You are on page 1of 25

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat SEPTEMBER 2018

Dan Kedokteran Komunitas


Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo

STANDAR PELAYANAN MINIMAL


UPAYA WAJIB PUSKESMAS

Oleh:
Amalia Nur Azizah, S.Ked
K1A1 13 005

Pembimbing :
dr. I Putu Sudayasa, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia dan merupakan


modal setiap warga negara dan setiap bangsa dalam mencapai tujuannya dan
mencapai kemakmuran. Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk
menjamin setiap warga negara memperoleh pelayanan kesehatan yang
berkualitas sesuai dengan kebutuhan. Pemerintah melalui Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2016 telah menetapkan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan sebagai dasar penetapan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten/Kota Tahun 2016. 1
SPM adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga
negara secara minimal. Konsep SPM berubah dari Kinerja Program Kementerian
menjadi Kinerja Pemda yang memiliki konsekuensi reward dan punishment,
sehingga Pemda diharapkan untuk memastikan tersedianya sumber daya
(sarana, prasarana, alat, tenaga dan uang/biaya) yang cukup agar proses
penerapan SPM berjalan adekuat. Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama akan menjadi unit terdepan dalam upaya pencapaian
target-target SPM.1
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 menegaskan bahwa
puskesmas wajib melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) esensial
yang meliputi pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan,
pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana, pelayanan gizi serta
pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, yang selanjutnya disingkat


SPM Bidang Kesehatan merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang berhak diperoleh
setiap warga secara minimal. Target SPM harus 100% setiap tahunnya. Untuk itu
dalam penetapan indikator SPM, Kementerian/Lembaga Pemerintahan Non
Kementerian agar melakukan pentahapan pada jenis pelayanan, mutu pelayanan
dan/atau sasaran/lokus tertentu.1

Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama akan


menjadi unit terdepan dalam upaya pencapaian target-target SPM. Puskesmas
wajib melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) esensial yang meliputi:

- Pelayanan promosi kesehatan,


- Pelayanan kesehatan lingkungan,
- Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana,
- Pelayanan gizi, dan
- Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

A. Pelayanan Promosi Kesehatan


1. Cakupan Desa Siaga Aktif.
a) Pengertian
o Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan
sumber daya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi
masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawat darurtan
kesehatan, secara mandiri. Pengertian desa ini dapat berarti
kelurahan atau nagari atau istilah-istilah lain bagi satuan admnisitrasi
pemerintahan setingkat desa.
o Desa Siaga Aktif adalah desa yang mempunyai Pos Kesehatan
Desa(Poskesdes) atau UKBM lainnya yang buka setiap hari dan
berfungsi sebagai pemberi pelayanan kesehatan dasar,
penanggulangan bencana dan kegawatdarurtan, surveilence berbasis
masyarakat yang meliputi pemantauan pertumbuhan (gizi), penyakit,
lingkungan dan perilaku sehingga masyarakatnya menerapkan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat(PHBS).
o Poskesdes adalah Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat(UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka upaya
mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa.
Poskesdes dikelola oleh 1 orang bidan dan minimal 2 orang kader dan
merupakan coordinator dari UKBM yang ada.
o Pelayanan Kesehatan Dasar adalah pelayanan kesehatan yang
sesuai kewenangan bidan penanggungjawab Poskesdes, selanjutnya
dirujuk ke Pustu atau Puskesmas apabila tidak bisa ditangani.
o Surveilence penyakit berbasis masyarakat adalah upaya pengamatan
dan pencatatan yang dilakukan oleh masyarakat (Kader dan
Bidan/Perawat) tentang kejadian penyakit yang dapat mengancam
kesehatan penduduk/masyarakat.
o Pemantauan pertumbuhan adalah suatu upaya yang dilakukan oleh
kader untuk mengetahui berat badan balita setiap bulannya untuk
mendetektsi secara dini pertumbuhan balita (D/S).
o Masyarakat Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah masyarakat
dimana penduduknya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
b) Definisi Operasional
Cakupan Desa Siaga AKtif adalah desa yang mempunyai Pos
Kesehatan Desa (Poskesdes) atau UKBM lainnya yang buka setiap hari
dan berfungsi sebagai pemberi pelayanan kesehatan dasar,
penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan, surveilence berbasis
masyarakat yang meliputi pemantauan pertumbuhan(gizi),penyakit,
lingkungan dan perilaku sehingga masyarakatnya menerapkan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat.
c) Cara Perhitungan/Rumus
Rumus
Cakupan Desa Siaga Aktif = Jumlah Desa Siaga yang aktif x 100 %
Jumlah Desa Siaga yang dibentuk
Pembilang
Jumlah Desa Siaga yang aktif disuatu wilayah pada kurun waktu tertentu.
Penyebut
Jumlah Desa Siaga yang dibentuk disuatu wilayah pada kurun waktu
tertentu.
Ukuran/Konstanta
Persentase (%)
Contoh Perhitungan
Jumlah Desa di wilayah Kabupaten X = 313 Desa
Jumlah Desa Siaga yang dibentuk = 313 Desa
Jumlah Desa Siaga yang aktif = 80 Desa
Desa Siaga Aktif = 80/313 x 100 % = 25,56 %

