You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHAULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang
Ahli Psikiatri dan Neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer.Ia
mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan
intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya,
sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi
dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan
simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami
neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup
pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin
meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang
social ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang
berkonsultasi dengan seorang neurology karena orang tua tersebut yang
tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai
pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya
penyakit degeneratife otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau
penyakit depresi yang merupakan penyebab utama demensia.
Isilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan
gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi
demensia menurut unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration
Medikal Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan
bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen
fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer dan kedua
oleh cerebrovaskuler. Diperkirakan penderita demensia terutama penderita
Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya
sehingga akan mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden
demensia 187 populasi/100.000/tahun dan penderita alzeimer
123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima
B. Tujuan
1. Tujuan instruksional Umum

1
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan sistem saraf (Alzheimer)
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Definisi
Alzheimer
b. Mahasiswa mampu memahami danmenjelaskan tentang
EtiologiAlzheimer
c. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
Patofisiologi Alzheimer
d. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
Manifestasi Klinis Alzheimer
e. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
Penatalaksanaan Alzheimer
f. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang
Pemeriksaan Diagnostik Alzheimer
g. Mahasiswa mampu memahami konsep tentang Asuhan
Keperawatan Alzheimer

BAB II
ALZHEIMER

A. Pengertian
Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif
primer atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT). Penyakit ini

menyebabkan sedikitnya 50 semua demensia yang diderita lansia

(Lamy,1992). Kodisi ini merupakan penyakit neurologis degeneratif,


progresif, ireversibel, yang muncul tiba-tiba dan ditandai dengan penurunan

2
bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku dan efek. Dengan
meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit
yang semakin bertambah banyak.(Brunner & Suddarth, 2002).

Gambar 1: Perbedaaan neuron antara orang normal dengan Alzheimer


Penyakit Alzheimer adalah penyakit pada syaraf yang sifatnya irreversible
akibat penyakit ini berupa kerusakan ingatan, penilaian, pengambilan
keputusan, orientasi fisik secara keselurahan dan pada cara berbicara.
Diagnosa yang didasarkan pada ilmu syaraf akan penyebab kepikunan hanya
dapat dilakukan dengan cara otopsi. Tanda-tanda umum yang muncul berupa
hilangnya neuron, pikun, cairan ektraseluler yang mengandung peptida β
amyloid dan kusutnya neurofibril serta terjadinya hiperfosforilasi dari
mikrotubular protein tau. Amyloid pada senile plaques adalah hasil dari
potongan-potongan protein yang lebih besar, prekursor protein β-amyloid, tiga
seri enzim protease yaitu α-,β- dan γ-sekretase. γ-sekretase secara khas muncul
dan bertanggung jawab dalam pembentukan peptida β-amyloid -Aβ42- yaitu
42 gugus asam amino yang memiliki arti patogenetik penting karena berupa
serat toksik yang tak larut dan terakumulasi dalam bentuk senile plaques
berupa massa serabut amyloid pada korteks celebral yang diisolasi dari pasien
Alzheimer.
Dementia adalah sindrom mental yang ditandai dengan hilangnya
kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup gangguan
mengingat, penilaian, dan pemikiran abstrak demikian juga dengan perubahan

3
tingkah laku, tetapi tidak disebabkan oleh kesadaran yang berkabut, depresi
atau gangguan fungsional mental lainnya. Alzheimer merupakan penyakit
dementia primer yang tersering.Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit
yang bersifat degeneraif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat
spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan
tingkah laku (Price dan Wilson, 2006).
Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif
yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang
dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri.Penyakit ini
menyerang orang berusia 65 tahun keatas.

B. Etiologi
Usia dan riwayat keluarga adalah faktor resiko yang sudah terbukti untuk
penyakit alzheimer. Bila anggota keluarga paling tidak satu famili lain ada
yang menderita penyakit ini, maka diklasifikasikan sebagai “familial”.
Komponen familial yang nonspesifik meliputi pencetus lingkungan dan
diterminan genetik.Penyakit alzheimer yang timbul tanpa diketahui ada
riwayat familial disebut “sporadik”.(Brunner & Suddarth, 2002).
Penyebab yang pasti belum diketahui.Beberapa alternative penyebab yang
telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi
flament, predisposisi heriditer.Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer
terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat
secara progresif.Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron.Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium
intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau
terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik.Penyakit Alzheimer
adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan
dalam kematian selektif neuron.Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami
degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler,

