teraba di SIC V linea axilaris anterior sinistra

- Per : cardiomegaly (-), batas kiri bawah SIC V linea axilaris anterior sinistra

- Aus : S1-S2 tunggal reguler, bising (-), gallop (-)

Abdomen
- Inspeksi : Dinding perut < dinding dada
- Auskultasi : Peristaltik (+) normal
- Perkusi : Timpani 13 titik
- Palpasi : Nyeri tekan (-),

Ekstremitas Atas
- Akral dingin
- Edema (-)
- Clubbing finger(-)
- Sianosis (-)

6
- Kelemahan gerak(-)

Ekstremitas Bawah
- Akral dingin
- Edema (-)
- Clubbing finger(-)
- Sianosis (-)
- Kelemahan gerak (-)

Resume Pemeriksaan Fisik


Pasien tampak kurus dan sakit berat, takikardi (+), fremitus kanan > kiri, perkusi
hipersonor pada paru kiri, vesikuler menghilan pada paru kiri.

1.4 Pemeriksaan Penunjang

7
V. Diagnosa Kerj a
Pneumothorax sinistra

VI. Diagnosa Banding


• Bronchial injury

VII. Penatalaksanaan

 Pemasangan WSD
 Ketorolac 30 mg IV drip dalam RL per 12 jam
 Observasi undulasi pada WSD dan klinis pasien

BAB II

8
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pneumothorax


Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapatnya udara bebas dalam
cavum pleura, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga
paru-paru tidak mengembang dengan maksimal.
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam
pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.
2.2. Epidemiologi
Insiden pneumothoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui, pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1 (Hisyam dan
Budiono, 2009). Pneumothoraks spontan primer (PSP) memiliki insidensi 7.4 – 18
kasus per 100.000 penduduk setiap tahun pada laki-laki, dan 1,2 – 6 kasus per
100.000 penduduk setiap tahun pada perempuan (Noppen, 2010). Berbagai macam
penyakit atau kelainan pada sistem respirasi dapat menjadi penyebab
pneumothoraks spontan sekunder (PSS). Berdasarkan berbagai macam penyakit
yang mendasari tersebut, puncak insidensi dari PSS adalah pasien berusia 60-65
tahun, dengan penyebab yang paling sering adalah penyakit paru obstruktif kronis
(Noppen, 2010; Daley et al., 2015). Selain itu Seaton dkk dalam Hisyam dan
Budiono (2009) melaporkan bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami
komplikasi pneumothoraks sekitar 1,4% dan jika terjadi kavitas komplikasi
pneumothoraks meningkat lebih dari 90%.
Pneumothoraks traumatik dan pneumothoraks tension lebih sering terjadi
daripada pneumothoraks spontan. Di Amerika, insidensi semakin meningkat seiring
dengan modalitas pelayanan ICU menjadi yang bergantung pada ventilasi tekanan
positif, pemasangan central venous catheter, dan lain-lain yang berpotensi
menginduksi pneumothoraks iatrogenik. Insidensi pneumothoraks iatrogenik
adalah 5-7 per 10.000 kasus, dengan mengeksklusi pasien yang melakukan operasi
thoraks karena pneumothoraks kemungkinan merupakan typical outcome dari
operasi tersebut (Daley et al., 2015).

