You are on page 1of 2

1. A.

MK memiliki empat kewenangan antara lain menguji UU terhadap


UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol dan
memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Dalam melaksanakan
kewenangannya, Mahkamah Konstitusi telah menegaskan dirinya sebagai
lembaga negara pengawal demokrasi dengan menjunjung prinsip
peradilan yang menegakkan keadilan substantif dalam setiap
putusannya. Keadilan di sini menjadi dasar filosofis pelaksanaan
kewenangan Mahkamah Konstitusi, dan dasar filosofisnya adalah
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam negara hukum modern yang
demokratis, Constitutional Complaint juga merupakan mekanisme
gugatan konstitusional sebagai salah satu sarana perlindungan HAM.
Sehingga dengan memberikan kewenangan Constitutional
Complaint yang dipandang sebagai Ius Constituendum diharapkan dapat
memberikan jaminan agar dalam proses-proses menentukan dalam
penyelenggaraan negara baik dalam pembuatan perundang-undangan,
proses administrasi negara dan putusan peradilan tidak melanggar hak-
hak konstitusional warga negara.

2. A. Prosedur berperkara di Mahkamah Konstitusi diawali dengan


pengajuan permohonan yang memenuhi sistematika permohonan secara
runtut yakni identitas dan legal standing posita,posita petitum, lalu
petitum yang semuanya harus ditulis berbahasa Indonesia pun diajukan
dalam 12 rangkap dilengkapan bukti pendukung, jenis perkara dan harus
ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya. Tahap berikutnya yakni
pendaftaran yang nantinya akan diperiksa syarat administrasinya,
apabila belum lengkap harus dilengkapi dalam 7 hari kerja setelah
diberitahukan sehingga tahap registrasi dapat dilakukan dan segera
menetapkan penjadwalan hari sidang I dalam 14 hari kerja setelah
registrasi (kecuali perkara PHPU), para pihak dipanggil dan diberitahukan
kepada masyarakat. Kemudian dilakukan pemeriksaan pendahuluan
yang memeriksa kelengkapan syarat permohonanan dan kejelasan
materi permohonan serta memberikan nasehat atas hasil pemeriksaan
pendahuluan tersebut dan dalam 14 hari harus sudah diperbaiki dan
nantinya akan dilakukan pemeriksaan perbaikan dan kelengkapan
permohonan kembali. Tahap selanjunya yakni pemeriksaan persidangan
pleno terbuka umum dengan memeriksa permohonan serta alat bukti
yang diajukan dan apabila proses pemeriksaan di persidangan telah
selesai maka masuk sidang terbuka umum pembacaan putusan.

3. B. MK sebagai negative legislator hanya bisa menghilangkan norma yang


ada dalam suatu UU apabila bertentangan dengan UUD 1945 atau
dengan kata lain MK hanya dapat menyatakan dalam amar putusannya
bahwa materi muatan dari bagian /keseluruhan UU bertentangan dengan
UUD dan sebagian /keseleluruhan UU tidak mempunyai kekuatan hukum
yang mengikat bukan sebagai pembentuk dan pengubah undang-undang
yang merupakan kewenangan positive legislator yakni DPR dan Presiden.
Contoh kasusnya yakni dalam Putusan Perkara No. 46/PUU-XIV/2016
tanggal 14 Desember 2017 yang mana MK menolak dengan seluruhnya
perkara No. 46/PUU-XIV/2016 tentang pengujian pasal 284 ayat (1) (2)
(3) (4) dan (5), pasal 285 dan pasal 292 KUHP, keputusan tersebut
dinilai sudah tepat sebab MK telah menjalankan perannya sebagai
negative legislator, yakni sebagai penguji norma peraturan perundang-
undangan, permohonan yang diajukan pemohon bukan sekedar memberi
pemaknaan baru atas norma atau memperluas pengertian yang
terkandung dalam norma undang-undang yang dimohonkan melainkan
benar-benar merumuskan tindak pidana baru yang sudah masuk wilayah
kebijakan pidana atau politik hukum pidana, sehingga MK tidak
berwenang karena kedudukan MK hanya sebatas legislative legislator.
Namun menurut Mahfud MD dalam hal tertentu MK dapat memperluas
tafsir jika putusan tersebut akan mengakibatkan kekosongan hukum,
maka MK boleh membuat norma baru untuk menghindari hal yang tidak
diinginkan terjadi.

You might also like