d) Sumber Data
Hasil pencatatan kegiatan Puskesmas dan Laporan Profil PSM/UKBM
e) Rujukan
o Kepmenkes Nomor 564/VIII tahun 2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga.
o Juknis penggerakan dan pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan desa siaga.
o Juknis pengembangan dan penyelenggaraan Pos Kesehatan Desa
f) Indikator Desa Siaga :
o Forum Masyarakat Desa/FMD atau Forum Masyarakat Peduli
Kesehatan.
o Sarana Yankesdas dan system rujukannya.
o UKBM yang dikembangkan.
o Sistem Pengamatan Penyakit dan Faktor Resiko berbasis Masyarakat
o Kesiap siagaan pnenggulangan bencana dan kegawat daruratan
berbasis masyarakat.
o Upaya menciptakan dan mewujudkan kesehatan lingkungan
o Upaya menciptakan dan terwujudnya PHBS
o Upaya menciptakan dan terwujudnya Kadarzi.
g) Indikator Desa Siaga AKtif
a. Petugas :
1) Pelatihan Bidan ( 1 desa : 1 bidan )
2) Pelatihan Kader dan Toma ( 1 desa : 2 kader + 1 toma )
b. Masyarakat :
1) Pembentukan Forum
2) FMD melakukan pertemuan minimal 3 x/tahun
3) SMD, minimal 2 x/tahun.
4) MMD, minimal 2 x/tahun
c. Pelaksanaan /Kegiatan :
1) Pelayanan Kesehatan Dasar
2) Kader dan Toma melakukan surveilence berbasis masyarakat
(pengamatan sederhana) terhadap KIA,Gizi, Kesling, Penyakit,
BHBS, melakukan pendataan PHBS melalui survey cepat.
3) Pertemuan tindak lanjut penemuan hasil surveilence dalam
rangka meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat ( 1 bulan
sekali ).
4) Alih pengetahuan dan olah ketrampilan melalui pertemuan : 2
kali/tahun.
5) Pertemuan Forum Masyarakat Desa untuk membahas masalah
kesehatan dengan memanfaatkan forum yang ada di desa (1
bulan sekali)
h) Strata :
a. Desa Siaga :
1) Pratama : 4 Indikator
2) Madya : 4 Indikator + 2 Indikator lain
3) Purnama : 4 Indikator + 4 Indikator lain ( semua indikator )
b. Desa Siaga AKtif :
Konversi Indikator Madya atau Utama
2. Posyandu
Dilihat dari indikator-indikator yang ditetapkan oleh Depkes, Posyandu
secara umum dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tingkat yaitu: (1) Posyangu
Pratama; (2) Posyandu Madya; (3) Posyandu Purnama dan (4). Posyandu
Mandiri.
a) Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai
oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta
jumlah kader terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang. Penyebab tidak
terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu, disamping jumlah kader
yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya masyarakat. Intervensi
yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah memotivasi
masyarakat serta menambah jumlah kader.
b) Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader
sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya
masih rendah yaitu < 50%. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
perbaikan peringkat adalah meningkat cakupan dengan mengikut
sertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih menggiatkan
kader dalam mengelola kegiatan Posyandu.
c) Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader
sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50% serta
mampu menyelenggarakan program tambahan seta telah memperoleh
sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang
pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja
Posyandu.
d) Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5
(lima) orang atau lebih. Cakupan dari kegiatan utamanya > 50%, mampu
menyelenggarakan program tambahan serta telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola masyarakat yang pesertanya
lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu
Intervensi yang dilakukan bersifat pembinaan termasuk pembinaan dana
sehat, sehingga terjamin kesinambungannya.
Secara sederhana indikator untuk tiap peringkat Posyandu dapat
diuraikan sebagai berikut :
3. PHBS
Keberhasilan pembinaan PHBS dapat dilihat dari pencapaian upaya-
upaya yang dilakukan di pusat, provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, desa,
kelurahan, dan di berbagai tatanan lain.
a) Pusat
o Adanya kebijakan nasional yang mendukungoperasionalisasi
pembinaan PHBS di semua tatanan.
o Terlaksananya advokasi terhadap Pemerintah Provinsi dan pihak-
pihak lain untuk mendukungpembinaan PHBS di semua tatanan.
o Terselenggaranya bina suasana lingkup nasional yangmendukung
pembinaan PHBS di semua tatanan.
o Adanya sistem informasi nasional PHBS yangterintegrasi di sistem-
sistem informasi Kementerianterkait.
o Adanya dan tersosialisasikannya petunjuk pelaksanaan pembinaan
PHBS di semua tatanan.