9
2.3 Patogenesis
Kombinasi dari defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan kadar
hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol, hormon pertumbuhan,
dan somatostatin) akan mengakibatkan akselerasi kondisi katabolik dan inflamasi
berat dengan akibat peningkatan produksi glukosa oleh hati dan ginjal (melalui
glikogenolisis dan glukoneogenesis) dan gangguan utilisasi glukosa di perifer yang
berakibat hiperglikemia dan hiperosmolaritas. Defisiensi insulin dan peningkatan
hormon kontra regulator terutama epinefrin juga mengaktivasi hormon lipase yang
mengakibatkan peningkatan lipolisis. Peningkatan lipolisis dan ketogeneis akan
memicu ketonemia dan asidosis metabolik.. Sekitar 75-85% benda keton terutama
adalah 3 – beta hidroksibutirat, sementara aseton sendiri sebenarnya tidak terlalu
penting. Walaupun telah banyak dibentuk benda keton untuk sumber energi, sel-sel
tubuh tetap kelaparan dan tubuh terus membentuk glukosa.
Hiperglikemia dan hiperketonemia mengakibatkan diuresis osmotik,
dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Perubahan tersebut akan memicu lebih lanjut
hormon stres sehingga akan terjadi perburukan hiperglikemia dan hiperketonemia.
Jika tidak dikelola dengan pemberian insulin dan cairan, maka akan terjadi
dehidrasi berat dan asidosis metabolik yang fatal. Ketoasidosis akan diperburuk
oleh asidosis laktat akibat perfusi jaringan yang buruk
Defisiensi insulin relatif terjadi akibat konsentrasi hormon kontra regulator
yang meningkat sebagai respon terhadap kondisi stres seperti sepsis, trauma,
penyakit gastrointestinal yang berat, infark miokard akut, stroke, dan lain-lain.
Dengan adanya kondisi stres metabolik tertentu, keberadaan insulin yang biasanya
cukup untuk menekan lipolisis menjadi tidak cukup secara relaitf karena
dibutuhkan lebih banyak insulin untuk metabolisme dan menekan lipolisis.

2.4. Etiologi
Etiologi trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas
yang umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebakan oleh
tikaman dan tembakan. Trauma pada bagian ini juga sering disertai dengan cedera

10
pada tempat lain misalnya abdomen, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan
cedera majemuk.
Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura visceralis yang
menimbulkan kebocoran udara ke rongga thorax. Pneumothorax dapat terjadi
berulang kali. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh:
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasadari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut
sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis
berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan
dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah
kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih
besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati
lubang tersebut disbanding traktus respiratorius yang seharusnya.
Sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan
menyebabkan kolaps pada paru ipsi lateral. Saat ekspirasi, tekanan ongga
dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui
lubang tersebut, kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.

2.5. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks
tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki

11
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis
(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.

2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis
karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut,
misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai
permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan


ke dalam tiga jenis, yaitu :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan
dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin

12
positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena
diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut
paru belum mengalami reekspansi,sehingga masih ada rongga
pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif.
Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga
pleura tetap negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),


Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar
(terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan
intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks
terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini
sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan
pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada
waktu ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat
inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat
ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang
terluka (sucking wound).

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)


Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif
dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura
viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk
melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya
terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi
udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya
tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan
melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga

13
pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan
gagal napas.

2.5.Patogenesis
Pneumothorax spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan
pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang lemah ini
pecah, maka aka nada fistel yang menyebabkan udara masuk ke cavum pleura.
Mekanismenya pada saat inpirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan
tekanan intraaveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada
pneumothorax spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi bocor masuk ke
cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat ekspirasi
mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke
posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter.
Pneumothorax ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi
sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan
sempurna.
Terjadinya hipereksansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau
shock dikenal dengan simple pneumothorax. Berkumpulnya udara pada cavum
pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan
closed pneumothorax. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik
secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna.
Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hipereksansi cavum pleura
pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi
udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup
tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat,
dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbullah gejala pre-shock atau
shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumothorax.

14
Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkungan luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan
dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan
visceralis). Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit pada saat inspirasi
udara luar akan masuk kedalam kavum pleura.
Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan 10 intrapleural
tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan
mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergerser
kemediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter.
Bilamana open pneumothorax komplit maka saat inspirasi dapat terjadi
hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal kearah yang sehat dan saat
ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat
katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke
paru yang sehat, dan obstruksi jalan nafas. Akibatnya dapat timbullah gejala
pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava, yang dapat
menyebabkan tension pneumothorax.

2.6. Manifestasi Klinis


Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal,
pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada
sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak
pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.

