Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Keperawatan
Abstrak
Pasien yang dirawat di ruang ICU baik yang mengalami penurunan kesadaran
ataupun sadar, mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik dan
memiliki faktor risiko berupa penyakit yang mendasarinya serta gangguan imun
ketika menjalani perawatan. Salah satu resiko penyakit yang dapat dialami pasien
ketika menjalani perawatan adalah infeksi rongga mulut. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui pengaruh oral hygiene menggunakan madu terhadap tingkat
keasaman saliva pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSPAD Gatot Soebroto.
Penelitian ini menggunakan Quasi Eksperimen dengan rancangan Pre Post
Without Control. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data
menggunakan teknik Purposive Sampling sesuai dengan kriteria yang ditentukan
peneliti. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa hasil statistik di dapatkan p value
= 0,0001 (p < 0,05) sehingga ada pengaruh oral hygiene menggunakan madu
terhadap tingkat keasaman saliva pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSPAD
Gatot Soebroto. Saran untuk tenaga medis khususnya perawat dapat
mengaplikasikan pemberian intervensi oral hygiene menggunakan madu terhadap
tingkat keasaman saliva pada pasien yang dirawat di ruang ICU.
Abstract
Patients treated in ICU chambers who are either conscious or unconscious, have
limited physical activity and have risk factors for underlying disease and immune
disorders while undergoing treatment. One of the risks of disease that can be
experienced by patients when undergoing treatment is oral infections. The purpose
of this study to determine the effect of oral hygiene using honey on salivary
acidity level in patients treated in ICU RSPAD Gatot Soebroto. This research uses
Quasi Eksperimen with Pre Post Without Control design. Technique used to
collect data using Purposive Sampling technique according to criterion determined
by researcher. The results of this analysis indicate that the statistical results
obtained p value = 0.0001 (p <0.05) so that there is influence of oral hygiene
using honey to saliva acidity level in patients treated in ICU RSPAD Gatot
Soebroto. Suggestions for medical environments especially nurses may apply oral
hygiene intervention using honey to salivary acidity levels in patients treated in
ICU.
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul “Pengaruh Oral Hygiene Menggunakan Madu Terhadap Tingkat
Keasaman Saliva Pada Pasien Yang Dirawat Di Ruang ICU RSPAD Gatot
Soebroto”.
Adapun skripsi ini dibuat untuk memenuhi Tugas Akhir Sebagai Salah
Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan. Dalam penyusunan
skripsi ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada : Prof. Dr. Ir. Eddy S.
Siradj, M.Sc, Eng selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jakarta, Desak Nyoman Sithi, S.Kp, MARS selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan dan Pembimbing Akademik Program Studi S1 Keperawatan, Ns. Santi
Herlina, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.M.B selaku Ketua Jurusan S1 Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
sekaligus dosen pembimbing penelitian yang dengan sabar dan teliti saat
memberikan arahan serta motivasi-motivasi dalam proses bimbingan pengambilan
judul hingga dapat menyelesaikan skripsi ini, keluarga yakni kedua orang tua :
bapak dan ibu serta adik yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan
semangat baik moril maupun materi, sahabat dan teman-teman yang selalu
mendoakan dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini, dan
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan skripsi selanjutnya. Akhir kata
penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………57
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
II.1.1.2 Derajat pH
Dalam kondisi asam maupun basa dapat diperlihatkan hasil dengan
perbandingan terbalik pada skala pH 0-14 yang makin rendah, nilai pH makin
banyak asam dalam larutan sedangkan meningkatnya nilai pH berarti
bertambahnya basa dalam larutan, dimana 0 merupakan pH yang sangat rendah
dari asam. pH 7,0 merupakan pH yang netral, sedangkan pH diatas 7,0 adalah
basa dengan batas pH setinggi 14. Menurut (Mount dan Hume) pH sangat
berpengaruh terhadap terjadinya demineralisasi email jika saliva sudah mencapai
pH kritis yaitu 5,5 karena pada pH tersebut hidroksiapatit email akan mengalami
kerusakan
Sistem buffer yang memberi kontribusi utama (85%) pada kapasitas total
buffer saliva adalah sistem bikarbonat dan (15%) oleh fosfat, protein dan urea.