o Terselenggaranya pelatihan untuk pelatih (training of trainers-TOT)
pembinaan PHBS untuk aparaturprovinsi.
o Teralokasikannya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
peningkatan kinerja Puskesmas danjaringannya untuk pembinaan
PHBS.
o Terselenggaranya pertemuan berkala (minimal 2 kali setahun) untuk
pemantauan pembinaan PHBS disemua tatanan.
o Adanya pembinaan PHBS di semua tatanan yangterintegrasi secara
berjenjang
b) Provinsi
o Adanya kebijakan koordinasi yang mendukungoperasionalisasi
pembinaan PHBS di semua tatanan.
o Terlaksananya advokasi terhadap Pemerintah Kabupaten dan
Pemerintah Kota serta pihak-pihaklain untuk mendukung pembinaan
PHBS di semuatatanan.
o Terselenggaranya bina suasana lingkup provinsi yangmendukung
pembinaan PHBS di semua tatanan.
o Adanya Sistem Informasi PHBS lingkup provinsi yangterintgrasi di
sistem informasi Kementerian terkait.
o Terselenggaranya pelatihan untuk pelatih (training of trainers – TOT)
pembinaan PHBS untuk aparaturkabupaten dan kota.
o Terselenggaranya pertemuan berkala (minimal 2 kali setahun) untuk
pemantauan pembinaan PHBS disemua tatanan.
o Adanya pembinaan PHBS di semua tatanan yangterintegrasi secara
berjenjang.
c) Kabupaten/Kota
o Adanya kebijakan koordinasi yang mendukungoperasionalisasi
pembinaan PHBS di semua tatanan.
o Terlaksananya advokasi terhadap Pemerintah Kecamatan dan pihak-
pihak lain untuk mendukungpembinaan PHBS di semua tatanan.
o Terselenggaranya bina suasana lingkup kabupaten/ kota yang
mendukung pembinaan PHBS di semuatatanan.
o Adanya Sistem Informasi PHBS lingkup kabupaten/ kota yang
terintegrasi di sistem informasiKementerian terkait.
o Terselenggaranya pelatihan pembinaan PHBS untuk para pengelola
instansi pendidikan, tempat kerja,tempat umum, fasilitas pelayanan
kesehatan,aparatur desa dan kelurahan, KPM,
lembagakemasyarakatan dan pihak-pihak lain.
o Terselenggaranya pertemuan berkala (minimal 3 kali setahun) untuk
pemantauan pembinaan PHBS disemua tatanan.
o Adanya pembinaan PHBS di semua tatanan yangterintegrasi secara
berjenjang.
d) Kecamatan
o Terkoordinasinya penerapan kebijakan terkait dengan pembinaan
PHBS di semua tatanan.
o Terlaksananya advokasi terhadap aparat desa dankelurahan serta
pihak-pihak lain untuk mendukungpembinaan PHBS di semua
tatanan.
o Terselenggaranya bina suasana lingkup kecamatan yang
melaksanakan pembinaan PHBS di semuatatanan.
o Adanya Sistem Informasi PHBS lingkup kecamatan yang terintegrasi
di sistem informasi Kementerianterkait.
o Adanya pembinaan PHBS di semua tatanan yangterintegrasi secara
berjenjang.
e) Desa/Kelurahan (Tatanan Rumah Tangga)
o Adanya peraturan di desa atau kelurahan yangmelandasi pembinaan
PHBS Di Rumah Tangga.
o Adanya peran aktif pemuka masyarakat dan organisasi
kemasyarakatan dalam pembinaan PHBSDi Rumah Tangga.
o Meningkatnya persentase Rumah Tangga Ber-PHBS.
f) Tatanan Instansi Pendidikan
o Tersedia sarana untuk mencuci tangan menggunakan sabun.
o Tersedia sarana untuk mendapatkan makanan dan minuman sehat.
o Tersedia jamban sehat.
o Tersedia tempat sampah.
o Terdapat larangan untuk tidak merokok.
o Terdapat larangan untuk tidak mengkonsumsi NAPZA.
o Terdapat larangan untuk tidak meludah disembarang tempat.
o Terdapat kegiatan memberantas jentik nyamuk secara rutin
g) Tatanan Tempat Kerja
o Tersedia sarana untuk mencuci tangan menggunakan sabun.
o Tersedia sarana untuk mendapatkan makanan dan minuman sehat.
o Tersedia jamban sehat.
o Tersedia tempat sampah.
o Terdapat peraturan berkaitan dengan K3.
o Terdapat larangan untuk tidakk merokok.
o Terdapat larangan untuk tidak mengonsumsi NAPZA.
o Terdapat larangan untuk tidak meludah disembarang tempat.
o Terdapat kegiatan memberantas jentik nyamuk secara rutin.
h) Tatanan Tempat Umum
o Tersedia sarana untuk mencuci tangan menggunakan sabun.
o Tersedia jamban sehat.
o Tersedia tempat sampah.
o Terdapat larangan untuk tidak merokok.
o Terdapat larangan untuk tidak mengonsumsi NAPZA.
o Terdapat larangan untuk tidak meludah disembarang tempat.
o Terdapat kegiatan memberantas jentik nyamuk secara rutin.
i) Tatanan Fasilitas Kesehatan
o Tersedia sarana untuk mencuci tanngan menggunakan sabun.
o Tersedia sarana untuk mendapatkan makanan dan minuman sehat.
o Tersedia jamban sehat.
o Tersedia tempat sampah.
o Terdapat peraturan berkaitan dengan K3.
o Terdapat larangan untuk tidak merokok.
o Terdapat larangan untuk tidak menggunakan NAPZA.
o Terdapat larangan untuk tidak meludah disembarang tempat.
o Terdapat kegiatan memberantas jentik nyamuk secara rutin

