You are on page 1of 9

AWAL KELAPA SAWIT DI INDONESIA & KALIMANTAN BARAT

Melihat keberadaan pohon sawit bagi kita sekarang adalah hal yang biasa. Padahal
sebenarnya sawit bukanlah tanaman asli Indonesia. Tumbuhan ini didatangkan dari Negara
Brazil, Amerika Selatan. Kehadiran kelapa sawit di Indonesia pertama kali sejak zaman
Belanda. ketika Indonesia merdeka. Perkebunan kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq)
diimpor Indonesia (Hindia Belanda) dari Mauritius atau Reunion, Afrika dan ditanam di
Kebun Raya Bogor (Lubis:1992, Van Heurn 1984). Tapi sekarang lebih dipercaya bahwa
sawit berasal dari Amerika Selatan karena benua itu sangat kaya akan jenis sawit. Pada tahun
1985 pusat penelitian kelapa sawit di Marihat, Pematang Siantar menghasilkan bibit dari
kultur jaringan. Dari pengamatan lapangan sampai tahun 1993 diketahui bahwa tanaman dari
kultur jaringan memberikan produksi 29% lebih tinggi dari tanaman asal biji (Ginting et
al;1993). Kelapa sawit kemudian dikembangkan menjadi produk unggulan sector
perkebunan.Apalagi permintaan pasar dunia untuk produk ini sangat tinggi. Kelapa sawit
menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan dasar minyak goreng dan bahan
campuran sabun mandi, mentega, bahan cat, dan lain-lain. Setelah banyak ditanam di
Sumatera Utara, kelapa sawit kemudian merambah ke Kalimantan Barat. Masuknya sawit di
Kalimantan Barat mulai dirintis oleh Gubernur Kadarusno (mantan Gubernur Kalimantan
Barat) pada tahun 1970-an.
Rencana pengembangan perkebunan kelapa sawit ini diawali dengan mengirim surat No.
01/A-1/X/13 tanggal 27 September 1974 dan surat No. 46/A-1/IV/13 tanggal 22
April 1975 kepada Departemen Pertanian C.q Direktur Jenderal Perkebunan. Dalam suratnya
Gubernur Kadarusno mengusulkan supaya Direktur Jenderal Perkebunan Republik Indonesia
mengadakan survey guna mengetahui kemungkina-kemungkinan pembukaan perkebunan
kelapa sawit di Kalimantan Barat.
Permohonan Kadarusno ditanggap positif oleh Badan Khusus Urusan Perusahaan Negara
Perkebunan melalui surat No. 1686/A.4/Y/U/1975 tanggal 24 Juli 1975 dengan mengirim tim
survey P.N.P Marihat Research Station Pematang Siantar. Pada tahun 1980 hasil survey
tersebut ditindaklanjuti oleh Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) VII- sekarang PTPN
XIII- dengan membuka perkebunan kelapa sawit seluas 14.000 ha di Kecamatan Ngabang.
Perkembangan sawit kemudian sangat pesat. Hamper seluruh pelosok Kalimantan Barat
sudah ditumbuhi kelapa sawit. Pemerintah Daerah Kalimantan Barat bahkan dalam Perda
No.1/ 1995 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Barat,
dengan jelas mencanangkan kelapa sawit sebagai salah satu sumber pendapatan daerah
pengganti kayu yang hampir habis.
RTRWP Kalimantan Barat menyebutkan bahwa lahan lahan yang berpotensi untuk
perkebunan (sawit dan HTI) seluas 5.257.700 ha. Lahan ini akan diserahkan kepada 164
perusahaan perkebunan. 2.500.000 ha (48% luas lahan yang potensial) dijadikan untuk lahan
perkebunan sawit. Areal perkebunan kelapa sawit dan HTI di Kalimantan Barat terus
bertambah. Berdasakan data dari Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalimantan
Barat, sampai Desember 2000, ijin pemanfaatan lahan perkebunan di Kalimantan Barat sudah
mencapai 3.560.251 ha (68% dari 5,2 juta lahan yang dicadangkan). Menurut Undang-
undang Kehutanan No.41/1999 menyebutkan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Menurut statusnya (sesuai Undang-undang Kehutanan) hutan hanya dibagi ke dalam dua
kelompok besar yaitu:
1. Hutan Negara yaitu hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
2. Hutan hak atau hutan rakyat yaitu hutan yang dibebani hak atas tanah.
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik rakyat baik petani perorangan
maupun bersama-sama. Hutan rakyat tersusun satuan ekosistem kehidupan mulai dari
tanaman keras nonkayu, satwa, buah-buahan, satuan usahatani semusim, peternakan, barang