Terjadinya penurunan pH akan menghasilkan asam oleh bakteri didalam plak. Jika
terjadi penurunan pH akan menyebabkan kadar asam menjadi tinggi didalam
mulut akibatnya pH saliva menjadi asam. Derajat keasaman pH dan kapasitas
buffer saliva ditentukan oleh susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam
saliva terutama ditentukan oleh susunan bikarbonat, karena susunan bikarbonat
sangat konstan dalam saliva dan berasal dari kelenjar saliva. Dalam keadaan
normal derajat keasaman pH pada saliva antara 5,6 - 7,0 dengan rata-rata pH 6,7.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada pH saliva
antara lain rata-rata kecepatan alir saliva, mikroorganisme rongga mulut, dan
kapasitas buffer saliva. Pada keadaan istirahat derajat keasaman pH saliva total
yang tidak dirangsang biasanya bersifat asam, bervariasi dari 6,4 sampai 6,9.
Konsentrasi bikarbonat pada saliva istirahat bersifat rendah, sehingga suplai
bikarbonat kepada kapasitas buffer saliva paling tinggi hanya mencapai 50%,
sedangkan pada saliva yang dirangsang dapat mensuplai sampai 85%. Apabila
rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5-5,5 merupakan keadaan derajat keasaman
(pH) saliva yang optimum untuk memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik
seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus.
pH sebelum dan sesudah bangun tidur atau pada keadaan istirahat atau
segera setelah bangun pH saliva meningkat dan kemudian turun kembali dengan
cepat. Kondisi ini juga terjadi pada seperempat jam setelah makan (stimulasi
mekanik), pH saliva juga tinggi dan turun kembali dalam waktu 30-60 menit
kemudian. Selain itu, diet dapat mempengaruhi pH saliva. Pasien yang dirawat
dan mendapatkan diet kaya karbohidrat akan meningkatkan metabolisme produksi
asam oleh bakteri-bakteri mulut, sedangkan protein sebagai sumber makanan
bakteri, meningkatkan zat-zat basa seperti ammonia. Laju alir saliva merupakan
pengaturan fisiologis sekresi saliva.
Bila alir saliva menurun, maka akan terjadi peningkatan infeksi ongga
mulut. Jika komponen bikarbonat saliva meningkat, maka hasil metabolik bakteri
dan zat-zat toksik bakteri akan larut dan tertelan sehingga keseimbangan
lingkungan rongga mulut tetap terjaga dan infeksi rongga mulut menurun. Jika
keadaan sekresi saliva meningkat, maka pH dan kapasitas buffernya juga akan
meningkat, dan volume saliva juga akan bertambah sehingga risiko terjadinya
infeksi rongga mulut makin tinggi. Penurunan sekresi saliva saliva dapat diikuti
oleh peningkatan jumlah Streptococus mutans dan Lactobasilus.
II.1.2 Saliva
Saliva atau air liur adalah hasil sekresi dari beberapa kelenjar saliva, dimana
93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva mayor yang
meliputi kelenjar parotid, submandibular dan sublingual, sedangkan sisa 7%
lainnya disekresikan oleh kelenjar saliva minor yang terdiri dari kelenjar bukal,
labial, palatinal, glossopalatinal lingual. Komposisi saliva terdiri atas 94,0%-
99,5% air, bahan organik dan bahan anorganik. Kandungan atau susunan organik
saliva yang terutama adalah protein dan masih ada kandungan lain seperti lipid,
urea, asam amino, glukosa, amoniak dan vitamin. Adapun juga, komponen
anorganik saliva terutama adalah elektrolit dalam bentuk ion seperti Na+, K+, Ca2+,
pH mulut rendah
Pertumbuhan Bakteri
(Sumber : Setiadi, 2007 : Brunner & Suddarth, 2005 : Banaeian et al, 2013 :
Mandal, 2011 : Purbaya, 2007 : Kucuk et al, 2007 : Bogdanov, 2011 : Evans &
Flavins, 2008 : Pratama, 2014 : Suranto, 2004 : Perry dan Potter, 2005 : Bangroo
dkk, 2005; Khatri dkk, 2005 : Gunawan, 2004)
BAB III
METODE PENELITIAN
Karakteristik Responden :
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Lama Dirawat
Keterangan :
: Pengaruh
III.2 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Biasanya
hipotesis dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel independent dan
variabel dependent (Kelana, 2015). Hipotesis berfungsi untuk menentukan arah
pembuktian, artinya hipotesis ini merupakan pernyataan yang harus dibuktikan.