4
kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya
produksi protein abnormal yang non spesifik.Penyakit alzheimer adalah
penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran
faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran
faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan
hanya sebagai pencetus factor genetika.
Di tahun 1987, kromosom 21 pertama kali diketahui mempunyai implikasi
pada beberapa keluarga dengan penyakit alzheimer familial awitan-dini
(FAD). Penyakit alzheimer mulai pada usia 50 tahun. Tapi kebanyakan orang
dengan AD, mulai menderita pada usia di atas 65 tahun.(Brunner & Suddarth,
2002).
Penyakit Alzheimer dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
1. Faktor genetic
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer
ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan
garis pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko
menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol
normal.Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan
familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio
proximal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan
kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down
syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40
tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan
penurunan marker kolinergik pada jaringan otaknya yang
menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer.
Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar
menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah
dizygote.Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan
dalam penyaki alzheimer.Pada sporadik non familial (50-70%),
beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6,
keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan
menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.
2. Faktor infeksi

5
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga
penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis,
ternyata diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut
menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat,
kronik dan remisi.Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob
disease dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer.
Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
a. manifestasi klinik yang sama
b. Tidak adanya respon imun yang spesifik
c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat
d. Timbulnya gejala mioklonus
e. Adanya gambaran spongioform
3. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit
alzheimer.Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury,
zinc.Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf
pusat yang ditemukan Neurofibrillary Tangles (NFT) dan Senile
Plaque (SPINALIS).Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara
pasti, apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi
neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih.Pada penderita
alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri,
nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada
dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi
melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke
intraseluler (Cairan-influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma
energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.
4. Faktor imunologis
60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum
protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti
trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.Terdapat hubungan
bermakna dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita
tiroid.Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang
sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.
5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit
alzheimer dengan trauma kepala.Hal ini dihubungkan dengan petinju

6
yang menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan
banyak neurofibrillary tangles.
6. Faktor neurotransmitter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer
mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
a. Asetilkolin
Penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter
dengan cara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada
penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil
transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta
penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik
dan postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks
frontalis, temporallis superior, nukleus basalis,
hipokampus.Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan
kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter
lainnya pada penyakit alzheimer, dimana pada jaringan
otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan cholinergik
Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamin pada
orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya
daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik
sebagai patogenesa penyakit alzheimer.
b. Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan
menurun pada jaringan otak penderita alzheimer.Hilangnya
neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat
yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi
dengan defisit kortikal noradrenergik.Hasil biopsi dan otopsi
jaringan otak penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit
noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Konsentrasi
noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem
penderita alzheimer.
c. Dopamin
Pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio
hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan
aktivitas dopamin pada penderita alzheimer.Hasil ini masih

7
kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan
histopatologi regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
d. Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil
metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks
serebri penderita alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada
nukleus basalis dari meynert.Penurunan serotonin pada
subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal
pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior
peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat
minimal.Perubahan kortikal serotonergik ini berhubungan
dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT
pada nukleus rephe dorsalis.
e. MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter
mono amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu
MAO A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian
kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama
dopamin.Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan
MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B
meningkat pada daerah temporal danmenurun pada nukleus
basalis dari meynert.

8
Faktor Predisposisi: Virus lambat, Proses Autoimun,
C. Patofisiologi Keracunan aluminium dan genetik

Penurunan metabolisme dan aliran darah

di korteks parietalis superior

Degenarasi neuron kolinergik

Kekusutan neurofibrilar Hilangnya serat saraf


yang difus kolinergik di korteks serebrum

Kelainan Penurunan sel neuron


Terjadi plak senilis
Neurotrasmiter kolinergik yang berproyeksi
ke hipokampus dan amigdala

Asetilkolin pada otak

Demensia

Perubahan kemampuan Kehilangan kemampuan Tingkah laku aneh dan


merawat diri sendiri menyelesaikan masalah. kacau, dan cenderung
mengembara.
Perubahan mengawasi keadaan
7. Defisit Perawatan diri yang kompleks
Gambar dan berpikir
2: Pathway Alzheimer Mempunyai dorongan
(makan, minum, abstrak. melakukan kekerasan
berpakaian, higiene) Emosi labil, Pelupa, Apatis.

Loss deep memory


2. Perubahan nutrisi: 9
3. Perubahan proses pikir 1.Resiko tinggi
kurang dari kebutuhan trauma
tubuh 4. Hambatan Interaksi sosial

5.Hambatan komunikasi verbal


6. Koping tidak efektif

Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang


dijumpai pada penyakit Alzheimer. Antara lain serabut neuron yang kusut
(massa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak senil atau neuritis (deposit
protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prekursor
amiloid [APP]. Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks
serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.Perubahan serupa juga
dijumpai pada tonjolan kecil jaringan otak normal lansia.Sel utama yang
terkena penyakit ini adalah yang menggunakan neurotransmiter
asetilkolin.Secara biokimia, produksi asetilkolin yang dipengaruhi aktifitas
enzim menurun. Asetilkolin terutama terlihat dalam proses ingatan.

Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan


kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid
dalam pembuluh darah intracranial.Secara mikroskopik, terdapat perubahan
morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron.Perubahan
morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang
menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit.Satu tanda lesi pada
AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi
serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein
tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan
menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton
sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau,
secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat
pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir
masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka.
Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah
yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel.
Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak
menyebabkan Alzheimer.

Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-
beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam
sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang

10
pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam
pertumbuhan dan pertahanan neuron.APP terbagi menjadi fragmen – fragmen
oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang
menjadi gumpalan yang bisa larut.Gumpalan tersebut akhirnya bercampur
dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang
membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron
yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas
sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon
pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap
stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh
pada AD.Secara neurokimia kelainan pada otak.

Pada musim gugur tahun 1993, FDA mengesahkan obat alzheimer yang
pertama, Tacrine hydrocloride, untuk menanggani gejala penyakit alzheimer.
Obat ini akan memperkuat asetilkolin di otak dan telah dibuktikan dengan dua
percobaan klinis dengan hasil membaiknya ingatan pada penyakit alzheimer
ringan sampai sedang. Karena penggunaan obat ini dapat mengakibatkan
hepatotoxic, maka pemberiannya harus dimonitor (FDA Medical
Bulletin,1993).

D. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal penyakit alzheeimer, terjadi keadaan mudah lupa dan
kehilangan ingatan ringan.Terdapat kesulitan ringan dalam aktivitas pekerjaan
dan sosial, tapi pasien masih memiliki fungsi kognitif yang memadai untuk
menyembunyikan kehilangan yang terjadi dan dapat berfungsi secara
mandiri.Lupa dapat terjadi dalam berbagai kegiatan sehari-hari.Pasien tersebut
dapat kehilangan kemampuannya mengenali wajah, tempat, dan objek yang
sudah dikenalnya kehilangan suasana kekeluargaannya.
Percakapan berkembang menjadi sulit karena pasien lupa apa yang akan
dikatakan atau mungkin tidak dapat mengingat kata-kata. Pasien hanya
mampu menterjemahkan kiasan dalam bentuk yang kongkret saja. Misalnya,
pada saat udara panas ia dapat saja menceburkan diri kepancuran air di tengah
kota dengan pakaian lengkap. Ia akan mengalami kesulitan dalam pekerjain
sehari-hari seperti mengoperasikan peralatan sederhana dan mengatur ulang.

11
Perubahan kepribadian biasanya negatif.Pasien dapat menjadi depresif,
curiga, paranoid, kasar, dan bahkan kejam.Pasien biasanya tidak mampu
bergerak dan memerlukan perawatan total.Terkadang pasien dapat mengenali
keluarga atau pengasuh.Kematian dapat terjadi akibat komplikasi seperti
pneumonia, malnutrisi, atau dehidrasi.
E. Penatalaksanaan
1. Non Farmakodinamik
Intervensi oleh perawat ditujukan untuk membantu pasien memelihara
fungsi kognitif optimal, meningkatkan keselamatan fisik, menurunkan
ansietas dan agitasi, memperbaiki komunikasi dan meningkatkan
kemandirian dalam aktifitas asuhan-diri, memberikan kebutuhan
sosialisasi dan keintiman pasien, menjaga pemenuhan gizi yang memadai,
mengatasi gangguan pola tidur, dan mendukung serta mendidik pemberi
perawatan dalam keluarga.
a. Mendukung Fungsi Kognitif
Karena kemampuan kognitif pasien menurun, maka
perawat harus memberikan lingkungan yang kalem dan mudah
dikenali yang membantu pasien menginterpretasi lingkungan
sekitar dan aktifitasnya. Cara berbicara yang tenang,
menyenangkan dan dengan memberikan penjelasan jelas dan
sederhana, ditambah dengan penggunaan alat bantu dan isyarat
ingatan akan membantu meminimalkan kebingungan dan
disorientasi serta memberikan rasa aman kepada pasien.
b. Peningkatan Keamanan Fisik
Lingkungan yang aman akan memungkinkan seseorang
bergerak sebebas mungkin dan menghilangkan kekhawatiran
keluarga yang mencemaskan mengenai keamanan. Untuk
menghindari jatuh atau kecelakaan lain, semua sumber bahaya
yang jelas harus dihilangkan. Lampu tidur, lampu pemanggil, dan
tempat tidur rendah digunakan saat tidur. Pasien harus mengenakan
gelang atau kalung identitas untuk berjaga-jaga seandainya ia
terpisah dari pengasuhnya.
c. Mengurangi Ansietas dan Agitasi
Meskipun kehilangan kognitif cukup parah, namun ada saat
di mana pasien sadar akan cepat menghilangnya segala