dan jasa, serta rekreasi alam.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan cita-cita setiap negaqra atau regional,
pertumbuhan ini menjadi salah satu indikator utama dalam melihat keberhasilan
pembangunan. Di era otonomi Daerah, insentif pembiayaan pembangunan menggunakan
Dana Alokasi Umum (DAU) yang tertuang dalam UU No.22/1999sebagai anggaran
penyeimbang (disparitas antar daerah) seiring dengan dominasi pembiayaan APBD yang
bersumber dari PAD. Pada saat sekarang proporsi DAU dan Dana Anggaran Khusus (DAK)
melebihi 80% dari pembiayaan pembangunan di banyak daerah, kecuali beberapa kabupaten
yang memiliki infrastruktur dan pembagian usaha hasil pertambangan yang memadai.
Besarnya proporsi PAD terhadap APBD menandakan adanya kontribusi yang positip terhadap
dampak pembangunan. Keberhasilan pembangunan tidak hanya bisa dilihat dari besarnya
PAD, jadi ukuran yang biasa dipakai tentu tidak bisa terlepas dari indikatoer yang ada dalam
APBD. Contoh konkrit investasi perkebunan kelapa sawit baru dapat menghasilkan minimal
4 tahun, artinya hasil sekarang merupakan buah perencanaan pembangunan sebelumnya.
Perencanaan yang tidak bijak akanmenimbulkan permasalahan kerugian yang jauh lebih
besar dari keuntungan yang didapat, tidak tertutup kemungkinan keuntungan keuntungan saat
sekarang harus dibayar dengan biaya (cost) pembangunan dalam jangka panjang.
Konversi hutan untuk perkebunan kelapa sawit secara langsung telah merubah fungsi hutan
sebagai penghasil kayu dan nonkayu. Hutan dan tutupannya berfungsi sebagai tangkapan air
(watercachment area) dan penyedia keanekaragaman hayati di samping sebagai habitat satwa,
hal ni tidak akan bisa digantikan oleh fungsi atau bentuk lainnya, seperti perkebunan kelapa
sawit tersebut. Perkebunan kelapa sawit mungkin menguntungkan masyarakat dan secara
pasti merugikan lingkungan. Bagi masyarakat pengkonversian lahan hutan berarti
mengorbankan sumber daya ekonomi yang dimiliki secara turun temurun. Serta ada
kecenderungan investasi perkebunan kelapa sawit sendiri akan menimbulkan biaya
rehabilitasi lingkungan yang besar dalam jangka panjang. Secara nyata mengorbankan fungsi
hutan akan menjadi biaya ekonomi pada masyarakat secara signifikan. Antusias pemerintah
daerah dalam menarik investor dengan mencadangkan hutan untuk dikonversi perlu
pengkajian yang lebih arif menyangkut benefit dan distribusi biaya yang akan ditanggung
masyarakat dan pemerintah daerah sendiri.
Tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat membutuhkan lahan pertanian luas dan kawasan
hutan untuk menopang kehidupan, karena system pertanian yang dikelola telah menopang
perekonomian secara nasioanal maupun regional. Tingginya peranan sector pertanian dalam
memberikan arti bahwa perekonomian daerah masih dominan mengandalkan pertanian
sebagai penopang pertumbuhan ekonomi, artinya sector ini mengalami penurunan akan
menyebabkan penurunan kesejahteraan masyarakat secara signifikan.
Kesalahan dalam perencanaan akan menimbulkan persoalan bagi banyak sector. Apalagi
kegiatan pembangunan dengan upaya memajukan salah satu sub-sektor berarti mengorbankan
sector l;ainnya secara makro maupun mikro yang berdampak jangka panjang maupun jangka
pendek dalam memicu pertumbuhan ekonomi, maka daerah memberikan peluang investasi
yang luas dan kadang-kadang terkesan kurang perencanaan dan tak jarang menimbulkan
biaya besar yang ditanggung oleh masyarakat banyak (pertumbuhan ekonomi semu). Secara
nyata peranan pemerintah dalam membuka kesempatan untuk memanfaatkan wilayah dalam
wilayah administratif untuk perkebunan kelapa sawit tentu mempunyai konsekwensi
pengorbanan usaha lainnya seperti pertanian tradisional, sumber daya alam (tanah, air, dan
hutan). Secara nyata akan terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan pengembangan
perkebunan kelapa sawit berbanding terbalik dengan kerugian yang akan dialami oleh
masyarakat serta mengorbankan kawasan hutan.