Oleh sebab itu, hipotesis harus spesifik, konkret, dan observable (dapat diamati /
diukur) (Notoatmodjo, 2012).
III.2.1 Hipotesis Alternatif / Hipotesis Kerja (Ha)
Hipotesis alternative / kerja adalah pernyataan tentang prediksi hasil
penelitian berupa hubungan antar variabel yang diteliti (Kelana, 2015).
Ha : Ada Pengaruh Oral Hygiene Menggunakan Madu Terhadap Tingkat
Keasaman Saliva Pada Pasien Yang Dirawat Diruang ICU RSPAD Gatot
Soebroto.
R 01 X1 O2
Keterangan :
R : Responden penelitian semua mendapat perlakuan/intervensi
O1 : Pre test pada kelompok perlakuan
O2 : Post test setelah perlakuan
X1 : Uji coba / intervensi sesuai protocol
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Notoatmodjo, 2012). Dalam pengambilan sampel
dilakukan dengan cara Non Probabilitty Sampling, yaitu pemilihan
sampel yang tidak dilakukan secara acak. Teknik sampling yang
digunakan pada penelitian ini adalah Purposive Sampling, yaitu suatu
metode pemilihan sampel yang dilakukan berdasarkan maksud atau
tujuan tertentu yang ditentukan oleh peneliti (Kelana, 2015). Artinya
seluruh pasien yang dirawat diruang ICU dan tidak terpasang ventilator
dan akan diberikan terapi oral hygiene di ruang ICU RSPAD Gatot
Soebroto yang berjumlah orang responden.
Rumus Independen untuk menghitung sampel (Nursalam, 2008) adalah :
𝑁. (𝑧1 − 𝑥)2 . 𝑝 . 𝑞
𝑛= 2
𝑑 (𝑁 − 1) + (𝑧1 − 𝑥)2 . 𝑝 . 𝑞
Keterangan:
𝑛 : Besar sample
𝑁 : Besar Populasi
(𝑧1 − 𝑥)2 : Nilai standar normal (𝑎 = 0,05 𝑦𝑎𝑖𝑡𝑢 1,96)
𝑝 : Perkiraan proporsi jika diketahui dianggap 50% yaitu 0,5
𝑞 : (1 − 𝑝) = 0,5
𝑑 : Penyimpangan terhadap populasi (0,05)
∑𝑥
𝑀𝑒 =
𝑛
𝑛+1
𝑀𝑑 =
2
c. Modus adalah data set yang memunculkan nilai yang memiliki frekuensi
paling tinggi atau nilai yang paling sering muncul.
Keterangan:
𝑥 = Nilai dari data responden
𝑛 = Jumlah sampel
𝐹
𝑝= 𝑥 100%
𝑛
Keterangan:
p = Presentase (%)
F = Jumlah jawaban
n = Jumlah skor maksimal
𝑺𝒂𝟐
F =
𝑺𝒃𝟐
Keterangan :
Sa2 : Varian kelompok 1
Sb2 : Varian kelompok 2
Pada perhitungan uji F, varian yang lebih besar sebagai pembilang dan
varian yang lebih kecil sebagai penyebut. Bila nilai P >a, maka varian sama.