12
kemampuannya. Karena rekreasi penting, paisen didorong untuk
melakukan menikmati aktivitas sederhana.Hobi dan aktivitas
(berjalan-jalan, olahraga, bersosialisasi) dapat memperbaiki
kualitas hidup.
Lingkungan harus diusahakan sederhana, yang dikenal, dan
bebas kebisingan.Kegembiraan dan kelam pikir bisa sangat
menjengkelkan dan dapat mencetus keadaan kombatif, agitasi yang
dikenal sebagai reaksi katastropik (reaksi berlebihan terhadap
stimulus yang berlebihan). Selama reaksi tersebut, pasien akan
berespons dengan cara berteriak, menangis, atau menjadi kasar
(menyerang secara fisik atau verbal.
d. Meningkatkan Komunikasi
Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan,
perawat harus tetap tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan
dan distraksi.Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai
untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah
lupa atau ada kesulitan mengorganisasi dan mengekpresikan
pikiran.
Kadang pasien dapat menunjuk suatu objek atau
menggunakan bahasa nonverbal untuk berkomunikasi.Rangsangan
taktil seperti pelukan atau tepukan pada tangan biasanya
diterjemahkan sebagai tanda afeksi, perhatian dan keamanan.
e. Meningkatkan Kemandirian dalam Aktivitas Perawatan-Diri
Perubahan patofisiologis pada korteks serebri
mengakibatkan pasien yang mengalami defisit perawatan diri
mencapai kemandirian fisik.Upaya ditjukan untuk membantu
pasien memelihara fungsi kemandirian selama
mungkin.Memelihara martabat dan otonomi pribadi penting bagi
penderita Alzheimer.Dia harus didorong menentukan pilihan bila
diperlukan dan berpartisipasi dalam aktifitas perawatan diri
sebanyak mungkin.
f. Menyediakan Kebutuhan Sosialisasi dan Keintiman
Karena sosialisasi dengan teman lama dapat
menyenangkan, maka pasien didorong untuk melakukan
kunjungan, bersurat, bertelepon.Kunjungan sebaiknya singkat dan

13
tidak menimbulkan stres.Sebaiknya hanya mengunjungi satu atau
dua orang saja dalam sekali kunjungan. Penyakit Alzheimer tidak
menghilangkan kebutuhan akan keintiman. Pasien dan
pasangannya bisa saja melakukan aktivitas seksual.Pasangan harus
didorong untuk berbicara mengenai setiap kekhawatiran seksual,
dan bimbingan seksual dapat dilakukan bila perlu.
g. Meningkatkan Nutrisi yang Adekuat
Saat makan bisa merupakan peristiwa sosial yang
menyenangkan, namun bisa juga merupakan saat yang
menjengkelkan dan menganggu.Saat makan harus dijaga dan kale,
tanpa konfrontasi.Pasien lebih menyukai makanan yang sudah
dikenal yang tampak mengundang selera makan dan terasa
lezat.Untuk menghindari bermain dangan makanan, makanan
dihidangkan satu persatu.Makan sebaiknya dipotong kecil-kecil
supaya tidak tercekik.Makanan cair lebih mudah ditelan bila diolah
dengan gelatin.Makanan dan minuman panas harus disajikan bila
sudah hangat.Suhu makanan diperika untuk mencegah terjadi luka
bakar.
h. Meningkatkan Aktivitas dan Istirahat yang Seimbang
Kebanyakan pasien Alzheimer menunjukkan gangguan
tidur dan perilaku melamun.Perilaku tersebut terjadi bila pasien
merasa bosan, tidak bisa diam, agitasi atau disorientasi, terutama
pada suasana baru dan biasanya pada malam hari.Semua pasien
Alzheimer harus mengenakan suatu benyuk tanda pengenal yang
mudah terlihat setiap saat (gelang dan kalung).Meskipun pasien
diperbolehkan berjalan di sekitar lingkungan yang terlindung,
namun pintu keluar harus ditutup. Bila terjadi gangguan tidur dan
pasien tidak bisa tidur maka dapat dibantu dengan musik, susu
hangat, atau garukan punggung dapat membantu agar pasien
relaks. Pada siang hari pasien harus diberi kesempatan sebanyak
mungkin untuk berpartisipasi dalam aktivitas olah raga, karena
pola aktivitas dan istirahat yang teratur akan memperbaiki tidur
malam. Jangan dibiarkan pasien tidur terlalu lama pada siang hari.
i. Mendukung dan Mendidik Pemberi Perawatan dalam Keluarga

