You are on page 1of 45

CASE REPORT SESSION (CRS)

* Program Studi Profesi Dokter / G1A216065 / Juli 2018


** Pembimbing / dr. Evi Supriadi, Sp.JP (K), FIHA

INFARK MIOKARD AKUT TANPA ST ELEVASI

Anerza Nurfitri, S.Ked *

dr. Evi Supriadi, Sp.JP (K), FIHA**

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN KARDIOLOGI
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
HALAMAN PENGESAHAN

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

INFARK MIOKARD AKUT TANPA ST ELEVASI

Disusun Oleh :
Anerza Nurfitri, S.Ked
G1A1216065

Program Profesi Dokter

Bagian/SMF Kardiologi RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Juli 2018

Pembimbing

dr. Evi Supriadi, Sp.JP (K), FIHA

3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikanClinical Report Session(CRS)
yang berjudul “INFARK MIOKARD AKUT TANPA ST ELEVASI” sebagai
salah satu syarat dalam mengikuti Program Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi, Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Evi Supriadi, Sp.JP (K), FIHA yang
telah bersedia meluangkan waktudan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Program Profesi Dokter di di Departemen Kardiologi, Rumah
Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan padaLaporan Kasus ini,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan
kasus ini. Penulis mengharapkan semoga Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.

Jambi, juli 2018

Anerza Nurfitri, S.Ked

4
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul.......................................................................................................... i
Halaman Pengesahan .............................................................................................. ii
Kata Pengantar ..................................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................. 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 11
3.1 Definisi ......................................................................................................... 11
3.2 Epidemiologi................................................................................................. 12
3.3 Patofisiologi .................................................................................................. 12
3.4 Diagnosis ...................................................................................................... 13
3.5 Penatalaksanaan ............................................................................................ 22
3.6 Komplikasi .................................................................................................... 30
3.7 Prognosis....................................................................................................... 32
BAB IVANALISA KASUS ................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 36

5
BAB I
PENDAHULUAN

Sindroma koroner akut (SKA) merupakan kumpulan gejala klinis yang


menggambarkan kondisi iskemik miokard akut.1,2 Nyeri dada adalah gejala utama
yang dijumpai serta dijadikan dasar diagnostik dan terapeutik awal, namun
klasifikasi selanjutnya didasarkan pada gambaran elektrokardiografi (EKG).3
Terdapat dua klasifikasi pasien SKA berdasarkan gambaran EKG yaitu infark
miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) dan infark miokard tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI).1
NSTEMI biasanya disebabkan oleh penyempitan arteri koroner yang berat,
sumbatan arteri koroner sementara, atau mikroemboli dari trombus dan atau
materi-materi atheromatous. Dikatakan NSTEMI bila dijumpai peningkatan
biomarkers jantung tanpa adanya gambaran ST elevasi pada EKG, apabila tidak
didapati peningkatan enzim-enzim jantung kondisi ini disebut dengan unstable
angina (UA) dan diagnosis banding diluar jantung harus tetap dipikirkan.1

Setiap tahunnya di Amerika Serikat 1.360.000 pasien datang dengan SKA,


810.000 diantaranya mengalami infark miokard dan sisanya dengan UA. Sekitar
dua per tiga pasien dengan infark miokard merupakan NSTEMI dan sisanya
merupakan STEMI.5 Didunia sendiri, lebih dari 3 juta orang pertahun
diperkirakan mendapatkan STEMI dan lebih dari 4 juta orang mengalami
NSTEMI. Di Eropa diperkirakan insidensi tahunan NSTEMI adalah 3 dari 1000
penduduk, namun angka ini cukup bervariasi di negara-negara lain.3 Angka
mortalitas di rumah sakit lebih tinggi pada STEMI namun mortalitas jangka
panjang didapati dua kali lebih tinggi pada pasien-pasien dengan NSTEMI dalam
rentang 4 tahun.3,6
Oleh karena itu, manajemen yang optimal terhadap kondisi NSTEMI
sangat penting.6 Anamnese, pemeriksaan fisik, EKG, pertanda biokimia, dan
ekokardiografi merupakan alat-alat yang sangat penting digunakan untuk
mendapatkan diagnosis yang tepat. Manajemen SKA harus berfokus pada
diagnosis yang cepat dan tepat, stratifikasi resiko, tindakan terapi yang sesuai

6
untuk mengembalikan aliran darah pembuluh koroner dan mengurangi iskemik
miokard.1,4

BAB II

7
LAPORAN KASUS

2.1Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : RT 002 Bojong Nangka
Pekerjaan : IRT
MRS : 28 Juni 2018

2.2Anamnesis
Keluhan Utama :Nyeri dada sebelah kiri sejak ± 10 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Pasien datang ke RSUD Raden Mattaher rujukan dari RS Bayung Lencir
dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak ± 10 jam SMRS. Nyeri dada
timbul secara tiba-tiba pada saat pasien duduk di dalam mobil dalam perjalan
pulang kampung. Nyeri dirasakan sekitar 25 menit. Nyeri terasa seperti di
tindih beban berat dan tidak menjalar ke rahang, leher, bahu, maupun lengan
kiri. Pasien mengatakan awalnya nyeri di ulu hati karena pasien ada riwayat
magh dan saat itu pasien telat makan. Nyeri dada juga disertai adanya sesak,
sesak semakin lama semakin berat. Sebelumnya pasien juga pernah
mengeluhkan hal yang sama, dan hilang dengan digosok minyak angin atau
minum obat ISDN namun keluhan tidak berkurang. Batuk(-), nyeri kepala (-),
mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Di
RSUD Raden Mattaher pasien di rawat di ICCU selama 2 hari
 Pasien memiliki riwayat kencing manis rutin kontrol dan suntik insulin setiap
hari novorapid 10 iu
 Di RS Bayung Lencir pasien diberikan:
- Novorapid 3x10 iu
- Aspilet 1 tablet
- Spironolakton 1 tablet

8
- ISDN 5 mg sublingual
- Ranitidin 1 amp

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Keluhan serupa (+) 1 tahun yang lalu pasien pernah di rawat dengan
keluhan yang sama
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat DM (+)sejak 14 tahun yang lalu, rutin suntik insulin novorapid 10
iu
 Riwayat penyakit jantung (+) sejak 3 tahun yang lalu
 Riwayat magh (+)

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat DM (+) ibu pasien
 Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien seorang pensiunan PNS, dan sekarang hanya di rumah Riwayat merokok
(-)

2.3Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (GCS : E4 M6 V5)
Status Gizi : BB : 58 kg, TB : 158 cm, IMT : 23,29 (Normoweight)
Vital Sign
Tekanan Darah :100/60 mmHg
Nadi : 107x/menit, reguler, isi cukup
Respirasi : 28x/menit, reguler
Suhu aksila : 36,60C
Kulit

9
 Warna : sawo matang
 Ikterus : (-)
 Efloresensi : (-)
 Jaringan Parut : (-)
 Pertumbuhan Rambut : normal
 Pertumbuhan Darah : (-)
 Suhu : 36,60C
 Turgor : normal, <2detik
 Lainnya : (-)

Kepala
 Bentuk Kepala : Normocephal
 Rambut :Hitam sedikit beruban
 Ekspresi : Tampak sakit sedang
 Simetris Muka : Simetris

