You are on page 1of 4

1.

Allopurinol
Allopurinol adalah obat asam urat bekerja dengan cara menurunkan kadar asam urat melalui
mekanisme penghambat XO (Xantine Oxidase), enzim XO ini bekerja dengan menghambat
hipoksantin menjadi xanthine dan selanjutnya menjadi asam urat. Metabolit alopurinol-l-
ribonukleutida bertanggung jawab terhadap inhibisi tambahan dari sintesis de novo purin.
Allopurinol memiliki waktu paruh dalam plasma sekitar 40 menit, Allopurinol dapat
dihidroksilasi menjadi metabolit utamanya yaitu oksipurinol dengan waktu paruh sekitar 14 jam.
Oksipurinol bekerja dengan cara menghambat enzim XO, maka hipoksantin dan xanthine
diekskresikan lebih banyak dalam urin sehingga kadar asam urat dalam darah dan urin menurun.
Allopurinol merupakan antihiperurisemia pilihan pada pasien yang mengalami gangguan
ginjal dan mempunyai riwayat batu ginjal, serta pasien yang over produksi asam urat. Terdapat 2
macam sediaan untuk allopurinol, tablet 100 mg ; 300 mg dan suntikan 500 mg/vial. Efek
samping dari allopurinol adalah rasa sakit, leukopenia, gangguan gastrointestinal dan dapat
memberikan serangan akut pada awal terapi.

2. Omeprazole
Omeprazole merupakan obat golongan Proton Pump Inhibitor (PPI). Omeprazole
menghambat sekresi asam lambung pada tahap akhir dengan memblokir system enzim H +, K+-
ATPase (Proton Pump) dalam sel parietal lambung. Omeprazole yang berikatan dengan proton
(H+) secara cepat akan diubah menjadi sulfenamid, suatu penghambat pompa proton yang aktif.
Sulfenamid bereaksi secara cepat dengan gugus merkapto (SH) dari H +, K+-ATPase, kemudian
terbentuk ikatan disulfide diantara inhibitor aktif dan enzim, dengan demikian dapat
menginaktifkan enzim secara efektif. Sehingga menghambat pembentukan asam lambung baik
dalam keadaan basal ataupun pada saat adanya rangsangan
Obat golongan ini mempunyai masalah bioavailabilitas karena mengalami aktivitasi di
dalam lambung lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan.
Obat golongan ini mengalami metabolisme lengkap yaitu dimetabolisme secara sempurna
terutama dihati, sekitar 80% metabolit diekskresikan melalui urin dan sisanya melalui feses.
Dalam bentuk garam natrium omeprazole diabsorpsi dengan cepat. 95% natrium omeprazole
terikat pada protein plasma. Terdapat 2 macam sediaan untuk Omeprazol, tablet 20 mg ; 40 mg
dan suntikan 40 mg/vial. Dosis yang dianjurkan 20 mg atau 40 mg, sekali sehari, kapsul harus
ditelan utuh dengan air (kapsul tidak dibuka, dikunyah, atau dihancurkan). Sebaiknya diminum
sebelum makan. Efek samping omeprazol bisa meliputi sakit kepala, sakit perut, mual, diare,
muntah,kembung.

3. PROSES PENGISIAN, PENYIMPANAN, PENCAMPURAN, DAN


PENGOSONGAN LAMBUNG
Terdapat empat aspek motilitas lambung: (1) pengisian lambung/gastric filling, (2) penyimpanan
lambung/gastric storage, (3) pencampuran lambung/gastric mixing, dan (4) pengosongan
lambung/gastric emptying.

a. Pengisian lambung
Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat mengembang
hingga kapasitasnya mencapai 1 liter (1.000 ml) ketika makan. Akomodasi perubahan volume
yang besarnya hingga 20 kali lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada dinding
lambung dan sangat meningkatkan tekanan intralambung jika tidak terdapat dua faktor berikut
ini:

 Plastisitas otot lambung. Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos lambung
mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar, tidak seperti
otot rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan ketegangan. Dengan
demikian, saat serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, serat-
serat tersebut melemas tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan otot.

 Relaksasi reseptif lambung. Relaksasi ini merupakan relaksasi refleks lambung sewaktu
menerima makanan. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung mengakomodasi
volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami peningkatan tekanan. Tentu
saja apabila lebih dari 1 liter makanan masuk, lambung akan sangat teregang dan individu
yang bersangkutan merasa tidak nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan makan
dan diperantarai oleh nervus vagus.

 Penyimpanan lambung

Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang autonom dan berirama.
Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di daerah fundus bagian
atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah
di sepanjang lambung menuju sphincter pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per
menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic
electrical rhythm) lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai oleh
kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung.

Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan corpus lalu ke
antrum dan sphincter pylorus. Karena lapisan otot di fundus dan corpus tipis, kontraksi
peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang
menjadi jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal.

Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan
yang masuk ke lambung dari oesophagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami
pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi
sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari corpus ke antrum, tempat
berlangsungnya pencampuran makanan.

 Pencampuran lambung

Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur


dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum
mendorong kimus ke depan ke arah sphincter pylorus. Sebelum lebih banyak kimus dapat
diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai sphincter pylorus dan
menyebabkan sphincter tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan
menghambat aliran kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Bagian terbesar kimus
antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak dapat didorong ke dalam duodenum dengan
tiba-tiba berhenti pada sphincter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum,
hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik
yang baru datang. Gerakan maju-mundur tersebut, yang disebut retropulsi, menyebabkan
kimus bercampur secara merata di antrum.

 Pengosongan lambung

Kontraksi peristaltik antrum—selain menyebabkan pencampuran lambung—juga


menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos
ke dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sphincter pylorus tertutup
erat terutama bergantung pada kekuatan peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat
sangat bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum;
dengan demikian, pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum.

Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Faktor


lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di dalam
lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan
yang sesuai dengan volume kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan
motilitas lambung melalui efek langsung peregangan pada otot polos serta melalui
keterlibatan plexus intrinsik, nervus vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu,
derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan
lambung. Semakin cepat derajat keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap
dievakuasi.
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Walaupun
terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih penting untuk mengontrol
kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat
bertindak untuk memperlambat pengsongan lambung dengan menurunkan aktivitas
peristaltik di lambung sampai duodenum siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan,
sewaktu lambung teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak
dapat mengosongkan isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru.

You might also like