14
Beban emosi ditanggung oleh keluarga pasien penyakit
Alzheimer sangat berat.Kesehatan fisik pasien biasanya masih baik
dan penurunan mental berlangsung secara bertahap. Karena
diagnosanya tidak spesifik, keluarga masih berharap bahwa
diagnosanya keliru dan pasien akan membaik kalau ia mau
berusaha keras. Berbagai kebutuhan pemberi perawatan dalam
keluarga dapat ditujukan kepada Asosiasi Alzheimer (dahulu
dikenal sebagai ADRDA). Dengan penggunaan perawatan,layanan
yang bisa diberikan, pemberi perawatan dapat meninggalkan
rumah untuk beberapa saat sementara orang lain melayani
kebutuhan pasien.
Perawat harus peka terhadap masalah emosional yang
dihadapi keluarga.Dukungan dan edukasi pemberi perawatan
merupakan komponen yang penting. Keluarga dapat menghubungi
Asosiasi Alzheimer atau yang sama camnya yang memberikan
kesempatan bertemu orang lain dengan pengalaman serupa.
2. Farmakologi
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena
penyebab dan patofisiologis masih belun jelas.Pengobatan simptomatik
dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita
dankeluarga.Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum
mempunyai efek yang menguntungkan.
a. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan
inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer,
dimana penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar
asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat
digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti
fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini
dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama
pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa
obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan
intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer.
b. Thiamin

15
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita
alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase
dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase
(45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3
bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi
kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
c. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan
dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada
percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita
alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
d. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat
disebabkankerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin
(catapres) yangmerupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
dengan dosis maksimal 1,2mg peroral selama 4 minggu,
didapatkan hasil yang kurang memuaskanuntuk memperbaiki
fungsi kognitif
e. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan
psikosis (delusi,halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral
Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4minggu akan memperbaiki gejala
tersebut. Bila penderita alzheimermenderita depresi sebaiknya
diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline25-100 mg/hari)
f. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam
miktokomdriadengan bantuan enzym ALC transferase.Penelitian
ini menunjukkan bahwaALC dapat meningkatkan aktivitas asetil
kolinesterase, kolin asetiltransferase.Pada pemberian dosis 1-2
gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan,disimpulkan
bahwa dapat memperbaiki atau menghambat
progresifitaskerusakan fungsi kognitif.
Penyakit alzheimer dapat dicegah sejak dini dengan
mengosumsi kunyit secara rutin.Kunyit merupakan herbal penguat

16
daya ingat (anti-alzheimer), salah satu tanaman obat yang
berpeluang sebagai pengganti pengobatan kimiawi yang dapat
memperlambat datangnya penyakit pikun. Penyakit alzheimer
merupakan sejenis penyakit pikun yang umum terjadi pada
manusia usia lanjut, secara alamiah pikun biasa terjadi karena
penurunan kondisi fisik otak. Zat dalam kunyit yang berperan
untuk ini adalan curcumin, dimana akan mampu memepertahankan
kualitas otak hingga usia lanjut. Namun konsumsi kunyit yang
terlalu berlebihan juga akan mampu memicu sakit perut, gangguan
hati serta ginjal. Jadi, kunyit ini dikonsumsi dalam jumlah sedang
secara rutin untuk mendapatkan efek terapi yang diinginkan.
Cara pencegahan yang lainnya yaitu dengan tetap
menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak
merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan
buah segar karena ini mengandung antioksidan yang berfungsi
mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak sel-sel tubuh.
Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan
memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan
salah satu bentuk pencegahan penyakit alzheimer.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai
berikut:
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi
neuropatologi. Secara umum didapatkan :
a. atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus
temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital,
korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
b. berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).

Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :

1) Neurofibrillary tangles (NFT)

17
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-
filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine,
epitoque.Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
2) Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat
degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal,
serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia.Amiloid prekusor
protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan
kromosom 21.Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks,
amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan
pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks
visual, dan auditorik.Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan
perifer.densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan
kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque)
merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit
alzheimer.
3) Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian
neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif.Kematian neuron
pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus
temporal dan frontalis.Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe
nukleus dan substanasia nigra.Kematian sel neuron kolinergik
terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik
terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus
raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis.Telah ditemukan faktor
pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi
pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan penyakit
alzheimer.
4) Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval
dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan
secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering
didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula.