Mata
 Kelopak : Edema (-/-)
 Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-/-)
 Sklera : Sklera Ikterik (-/-)
 Pupil : Isokor, Diameter 3 mm, Reflek Cahaya (+/+)
 Lensa : Normal
 Gerakan : Normal
 Lapangan Pandang : Normal

Hidung
 Bentuk : Simetris
 Sekret :(-)
 Septum : Deviasi (-)
 Selaput Lendir :(-)
 Sumbatan :(-)
 Pendarahan :(-)

10
Mulut
 Bibir : Kering (-), Sianosis (-)
 Lidah : Atrofi papila lidah (-)
 Gusi : Perdarahan (-)

Telinga
 Bentuk : Simetris
 Sekret :(-)
 Pendengaran :Normal

Leher
 JVP : 5-1 cmH2O
 Kelenjar Tiroid : Tidak teraba
 Kelenjar Limfonodi : Tidak teraba

Kelenjar :
 Pembesaran Kelenjar Submandibula : (-)
 Pembesaran Kelenjar Submental : (-)
 Pembesaran Kelenjar Jugularis Superior : (-)
 Pembesaran Kelenjar Jugularis Inferior : (-)

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba ICS V dua jari ke arah lateral linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V dua jari lateral linea midclavicula sinistra
Batas Kanan : ICS IV satu jari lateral linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo
Inspeksi : Pergerakan simetris kiri dan kanan, spider nevi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki(-/-), Wheezing (-/-).

11
Abdomen
Inspeksi : Datar , Simetris, venektasi (-),darm contour (-), darm
steifung(-).
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba, balotement (-)
Perkusi :Timpani.
Auskultasi :Bising Usus (+), Normal

Punggung
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Nyeri ketok CVA : -/-

Ekstremitas
Superior
 Warna : sawo matang
 Kuku : pucat (-)
 Tremor : (-/-)
 Luka : (-/-)
 Palmar eritem : (-/-)
 Jari tabuh : (-/-)
 Sensibilitas : (+/+)
 Edema : (-/-)
 akral : hangat (+/+)

Inferior
 Warna : sawo matang
 Kuku : Ikterik (-/-)

12
 Luka : (-/-)
 Sensibilitas : (+/+)
 Edema : (-/-)
 akral : hangat (+/+)
 varises : (-/-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah Rutin (29 juni 2018)
WBC : 21,71 x109/L MCV : 85,6 fL GDS : 462 mg/dl
RBC : 3,76 x1012/L MCH : 30,1 pg
HGB : 11,3 g/dL MCHC : 351g/L
PLT : 139 x109/L HCT : 32,6%

Enzim Jantung (28 juni 2018)


CKMB : 20,61 Ng/ml
Troponin I : 3,04 Ng/ml

Faal Ginjal (28 juni 2018)


Ureum : 49 mg/dl
Kreatinin : 1,6 mg/dl

Elektrolit (28 juni 2018)


Na : 140,79 mmol/L
K : 4,43 mmol/L
Cl : 107,00 mmol/L
Ca : 1,31 mmol/L

13
EKG (27/06/2018) jam 23.12

Interpretasi EKG:
- Irama dasar : Sinus
- P wave : 0.08 s
- Heart rate : 88 x/menit
- PR interval : 0.20 s
- Axis : Normal
- QRS complex : Tidak menyempit, lebarnya 0.08 s
- ST segmen : depresi di V5-V6
- Kesimpulan : Irama sinus, HR 88 x/menit, Normoaxis, NSTEMI.

EKG (28/06/2018) jam 01.56

14
Interpretasi EKG:
- Irama dasar : Sinus
- P wave : 0.08 s
- Heart rate : 90x/menit
- PR interval : 0.20 s
- Axis : Normal
- QRS complex : Tidak menyempit, lebarnya 0.08 s
- ST segmen : depresi di V5-V6
- Kesimpulan : Irama sinus, HR 100 x/menit, Normoaxis, NSTEMI.

2.5 Diagnosa Kerja


NSTEMI + DM tipe 2

2.6 Diagnosa Banding


 Emboli paru
 Perikarditis
 Diseksi Aorta

15
2.7 Tatalaksana
Non-Farmakologis:
o Diit Jantung Menghindari makanan berlemak dan yang
mengandung santan, serta makanan tinggi kadar purin, tinggi
karbohidrat dan garam.
o Istirahat yang cukup, mengurangi aktivitas berat, menghindari stres
psikologis, memperbanyak ibadah, dan berolahraga ringan (seperti
jalan pagi).
o Rutin kontrol ke Poliklinik Jantung minimal sebulan sekali setelah
selesai perawatan inap di RS.
Farmakologis:
 O2 2-4 lpm
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ranitidin 2x1 amp
 Inj. Arixtra 1x2 gr
 Inj.ceftriaxone (75 mg)
 Inj.lasik 3mg/jam
 Concor 1x2,5 mg
 ISDN : 3x1 (5mg) S.L
 Atorvastatin 1x1 (20 mg)
 Alprazolam 1x 0,5
 Inj.novorapid 3x10 iu
Monitoring :
 Keluhan dan tanda vital
 EKG

2.9 Prognosis
 Quo Vitam : Bonam
 Quo Functionam : Dubia ad Bonam
 Quo Sanationam : Dubia ad Bonam

16
2.10 Follow Up

Tgl S O A P

28 Nyeri KU : sakit sedang Nstemi +  O2 2-4 lpm


juni dada (-), Kesdaran : Composmentis DM tipe 2  IVFD Nacl 0,9 % 20
2018 sesak TD : 110/66 mmHg tts/i
o
napas (+) Suhu : 36,5 c  Inj.ceftriaxone 1x2gr
Nadi : 71 x/m  Inj. Ranitidin 2x1 amp
RR : 34 x/m  Inj. Arixtra 1x2,5 mg
 Inj.novorapid 3x10 iu
 ISDN : 3x1 (5mg) S.L
 Atorvastatin 1x1 (10
mg)
 Concor 1x 2,5 mg
 Alprazolam 1x0,5

29 Nyeri KU : sakit sedang  Aspilet 1x80 mg


juni dada (-), Ksdaran : Composmentis  CPG 1x75 mg
2018 sesak TD : 107/49 mmHg  Terapi lain teruskan
napas (-) Suhu : 37oC
Nadi : 65 x/m
RR : 23 x/m
SpO2 : 98%

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Berdasarkan spektrum SKA, NSTEMI didefinisikan sebagai gambaran EKG
depresi segmen ST atau inversi gelombang T prominen dengan biomarker
nekrosis yang positif ( mis, troponin) dengan tidak dijumpainya elevasi segmen
ST pada gambaran EKG dan sesuai dengan gambaran klinis (rasa tidak nyaman
pada dada atau sesuai dengan angina).2

3.2 Epidemiologi
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
negara maju. Laju mortalits awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih
dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun
laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara
25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama
setelah IMA.1
Data dari WHO tahun 2004 menyatakan penyakit infark miokard akut
merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000
(12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia.1 Satu juta orang di

18
Amerika Serikat diperkirakan menderita infark miokard akut tiap tahunnya dan
300.000 orang meninggal karena infark miokard akut sebelum sampai ke rumah
sakit.14 Jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat
jalandi rumah sakit di Indonesia mencapai 239.548 jiwa.Case Fatality Rate (CFR)
tertinggi terjadi pada infark miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh
gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%).15 Tahun 2013, ±
478.000 pasien di Indonesia didiagnosa Penyakit Jantung Koroner (PJK).2
Sedangkan saat ini, prevalensi NSTEMI diperkirakan 5,3 juta
kunjungan/tahun. Kira-kira 1/3 darinya disebakan oleh UA/ NSTEMI, dan
merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung.
Angka kunjungan RS untuk pasien UA/NSTEMI semakin meningkat, sementara
angka infark miokard dengan elevasi (STEMI) menurun.