A. Praktek Pengembangan Perkebunan Sawit Di Kalimantan Bahan Presentasi Seminar


Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Kalimantan

Perkebunan Sawit di Kalimantan


Propinsi
Areal yang dicanangkan (ha)
Luas Kebun Sawit (ha)
Kalimantan Barat
1.500.000
349,101
Kalimantan Timur
2.000.000
303,040
Kalimantan Tengah
1.855.315
438.532
Kalimantan Selatan
500.000
391,671
Beberapa Group Perusahaan Perkebunan Sawit Swasta di Kalimantan
No
Perusahaan
Luas Area
1
Astra Group
99,438
2
Lyman Group
193,750
3
Bakrie
88,000
4
CDC Group
69,000
5
Kumpulan Guthrie
132,262
6
Lonsum
52,000
7
Radja Garuda Mas
142,000
8
Sinar Mas
103,400
Data Sawit Watch September 2004

Keuntungan yang di Harapkan Pemerintah dari Pengembangan Perkebunan Sawit :


1. Penggerak ekonomi di pedesaan dan membuka isolasi Remote Area
Lowongan kerja :
250.000 HA Kebun 50.000 T.K
Pendapatan pekerja :
50.000 T.K. Rp. 27,5 M/Bln
4. Belanja staff dan barang :
250.000 HA Kebun Rp. 125 M/Bln
5. Biaya kontraktor (250.000 HA Kebun) :
- angkut TBS Rp. 150 M/Thn
- angkut CPO Rp. 60 M/Thn
6. Retribusi CPO
(250.000 HA Kebun) Rp. 5,5 M/Thn
7. Pajak pertambahan nilai, pajak penghasilan karyawan
pajak bumi dan bangunan, BPHTB
8. Berbagai jenis bisnis turunan lainnya
DASAR KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN a.l., :

UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman


UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
PP No. 06 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman
PP No. 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman
PP No. 81 Tahun 2001 tentang Alat dan Mesin Budidaya Tanaman
Kpts. Menteri Pertanian No. 74/Kpts/TP.500/2/1998 tanggal 26 Pebruari 1998 tentang Jenis-
Jenis Tanaman Perkebunan (145 Jenis)
Kpts. Menteri Pertanian No. 357/Kpts/HK350/5/2002 tanggal 23 Mei 2002 tentang Pedoman
Perizinan Usaha Perkebunan
Kpts. Menteri Pertanian No. 392/Kpts/OT-210/6/2002 tanggal 21 Juni 2002 tentang Pedoman
Umum Pengembangan KIMbun
Rencana Induk Pengembangan Perkebunan (Tahun 1984)
PerDa tentang Pengusahaan Perkebunan
PerDa tentang RTRW Provinsi
Kpts. Gub. tentang Pedoman Perizinan Pengelolaan Usaha Perkebunan
Kpts. gub ttg Julak Pengembangan KIMbun
Instr. Gub. No. 17 Tahun 2004 tentang Design Operasional Implementasi Pola
Pengembangan dan Kemitraan Usaha Perkebunan

SIFAT – SIFAT USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

MURNI INVESTASI
Tanaman baru menghasilkan pada tahun ke 4, sehingga selama 5 tahun
Pertama tanpa penghasilan.