Namun bila P ≥ a, bearti varian berbeda.
Uji untuk Varian Sama
Jika terdapat viarian berbeda dilakukan uji beda dua mean dapat dilakukan
dengan mengunakan uji Z atau uji T. uji Z dapat digunakan bila standar deviasi
populasi diketahui dan jumlah sampel besar (> 30). Apabila kedua syarat tersebut
tidak terpenuhi maka dilakukan uji T. Pada umum nya nilai populasi sulit
diketahui, sehingga uji beda dua mean biasanya mengunakan uji T (t-test)
(Sutanto, 2013). Jika ada varian yang sama maka bentuk uji varian sebagai
berikut:
t=
Dimana Sp :
Sp2 =
Keterangan :
Xa: Rata rata kelompok a
Xb : Rata rata kelompok b
Sp : Standar deviasi gabungan
Sa : Standar deviasi kelompok a
Sb : Standar deviasi kelompok b
na : Banyaknya sampel dikelompok a
nb : Banyaknya sampel dikelompok b
DF : na + nb – 2
Jika dalam pengolahan distribusi data didapatkan hasil tidak normal maka
uji bivariat yang digunakan adalah uji alternatifnya yaitu nonparametik uji mann
withney adalah sebagai berikut:
Keterangan :
U : Nilai uji mann- whitney
n1 : Sampel 1
n2 : Sampel 2
Ri : Ranking ukuran sampel
𝑑
𝑇=
𝑆𝐷𝑑 / √𝑛
Keterangan :
d = rata-rata deviasi atau selisih sampel 1 dengan sampel 2
SDd = standar deviasi dari deviasi atau selisih sampel 1 dan
sampel 2
Jika syarat-syarat paired T-test tidak dapat dipenuhi, seperti data tidak
berdistribusi normal atau variabel berskala nominal atau ordinal, maka digunakan
uji wilcoxon. Adapun rumusnya sebagai berikut :
𝑛 (𝑛 + 1)
𝑇+ + 𝑇− =
2
Keterangan :
T+ = jumlah rangking positif
T- = jumlah rangking negatif
n = Total jumlah observasi dengan tanda positif dan negatif
𝑑𝑓 = 𝑛1 + 𝑛2 − 2
Keterangan :
n1 atau n2 = jumlah sampel kelompok 1 atau 2
S1 atau S2 = standar deviasi sampel kelompok 1 dan 2
d. Uji untuk Varian Berbeda
Untuk varian yang berbeda, bentuk ujinya menggunakan uji beda dua
mean uji T (T-Test) dengan varian beda. Bentuk rumusnya adalah
sebagai berikut:
𝑋1 − 𝑋2
𝑇=
𝑆1 2 𝑆2 2
𝑆𝑝 √( 𝑛1 ) + ( 𝑛2 )
2
𝑆1 2 𝑆2 2
[( 𝑛1 ) + ( 𝑛2 )]
𝑑𝑓 = 2 2
𝑆1 2 𝑆2 2
( 𝑛1 ) ( 𝑛2 )
𝑛1 − 1 + 𝑛2 − 1
Jika syarat untuk independent T-Test tidak terpenuhi, misalnya karena data
tidak berdistribusi normal atau jumlah sampel terlalu kecil, maka digunakan uji
non parametrik antar 2 kelompok, yaitu uji mann whitney. Adapun rumusnya
sebagai berikut :
𝑛 (𝑛 + 1)
𝑈 = 𝑅𝑛 −
2
𝑈′ = 𝑛 . 𝑚 − 𝑈
Keterangan :
n = size of smaller sample
m = size of larger sample
Rn = sum of the ranks of the smaller sample
III.11.3 Uji Kolerasi
Korelasi digunakan untuk mengetahui derajat / keeratan dan arah dua
hubungan dua variabel numerik (Hastono, 2010).