3.3 Patofisiologi
Ciri khas patofisiologi kondisi NSTEMI adalah akibat ketidakseimbangan antara
suplai dan demand oksigen miokard. Mekanisme yang paling sering terlibat dalam
ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke
miokard, melalui lima mekanisme dibawah ini:2

1.Yang paling sering disebabkan oleh menyempitnya arteri koroner yang


disebabkan oleh trombus yang terdapat pada plak ateroskelotik yang terganggu
dan biasanya nonoklusif. Mikroemboli dari agregat trombosit dan komponen-
komponen dari plak yang terganggu tersebut diyakini bertanggung jawab terhadap
keluarnya markers miokard pada pasien-pasien NSTEMI. Trombus/plak oklusif
juga dapat menyebabkan sindroma ini namun dengan suplai darah dari pembuluh
darah kolateral. Patofisiologi molekuler dan seluler paling sering yang
menyebabkan plak aterosklerotik terganggu adalah inflamasi arterial yang
disebabkan oleh proses non infeksi (mis, lipid teroksidasi), dapat pula oleh
stimulus proses infeksi yang menyebabkan ekspansi dan destabilisasi plak, ruptur
atau erosi, dan trombogenesis. Makrofag yang teraktivasi dan limfosit T yang
berada pada plak meningkatkan ekspresi enzim-enzim seperti metalloproteinase

19
yang menyebabkan penipisan dan disrupsi plak yang dapat menyebabkan
NSTEMI.

2. Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang dapat dipicu
oleh spasme fokal terus menerus dari segmen arteri koroner epicardial
(Prinzmetal’s angina). Spasme lokal ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot
polos vaskular dan atau disfungsi endotel. Spasme pembuluh darah besar dapat
terjadi pada puncak obstruksi atau plak, yang mengakibatkan angina yang berasal
dari campuran kondisi tersebut atau NSTEMI/UA. Obstruksi koroner dinamik
dapat pula disebabkan oleh disfungsi mikrovaskular difus, sebagai contoh akibat
disfungsi endotel atau konstriksi abnormal dari pembuluh darah kecil intramural.

3. Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi ini terjadi
pada pasien dengan atherosklerosis progresif atau akibat restenosis setelah
percutaneous coronary intervention (PCI).

4. Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada wanita-wanita
peripartum).

5. UA sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat diluar arteri koroner. Pasien
dengan UA sekunder biasanya, namun tidak selalu, memiliki penyempitan
atherosklerotik koroner yang membatasi perfusi miokard dan sering memiliki
angina kronik stabil. UA sekunder dapat dipresipitasi oleh kondisi-kondisi seperti
peningkatan kebutuhan oksigen miokard (demam, takikardia, tirotoksikosis),
penurunan aliran darah koroner (hipotensi) atau penurunan pasokan oksigen
miokard (anemia atau hipoksemia).

3.4 Diagnosis
Gejala utama dari NSTEMI adalah nyeri dada yang khas. Diagnosis kerja
NSTEMI dipikirkan dengan menyingkirkan diagnosis lain berdasarkan EKG
(tidak didapatinya ST elevasi persisten), selanjutnya biomarker-biomarker seperti

20
troponin akan membedakan NSTEMI dengan UA, modalitas imaging digunakan
untuk menyingkirkan diferensial diagnosis.3

a. Anamnesis
Nyeri dada akut adalah salah satu alasan utama pasien-pasien datang ke unit
gawat darurat dan diketahui pasien selama ini sebagai pertanda SKA, namun
setelah evaluasi lebih lanjut hanya sekitar 15-20% pasien dengan nyeri dada akut
yang betul-betul mengalami SKA. Sehingga perlu pula diketahui gejala-gejala lain
yang sering dialami namun kurang diwaspadai oleh pasien NSTEMI. Oleh karena
itu pendekatan yang tepat akan keluhan nyeri dada harus dilakukan.1,2

Presentasi klinis dari NSTEMI meliputi berbagai gejala yang cukup luas.
Presentasi klinis yang selama ini umum diketahui antara lain:3
- Nyeri angina yang berdurasi panjang (> 20 menit) saat istirahat
- Angina onset baru (kelas II atau III berdasarkan klasifikasi Canadian
Cardiovascular Society (CCS))
- Destabilisasi baru dari yang sebelumnya angina stabil dengan setidaknya
memenuhi karakteristik angina kelas III CCS (crescendo angina), atau
- Angina post infark miokard

Gambaran klinis nyeri dada pada NSTEMI adalah rasa berat atau tekanan pada
daerah retrosternal (angina) yang menjalar hingga ke lengan kiri, leher, atau
rahang, yang dapat bersifat intermiten (umumnya berlangsung selama beberapa
menit) atau persisten. Keluhan ini dapat diikuti dengan keluhan lainnya seperti
fatik yang ekstrim, diaphoresis, nausea, nyeri perut, dyspnoea, dan syncope.
Dapat pula didapati keluhan tidak khas lainnya seperti epigastric pain, masalah
pencernaan, nyeri dada seperti ditikam, nyeri dada dengan ciri pleuritik, atau
bertambahnya sesak napas.3
Munculnya keluhan-keluhan tersebut setelah aktifitas fisik atau berkurang saat
istirahat atau setelah penggunaan nitrat, mendukung diagnosis iskemia. Dalam
anamnese perlu pula ditanyakan dan dievaluasi adanya faktor resiko standar
seperti usia, diabetes mellitus, hipertensi, merokok, riwayat keluarga, episode

21
angina, konsumsi aspirin, riwayat serupa mengalami hal yang sama, penyakit
jantung koroner sebelumnya, dislipidemia, dan lain sebagainya.1 Penting pula
mengidentifikasi kondisi-kondisi klinis lainnya yang dapat mencetuskan NSTEMI
seperti anemia, infeksi, inflamasi, demam dan kelainan metabolik atau endokrin
(umumnya tiroid).3
Pasien-pasien yang mengalami NSTEMI tidak selalu datang dengan keluhan
rasa tidak nyaman pada daerah dada. Studi Framingham adalah studi pertama
yang menunjukkan bahwa setengah dari pasien infark miokard tidak menunjukkan
gejala dan tidak disadari oleh pasien. Canto et al menemukan bahwa sepertiga dari
434.877 pasien yang telah dikonfirmasi mengalami infark miokard pada National
Registry of Myocardial Infarction datang ke rumah sakit dengan gejala selain rasa
tidak nyaman pada daerah dada. Kondisi ini sepertinya lebih sering muncul pada
pasien-pasien berusia tua, wanita, memiliki diabetes dan atau memiliki gagal
jantung sebelumnya.2