PADAT TENAGA
Penyerapan tenaga kerja 0,2 tenaga kerja/ Ha,ditambah dengan tenaga
kerja di PKS, Transportasi dan sektor informal lainnya.
PADAT MODAL
Investasi tanaman s/d menghasikan Rp 15 – Rp 20 juta diluar pembangunan PKS dan
Bulking Station. Hanya layak pada lahan yang murah, karena itu sesuai sebagai proyek
pioner di daerah terpencil. Pada umumnya membangun prasarana dan sarana sendiri karena
berada di daerah terpencil. Unsur yang penting adalah:Komunikasi,Jjalan – jalan kebun,
fasilitas perumahan karyawan / staff, kadang–kadang membangun pelabuhan/dermaga
sendiri. Menggunakan sumber daya lokal dengan import contain kecil tetapi menghasilkan
komoditi ekspor. Tanah, air,matahari,tenaga kerja, pupuk merupakan usaha yang beresiko
cukup tinggi dan rentan terhadap suku bunga tinggi.

TABEL PERBANDINGAN INDUSTRI PULP & PAPER DAN PERKEBUNAN KEPALA


SAWIT ( INDUSTRI CPO )
NO
FAKTOR PEMBANDING
PULP & PAPER
PERKEBUNAN
1.
Kebutuhan Lahan (Ha)
200,000
200,000
2.
Jumlah unit usaha
1 (satu)
12 (masing-masing 16.000 ha dengan tanaman 10.000 Ha nett per unit)
3.
Keberhasilan realisasi proyek
Tergantung satu perusahaan
Tersebar pada 12 perusahaan (kurang riskan)
4.
Resiko usaha
Terpusat pada satu perusahaan (riskan)
Tersebar pada 12 perusahaan (kurang riskan)
5.
Investasi
$800,000,000
$30,000,000/unit atau $360,000,000 untuk 12 unit
6.
Kapasitas produksi per tahun
300,000 ton pulp
50,000 ton CPO per unit atau 600,000 ton untuk 12 unit
7.
Harga Pasar ekspor (US$/ton)
500
400
8.
Devisa yang dihasilkan
$150,000,000
$240,000,000
9.
Komponen impor
Besar
Kecil
10.
Penyerapan tenaga kerja
± 8.000 orang
± 3.000 orang/unit atau ± 36.000 orang untukk 12 unit
11.
Dampak Pencemaran
Besar
kecil ( dapat diabaikan )
12.
Asas pemerataan
Tidak ada
Ada
Catatan : 1 Ha tanaman kelapa sawit menghasilkan minimalll 5 Ton CPO per Ha per tahun

Masalah dalam perkebunan


• Lingkungan
– Deforestasi
– Kebakaran hutan
– Pencemaran
– Resiko Pestida
• Sosial ekonomi
– Konflik Tanah
– Pelanggaran HAM (Penggunaan Kekerasan untuk Penyelesaian Konflik)
– Kemitraan Yang Tidak Adil
– Kualitas hidup buruh

Beberapa Faktor Penyebab Masalah


• Fokus pemerintah hanya pada peningkatan kwantitas Luas Lahan
• Lemah dan Tidak Adilnya Penegakan Hukum
• Mengingkari kebijakan tata ruang yang telah ada
• Praktek KKN yang cukup Kuat (terjadi Monopoli Lahan)
• Izin digunakan perusahaan sebagai motif untuk eksploitasi kayu
• Rendahnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat Adat/lokal ; Sebagian besar lahan2
perkebunan sarat Konflik Tanah , Kecenderungan meredam masalah/konflik daripada
menyelesaikannya (penggunaan kelompok – kelompok tertentu yang berpotensi terjadinya
tindak kekerasan untuk meredam konflik)
• Informasi dan data aktivitas perusahaan yang tidak transparan (HGU belum diberikan
aktivitas pembangunan dilakukan, ijin untuk tanaman jenis lain dikembangan tanaman kelapa
sawit, luas areal yang dikelola melebihi ijin )
• Kemitraan dengan petani yang tidak konsisten (rendahnya transfer of knowledge dan
transfer of technology kepada petani mitra)
Rencana sawit di Kalimantan
B. Pengaruh Konversi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimntan Barat