Koefisien korelasi (r) dapat diperoleh dengan cara berikut:
𝑁(∑ 𝑋 𝑌) − (∑ 𝑋 ∑ 𝑌)
𝑟=
√[𝑁 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 ][𝑁 ∑ 𝑌 − (∑ 𝑌)2 ]
Nilai korelasi (r) berkisar 0 s.d 1 atau bila dengan disertai arahnya antara -1 s.d
+1.
r = 0 → tidak ada hubungan linier
r = -1 → hubungan linier negatif sempurna
r = +1 → hubungan linier positif sempurna
Menurut Colton, kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat
dibagi dalam 4 area, yaitu (Hastono, 2010):
r = 0,00 – 0,25 → tidak ada hubungan/hubungan lemah
r = 0,26 – 0,50 → hubungan sedang
r = 0,51 – 0,75 → hubungan kuat
r = 0,76 – 1,00 → hubungan sangat kuat/sempurna
1. Usia
Hasil analisis data dari 15 responden yang dirawat diruang ICU RSPAD
Gatot Soebroto tabel 12 didapatkan rata-rata responden laki-laki adalah 8
responden ± 0,535 SE 0,189 dan rata-rata responden perempuan 6,57 ± 0,535 SE
0,202 dengan hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,800. Dari hasil analisis
uji statistik diatas, maka dapat disimpulkan tidak ada pengaruh yang signifikan
antara jenis kelamin terhadap perubahan Tingkat Keasaman Saliva sebelum
melakukan Oral Hygiene tetapi ada pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin
terhadap perubahan Tingkat Keasaman Saliva pada pasien yang dirawat diruang
ICU RSPAD Gatot Soebroto.
Peneliti berasumsi bahwa perbedaan hasil ini kemungkinan disebabkan oleh
perbandingan jumlah responden penelitian laki-laki dan perempuan yang tidak
proporsional dimana subjek penelitian laki-laki lebih banyak dari responden
perempuan.
4. Hubungan Lama Dirawat Terhadap Tingkat Keasaman Saliva
Hasil analisis data dari 15 responden yang dirawat diruang ICU RSPAD
Gatot Soebroto tabel 13 didapatkan ada 9 responden yang dirawat <5 hari ± 0,441
SE 0,147 dan ada 6 responden yang dirawat >5 ± 0,408 SE 0,167 dengan hasil uji
statistik didapatkan nilai (p value =0,018). Dari hasil analisis uji statistik diatas,
maka dapat disimpulkan ada hubungan antara lama dirawat terhadap. Tingkat
Keasaman Saliva sebelum melakukan Oral Hygiene tetapi tidak signifikan ada
pasien yang dirawat diruang ICU RSPAD Gatot Soebroto.
Menurut Mariyam (2010) pasien yang dirawat lama dirumah sakit
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan tingkat keasaman
saliva dikarenakan terbatasnya aktivitas fisik terutama perawatan diri seperti oral
hygiene dan peningkatan asam yang dipicu oleh ketidakseimbangan pH saliva
ketika seseorang sedang sakit.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan peneltian terkait yakni “ Penggunaan
Madu Sebagai Inhibitor Koloni Bakteri Pada Anak Yang Dirawat Di PICU” yang
dilakukan oleh Mariyam dan Dera (2014) didapatkan hasil dari 10 responden
menjalani perawatan <5 hari.
V.1 Kesimpulan
Sesuai dengan pembahasan hasil penelitian yang dilakukan kepada 15
responden yang dirawat diruang ICU RSPAD Gatot Soebroto yang masuk dalam
kriteria inklusi responden maka dapat disimpulkan dari 15 responden yang diteliti
terlihat bahwa sebagian responden berusia dewasa tengah (54,80%), berjenis
kelamin laki-laki (52,9%) dan lama dirawat (60,0%), dan hasil pH Pre (4,13) dan
Post Oral Hygiene (6,53) menunjukan adanya perubahan yang signifikan. Ada
perbedaan tingkat keasaman saliva pada pasien yang dirawat diruang ICU RSPAD
Gatot Soebroto sebelum dan sesudah dilakukan Oral Hygiene dengan nilai p
value = 0,0001. Dari hasil analisis didapatkan tidak ada hubungan antara usia
dengan tingkat keasaman saliva (p value = 0,228), jenis kelamin tingkat keasaman
saliva (P value = 0,304), dan lama dirawat dengan tingkat keasaman saliva (p
value = 0,104) pada pasien yang dirawat diruang ICU RSPAD Gatot Soebroto.