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada NSTEMI bisa saja normal. Setiap pasien dengan
SKA harus diukur tanda-tanda vital nya (tekanan darah dikedua lengan jika
disangkakan diseksi, frekuensi detak jantung, dan suhu) dan selanjutnya harus
menjalani pemeriksaan fisik jantung dan dada yang lengkap.2 Tujuan utama
dari pemeriksaan fisik adalah untuk menyingkirkan penyebab nyeri dada non
kardiak dan kelainan jantung non iskemik (emboli paru, diseksi aorta,
perikarditis, penyakit jantung katup) atau kemungkinan penyebab diluar
jantung seperti penyakit paru akut (pneumothoraks, pneumonia, efusi
pleura).1,3
Pemeriksaan fisik seperti diaphoresis, pucat, kulit dingin, sinus takikardia,
suara jantung ketiga atau keempat, ronkhi basah basal, dan hipotensi
menunjukkan kemungkinan area iskemik yang luas dan beresiko tinggi.5
Pemeriksaan fisik lain seperti pucat, banyak keringat dan tremor dapat
mengarahkan ke kondisi-kondisi pencetus seperti anemia dan tirotoksikosis.3
Perbedaan tekanan darah pada anggota gerak atas dan bawah, nadi yang
iregular, murmur jantung, friction rub, nyeri saat palpitasi dan massa regio

22
abdomen adalah pemeriksaan fisik yang mungkin didapati pada kondisi selain
NSTEMI.3

Tanda dan Gejala pada SKA 6

Tanda dan Gejala yang bisa ditemui pada SKA


Karakteristik nyeri Berat, persisten, berlokasi di substernal
Efek simpatis Diaphoresis
Ekstremitas dingin
Parasimpatis (efek vagal) Mual, muntah
Kelemahan
Respon inflamatorik Demam dengan derajat rendah
S4 (dan S4 jika gangguan sistolik terjadi)
Temuan pada jantung
Gallop
Penonjolan diskinetik
Mumur sistolik
Lainnya Ronki basah basal pada paru-paru
Distensi vena jugular

c. Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram
EKG 12 lead saat istirahat merupakan alat diagnostik lini pertama dalam
penilaian pasien-pasien yang disangkakan NSTEMI. EKG harus didapat dalam 10
menit setelah kontak medis pertama dan secepatnya diinterpretasikan oleh dokter.
Karakteristik abnormalitas gambaran EKG yang ditemui pada NSTEMI adalah
depresi segmen ST atau elevasi transient dan atau perubahan pada gelombang T
(inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normal).1,3

Jumlah lead yang menunjukkan depresi segmen ST dan derajat depresi


segmen ST mengindikasikan luas dan keparahan iskemia dan berkorelasi dengan
prognosis. Deviasi segmen ST yang baru, bahkan hanya 0,05 mV merupakan hal
yang penting dan spesifik dalam hal iskemik dan prognosis. Depresi segmen ST >

23
2 mm meningkatkan resiko mortalitas. Inversi gelombang T juga sensitif untuk
iskemik namun kurang spesifik, kecuali bila ≥ 0,3mV baru dinyatakan
bermakna.1,5
Jika EKG inisial normal atau inkonklusif, perekaman EKG ulangan
sebaiknya dilakukan saat pasien mengalami gejala dan gambaran EKG ini
dibandingkan dengan gambaran EKG saat pasien dalam kondisi asimtomatis.
Perbandingan dengan EKG sebelumnya akan sangat bernilai pada pasien-pasien
dengan kelainan jantung terdahulu, seperti hipertropi ventrikel kiri atau infark
miokard sebelumnya. Perekaman EKG sebaiknya diulangi setidaknya pada 3 jam
(6-9 jam) dan 24 jam setelah masuk ke rumah sakit. Pada kondisi dimana terjadi
nyeri dada berulang atau muncul gejala-gejala lainnya, pemeriksaan EKG dapat
diulangi secepatnya.3

Harus diingat bahwa gambaran EKG normal tidak menyingkirkan


kemungkinan NSTEMI. Terutama iskemik pada daerah arteri sirkumfleks atau
iskemik ventrikel kanan terisolasi dapat luput dari gambaran EKG 12 lead, namun
dapat terdeteksi pada lead V7-V9 dan pada lead V3R dan V4R.3

Gambar. Inversi Gelombang T

24
Gambar. Depresi segmen ST

3.5 Diagnosis Banding

Berikut dibawah ini adalah kondisi-kondisi yang berasal dari jantung maupun non
jantung yang menyerupai NSTEMI :

25
Marka Jantung
1. CK-MB
CK-MB merupakan isoenzim dari kreatinine kinase yang di temukan di jantung
sehingga dijadikan sebagai dasar dari kriteria standar pada diagnosis miokardiak
infark. CK-MB meningkat pada 3-12 jam dari onset nyeri dada dan mencapai
puncak dalam waktu 24 jam. Pada waktu 48 hingga 72 jam nilainya akan kembali
ke nilai normal. Spesifisitasnya tidak setinggi troponin tetapi sensitivitasnya
sekitar 95%.10
2. Troponin
Cardiac troponin merupakan penanda kerusakan miokard yang memiliki
spesifisitas tinggi. Protein ini dilepaskan oleh area yang kecil pada kerusakan
miokardium sekitar 1 – 3 jam setelah terjadinya kerusakan otot jantung dan
kembali normal pada 5-7 hari. Sedangkan pada darah perifer, peningkatan terjadi
pada waktu 3 – 4 jam, menghilang dalam 2 – 3 hari dan bila nekrosis luas dapat
bertahan hingga 2 minggu. Troponin lebih spesifik dibanding CK-MB.
Faktor yang menyebabkan kenaikan dari troponin adalah :
1. Takiaritmia atau bradiaritmia berat
2. Infark miokardiak akut
3. Infark miocardiak surgical
4. Unstable angina
5. Miokarditis
6. Dissecting aneurysm
7. Trauma pada otot, rhabdomyolisis, polymyositis, dermatomyositis
8. Penyakit kritis terutama pada sepsis
9. Emboli paru
10. Gangguan ginjal.

26
Marka jantung yang sering digunakan 10

Waktu Waktu Peningkatan Waktu kembali ke nilai


Penanda
Peningkatan Awal Tertinggi normal
CK-MB 4 – 8 jam 12 – 24 jam 72 – 96 jam
Troponin I 4 – 6 jam 12 jam 3 – 10 jam
Troponin T 4 – 8 jam 12 – 48 jam 7 – 10 jam

Waktu timbulnya berbagai jenis marka jantung 4

27
3.7 Penatalaksanaan

Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA7

Pasien dengan sangkaan SKA harus dievaluasi dengan cepat. Keputusan


yang dibuat berdasarkan evaluasi awal terhadap pasien memiliki konsekuensi
klinis dan ekonomis yang bermakna. Pasien NSTEMI atau diduga NSTEMI yang
dalam keadaan stabil sebaiknya dirawat inap dan menjalani tirah baring dengan
monitoring ritme EKG berkelanjutan dan diobservasi akan kemungkinan iskemik
berulang. Pasien dengan resiko tinggi, termasuk mereka dengan rasa tidak nyaman
pada dada yang terus menerus dan atau hemodinamik tidak stabil sebaiknya