Pengaruh Konversi Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Barat adalah sebagai berikut :
1. Dampak perkebunan sawit terhadap pembangunan daerah
Dukungan pemerintah terhadap investor dalam memberikan peluang investasi kelapa sawit
terlihat sangat berlebihan tanpa dapat memberikan aturan yang jelas terhadap resiko yang
akan diderita oleh masyarakat dan daerah. Bagi perusahaan dalam menjalankan usaha tentu
akan sangat menguntunkan apabila skala ekonomi yang ditargetkan memenuhi analisis usaha.
Kecenderungan peningkatan luas lahan dan pengembangan investasi pada level tertentu akan
menjadi tujuan utama dengan meminimalakan biaya dalam pengurusan dan perawatan hasil
investasi. Eksvansi perkebunan sawit pada skala tertentu akan tetap mengalami
perkembangan sampai skala ekonomi menguntungkan untuk investasi (return to scale).
Namun pola ini tentu perludiperhatikan dalam pengembangan ekonomi masyarakat secara
luas serta pertumbuhan ekonomi daerah, pada tingkat pertambahan pendapatan (value added)
yang selanjutnya akan digunakan untuk pembangunan daerah. Permasalanannya akan
menjadi rumit apabila pengembangan (eksvansi) ini pengorbanan lahan dan kawasan
ekonomi potensial masyarakat seperti ; lahan pertanian yang telah dikelola secara turun-
temurun.
Pengembangan pada skala tertentu juga akan menimbulkan permasalahan yang lebih luas
dalam biaya pembangunan dan pengorbanan ekonomi masyarakat. Pengembangan
perkebunan kelapa sawit jelas hanya melihat darisegi prospektif kepentingan peningkatan
usaha pada level tertentu untuk memberikan keuntungan ekonomi pada tingkat dan bentuk
pengelolaan dalam jangka panjang.semakin besar investasi akan semakin sulit untuk daerah
dalam mengendalikan investasi tersebut, bisa jadi perekonomian suatu daerah akan menjadi
bagian yang tidak terpisahakan oleh dampak investasi yang telah dikembangkan oleh
investor. Peningkatan ini akan terlihat jelas dalam persepsi ketergantungan dan keuntungan
ekonomi pada hitungan financial pengusaha bukan pada keuntungan pada tingkat masyarakat
dan lingkungan.
Membesarkan investor dengan memeberikan kemudahan peizinan lunak serta memberikan
konsesi dengan mudah, subsidi pajak, membangun fasilitas umum pendukung, sampai
keringan bunga bank serta sederetan kemudahan lainnya. Harapan yang terkandunga di balik
kemudahan yang diberikan adalah adanya pengaruh pengembangan usaha yang
menguntungkan masyarakat dengan kata lain adanya rembesan ke bawah (trikle down efek)
semakin besarnya keuntungan yang didapat dari investasi pada kenyataannya tidak terjadi
seperti yang diharapkan, ternyata ekonomi masyarakat tidak mengalami perkembangan yang
berarti. Masyarakat yang bekerja secara langsung tidak menikmati hasil lebih dari
sebelumnya sebagai pengumpul hasil hutan, artinya pendapatan yang diterima selama ini dari
sawit tidak lebih baik dari pendapatan sebelumnya.
2. Sawit mengahancurkan budaya Dayak
Tidak dapat dipungkiri bahwa kini kelapa sawit menjadi komoditi ekspor yang sangat
menguntungkan. Sawit menurut hasil penelitian dari PORIM (Palm Oil Research Institute of
Malaysia), dapat menghasilkan bahan cat, resin, krayon, lilin pengganti lemak coklat dan
empat jenis lemak roti. Pengolahan minyak sawit lebih jauh lagi bisa menjadi bahan
pelengkap untuk membuat sabun, deterjen, sampoo, margarine, bahan baku kosmetik, vitamin
A, vitamin E dan minyak goring.
Namun di luar semua kegunaan produk yang dihasilkan dari kelapa sawit, kita tidak boleh
menutup mata terhadap kerugian yang ditimbulkannya, khususnya bagi orang dayak.
Kerugian ini tak terhingga nilainya. Nilai budaya dayak yang paling terancam dengan