18
Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital,
hipokampus, serebelum dan batang otak.
5) Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak
terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan
amygdala.Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan
immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada
gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al
menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.
2. Pemeriksaan Neuropsikologik
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau
tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci
pola defisit yang terjadi.
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang
ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti
gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan
pengertian berbahasa
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi
diagnostik yang penting karena :
a. Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang
dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat
penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan
deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor
metabolik, dan gangguan psikiatri
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang
diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer
antemortem.
CT Scan:Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia
lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi
kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan

19
gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit
ini.Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi
dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
MRI: peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler
(Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan
predileksi untuk demensia awal.Selain didapatkan kelainan di kortikal,
gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi
hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura
sylvii.MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit
alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi)
dari hipokampus.

4. EEG

Gambar 3: gambaran EEG pasien Alzheimer

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis.


Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat
pada lobus frontalis yang non spesifik

5. PET (Positron Emission Tomography)


Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :
a. Penurunan aliran darah
b. Metabolisme O2 dan adanya Glukosa didaerah serebral
6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

20
Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan
defisit kogitif.Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan
secara rutin.

G. Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
1) Aktifitas istirahat
Gejala: Merasa lelah
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur.
-Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa,
hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/
mengikuti acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan
hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat
bermanfaat.
2) Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi,
episode emboli (merupakan factor predisposisi).
3) Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan
persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek
dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah
penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra
tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak
mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka
buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain,
aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi

21
stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat kembali
kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.
4) Eliasimin
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi
dengan diare.
5) Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi)
perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan,
mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah,
menghindari/menolak makan (mungkin mencoba untuk
menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap
lanjut).
6) Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan
personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi
kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat
menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada
waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan
dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.
7) Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan
kognitif, dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang
kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan
dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang
berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat).
Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh
dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral
vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara
periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang
( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam
menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya
berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak

22
memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.
Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap
( kehilangan keterampilan motorik halus ).
8) Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi
factor predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan
( jatuh, luka bakar dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
9) Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya;
pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah
laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
10) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum:
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan
kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses
senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi
bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan
2. B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernafasan :Berkaitan dengan hipoventilasi
inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas.
a. Inspeksi
Di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk
batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan
penggunaan otot Bantu nafas.
b. Palpasi
Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
c. Perkusi
Adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
d. Auskultasi
bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi,
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien dengan inaktivitas.
3. B2 (Blood)

23
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat
dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem
persarafan otonom.
4. B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan
tingkah laku.
5. Pengkajian Tingkat Kesadaran:
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada
perubahan status kognitif klien.
6. Pengkajian fungsi serebral:
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan
yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan
persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
7. Pengkajian Saraf kranial.
Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII:
Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada
kelaianan fungsi penciuman
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu
sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer
mengalami keturunan ketajaman penglihatan
Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan
pada saraf ini
Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan
proses senilis serta penurunan aliran darah regional
Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang
berhubungan dengan perubahan status kognitif
Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
8. Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan
dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.
Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

24
Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan
karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan
klien dengan metode pemeriksaan.
9. Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan
refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan
kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan
seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya
keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat
menyebabkan klien sering jatuh.
10. Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer
mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif.
Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer
yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien
secara umum.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
a. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori,
penurunan fungsi fisik
b. Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan
untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
c. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron
irreversible
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
resepsi, transmisi, dan/atau integrasi.
e. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif,
keterbatasan fisik.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif,
gangguan sensori.
Tujaun : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, terjadi
peningkatan memori dengan kriteria hasil :
Pasien dapat menunjukkan kemampuan meningkatkan memori, orientasi
dan berkurangnya gelisah.

Intervensi Rasional

25
1. Perkenalan namanya 1. Membantu mengingat hal
2. Buat jadwal kegiatan
yang penting atau mendasar
3. Pajang foto keluarga,
2. Pasien dapat mengingat
teman, dan rumah
kegiatan dan waktu
4. Lakukan latihan memori
3. Mengingat diri dan
yang sederhana
keluarga
5. Kaji orientasi pasien
4. Membantu meningkatkan
6. Panggil pasien dengan
memori pasien
namanya
5. Mengidentifikasi orientasi
7. Pemberi perawatan
pasien
sebaiknya orang yang
6. Mengingat namanya sendiri
sama 7. Mudah mengingat dan
8. Lakukan pekerjaan yang
kooperatif
mudah secara utuh 8. Melatih orientasi pasien