28
dirawat di unit koroner (coronary care unit) dan diobservasi setidaknya 24-48
jam.1
Terdapat empat komponen utama terapi pada NSTEMI yaitu terapi
antiiskemia, antiplatelet/antikoagulan, terapi invasif (kateterisasi
dini/revaskularisasi), dan perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah
perawatan RS.9 Terapi fibrinolitik (thrombolitik) menggunakan streptokinase,
urokinase, tenekteplase atau preparat lainnya sebaiknya tidak digunakan pada
pasien dengan NSTEMI.1

3.7.1 Tatalaksana suportif


Pemberian oksigen dilakukan bila saturasi oksigen <90%, distres
pernafasan, atau memiliki resiko tinggi untuk terjadi hipoksemia.6,10
Untuk mengatasi nyeri dapat diberikan nitrogliserin sublingual atau buccal
spray (0.4mg). Nitrogliserin dapat diberikan setiap 5 menit dengan total 3 dosis
pemberian. Jika nyeri masih menetap atau pasien dengan hipertensi ataupun gagal
jantung , nitrogliserin intra vena dapat diberikan (dosis inisial 5-10 ug/menit
dengan peningkatan 10 ug/menit sampai tekanan darah sistolik turun dibawah 100
mmHg). Pemberian nitrogliserin dikontraindikasikan pada pasien yang
mengkonsumsi sildenafil dalam 24 jam sebelum masuk rumah sakit atau 48 jam
untuk tadalafil.6,10

Morfin dapat digunakan untuk mengatasi nyeri, walaupun terdapat beberapa


observasi yang mengindikasikan adanya peningkatan mortalitas pada SKA dengan
penggunaan nya. Sedangkan NSAID disarankan untuk dihentikan pengunaannya pada
pasien NSTEMI, karena dijumpai peningkatan resiko mortalitas, reinfark, hipertensi,
gagal jantung dan ruptur miokard sehubungan dengan penggunaannya.6

29
VI.2 Terapi Anti Iskemik
VI.2.1 Penghambat Reseptor Beta
Penghambat beta harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien-pasien
yang tidak memiliki tanda gagal jantung ataupun low-output state, peningkatan
resiko syok kardiogenik atau kontraindikasi relatif lain terhadap penghambatan
reseptor beta (interval PR >0,24 detik, blok jantung derajat 2 atau 3, asma aktif,
penyakit saluran nafas reaktif).6
Penghambat reseptor beta mengurangi insidensi iskemik berulang dan
serangan infark miokard berikutnya. Preparat oral ini sebaiknya dilanjutkan
sampai waktu yang tak terbatas, terutama pada pasien-pasien dengan fungsi
ventrikel kiri yang berkurang. Penghambat reseptor beta intravena dapat diberikan
apabila tidak dijumpai kontraindikasi. Pada pasien-pasien yang
dikontraindikasikan menggunakan preparat penghambat beta dapat menggunakan
non-dihydropyridine calcium channel blocker (mis, verapamil atau diltiazem)
sebagai terapi inisial dengan memperhatikan bahwa pasien tersebut tidak
mengalami disfungsi ventrikel kiri yang signifikan atau kontraindikasi lainnya.6

VI.2.2 Nitrat
Keuntungan terapeutik dari penggunaan nitrat berhubungan dengan efek
venodilator yang menyebabkan penurunan preload miokard dan volume end
diastolik ventrikel kiri yang akhirnya menyebabkan penurunan konsumsi oksigen
miokard. Selain itu nitrat akan menyebabkan dilatasi arteri koroner normal
maupun arteri koroner yang mengalami aterosklerotik dan meningkatkan aliran
kolateral koroner.3

30
Pada pasien dengan NSTEMI yang memerlukan perawatan rumah sakit,
penggunaan nitrat intravena lebih efektif dibandingkan nitrat sublingual untuk
mengurangi gejala dan depresi segmen ST. Dosis harus di up titrasi sampai gejala
(angina atau dyspnoe) berkurang atau munculnya efek samping (sakit kepala atau
hipotensi).3

VI.2.3 Calcium Channel Blocker


Calcium channel blockers merupakan obat vasodilator dan beberapa
diantaranya memiliki efek langsung terhadap konduksi atrioventrikular dan
denyut jantung. Terdapat tiga sub kelas dari calcium blocker yaitu
dihydropyridines (nifedipine), benzothiazepines (diltiazem), dan
phenylethylamines (verapamil). Ketiga sub kelas ini memiliki derajat yang
bervariasi dalam hal vasodilatasi, penurunan kontraktilitas miokard dan
penghambatan konduksi atrioventrikular. Nifedipin dan amlodipin memiliki efek
vasodilatasi perifer yang paling besar, sementara diltiazem memiliki efek
vasodilator yang paling kecil.3

VI.3 Terapi Antiplatelet


VI.3.1 Aspirin
Aspirin sebaiknya diberikan kepada semua pasien kecuali ada kontraindikasi,
dosis inisial aspirin non enterik 150-300 mg dikunyah. Selanjutnya 75-100 mg per
hari dalam jangka panjang dikatakan memiliki efikasi yang sama dengan dosis
besar dan memiliki resiko intoleran saluran cerna yang lebih kecil.1,3

VI.3.2 P2Y12 Reseptor Inhibitor


Clopidogrel direkomendasikan pada seluruh pasien dengan dosis inisial
300 mg selanjutnya diikuti 75 mg per hari. Pada pasien yang dipertimbangkan
untuk menjalani PCI, loading dose 600 mg disarankan untuk mencapai
penghambatan fungsi trombosit yang lebih cepat. Clopidogrel harus
dipertahankan setidaknya selama 12 bulan kecuali terdapat resiko perdarahan.1
Penelitian Triton TIMI-38 menunjukkan bahwa pada pasien-pasien dengan SKA
yang menjalani PCI, ternyata prasugrel secara signifikan menurunkan insidensi
kejadian iskemik baik dalam jangka panjang maupun pendek. Namun

31
berhubungan dengan peningkatan resiko perdarahan, terutama pada pasien berusia
> 75 tahun, berat badan < 60 kg dan pasien-pasien dengan riwayat TIA, stroke
atau perdarahan intrakranial.1
Obat golongan P2Y12 Reseptor Inhibitor baru yang cukup menjanjikan
sebagai obat anti platelet adalah Ticagrelor. Seperti prasugrel, Ticagrelor memiliki
onset of action yang lebih cepat dan konsisten dibandingkan clopidogrel, namun
juga memiliki offset of action yang lebih cepat sehingga pemulihan fungsi platelet
menjadi lebih cepat.3

VI.3.3 Glycoprotein IIb/IIIa Receptor Inhibitors


Tiga obat yang termasuk golongan GP IIb/IIIa receptor inhibitors yang
disetujui untuk penggunaan klinis adalah abciximab yang merupakan suatu
fragmen monoklonal antibody; eptifibatide sebuah peptide siklik; dan tirofiban
yang merupakan molekul peptidomimetik.3 Studi terbaru mengenai SKA tidak
menemukan keuntungan dalam penggunaan GP IIb/IIIa dalam SKA.1