15
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya
pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut, (2):
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta
ada tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila
penderita
mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian
yang kurang.
2.7. Penatalaksanaan
Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothorax
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan intrapleura dengan membuat hubungan antara cavum pleura dengan
udara luar dengan cara :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura
akan berubah menjadi negative karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut.
b. Mempuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1. Dapat memakai infuse set jarum ditusukkan ke dinding dada sampai
kedalam rongga pleura, kemudian infuse set yang telah dipotong
pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.
2. Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum
dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di
dinding thorax sampai menebus ke cavum pleura, jarum dicabut dan
kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan
pipa plastic infuse set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke
botol yang berisi air .

16
3. Pipa water sealed drainage (WSD) pipa khusus (thorax kateter)
steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar
atau dengan bantuan klem penjempit. Setelah trokar masuk, maka
thorax kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian
trokar dicabut, sehingga hanya kateter thorax yang masih tertinggal
di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter thorax yang ada di dada
dan di pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa plastic lainnya.

2.8. Komplikasi
1. Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,
mulai dari basis sampai ke apeks
2. Emfisema subkutan, biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun
akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher
terdapat banyak jaringan kat yang mudah ditembus udara, sehingga bila jumlah
udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut,
bahkan sampai ke daerah dada dan belakang.
3. Piopneumothorax : Berarti terdapatnya pneumothorax disertai emfisema
secara bersamaan pada satu sisi paru.
4. Pneumothorax kronik : menetap selama lebih dari 3bulan. Terjadi bila
fistula bronkopleura tetap membuka.
5. Hidro-pneumothorax : ditemukan adanya cairan dalam pleuranya. Cairan
ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah).

2.9. Prognosis
Hasil dari pneumothorax tergantung pada luasnya dan tipe dari pneumothorax.
Spontaneous pneumothorax akan umumnya hilang dengan sendirinya tanpa
perawatan. Secondary pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit yang

17
mendasarinya, bahkan ketika kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa angka
kematian sebesar 15%. Secondary pneumothorax memerlukan perawatan darurat
dan segera. Mempunyai satu pneumothorax meningkatkan risiko mengembangkan
kondisi ini kembali. Angka kekambuhan untuk keduanya primary dan secondary
pneumothorax adalah kira-kira 40%; kebanyakan kekambuhan terjadidalam waktu
1,5 sampai 2 tahun.

18
BAB III

ANALISIS KASUS
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan penunjang. Pasien mengeluh sesak nafas disertai batuk. Os memiliki kebiasaan
merokok sejak usia muda sehingga sangat mungkin di usianya sekarang ini pasien
menderita COPD. COPD dapat meningkatkan kejadian pneumothorax spontan.
Pada pemeriksaan fisik, dada kiri mengalami ketertingalan gerak. Auskultasi paru
kiri menghilang, fremitus taktil paru kiri menurun, dan perkusi paru kiri hipersonor.
Pada rontgen thorax, terdapat gambaran pleural line pada hemithorax kiri sehingga
dapat dipastikan diagnosis pada pasien ini adalah pneumothorax.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Light RW, Gary LYC. Pneumothorax, Chylothorax, Hemothorax, and


Fibrothorax. In: Robert J Mason et al, editor. Textbook of Respiratory
Medicine. 5th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. p. 1764-87.
2. Khan NA, Akhtar J, Baneen U, Shameem M, Ahmed Z, Bhargava R. Recurrent
pneumothorax: a rare complication of miliary tuberculosis. N Am J Med Sci.
2011;:428-430.
3. Grossman D, Nasrallah E. Pneumothorax in Liberia: complications of
tuberculosis. West J Emerg Med. 2013;14(3):233-235.
4. Hopewell PC, Kato-Maeda M. Tuberculosis. In: Robert J Mason dkk, editor.
Textbook of Respiratory Medicine. 2. 5th ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2010. p. 754-87.
5. Singh A, Atam V, Das L. Secondary spontaneous pneumothorax complicating
miliary tuberculosis in a young woman. BMJ Case Rep. 2014
6 Freixinet JL, Caminero JA, Marchena J, Rodrı´guez PM, Casimiro JA, Hussein
M. Spontaneous pneumothorax and tuberculosis: long-term follow-up. Eur
Respir J. 2011;38:126-31.

20

You might also like