2. Defisit perawatan diri (makan, minum, berpakaian, hiegiene)


berhubungan dengan perubahan proses pikir.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam waktu
2 x 24 jam, prilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri
dengan kriteria hasil :
1. Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan
merawat diri
2. Mengidentivikasi individu atau keluarga yang dapat membantu

Intervensi Rasional
1. Hindari aktivitas 1. Klien dalam keadaan
yang tidak dapat tergantung dan cemas. Hal ini
dilakukan klien dilakukan untuk mencegah
dan bantu bila frustasi dan harga diri klien.
2. Dukungan pada klien selama
perlu
2. Ajarkan dan aktivitas dapat ,meningkatkan
dukung klien perawatan diri
3. Memberi bantuan dalam
selama aktivitas
3. Gunakan pagar mendorong diri untuk bangun
disekeliling tempat tanpa bantuan orang lain serta
tidur mencegah klien mengalami
4. Modifikasi
trauma

26
lingkungan 4. Untuk
5. Identifikasi
mengkompensasiketidakmamp
kebiasaan BAB,
uan fungsi
anjurkan minum 5. Meningkatkan latihan dan
dan meningkatkan menolong mencegah
aktivitas konstipasi
6. kolaborasi 6. Pemberian supositoria dan
pelumas fases atau mencahar
pertolongan pertama terhadap
fungsi bowell atau BAB.
3. Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake tidak adekuat dan perubahan proses pikir
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam, kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
1. Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
2. Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil
pemeriksaan laboraturium

Intervensi Rasional
1. Evaluasi kemampuan 1. Klien mengalami
makan klien kesulitan dalam
2. Observasi / timbang
mempertahankan berat
berat badan jika
badan mereka,mulut
memungkinkan
mereka kering akibat
3. Kaji fungsi sistem
obat-obatan dan
gastrointestinal yang
mengalami kesulitan
meliputi suara bising
mengunyah
usus
2. Tanda kehilangan berat
4. Anjurkan pemberian
badan dan kekurangan
cairan 2500 cc / hari
intake nutrisi
selama tidak
menunjang terjadinya
terjadinya gangguan
masalah kaabolisme
jantung
3. Fungsi sistem
5. Lanjutkan
gastrointestinal sangat
pemeriksaan
penting untuk makanan
laboraturium yang
4. Mencegah terjadinya

27
diindikasikan seperti dehidrasi akibat
serum, transferin, dan penggunan ventilator
glukosa selama tidak sadar dan
mencegah terjadinya
konstipasi
5. Memberikan informasi
yang tepat tentang
keadaan nutrisi yang
dibutuhkan klien
4. Gangguan kominikasi Verbal berhubungan dengan proses fikir
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam, terjadi peningkatan perilaku
dalam komunikasi yang efektif dengan kriteria hasil :
1. Membuat Teknik atau metode komunikasi yang dapat
dimengerti sesuai kebutuhan
2. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi

28
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan
peroses fikir dan disfungsi karena pengembangan penyakit

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam, koping menjadi efektif dengan


keriteria hasil :

1. Mampu menyatakan komunikasi dengan orang terdekat tentang


situasi yang terjadi.
2. Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi

Intervensi Rasional
1. Kaji perubahan dari 1. Menentukan bantuan
ganguan persepsi dan Individual yang
hubungan dengan menyusun rencana
derajad ketidak keperawatan
mampuan. 2. Kepatuhan terhadap
2. Dukung kemampuan program latihan dan
koping berjalan membantu
3. Catat ketika klien memperlambat kemajuan
menyatakan penyakit
terpengaruh seperti 3. Mendukung penolakan
sekarat terhadap perasaan
4. Beri dukungan negative terhadap
psikologis secara gambaran tubuh
menyeluruh 4. Klien alzeimer sering
5. Bentuk program merasakan malu,
aktivitas pada sehingga klien dibantu
keseluruhan hari dan didukung untuk
mencapai tujuan yang
ditetapkan
5. Bentuk program aktivitas
pada keseluruhan hari
untuk mencegah waktu
tidur yang terlalu banyak
yang dapat mengarah
pada tidak adanya
keinginan dan apatis.