masuknya sawit adalah budaya perladangan.semua suku dayak yang ada di Kalimantan Barat
memiliki tradisi berladang. Dalam tradisi berladang terdapat kekayaan ritual dan spiritual
yang luar biasa. Orang Dayak melakukan penghormatan yang luar biasa terhadap
keseimbangan alam. Saat mulai berladang, orang dayak memilih dengan teliti lokasi yang
hendak dijadikan ladang. Pada kawasan hutan rimba adalah terlarang untuk berladang.
Pembukaan ladang juga kaya dengan makna spiritual warisan nenek moyang. Ritual
perladangan ini mencapai puncaknya dengan diadakannya pesta panen untuk mengucap
syukur atas hasil panen yang baik (naik dango,gawai). Ketika orang Dayak menerima sawit
maka dengan sendirinya, tidak akan ada lagi kegiatan pesta panen padi. Masuknya sawit
dengan sendirinya menghapus ritual pesta panen padi. Nenek moyang orang Dayak sama
sekali tidak pernah mengajarkan kepada anak cucunya mengadakan pesta panen sawit.
Perlahan tapi pasti, hancurlah identitas orang Dayak. Sesuatu yang tidak akan pernah bisa
tergantikan oleh apapun di dunia ini.
3. Sawit merugikan ekonomi Dayak
Masuknya perkebunan dengan sendirinya menggusur pohon-pohon karet, buah-buahan,
tembawang dan hutan milik masyarakat. Kerugian ini tak terhitung nilainya. Tembawang
buah-buahan adalah sumber ekonomi untuk dijual; saat musim panen tiba.hutan adalah
tempat mengambil kayu baker, ramuan rumah dan lokasi berburu. Semuanya bisa didapat
dengan gratis. Sementara jika sawit masuk maka tidak tersedia lagi kayu baker, ramuan
rumah,pakis dan rebung serta binatang buruan.
Tidak mungkin menggunakan pelepah sawit untuk kayu baker. Yang terjadi adalah semuanya
harus dibeli dengan uang. Tidak tersedia lagi sumber makanan dan protein yang gratis untuk
masyarakat. Binatang buruan yang selama ini menjadi sumber protein tidak akan mau
bertahan hidup di kebun sawit.
4. Sawit membuat Dayak kehilangan tanah
Pola apapun yang dipakai oleh perusahaan sawit entah itu PIR-BUN, PIR-SUS, KKPA semua
adalaha sama. Ada pihak yang menjadi petani ada pihak yang menjadi pemilik modal yakni
perusahaan. Orang yang ingin menjadi petani sawit harus menyerahkan sejumlah tanah untuk
dipakai sebagai lokasi sawit. Tapi tanah ini tidak dianggap sebagai modal yang ditanam.
Menurut aturan pemerintah, setiap orang yang hendak menjadi petani sawit harus
menyerahkan 7 ha lahan untuk mendapatkan lahan seluas 3 ha. 2 ha tanaman perkebunan,
0,75 ha lahan pangan, dan 0,25 merupakan lahan perkarangan dan bangunan rumah seluas
5X6 meter. Belum jadi petani saja sudah rugi.
5. Sawit membuat orang menjadi penghutang
Saat menjadi petani, orang akan langsuing terikat hutang dengan pihak perusahaan dan bank.
Pada tahun 1998, seorang petani sawit di Sekadau dengan sendirinya berhutang kepada
perusahaan sebanyak Rp 11.438.000. hutang ini harus dibayar dengan memotong 30% dari
hasil sawit petani yang dijual kepada perusahaan. Jadi sedikit demi sedikit, orang dayak
kemudian menjadi penghutang dan dimiskinkan oleh perkebunan sawit.
6. Sawit merusak lingkungan
Penanaman sawit umumnya dilakukan secara besar-besaran. Ratusan ribu hektar lahan
dibabat hanya untuk menanam sawit. Dengan sendirinya akan terjadi kerusakan ekosistem
dan lingkungan alam. Menurut Dr.Gusti Zakaria Anshari, Dosen Ilmu Tanah Untan, terjadi
perubahan besar terhadap lingkungan dengan masuknya sawit. Pembukaan lahan untuk
perkebunan sawit unsur-unsur hara (kesuburan ) tanah akan sangat banyak hilang. Akan
banyak dampak hilangnya unsur hara (kesuburan tanah). Menurut Dr. Gusti Zakaria Anshari
dapat menyebakan terjadi pendangkalan sungai, kemandulan tanah dan musnahnya
keanekaragaman hayati.