V.2 Saran
Hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa hal yang perlu
direkomendasikan untuk penelitian yang terkait dengan topik penelitian ini yaitu :
1. Bagi Akademis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi yang dapat
meningkatkan ilmu dibidang keperawatan terutama dalam memberikan intervensi
pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
2. Bagi Praktisi
Hasil penelitian digunakan untuk dapat meningkatkan dan memberikan
masukan bagi profesi dalam mengembangkan perencanaan keperawatan terhadap
penatalaksaan non-farmakologi oral hygiene pada pasien yang dirawat di rumah
sakit
3. Bagi Metodologi
Penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan penelitian
selanjutnya mengenai penatalaksanaan non-farmakologi bagi pelaksanaan oral
hygiene, misalnya mengembangkan instrument penelitian, memperluas area
penelitian dan metode penelitian, sehingga pada penelitian selanjutnya dapat lebih
baik lagi dan hasil penelitian yang diperoleh akan lebih memungkinkan untuk
melakukan generalisasi pada populasi yang besar serta menggunakan desain
penelitain yang bisa lebih memperkecil bisa sehingga lebih terlihat seberapa besar
pengaruh dari intervensi yang diberikan. Dapat menggunakan madu dengan
campuran larutan pembersih mulut lainnya dalam pemberian intervensi sehingga
bisa melihat seefektif dan apakah memliki pengaruh besar dalam pemberian
intervensi menggunakan madu.
DAFTAR PUSTAKA
Aas, J., Paster, B.J., Stokes, L.N., Olsen, I. & Dewhirst, F.E. (2005). Defining the
Normal Bacterial Flora of the Oral Cavity. Journal of Clinical
Mikrobiology, 43(11),5721-5732
Atwa, A. A., Abu Shahba, R.Y., Mostafa, M., & Hashem, M.I. (2013). Effect of
Honey in Preventing Gingivitis and Dental Caries in Patients Undergoing
Orthodentic treatment. The Saudi Dental Journal 26, 108-114.
Brooks, G.F., Butel, J.S., and Morse, S.A. (2008). Mikrobiologi Kedokteran
Jawetz, Melnick, & Adelberg. Edisi 23. Jakarta: EGC.
Broscy, M.E. (2007). The role of saliva in oral health: Strategies for
preventionand management of Xerostomia. Journal Support Oncology, 5(5),
215-225.
Evans, J., & Flavin, S. (2008). Honey: a Guide For Healthcare Professionals.
British Journal of Nursing, 17(15), 24-30.
Gunawan D. & M.S. (2004). Ilmu Obat Alam. Jilid I . Jakarta : Penebar Swadaya.
Gupta, N., Kathuria, N., Gulati, M. (2011). Efficacy of honey to promote oral
wellness. Journal of Innovative Dentistry. Vol 1, Issue 2
Hidayat, A.A.A. dan Uliyah, M. 2005. Kebutuhan Dasar Manusia, Buku Saku
Praktikum. Jakarta: EGC.
Hastono, Sutanto Priyo dan Sabri, Luknis, (2010). “Statistik Kesehatan”, Jakarta:
Penerbit PT. Raya Grafindo Persada,
Hockenberry, M.J & Wilson, D. (2009). Essential of Pediatric Nursing. St. Louis
Missoury: Mosby
Kucuk, M., Kolayl, S., Karaoglu, S., Ulusoy, E., Baltac, C., & Candan, F. (2007).
Biological activities and chemical composition of three honeys of different
types from Anatolia. Food Chem, 100; 526-534.