B. Pelayanan Kesehatan Lingkungan

C. Pelayanan KIA
Indikator yang hanya digunakan untuk pemantauan kesehatan dasar pada
ibu berdasarkan standar pelayanan minimal meliputi:
1) Akses pelayanan antenatal (cakupan K1)

Akses pelayanan antenatal (cakupan K1) adalah sebagai berikut:

1. Definisi Operasional

Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan

antenatal oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun

waktu tertentu.

2. Fungsi Indikator

Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan

pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam

menggerakan masyarakat.

3. Cara Perhitungan Rumus

Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah sebagai berikut:

Keterangan:

a. Jumlah kunjungan ibu hamil pertama (K1) yang diambil dari total semua

kunjungan ibu hamil pertama (K1) pada kurun waktu tertentu.


b. Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh melalui

proyeksi, dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan

menggunakan rumus:

Akan tetapi jumlah sasaran ini sudah ditentukan sebelumnya oleh

pemerintah pusat, jadi Dinkes hanya tinggal melakukan proses

pemantauan saja berdasarkan indikator tersebut.

2) Cakupan pelayanan ibu hamil (cakupan K4)

Cakupan pelayanan ibu hamil (cakupan K4) adalah sebagai berikut:

1. Definisi Operasional

Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan

antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali dengan

distribusi waktu satu kali pada trimester ke-1, satu kali pada

trimester ke-2 dan dua kali pada trimester ke-3 disuatu wilayah

kerja pada kurun waktu tertentu.

2. Fungsi Indikator

Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal

secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu

yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu

hamil di suatu wilayah, di samping menggambarkan kemampuan

manajemen ataupun kelangsungan program KIA.

3. Cara Perhitungan Rumus

Rumus yang digunakan adalah:


Keterangan:

a. Jumlah kunjungan ibu hamil pertama (K1) yang diambil dari total semua

kunjungan ibu hamil pertama (K1) pada kurun waktu tertentu.

b. Jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun dapat diperoleh melalui

proyeksi, dihitung berdasarkan perkiraan jumlah ibu hamil dengan

menggunakan rumus:

Akan tetapi jumlah sasaran ini sudah ditentukan sebelumnya oleh

pemerintah pusat, jadi Dinkes hanya tinggal melakukan proses

pemantauan saja berdasarkan indikator tersebut.

3) Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani (PK)

Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani (PK) adalah sebagai berikut:

a. Definisi Operasional

Adalah cakupan kasus komplikasi/kegawatdaruratan yang

mendapat pelayanan kesehatan sampai selesai (tidak termasuk

kasus yang dirujuk untuk mendapatkan pelayanan lebih lanjut)

kecuali telah dilakukan kunjungan rumah pasca rujukan.

b. Fungsi Indikator

Indikator ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen

program kesehatan ibu dan anak (KIA) dalam menyelenggarakan

pelayanan kesehatan secara profesional kepada ibu (hamil,

bersalin, nifas) dengan komplikasi.

c. Cara Perhitungan Rumus


Rumus yang digunakan adalah:

Keterangan:

a. Jumlah ibu hamil, bersalin, dan nifas dengan komplikasi yang ditangani

oleh tenaga kesehatan dalam kurun waktu tertentu.

b. Nilai ini diambil dari 20% dari jumlah sasaran ibu hamil dalam 1 tahun.

4) Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn)

Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn) adalah sebagai berikut:

a. Definisi Operasional

Adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi

kebidanan, di suatu wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu.

b. Fungsi Indikator

Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang

ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan

kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan

persalinan sesuai standar.

c. Cara Perhitungan Rumus

Rumus yang digunakan sebagai berikut:


Keterangan:
a. Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten

disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

b. Jumlah sasaran ibu bersalin dalam 1 tahun dihitung dengan

menggunakan rumus:

Akan tetapi jumlah sasaran ini sudah ditentukan sebelumnya oleh

pemerintah pusat, jadi Dinkes hanya tinggal melakukan proses

pemantauan saja berdasarkan indikator tersebut.

5) Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3)

Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3) adalah sebagai

berikut:

a. Definisi Indikator

Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai

dengan 42 hari pasca bersalin sesuai standar paling sedikit tiga kali

dengan distribusi waktu 6 jam – 3 hari, 8 – 14 hari dan 36 – 42 hari

setelah bersalin di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

b. Fungsi Indikator

Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan nifas

secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu

yang ditetapkan), yang menggambarkan jangkauan dan kualitas

pelayanan ibu nifas, di samping menggambarkan kemampuan

manajemen ataupun kelangsungan program Kia.


c. Cara Perhitungan Rumus

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

a. Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh tiga kali pelayanan nifas

sesuai standar oleh tenaga kesehatan disuatu wilayah kerja pada

kurun waktu tertentu.

b. Jumlah sasaran ibu nifas sama dengan jumlah sasaran ibu bersalin.

Akan tetapi jumlah sasaran ini sudah ditentukan sebelumnya oleh

pemerintah pusat, jadi Dinkes hanya tinggal melakukan proses

pemantauan saja berdasarkan indikator tersebut.

D. Pelayanan Gizi

Gizi merupakan komponen penting dalam indikator SPM kesehatan.


Pokok bahasan dalam technical brief ini akan mengacu pada 5 indikator utama.

