Professional Documents
Culture Documents
Oleh: Desinta Putri, Dameria Annisa, St Fauziyah Nurul Amri, Rizki Fatakhi
Situasi
Merpati sebagai salah satu armada penerbangan milik Indonesia yang saat itu didirikan pada tanggal 6
September 1962 berdasarkan PP No. 19 tahun 1962 dengan misi utama yaitu meneruskan upaya
Angkatan Udara (AURI) menghubungkan Jakarta dengan kota-kota di Kalimantan, hingga akhirnya di
tahun 1966 ia mulai independen dengan membuka usaha berbentuk komersil. Dalam perjalanan
bisnisnya, Merpati sempat menjadi anak perusahaan dari Garuda Indonesia di tahun 1978, namun
karena ada beberapa masalah yang menimpa Merpati, tak lama setelah itu ia memutuskan untuk
memisahkan diri dari anak perusahaan Garuda di tahun 1997. Pilihan yang diambil oleh Merpati ternyata
tak kunjung mengatasi masalah yang ada saat itu, selama tahun 1997 hingga 2013 semakin kompleks
masalah yang menimpa Merpati seperti pergantian Direktur Utama yang terus menerus karena tak
mampu mengatasi masalah perusahaan seperti masalah leasing pengadaan Pesawat Terbang yang
menimbulkan banyak hutang, dikarenakan beban yang harus ditanggung Merpati lebih besar daripada
income. Hingga akhirnya Merpati dinyatakan merugi dan menutup semua jalur penerbangannya baik
Domestik maupun Mancanegara di tahun 2014. Dari situasi yang dialami Merpati diatas, evaluasi
mengenai Interactive Control System menjadi penting untuk ditelusuri untuk mengetahui mengapa
strategi atau action plan yang dilakukan Merpati saat ini tetap menyebabkan Merpati tidak dapat sustain.
Clue
“One, from the luxury division, showed strong financial result, while the other, from the economy
division, reported disappointing financial performance but good progress in achieving the targets for its
non-financial goals. She would soon be meeting with the heads of each division and wondered what
feedback she should give them about their progress in implementing their strategies”
Divisi Luxury
Divisi Luxury sudah mencapai target keuangan cukup tinggi. Pencapaian tersebut disebabkan oleh
kinerja divisi Luxury yang sangat terfokus dengan kegiatan jangka pendek. Namun, CEO TAP hanya
melihat bahwa divisi Luxury baik di keuangan jangka pendek saja, sehingga secara eksplisit divisi Luxury
tidak memiliki kinerja keuangan yang baik dalam jangka panjang. Hal ini disebabkan oleh BSC yang
dibuat oleh divisi Luxury masih kurang tepat (BSC objective yang belum berkaitan satu sama lain antar
perspektif). Selain itu, terdapat potensi bahwa objectives yang dibuat divisi Luxury mungkin tidak
memberikan shareholder value yang sustain secara terus-menerus (yang disebabkan oleh tidak
mempertimbangkan objective keuangan jangka panjang, BSC objective yang kurang di perspektif proses
internal dan learning and growth):
Divisi Economy
Divisi Economy belum mencapai target keuangan secara cukup signifikan, meskipun sudah mencapai
target pada perspektif learning and growth, terutama sudah menerapkan organizational capital
(prioritas JIT pada seluruh pegawai dan peningkatan electronic interchange streamline dengan
pelanggan), IT capital (IT untuk mendukung TQM dan JIT) dan human capital (peningkatan kualitas TQM
dan JIT pada pegawai). Tidak tercapainya target keuangan jangka pendek pada divisi Economy
disebabkan oleh perspektif proses internal yang masih belum tepat (terkait proses manajemen
operasional). Selain itu, terdapat isu bahwa perusahaan juga mungkin sulit untuk sustain di masa depan
karena perusahaan belum menerapkan proses inovasi dan regulasi dan sosial pada internal process serta
organizational capital pada learning and growth).
1. Belum tepatnya BSC objectives pada perspektif proses internal terkait proses manajemen
operasional
Proses operasional divisi Economy memiliki objective meningkatkan durabilitas produk,
meningkatkan masa manfaat subassemblies, dan mengurangi produk cacat. Namun, dengan
mempertimbangkan COGS yang sangat besar saat ini, sebaiknya divisi Economy juga
mempertimbangkan untuk mengurangi biaya bahan baku (yang pada akhirnya dapat mengurangi
COGS) dengan menkonsolidasi lini produk. Terkait dengan strategi divisi Economy yang
merupakan operational excellence (low cost), proses manajemen operasional merupakan proses
yang paling dominan. Sehingga, dengan menkonsolidasi lini produk, seharusnya divisi Economy
dapat meningkatkan margin secara signifikan.
2. Tidak menyusun BSC objectives pada perspektif proses internal terkait proses inovasi dan
regulasi dan sosial.
Meskipun core process pada perspektif proses internal divisi Economy ada pada proses
operasional, Kaplan menyatakan bahwa perusahaan sebaiknya memenuhi setiap cluster dalam
proses internal agar strategi perusahaan dapat sustain (berlaku untuk setiap jenis generic
strategies). Proses yang kurang dalam BSC divisi Economy adalah proses inovasi dan regulasi dan
sosial.
a. Inovasi: divisi Economy dapat menambah objective perancangan kembali desain produk yang
dapat mengurangi biaya bahan baku.
b. Regulasi dan sosial: divisi Economy dapat fokus pada menambahkan objective mengurangi
jumlah emisi dan meningkatkan standar keselamatan dalam bekerja, yang pada akhirnya
dapat meningkatkan produktifitas dan mengurangi biaya operasional secara jangka panjang,
dan juga dapat meningkatkan brand produk.