Rekomendasi Sawit Watch untuk Pemerintah Kalimantan Barat


Pertama, Menghentikan Model pembangunan perkebunan kelapa sawit yang ada saat ini.
Dengan cara :

(1) Menghentikan pemberian izin diatas tanah dan Hutan yang sudah dikelola Rakyat,
(2) Menghormati dan Melindungi serta menghargai hak ulayat/adat
(3) Tidak ada lagi pembakaran lahan
(4) Stop Izin Konversi Hutan
(5) Penegakan hukum secara Adil dan Menghargai hukum internasional yang berlaku,
(6) Mematuhi prinsip persetujuan bebas tanpa paksaan, didahulukan dan diinformasikan
(FPIC).

Kedua, pemerintah harus secepatnya menyelesaikan


konflik-konflik agraria yang terjadi di perkebunan
kelapa sawit yakni membentuk dua macam kelembagaan baru yakni :

(i) suatu badan nasional yang bertugas khusus untuk memfasilitasi proses-proses pendaftaran,
kanalisasi dan penyelesaian sengketa atau konflik klaim antar para pihak yang terlibat melalui
perundingan, mediasi atau arbitrasi, serta merekomendasikan perubahan kebijakan yang
diperlukan; dan
membentuk badan pengadilan ad hoc, yang menerima dan melanjutkan kerja badan nasional
khusus diatas dengan mengeluarkan putusan-putusan yang berkekuatan hukum agar para
pihak yang bersengketa mematuhinya

AKIBAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP TANAH


Hutan Kalimantan Barat setiap hari mengalami deforestasi dengan laju kerusakan pertahun
mencapai 2,1 juta ha dan diperkirakan akan habis pada tahun 2010. secara umum ekologi
hutan merupakan suatu kesatuan yang saling terkait dalam kehidupan perekonomian suatu
wilayah. Keradaan hutan sebagai sumber daya alam jelas tidak bisa digantikan dalam bentuk
teknologi apapun jika ini dipercayai. Tingginya laju kerusakan hutan alam akibat eksploitasi
dan konversi lahan hutan merupakan suatu dampak kurang menghargai sumber daya hutan itu
sendiri. Hutan alam sebagai sebaai salah satu sumber daya, penting dipertahankan
keberadaannya demi keberlanjutan pembangunan dan perekonomian. Hilangnya hutan berarti
fungsi water cachment area dan sumber perekonomian masyarakat juga akan hilang. Ada
beberapa cara menarik investor seperti memberikan kemudahan untuk mengeksploitasi, akan
tetapi jika memberikan alokasi hutan yang masih utuh dikonversi untuk HGU perkebunan
mungkin suatu hal yang harus dipertimbangkan.
Perkembangan investasi telah menyebabkan konflik horizontal, ketidakadilan ini lebih pada
proses pengambilan alih sumber daya lahan masyarakat yang sangat merugikan. Di samping
itu investor perkebunan kelapa sawit telah menimbulkan perubahan yang drastis pada sumber
daya alam yang menjadi tumpuan hidup masyarakat.
Saran Penulis
Dengan keberadaan hutan dewasa ini diharapkan agar investasi untuk perusahaan sawit
dibatasi dan bahkan diurangi dari jumlah yang telah direncanakan Pemerintah Daerah
Kalimantan Barat. Degradasi hutan akan melumpuhkan kehidupan. Sumber air, udara dan
sinar matahari (suhu) tersedia dalam bentuk yang tidak sehat. Masyarakat beserta pemerintah
harus bisa menjaga keseimbangan lingkungan. Situasi aktual telah sering kita alami seperti
iklim yang tidak menentu, sering terjadinya bencana alam dan lain sebagainya. Fenomena-
fenomena alam tersebut melumpuhkan kegiatan manusia termasuk kegiantan ekonomi.

Sumber : http://yulianuskiun.blogspot.com/2008/04/awal-kelapa-sawit-di-indonesia_24.html

You might also like