1) Ibu Hamil
Untuk memperbaiki gizi ibu sewaktu hamil, tenaga kesehatan di tingkat
Puskesmas dan Posyandu, termasuk praktik swasta, sebaiknya
diberikan pelatihan rutin tentang pelayanan ibu hamil. Pelayanan ibu
hamil (Antenatal Care-ANC) yang dilakukan sebanyak 4 kali dapat berisi
hal-hal sebagai berikut:
o Memperbaiki asupan makanan pada saat hamil, dengan penekanan
pada peningkatan kuantitas, perbaikan kualitas, serta
penganekaragaman makanan untuk meningkatkan berat badan
selama hamil
o Memberikan konseling mengenai kenaikan berat badan optimal
berdasarkan berat ibu sebelum hamil*, dan mencatat kenaikan berat
badan saat hamil
o Memberi obat cacing pada ibu hamil
o Memperbaiki status zat besi dan folat pada saat hamil dengan
mengkonsumsi suplementasi zat besi dan asam folat
o Mempromosikan istirahat yang cukup dan menurunkan beban kerja
pada saat hamil
o Menurunkan defisiensi kalsium pada saat hamil untuk menurunkan
risiko pre-eklampsia
o Mempromosikan perilaku bersih dan konsumsi makanan yang aman
sewaktu hamil, sehingga ibu dan keluarga mempunyai waktu yang
cukup untuk berlatih sebelum kelahiran bayi
o Mempromosikan inisiasi menyusu dini (IMD) dalam waktu 1 jam
setelah melahirkan dan ASI eksklusif sampai 6 bulan
o Melibatkan suami dan keluarga untuk menjamin ibu mendapat cukup
perawatan saat hamil.
o Pertambahan berat badan optimal hingga akhir kehamilan adalah
sebagai berikut:
(1) 11,3-15,9 kg untuk wanita dengan berat badan normal sebelum
hamil (IMT 18,5-24,9);
(2) 12,7-18,1 kg untuk wanita kurus (IMT kurang dari 18,5);
(3) 6,8-11,3 kg untuk wanita dengan kelebihan berat badan (IMT 25-
29,9); dan
(4) 5,0-9,1 untuk wanita gemuk. Rumus menghitung Indeks Masa
Tubuh (IMT) adalah BB (kg)/TB (M)2 (American College of
Obstetricians and Gynecologists, 2013).
2) Ibu Bersalin
Untuk memperbaiki gizi ibu setelah melahirkan dan menurunkan
kematian ibu dan anak, tenaga kesehatan di tingkat Puskesmas dan
Posyandu, termasuk praktik swasta, perlu diberi pelatihan secara rutin
dan memfasilitasi hal-hal berikut:
o Memastikan bahwa memberikan pelayanan standar yang mencakup
konseling untuk mendukung IMD, ASI eksklusif, gizi setelah
melahirkan, keluarga berencana, dan jarak antar kelahiran yang
sehat (healthy birth spacing)
o Memperbaiki asupan makanan setelah melahirkan, dengan
penekanan pada peningkatan kuantitas, perbaikan kualitas, dan
penganekaragaman makanan untuk mendukung pemberian ASI yang
optimal
o Memperbaiki status zat besi dan asam folat setelah melahirkan
dengan mengkonsumsi suplementasi zat besi dan asam folat
o Mempromosikan istirahat yang cukup dan menurunkan beban kerja
pada saat setelah melahirkan
o Mempromosikan jarak antar kelahiran yang tepat melalui
penggunaan kontrasepsi
o Melibatkan suami dan keluarga untuk memastikan bahwa ibu
mendapatkan pelayanan dan perawatan pasca melahirkan yang
tepat.
3) Bayi Baru Lahir
Untuk memperbaiki gizi neonatal dan menurunkan kematian anak,
tenaga kesehatan di tingkat Puskesmas dan Posyandu, termasuk praktik
swasta perlu diberi pelatihan secara rutin serta memfasilitasti hal-hal
berikut:
o Mempromosikan inisiatif Baby-Friendly Hospital di seluruh Indonesia
o Mempromosikan inisiasi ASI eksklusif dalam waktu 1 jam setelah
lahir
o Pemberian dukungan yang terus menerus pada ibu untuk mencapai 6
bulan ASI ekslusif
o Pencegahan pemberian minuman lain (pre-lakteal) pada bayi baru
lahir sebelum mendapat ASI
o Mempromosikan metode kanguru (mendekap bayi di dada ibu/ayah
dengan kulit bayi menempel kulit ibu), sejak dini dan
berkesinambungan, dimulai pada saat di fasilitas kesehatan dan
diteruskan hingga di rumah
o Mempromosikan kebersihan, sanitasi, dan perilaku keamanan
pangan yang optimal bersama dengan pengasuh dan keluarga bayi.
4) Anak Usia Di Bawah 5 Tahun
o Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA)
o Kebersihan, Sanitasi, dan Keamanan Pangan yang Optimal
o Suplementasi zat besi dan asam folat, Konsumsi makanan kaya zat
besi/makanan fortifikasi, Pengobatan Kecacingan, dan Suplementasi
Vitamin A
o Pemantauan Pertumbuhan dan Promosi yang fokus pada anak
dibawah umur 2 tahun hingga anak dibawah umur 5 tahun
o Identifikasi dan Pengobatan Kurang Gizi Akut pada Anak di Area
yang Berisiko Tinggi
o Upaya Promosi mengenai Pengasuhan Gizi Anak Sakit yang Optimal
o Perkembangan Anak Usia Dini (Early Childhood Development-ECD)
5) Wanita Usia Subur
Untuk memperbaiki gizi WUS, terutama di usia remaja yang sangat kritis,
petugas kesehatan di Puskesmas dan Posyandu, serta praktik swasta
perlu diberi pelatihan secara rutin mengenai hal berikut:
o Memperbaiki berat badan dan status zat besi dan asam folat WUS,
terutama remaja putri. Pada WUS yang kelebihan berat badan, dapat
disarankan untuk mengurangi berat badan menuju berat badan
normal. Sekitar 35% dari WUS umur 35 hingga 49 tahun kelebihan
berat badan atau obese (Riskesdas 2013). Semua WUS dapat
mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak.
o Memberikan obat cacing dan suplementasi kalsium pada WUS,
terutama remaja putri
o Menunda pernikahan dan kehamilan pertama diatas usia 19 tahun
o Mempromosikan sekolah hingga tamat SMA bagi perempuan dan
laki-laki
o Meningkatkan penggunaan kontrasepsi pada pasangan suami istri,
terutama pasangan usia remaja
o Meningkatkan pengetahuan terhadap metode kontrasepsi modern
pada remaja putri yang belum dan telah menikah, serta keluarga
mereka.

E. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Menyakit


1) Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra
Sasaran kegiatan ini adalah menurunkan angka kesakitan akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, peningkatan
surveillance, karantina kesehatan, dan kesehatan matra dengan
indikator sebagai berikut:
o Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar
lengkap sebesar 93%.
o Persentase anak usia dibawah tiga tahun yang mendapat imunisasi
dasar lengkap dan imunisasi lanjutan sebesar 70%.
o Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen imunisasi
dasar lengkap pada bayi sebesar 95 %
o Persentase sinyal kewaspadaan dini yang direspons sebesar 90%.
o Penemuan kasus discarded campak ≥ 2 per 100.000 penduduk
o Penemuan kasus AFP non polio ≥ 2 per 100.000 penduduk usia < 15
tahun
o Persentase kabupaten/kota yang mempunyai daerah penyelaman
yang melaksanakan upaya kesehatan matra sebesar 60%.
o Persentase Kab/Kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan
dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang
berpotensi wabah sebesar 100%
o Persentase alat angkut sesuai dengan standar kekarantinaan
kesehatan sebesar 100%.
o Persentase respon sinyal SKD dan KLB, Bencana dan Kondisi Matra
di wilayah layanan B/BTKLPP sebesar 90%
2) Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya pencegahan dan
penanggulangan penyakit bersumber binatang dengan indikator:
o Persentase kabupaten/kota yang melakukan pengendalian vektor
terpadu sebesar 80%.
o Jumlah kabupaten/kota dengan API <1/1.000 penduduk sebanyak
400 kabupaten/kota.
o Jumlah kabupaten/kota endemis Filaria berhasil menurunkan angka
mikro filaria menjadi < 1% sebanyak 75 kabupaten/kota.
o Persentase kabupaten/kota dengan IR DBD < 49 per 100.000
penduduk sebesar 68%.
o Persentase kabupaten/kota yang eliminasi rabies sebesar 85%.
o Persentase rekomendasi kajian pengendalian penyakit bersumber
binatang meningkat 50 % dari jumlah rekomendasi tahun 2014
o Persentase teknologi tepat guna pengendalian penyakit bersumber
binatang meningkat 50 % dari jumlah rekomendasi tahun 2014.
o Persentase pelabuhan/bandara/PLBD yang melakukan pengendalian
vektor terpadu sebesar 100 %
3) Pengendalian Penyakit Menular Langsung
Sasaran kegiatan ini adalah menurunnya angka kesakitan dan kematian
akibat penyakit menular langsung dengan indikator: 48 Rencana Aksi
Program PP dan PL 2015-2019
o Persentase cakupan penemuan kasus baru kusta tanpa cacat
sebesar 95%.
o Jumlah provinsi mencapai eliminasi kusta. Dengan target di tahun
2020, eliminasi kusta tercapai di 34 provinsi.
o Persentase kabupaten/kota dengan angka keberhasilan pengobatan
TB paru BTA positif (Success Rate) minimal 85% sebesar 90%.
o Persentase angka kasus HIV yang diobati sebesar 55%.
o Persentase kabupaten/kota yang 50% Puskesmasnya melakukan
pemeriksaan dan tata laksana Pneumonia melalui program MTBS
sebesar 60%.
o Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan kegiatan deteksi dini
hepatitis B pada kelompok berisiko sebesar 80%.
o Persentase kajian pengendalian penyakit menular langsung
meningkat 50 % dari jumlah rekomendasi tahun 2014
o Persentase teknologi tepat guna pengendalian penyakit menular
langsung meningkat 50 % dari jumlah rekomendasi tahun 2014
o Persentase Pelabuhan/Bandara/PLBD yang melaksanakan kegiatan
deteksi dini penyakit menular langsung 100 %
4) Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Sasaran kegiatan ini adalah menurunnya angka kesakitan dan kematian
akibat penyakit tidak menular; meningkatnya pencegahan dan
penanggulangan penyakit tidak menular. Indikator pencapaian sasaran
tersebut adalah:
o Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM
terpadu sebesar 50%.
o Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah sebesar 50%.
o Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM sebesar 50%.
o Persentase perempuan usia 30-50 tahun yang dideteksi dini kanker
serviks dan payudara sebesar 50%.
o Persentase kabupaten/kota yang melakukan pemeriksaan kesehatan
pengemudi di terminal utama sebesar 50%.
o Persentase kajian pengendalian penyakit tidak menular meningkat 50
% dari jumlah rekomendasi tahun 2014
o Persentase teknologi tepat guna pengendalian penyakit tidak menular
meningkat 50 % dari jumlah rekomendasi tahun 2014
o Persentase Pelabuhan/bandara/PLBD yang melaksanakan kegiatan
skrining penyakit tidak menular sebesar 100 %
5) Penyehatan Lingkungan
Sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya penyehatan dan pengawasan
kualitas lingkungan. Indikator pencapaian sasaran tersebut adalah:
o Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM sebanyak 45.000
desa/kelurahan.
o Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan sebesar
50%.
o Persentase Tempat Tempat Umum yang memenuhi syarat kesehatan
sebesar 58%.
o Persentase RS yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai
standar sebesar 36%.
o Persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi
syarat kesehatan sebesar 32%.
o Jumlah kabupaten/kota yang menyelenggarakan tatanan kawasan
sehat sebanyak 386 desa/kelurahan.
o Persentase rekomendasi kajian penyehatan lingkungan meningkat 50
% dari jumlah rekomendasi tahun 2014
o Persentase teknologi tepat guna penyehatan lingkungan meningkat
50 % dari jumlah rekomendasi tahun 2014
o Persentase penerbitan sertifikat/hasil uji pemeriksaan laboratorium
dan kalibrasi sebesar 100 % dari sampel uji.
o Persentase pelabuhan/bandara/PLBDN sehat sebesar 100 %
6) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pada
Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya dukungan manajemen dan
pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program pengendalian penyakit
dan penyehatan lingkungan.
o Persentase Satker Program PP dan PL yang memperoleh penilaian
SAKIP dengan hasil minimal AA sebesar 85%
o Persentase Satker Pusat dan Daerah yang ditingkatkan
sarana/prasarananya untuk memenuhi standar sebesar 69%.
BAB III
KESIMPULAN