Lipalosan. P., Alakokko. T., Lavila. J (2006) Intensive Care Acquired Infection is
An Independent Risk Factor for Hospital Mortality . Jakarta: Critical Care.
Mariyam, Alfiyanti, D. (2014). Koloni Bakteri Pada Anak Yang Dirawat Di PICU
Setelah Oral Hygiene Dengan Nacl. Diunduh dari http://analisd4.unimus.ac.id.
Moruk A.K.O., Wigunaningsih. W., Salam A., Uleander B., Hernawardi. (2006).
Madu Obat dan Suplemen. Bali: Pak Oles Centre
Mottalebnejad, M., Akram, S., Moghadamina., Moulana, Z., & Omidi, S. (2008).
The effect of topical application of pure honey on radiation-induced
mucositis: A Randomized clinical trial. The Journal of Conteporaty Dental
Practice, 9 (3), 1-12.
Potter & Perry (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan, EGC : Jakarta
Rogers, T.L ., (2009), HPMC, In: Rowe, R.C., Sheskey, P.J. & Quinn, M.E.
(Eds.) Handbook of Pharmaceutical Excipient , Sixth edition, 326-329,
London : Pharmaceutical Press and American Pharmasist Association,.
Shocker. (2008). Patient care standart: nursing process diagnosis, alih bahasa
Yasmin et al, Jakarta: EGC.
Sugianto, I., Ilyas, M. (2013). Berkumur larutan madu hutan 15% efektif
mengurangi jumlah koloni bakteri dalam saliva. Diunduh dari
www.repository.unhas.ac.id.
DATA PRIBADI
Nama : Lucia Santika Maharani
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta / 12 Maret 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Katholik
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Abdul Gani RT 02 / RW 04 No. 55
Kel. Kalibaru Kec. Cilodong - Depok
No.Telp/Hp : 0859-2169-8368
E-mail : brigitta.lucia@gmail.com
RIWAYAT AKADEMIK
PENGALAMAN ORGANISASI
Pembimbing Skripsi
Lampiran 5
Lampiran 6
Surat Izin Studi Pendahuluan dan Penelitian
Lampiran 7
Surat Pemberian Izin Penelitian di RSPAD Gatot Soebroto
Lampiran 8
Surat Permohonan Ethical Clearance
Lampiran 9
Surat Persetujuan Etik
Lampiran 10
Lembar Penjelasan Penelitian
Calon responden yang saya hormati, saya yang bertanda tangan dibawah ini
adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jakarta Program Studi S1 Keperawatan.
Dengan hormat,
Yang bertandatangan dibawah ini, saya mahasiswa Program Studi S1
Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jakarta.
Jakarta, 2017
(…………………………………)
Lampiran 13
Lembar Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
Pengaruh Oral Hygiene Menggunakan Madu Terhadap
Tingkat Keasaman Saliva Pada Pasien Yang Dirawat
Diruang ICU RSPAD Gatot Soebroto
1. Bacalah setiap pertanyaaan / pernyataan di bawah ini dengan baik dan benar.
2. Jawablah setiap pertanyaan sesuai yang keluarga ketahui dengan jujur karena
setiap jawaban akan dijamin kerahasiaannya.
3. Dalam menjawab sesuaikan dengan petunjuk pada masing-masing pertanyaan,
jangan sampai ada pertanyaan yang tidak terjawab atau terlewatkan.
4. Jika ada pertanyaan / pernyataan yang tidak dipahami oleh responden,
responden dipersilahkan bertanya kepada peneliti.
5. Partisipasi keluarga sangat bermanfaat dalam penelitian ini.
Petunjuk: Isilah dengan tanda checklist () di dalam kurung pada jawaban yang
anda pilih.