3. Tidak menyusun BSC objectives pada perspektif learning and growth terkait organizational
capital.
Secara umum, perspektif learning and growth sudah terpenuhi, kecuali terkait organizational
capital. Salah satu bentuk organizational capital adalah dengan membentuk lingkungan
teamwork yang baik antar divisi. Salah satu dampak dari teamwork yang baik antar divisi adalah
dengan adanya feedback antara divisi manufaktur dan RnD, yang akan membantu terciptanya
produk dengan bahan baku yang lebih murah.
Kesimpulan
Berdasarkan penelaahan mendalam, divisi Luxury dan Economy sama-sama memiliki masalah dalam
BSC nya. Divisi Luxury yang terlalu fokus dalam pencapaian tujuan jangka pendek (yang mungkin
disebabkan oleh tekanan dari induk perusahaan yang hanya menekankan target keuangan jangka
pendek, yaitu ROCE positif) dan divisi Economy yang belum mencapai target keuangan pada periode
berjalan.
Secara umum, potensi keuangan divisi Luxury tidak dapat sustain (meskipun memperoleh ROCE di
tahun berjalan) adalah karena tidak adanya objective pengembangan inovasi (dalam cluster proses
inovasi, yang memiliki dampak jangka menengah dan panjang) dalam perspektif proses internal,
sehingga membuat BSC tidak sejalan dengan strateginya (strategi product leadership), yang sangat
menekankan kebutuhan inovasi dalam bisnis. Sedangkan tidak tercapainya target keuangan divisi
Economy (meskipun menurut CEO TAP divisi Economy memiliki kinerja keuangan yang baik di masa
depan) secara umum disebabkan karena belum memasukkan objective menkonsolidasi lini produk
(dalam cluster proses operasional, yang memiliki dampak jangka pendek) dalam perspektif proses
internal, sehingga membuat strategi divisi Economy (strategi low cost) yang sangat bergantung dengan
proses operasional menjadi belum memberikan hasil secara optimal.
Menurut Kaplan, memang penetapan objectives BSC memang memiliki prioritas jangka waktu.
Namun, Kaplan tetap menekankan bahwa perusahaan tetap harus membuat strategi jangka panjang di
saat yang sama dalam BSC nya (tidak hanya mencantumkan strategi jangka pendek saja dalam BSC) agar
perusahaan dapat memiliki sustainable competitive advantage secara terus menerus, tidak hanya di
periode berjalan saja (BSC yang harus balanced, dari aspek keuangan maupun non-keuangan).
Berdasarkan analisis keseimbangan masing-masing BSC, divisi Economy memiliki BSC yang lebih
balanced dibandingkan divisi Luxury, yang dapat dibuktikan bahwa BSC yang dibuat oleh Divisi Economy
lebih banyak memenuhi aspek keuangan dan non-keuangan dibandingkan divisi Luxury. Selain itu, divisi
Economy juga memiliki keterkaitan (tie-up) yang jelas dari satu perspektif ke perspektif lainnya
(menunjukkan hubungan sebab-akibat dari setiap objective yang lebih jelas).
Jika dianalisis dari Strategic Execution Module 9: Building a Balanced Scorecard (Simons R, 2017),
kedua divisi kurang tepat pada tahap kedua dalam mengimplementasi BSC, yaitu tahap menggambarkan
strategy map. Kedua divisi masih kurang menentukan objectives dari masing-masing perspektif, sehingga
end goal (baik jangka pendek di kasus divisi Economy, maupun jangka panjang di kasus divisi Luxury) sulit
dicapai. Selain itu, divisi Luxury juga tidak menggambarkan hubungan sebab-akibat yang jelas pada
masing-masing perspektif di strategy map-nya.
Rekomendasi
Rekomendasi perusahaan dapat dibagi dari objectives yang dapat diraih dalam jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang. Ketiga jangka waktu tersebut tetap dirancang dari sekarang agar
dapat diraih tepat sasaran dan sesuai schedule.
1. Perusahaan Induk
Jangka pendek: sebaiknya perusahaan induk segera memperbaiki target pencapaian kinerja TAP,
dengan tidak memberikan target pencapaian kinerja (KPI) hanya dari keuangan jangka pendek
saja, tetapi juga dalam jangka panjang (balanced), karena kinerja yang baik adalah kinerja yang
sustain. Pengukuran kinerja keuangan jangka pendek dapat berupa dimensi produktifitas,
sedangkan jangka panjang dimensi growth. Dengan begitu, TAP memiliki motivasi untuk
memperoleh return jangka pendek dan jangka panjang (tidak hanya jangka pendek saja).
2. Divisi Luxury
a. Jangka pendek:
I. Menambah dimensi growth (sebagai tujuan keuangan jangka panjang) dalam
perspektif keuangan.
II. Memberikan pelatihan kepada pegawai
III. Merancang kembali strategy map agar berkaitan antar perspektif keuangan,
pelanggan, proses internal, dan learning and growth.
b. Jangka menengah:
I. membuat customer service untuk pelanggan premium
II. investasi RnD
III. Meningkatkan teamwork antar divisi
IV. Mengembangkan software customer relationship.
c. Jangka panjang:
I. mengurangi tingkat emisi dan meningkatkan standar keselamatan
3. Divisi Economy
a. Jangka pendek:
I. menkonsolidasi lini produk
b. Jangka menengah:
I. perancangan kembali desain produk
II. Meningkatkan teamwork antar divisi
c. Jangka panjang:
I. mengurangi tingkat emisi dan meningkatkan standar keselamatan