VI.4 Terapi Antikoagulan


Antikoagulan digunakan pada terapi NSTEMI untuk menghambat
pembentukan dan atau aktivitas thrombin sehingga dapat mengurangi kejadian-
kejadian yang berhubungan dengan pembentukan thrombus. Antikoagulan
direkomendasikan untuk semua pasien sebagai tambahan terapi anti platelet.1,3
Terdapat beragam jenis antikoagulan yang tersedia, dan pemilihannya
didasarkan pada resiko iskemik, kejadian perdarahan dan pilihan strategi
manajemen inisial ( urgent invasif, early invasif atau konservatif).1,3 Jenis
antikoagulan antara lain:3
- Indirect inhibitors koagulasi (butuh anti trombin untuk aksi penuhnya) :
o Indirect thrombin inhibitors : unfractionated heparin (UFH),
low molecular weight heparin (LMWHs)
o Indirect factor Xa inhibitors : LMWHs, fondaparinux

32
- Direct inhibitors koagulasi
o Direct factor Xa inhibitors : apixaban, rivaroxaban, otamixaban
o Direct thrombin inhibitors (DTIs): bivalirudin, dabigatran

VI.4.1 Low Molecular Weight Heparin


Salah satu LMWH yang sering digunakan adalah enoxaparin yang
merupakan antikoagulan pilihan baik pada pasien-pasien yang direncanakan untuk
tindakan konservatif ataupun tindakan invasif. Dengan dosis 1 mg/kgBB dua kali
sehari, enoxaparin dapat dihentikan 24 jam setelah strategi invasif dilakukan. Dan
sebaiknya diberikan selama 3 hingga 5 hari untuk pasien yang direncanakan
tindakan konservatif.1
Pada pasien-pasien NSTEMI yang telah mendapat enoxaparin dan akan
menjalani PCI, tidak dibutuhkan dosis enoxaparin tambahan jika suntikan sub
kutan sebelumnya < 8 jam sebelum PCI. Namun bila suntikan sub kutan
enoxaparin terakhir > 8 jam sebelum PCI, diperlukan dosis tambahan 0,3
mg/kgBB IV bolus. Tidak disarankan mengganti antikoagulan dengan jenis yang
lain.3

LMWH dieliminasi sebagian melalui ginjal. Resiko akumulasi meningkat


seiring dengan penurunan fungsi ginjal, sehingga mengakibatkan peningkatan
resiko perdarahan. Sebagian besar LMWH dikontraindikasikan pada kasus-kasus
gagal ginjal dengan CrCl < 30 ml/menit. Namun, enoxaparin dapat diberikan
dengan dosis 1mg/kg BB satu kali sehari pada pasien-pasien dengan CrCl < 30
ml/menit.3

VI.4.2 Fondaparinux
Fondaparinux direkomendasikan atas dasar efikasi yang paling baik dan
profil keamanan nya. Fondaparinux paling sedikit menyebabkan komplikasi
perdarahan dan memiliki bioavailabilitas 100 % setelah disuntikkan secara sub
kutan dengan waktu paruh 17 jam serta diekskresikan oleh ginjal. Dosis yang
direkomendasikan adalah 2,5 mg/hari. Fondaparinux dikontraindikasikan pada

33
pasien yang memiliki CrCl < 20 ml/menit. Tambahan UFH dengan dosis 50-100
U/kg BB bolus diperlukan selama PCI karena didapatinya insidensi trombosis
kateter yang sedikit tinggi.1,3
Tidak ditemukan kasus heparin induced trombositopenia (HIT) akibat
penggunaan fondaparinux, sehingga monitoring jumlah trombosit tidak
diperlukan. Monitoring terhadap aktivitas anti Xa, activated partial
thromboplastin time (aPTT), activated clotting time (ACT), prothrombin dan
thrombin time tidak memiliki pengaruh yang signifikan.3

VI.4.3 Unfractionated Heparin


UFH kurang baik diabsorpsi melalui rute sub kutan, sehingga penggunaan
infus intravena menjadi rute pemberian yang lebih dipilih. Dengan dosis bolus
inisial 60-70 IU/kgBB (maksimal 5000 IU) diikuti infus inisial 12-15 IU/kg/jam
(maksimal 1000 IU/jam). Batas terapeutik UFH cukup sempit, sehingga
diperlukan monitoring aPTT secara berkala, dengan target optimal 50-75 detik
(1,5-2,5 kali batas teratas nilai normal). Pada nilai aPTT yang lebih tinggi, resiko
komplikasi perdarahan akan meningkat, tanpa adanya efek anti trombotik. Efek
antikoagulan UFH akan hilang dengan cepat dalam beberapa jam setelah
penghentian, sehingga dalam 24 jam penghentian terapi terdapat resiko reaktivasi
proses koagulasi dan meningkatkan resiko kejadian iskemik berulang meskipun
diberikan bersamaan dengan aspirin.3
Pada setting PCI, UFH diberikan sebagai bolus dengan pemantauan ACT.
Dosis pemberian UFH pada setting PCI adalah 70-100 IU/kg atau 50-60 IU/kg
bila dikombinasikan dengan GP IIb/IIIa receptor inhibitors 3

VI.4.4 Direct Thrombin Inhibitor


Bivalirudin saat ini direkomendasikan sebagai antikoagulan alternatif untuk
urgent dan elektif PCI pada pasien-pasien NSTEMI resiko sedang atau tinggi.
Bivalirudin menurunkan resiko perdarahan dibandingkan dengan UFH/LMWH
plus GP IIb/IIIa inhibitor, namun membutuhkan tambahan bolus heparin selama
PCI untuk mencegah stent thrombosis.1

34
Tabel 5. Terapi NSTEMI 3

VI.5. Revaskularisasi koroner


Kateterisasi jantung diikuti oleh revaskularisasi telah terbukti mencegah iskemik
berulang dan atau memperbaiki hasil akhir jangka pendek dan jangka panjang.
Berdasarkan keakutan resiko, waktu pelaksanaan angiografi dibagi menjadi 4
kategori, yaitu:3
- invasive (< 72 jam); o urgent invasive (<120 min);
o early invasive (<24 h);

- primarily conservative

VI.5.1. Strategi invasif (<72 jam setelah kontak medis pertama)


Pada pasien dengan resiko akut yang lebih sedikit dan tanpa pengulangan
gejala, angiografi dapat dilakukan dalam batas waktu 72 jam. (ESC)

35
VI.5.1.1 Strategi Urgent Invasif ( < 120 menit)
Urgent invasif angiografi sebaiknya dilakukan pada pasien-pasien dengan
resiko sangat tinggi, dengan ciri sebagai berikut :

- Angina refrakter (mengindikasikan adanya infark miokard yang sedang


berlangsung tanpa adanya abnormalitas ST)

- Angina berulang meskipun dengan terapi antiangina yang kuat, berhubungan


dengan ST depresi (2mm) atau gelombang T negatif yang dalam

- Gejala klinis gagal jantung atau hemodinamik tidak stabil (syok)

- Aritmia yang mengancam nyawa (fibrilasi ventrikel atau ventrikular takikardia)

VI.5.1.2 Strategi Early Invasif (<24 jam setelah kontak medis)


Kebanyakan pasien memberi respon terhadap terapi anti angina inisial,
namun resiko semakin meningkat dan membutuhkan angiografi yang diikuti
dengan tindakan revaskularisasi. Pasien-pasien dengan resiko tinggi ditandai
dengan skor resiko GRACE > 140 dan atau dijumpainya setidaknya satu dari
kriteria resiko tinggi primer pada tabel 6 sebaiknya menjalani evaluasi invasif
dalam 24 jam.3