A. Identitas Responden
No. Nama Pasien Pengambilan Sample Saliva Oral Hygiene Pengambilan Sample Saliva
H-1 Tanggal Jam Hasil H-1 H-2 H-2 Tanggal Jam Hasil
Pagi Sore Pre Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Post
Keterangan :
* : Dilakukan Pengambilan Sampel Saliva
√ : Dilakukan Oral Hygiene
- : Tidak Dilakukan Oral Hygiene
Lembar Observasi
Lampiran 14
Lampiran 15
Lembar SOP (Standar Operasional Prosedur)
INSTRUKSI KERJA
Ruang Lingkup :
Dilakukan oleh perawat pada pasien yang dirawat diruang ICU menggunakan madu
Prosedur/Teknis Pelaksanaan :
A. Persiapan Alat
1. Alat Pelindung Diri (sarung tangan 6. Bengkok / Piala Ginjal
bersih dan masker)
7. Gelas Ukur
2. Handuk / Pengalas
4. Spatel lidah
9. Aquades Steril
B. Persiapan Pasien
1. Kaji kebutuhan pasien akan perawatan mulut : kondisi bibir, sudut mulut,
lidah, langit- langit dan sekret yang berlebihan
2. Kaji faktor-faktor yang dapat mengakibatkan komplikasi
3. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan termasuk tujuan dan manfaat
tindakan yang akan dilakukan kepada keluarga pasien
C. Langkah-Langkah
PENELITIAN SAMPLE
TINGKAT KEASAMAN SALIVA PADA PASIEN
YANG DIRAWAT DI RUANG ICU
INSTRUKSI KERJA
A. INSTRUMEN PENELITIAN
Kertas Uji pH Meter Cup Slime /Pot Saliva Label
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :L / P
Bed :
Tanggal :
Hasil (Pre) :
B. LANGKAH KERJA
Pre Oral Hygiene
1. Minta pasien untuk mengeluarkan saliva dan ditampung ke dalam Cup Slime / Pot
Saliva sebanyak ± 1-5 ml saliva pada wadah yang telah disediakan oleh peneliti
2. Beri label dan isi data sesuai keterangan pasien pada (Cup Slime / Pot Saliva) wadah
yang sudah terisi saliva pasien
3. Kemudian ukur tingkat keasaman saliva pasien menggunakan kertas uji pH
meter,masukan kertas uji pH meter ke dalam Cup Slime / Pot Saliva dan tunggu
perubahan warna pada kertas ± 1 menit
4. Ambil kertas pH meter dan lihat perubahan warna pada ke empat garis warna pada
kertas lalu identifikasi dengan warna pada kertas indicator pH 0- -14
5. Tentukan tingkat keasaman saliva sebelum dilakukan Oral Hygiene menggunakan
indicator pH 0- -14 apakah masuk kategori asam,normal atau basa kemudian beri
keterangan pada label di bagian hasil terkait pemeriksaan saliva
6. Jika sudah, dokumentasikan hasil kegiatan pada lembar observasi
Post Oral Hygiene
1. Minta pasien untuk mengeluarkan saliva dan ditampung ke dalam Cup Slime / Pot
Saliva sebanyak ± 1-5 ml saliva pada wadah yang telah disediakan oleh peneliti
2. Beri label dan isi data sesuai keterangan pasien pada (Cup Slime / Pot Saliva) wadah
yang sudah terisi saliva pasien
3. Kemudian ukur tingkat keasaman saliva pasien menggunakan kertas uji pH
meter,masukan kertas uji pH meter ke dalam Cup Slime / Pot Saliva dan tunggu
perubahan warna pada kertas ± 1 menit
4. Ambil kertas pH meter dan lihat perubahan warna pada ke empat garis warna pada
kertas lalu identifikasi dengan warna pada kertas indicator pH 0- -14
5. Tentukan tingkat keasaman saliva setelah dilakukan Oral Hygiene menggunakan
indicator pH 0- -14 apakah masuk kategori asam,normal atau basa kemudian beri
keterangan pada label di bagian hasil terkait pemeriksaan saliva
6. Jika sudah, dokumentasikan hasil kegiatan pada lembar observasi
7. Lihat, apakah ada perubahan sebelum dan sesudah pemberian intervensi Oral
Hygiene menggunakan Madu