6. Resiko Injuri berhunugan dengan kehilangan memori, kerusakan motoric


dan komunikasi

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam, tidak terjadi injuri pada pasien dengan
kriteria hasil :

1. Injuri dapat dicegah


2. Tidak terjadi Injuri

29
Intervensi Rasional
1. Monitor fungsi motoric dan 1. Menetapkan kemungkinan
keseimbangan berjalan jatuh
2. Berikan alat bantu tongkat 2. Membantu melakukan
atau korsi roda pergerakan dan mengurangi
3. Jelaskan pada pasien setelah resiko jatuh
bangun tidur tidak langsung 3. Postural hipotensi
melakukan pergerakan kemungkinan terjadi
4. Penerangan yang cukup dan sehingga dapat
lantai tidak licin mengakibatkan jatuh
5. Letakan benda-benda 4. Mengurangi resiko jatuh
berbahaya di tempat yang 5. Menghindari resiko
aman terjadinya cidra
6. Letakan benda-benda pada 6. Tidak membingungkan
tempat semula dan hindari pasien dan meningkatkan
merubah-rubah tempat daya ingat
semula

7. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidak mampuan mengenal


bahaya dalam lingkungan

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam, tidak terjadi trauma dengan kriteria hasil :

1. Tidak mengalami trauma keluarga mengenali resiko potensial lingkungan

Intervensi Rasional
1. Kaji drajad gangguan 1. Mengidentifikasi resiko
kemampuan atau potensial dilingkungan dan
kompetensi, munculnya mempertinggi kesadaran
tingkah laku yang Implusif sehingga pemberi asuhan
2. Hilangkan atau minimalkan lebih sadar akan bahaya
sumber bahaya dalam 2. Seseorantg dengan gangguan
lingkungan koghinitif merupakan awal
3. Alihkan perhatian pasien untuk mengalami trauma
ketika berperilaku sebagai akibat ketidak
berbahaya mampuan untuk bertanggung
4. Kenakan pakaian sesua jawab terhadap keamanan
lingkungan fisik atau 3. Mempertahankan keamana
kebutuhan individu dengan menghindari
5. Lakukan pemantauan konfrontasi yang dapat
terhadap efek samping obat meningkatkan resiko
terjadinya trauma
4. Perlambatan proses
metabolisme secara umum
mengakibatkan penurunan
suhu tubuh
5. Pasien tidak dapat
melaporkan tanda dan gejala

30
dan obat dapat dengan mudah
menimbulkan Dakar
toksisitas pada lansia

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana
tindakan atau interfensi keperawatan yang telah ditetapkan atau dibuat
5. EVALUASI
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah
keperawatan telah teratas, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan
mengacu pada keriteria evaluasi .

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Alzheimer adalah jenis kepikunan yang dapat melumpuhkan
pikiran dan kecerdasan seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan
kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif dan
perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari. Menurut dr.
Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI),
alzheimer timbul akibat terjadinya proses degenerasi sel-sel neuron otak di
area temporo-parietal dan frontalis. Demensia Alzheimer juga merupakan
penyakit pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-sel otak.
Penyebab yang pasti belum diketahui.Beberapa alternatif penyebab
yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas,
infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit
formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer.Dasar kelainan patologi
penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif
dengan penurunan daya ingat secara progresif. Kejanggalan awal biasanya
dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama atau lupa
meletakkan suatu barang.
Cara pencegahan penyakit alzheimer yaitu dengan tetap
menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok
dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar
karena ini mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal
bebas yang akan mampu merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran

32
mental dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai
pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit
alzheimer.
B. Saran
Kita tahu otak merupakan organ yang sangat kompleks.Dimana di
otak terdapat area-area yang mengatur fungsi tertentu. Untuk itu ada
beberapa tips yang bisa diikuti bila ada anggota keluarga ada yang
menderita penyakit alzheimer : Buat cacatan kecil, untuk membantu
mengingat,Ciptakan suasana yang menyenangkan, Hindari memaksa
pasien untuk mengingat sesuatu atau melakukan hal yang sulit karena akan
membuat pasien cemas, Usahakan untuk berkomunikasi lebih sering,
Buatlah lingkunganyang aman,Ajarkan pasien berjalan-jalan pada waktu
siang hari,Bergaya hidup sehat,Mengkonsumsi sayur.

33
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.(2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah.Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan.Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan kepererawatan klien dengan gangguan
sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Price, Sylvia A, dan Wilson, Lorraine M. 2006.Patofisiologi konsep klinis proses-


proses penyakit. Jakarta: EGC

Biologi Molekuler. 2009. Penyakit alzheimer dan parkinson:


http://nadjeeb.files.wordpress.com/2009/09/penyakit-alzheimer-dan-
parkinson1.pdf, diunduh tanggal 21 oktober 2012, pukul 14.47 WIB

Dewi, R. 2012. Askep Alzheimer:


http://rimadewihijabers.blogspot.com/2012/03/askep-alzheimer.html
diunduh tanggal 21 okt 2012, pukul 20.35 WIB

Japardi, I. 2002. Penyakit alzheimer:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1996/1/bedah-iskandar
%20japardi38.pdf,diunduh pada tanggal 11 oktober 2012, pukul 15.45 WIB

34

You might also like