36
Tabel 6. Kriteria resiko tinggi yang perlu dilakukan manajemen invasif3

VI.5.2 Terapi Konservatif


Pada strategi konservatif dapat dilakukan tindakan angiografi elektif
ataupun tidak sama sekali. Pasien yang memenuhi semua kriteria dibawah ini
dapat dikatakan memiliki resiko rendah dan tidak rutin menjalani evaluasi early
invasif, yaitu:3
- Tidak ada nyeri dada berulang
- Tidak ada tanda-tanda gagal jantung

- Tidak dijumpai abnormalitas pada EKG awal atau EKG kedua (pada 6-9 jam)
- Tidak dijumpai peningkatan kadar troponin (pada saat datang maupun pada 6-9
jam)

- Tidak dijumpai inducible iskemi


Penatalaksanaan lebih lanjut untuk pasien-pasien ini sesuai dengan untuk
evaluasi penyakit arteri koroner stabil. Sebelum keluar dari rumah sakit, stress test
untuk merangsang iskemi akan berguna untuk rencana terapi kedepan dan
dibutuhkan sebelum angiografi elektif.3

37
VI.6 CABG
Jika angiogram menunjukkan gambaran ateromatos namun tidak dijumpai
lesi kritis pada koroner, pasien akan disarankan untuk mendapat terapi medis.
Pada pasien dengan kelainan pada single-vessel, PCI dengan stenting pada culprit
lesion adalah pilihan pertama. Pada pasien dengan kelainan multi vessel,
keputusan mengenai PCI ataupun CABG harus dipertimbangkan berdasarkan
individu pasien masing-masing. Tindakan sekuensial, yang terdiri dari PCI pada
culprit lesion diikuti dengan tindakan CABG pada daerah non culprit lesion yang
terbukti iskemi dan atau berdasarkan penilaian fungsi, kelihatannya dapat
bermanfaat pada beberapa pasien.3
CABG biasanya disarankan pada pasien dengan penyakit arteri koroner
yang kompleks yang tidak dapat dilakukan PCI, seperti kelainan koroner left main
dengan triple vessel,oklusi total dan kelainan yang difus. Sangat penting pula
untuk tetap memperhitungkan resiko perdarahan, karena pasien-pasien ini sedang
dalam terapi antiplatelet yang agresif. Keuntungan CABG adalah yang paling baik
setelah beberapa hari stabilisasi dengan terapi medis dan penghentian terapi
antiplatelet.

VI.7 Tatalaksana Predischarge dan Pencegahan Sekunder


Pasien dengan NSTEMI setelah melewati fase inisial memiliki resiko
tinggi untuk mengalami kejadian iskemia berulang. Oleh karena itu tindakan
pencegahan yang esensial seperti perbaikan pola hidup, penurunan berat badan,
kontrol tekanan darah, manajemen diabetes, intervensi lipid, penggunaan
antiplatelet, penghambat beta, Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor
atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) akan sangat membantu.1,9
ACE inhibitor sebaiknya diberikan secara oral dalam 24 jam pertama pada pasien
dengan kongesti paru atau fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 0,40 tanpa adanya
hipotensi (tekanan darah sistole < 100 mmHg atau < 30 mmHg dibawah baseline)
atau kontraindikasi lain. ARB dapat diberikan pada pasien-pasien yang intoleran
terhadap ACE inhibitor.10

38
Statin direkomendasikan untuk semua pasien NSTEMI, terlepas dari berapa
kadar kolesterol, inisiasi dini dimulai setelah masuk ke rumah sakit. Target LDL
yang diharapkan < 70 mg/dl.

Gambar 5. Penggunaan terapi antitrombotik jangka panjang setelah keluar


dari RS pada pasien NSTEMI5

VII. PROGNOSA
Sejumlah metode untuk penilaian resiko kematian dan kejadian iskemik
pada pasien-pasien dengan NSTEMI telah cukup dikenal, hal ini memberikan
dasar pengambilan keputusan bagi tindakan terapeutik.2 Thrombolysis In
Myocardial Infarction (TIMI) skor, Platelet glycoprotein IIb/IIIa in Unstable
agina: Receptor Suppression Using Integrilin (PURSUIT) skor, dan Global
Registry of Acute Coronary Events (GRACE) RSs skor dapat dihitung dengan
menggunakan variabel-variabel tertentu yang dinilai saat pasien masuk ke rumah
sakit.

39
Dengan skor TIMI dapat dinilai semua sebab mortalitas, resiko infark
miokard baru atau berulang, atau iskemik berulang yang berat yang membutuhkan
tindakan revaskularisasi dalam 14 hari. Skor 0-1 berarti resiko untuk mengalami
semua hal diatas tersebut adalah 4,7%, skor 2 resiko 8,3%, skor 3 resiko 13,2%,
skor 4 resiko 19,9 %, skor 5 resiko 26,2%, skor 6-7 resiko 40,9 %.2 Untuk skor
TIMI < 3 dikatakan resiko rendah, skor TIMI 3-4 resiko menengah dan skor TIMI
5-7 adalah resiko tinggi.1

VIII. KESIMPULAN

NSTEMI merupakan salah satu bagian dari sindroma koroner akut yang ditandai
dengan gambaran EKG depresi segmen ST atau inversi gelombang T prominen
dengan biomarker nekrosis jantung yang positif (mis, troponin) namun tidak
dijumpainya elevasi segmen ST pada gambaran EKG. Dalam rentang 4 tahun,
mortalitas jangka panjang untuk pasien-pasien NSTEMI didapati dua kali lebih
tinggi, sehingga diagnosis yang cepat dan tepat, stratifikasi resiko, tindakan terapi
yang sesuai untuk mengembalikan aliran darah pembuluh koroner serta
mengurangi iskemik miokard harus dapat dilakukan terutama melalui empat

40
komponen utama terapi pada NSTEMI yaitu pemberian antiiskemia,
antiplatelet/antikoagulan, terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi), dan
perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah meninggalkan RS.

41
BAB IV
ANALISA KASUS

Dari hasil anamnesis yang dilakukan Ny. H usia 58 tahun datang dengan keluhan
nyeri dada sejak ± 10 jam SMRS. Nyeri dirasakan pada dada sebelah kiri, timbul
tiba-tiba pada saat pasien duduk di mobil saat perjalan pulang kampung. Nyeri
dirasakan selama ±25 menit. Nyeri terasa seperti di tindih beban berat dan tidak
menjalar ke rahang, leher, bahu, maupun lengan kiri. Nyeri dada juga disertai
dengan keluhan sulit untuk bernapas, tidak hilang dengan istirahat. Pada kasus
sindroma koroner akut, jenis nyeri yang dirasakan pasien adalah nyeri khas
infark, yakni nyeri seperti : nyeri dirasakan di tengah dada, nyeri dirasakan saat
sedang istirahat dan durasi nyeri lebih dari 20 menit. Nyeri dada ini merupakan
gejala kardinal pasien infark miokard akut. Secara teoritis penyebab terjadinya
SKA adalah atheroma pembuluh darah yang pecah sehingga merangsang agregasi
trombosit yang selanjutunya membentuk trombus. Pembentukan trombus ini dapat
menyumbat pembuluh darah secara parsial, total, atau menjadi mikroemboli dan
menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Pelepasan zat vasoaktif juga
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah sehingga memperberat gangguan
aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah ini menyebabkan iskemik
sehingga timbul nyeri dada. Jika pasokan oksigen terhenti selama 20 menit maka
otot jantung menjadi nekrosis (infark miokard).
Pasien pernah mengalami hal ini sebelumnya dan di rawat. Nyeri dada yang
dialami pasien merupakan nyeri dada tipikal (angina) pertanda infark miokard.
Keluhan ini juga disertai dengan keringat dingin. Hal ini dapat membantu untuk
menyingkirkan nyeri dada karena penyebab lain seperti gangguan paru, masalah
vaskular.
Riwayat terbangun tengah malam karena sesak (-). Batuk (-), nyeri kepala (-),
mual (+), muntah (-), nyeri ulu hati (+), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Hal ini
dapat menyingkirkan diagnosa banding yaitu gagal jantung.