Standar Pelayanan Minimal adalah suatu standar dengan batas-


batas tertentu untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan
wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada
masyarakat yang mencakup jenis pelayanan, indikator dan nilai. Salah
satu bentuk pelayanan untuk melaksanakan standar pelayanan minimal
adalah promosi kesehatan yang meliputi beberapa hal antara lain
pengembangan Desa Siaga, Pemasyarakatan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Kesehatan
(pengembangan Posyandu, UKBM).
DAFTAR PUSTAKA

1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN
MINIMAL BIDANG KESEHATAN
2. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN
PENYELENGGARAAN PROGRAM INDONESIA SEHAT DENGAN
PENDEKATAN KELUARGA
3.
4.
5.
6.
7. Departemen Kesehatan, 2008, Sistem Kesehatan Nasional Departemen
Kesehatan
8. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor:
741/MENKES/PER/VII/2008tentang standar pelayanan minimal
bidang kesehatandi kabupaten/kota
9. Departemen Kesehatan, 2010, Standar Pelayanan Minimal (SPM), dilihat
5 Agusutus 2018 , <http://www.spm.depkes.go.id/index2.php>.
10. Katz, J.M, Green, E (1997), Managing Quality: A Guide to System-wide
Performance Management in Health Care, Mosby-Year Book, St
Louis,Missouri.
11. Departemen Kesehatan, 2006, Pedoman Pengelolaan Posyandu.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor:
2269/MENKES/PER/XI/2011Pedoman pembinaan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS)

You might also like