42
Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya ateroma pembuluh darah
koroner seperti, hiperkolesterol, hipertensi, diabetes, dan kebiasaan merokok.
Faktor ini menyebabkan terjadinya pembentukan plak melalui akumulasi lipid
ekstraseluler dalam intima pembuluh darah. Jika plak ini ruptur maka akan
menstimulasi terjadinya trombogenesis dan penyumbatan. pasien ini memiliki
riwayat Diabetes Mellitus yang yang merupakan faktor-faktor yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya sindrom koroner akut.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
composmentis, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 107x/menit, suhu 36,60C, nafas
28x/menit, berat badan 58 kg. Pemeriksaan kulit, KGB, kepala, rambut, mata,
telinga, hidung, tenggorokan, gigi dan mulut tidak terdapat kelainan. JVP 5-1
cmH2O. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengetahui faktor pencetus iskemia,
komplikasi dan penyakit penyerta.
Pemeriksaan fisik paru dalam batas normal. Sedangkan pada pemeriksaan jantung
iktus cordis tidak terlihat, palpasi iktus cordis teraba di ICS V dua jari ke arah
lateral linea midclavicula sinistra, perkusi jantung batas atasICS II linea
parasternal sinistra, batas kiri ICS V dua jari ke arah lateral linea midclavicula
sinistra batas kanan ICS IV satu jari lateral linea parasternal dextra, auskultasi: S1
dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-).Pemeriksaan abdomen dalam batas normal.
Pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi berupa takipnea,
takikardi, adanya gallop S3, bising jantung dan ronki basah di paru.
Sindroma koroner akut sering menimbulkan komplikasi berupa gangguan
irama yang bisa menyebakan henti jantung dan gangguan pompa jantung seperti
gagal jantung akut. Hal ini mempengaruhi dari prognosis pasien SKA.
Pada pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan peningkatan kadar gula darah,
yakni sebesar 46 mg/dl dapat diintrepretasikan sebagai kondisi hiperglikemia
yang disebabkan diabetes mellitus tipe II, dan hal ini juga merupakan faktor
pencetus yang dapat menimbulkan terjadinya aterosklerosis.
Dari pemeriksaan EKG ditemukan gambaran ST depresi di V5-V6 dari sini dapat
di tegakkan adanya SKA, pada pemeriksaan darah ditemukan adanya peningkatan

43
leukosit dan peningkatan enzim jantung, yaitu CKMB dan Troponin I. Hal ini
menandakan suatu ST depresi miokard infark (NSTEMI).
Tatalaksana untuk pasien ini dilakukan protap SKA yaitu, pemasangan oksigen
untuk menguatkan perfusi ke otot jantung, pemberian aspirin sebagai antiplatelet,
ISDN sublingual untuk dilatasi pembuluh darah, injeksi insulin novorapid untuk
DM, infus bertujuan sebagai jalur masuk terapi. Pada pasien ini membutuhkan
penanganan multidisiplin dan pasien dirawat secara intensif di ICCU.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo Aru W, dkk
(editor), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V: 1741-56.
2. Anonim.InfarkMiokard,(Online),(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456
789/22069/4/Chapter%20II.pdf) diakses 30 Januari 2018.
3. Kumar A, Cannon CP. Acute coronary syndromes: diagnosis and
management. Mayo Clin Proc. 2009;84(10).917-38
4. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007
5. Depkes Litbang. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta
6. Rhee J, Sabatine MS dan Lilly LS. Acute Coronary Syndrome. In: Lilly LS,
ed. Pathophysiology of heart disease: A collaborative project of medical
students and faculty. Baltimore, MD: Wolters Kluwer/Lippincott Williams &
Wilkins, 2011:161-89.
7. PERKI, 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi ketiga.
Jakarta : Centra communications.
8. O’Gara, P., T., et al, 2013. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management
ofST-Elevation Myocardial Infarction. Journal of the American College of
Cardiology Vol. 61, No. 4, 2013. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jacc.2012.11.019
9. Coronary Artery Disease – STEMI Review 2014. Available at:
www.learntheheart.com/coronary-artery-disease-stemi/
10. Schreiber, D., et al, 2015. Cardiac Marker. Available at:
emeddicine.medscape/artile/811905-overvier
11. Fauci, Braunwald, dkk. 17thEdition Harrison’s Principles of Internal
Medicine. New South Wales: McGraw Hill. 2010.
12. Antman EM, Hand M, Armstrong PW, et al. Focused update of the
ACC/AHA 2004 guidelines for the management of the patients with ST-
elevation myocardial infarction : a report of the American College of
Cardiology American Heart Association Task Force on Practice Guidelines.
2008;51:210–247.

45
13. Fesmire FM, Bardy WJ, Hahn S, et al. Clinical policy: indications for
reperfusion therapy in emergency department patients with suspected acute
myocardial infarction. American College of Emergency Physicians Clinical
Policies Subcommittee (Writing Committee) on Reperfusion Therapy in
Emergency Department Patients with Suspected Acute Myocardial Infarction.
Ann Emerg Med. 2006;48:358–383.
14. Rieves D, Wright G, Gupta G. Clinical Trial (GUSTO-1 and INJECT)
Evidence of Earlier Death for Men thanWomen after Acute Myocardial
Infarction. Am J Cardiol.2000; 85 : 147-153
15. International Joint Efficacy Comparison of Thrombolytics. Randomized,
Double-blind Comparison of Reteplase Doublebolus Administration with
Streptokinase in Acute Myocardial Infarction. Lancet.1995; 346 : 329-336
16. Manning, JE "Fluid and Blood Resuscitation" in Emergency Medicine: A
Comprehensive Study Guide. JE Tintinalli Ed. McGraw-Hill: New York.
2004. p.227.
17. Werf FV, Bax J, Betriu A, Crea F, Falk V, Fox K, et al. Management of acute
myocardial infarction in patients presenting with persistent ST-segment
elevation: the Task Force on the Management of ST-Segment Elevation Acute
Myocardial Infarction of the European Society of Cardiology. Eur Heart J
2008;29:2909–2945.
18. ISIS 2 Collaborative Group: Randomized trial of intravenous streptokinase,
oral aspirin, both or neither among 17.187 cases of suspected AMI.
Lancet.1986; 1:397.

46

You might also like