You are on page 1of 14

“Laporan Penetapan Kadar Sakarosa”

Kelompok 1.4 :

1. Aisha Mauldia (P07134216217)


2. Linda (P07134216234)
3. Lubna Nadya (P07134216236)
4. Agnina Listya Anggaraini (P07134216215)
5. Rabiatul Adawiyah (P07134216256)

A. Hari, tanggal : Selasa, 17 April 2018

B. Materi : Penetapan Kadar Sakarosa

C. Tujuan :
1. Untuk mengetahui kadar sakarosa dalam sampel makanan (sirup)
2. Untuk mengetahui kadar gula dalam sampel makanan (sirup)

D. Sampel : Sirup Marjan

E. Dasar Teori

Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal
ini dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang
mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II).
Contoh gula yang termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa,
maltosa, dan lain-lain. Salah satu contoh dari gula reduksi adalah Sakarosa.
Sakarosa adalah senyawa yang dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai gula
dan dihasilkan dalam tanaman dengan jalan mengkondensasikan glukosa dan
fruktosa. Sakarosa didapatkan dalam sayuran dan buah-buahan, beberapa
diantaranya seperti tebu dan bit gula mengandung sakarosa dalam jumlah yang
relatif besar. Dari tebu dan bit gula itulah gula diekstraksi secara komersial.
Bahan pangan mempunyai beberapa senyawa penyusun, diantaranya adalah
karbohidrat. Karbohidrat dapat berupa monosakarida, disakarida,oligosakarida dan
polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat dengan senyawa paling sederhana
yang tidak dapat diuraikan lagi, contoh nya adalah glukosa dan fruktosa. Disakarida
adalah karbohidrat yang tersusun dari 2 monosakarida yang terbentuk dari ikatan
glikosida dari karbon 1 monosakarida kesuatu OH dari monosakarida lain,
contohnya adalah sukrosa ( glukosa + fruktosa ), Laktosa( glukosa + galaktosa ),
maltosa ( glukosa + glukosa ), oligosakarida adalah karbohidrat yang tersusun dari
dua sampai sepuluh susunan monosakarida contohnya adalah maltotriosa.
Polisakarida adalah kabohidrat yang tessusun lebih dari sepuluh monosakarida,
contohnya adalah pati (Winarno, 1995). Karbohidrat mempunyai jenis gula
pereduksi yaitu jenis gula yang dapat mereduksi karena adanya gugus aldehida dan
gugus keton.

F. Prosedur Kerja :

a. Persiapan Sampel
1. Ditimbang bahan cair sampel sirup sebanyak 1 gram didalam baker glass,
ditambahkan aquadest 50 ml.
2. Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml lakukan secara kuantitatif, tambahkan
aquadest sampai tanda batas. (Labu ukur 1)
3. Dipipet larutan dari labu ukur 1 10 ml, masukkan kedalam labu ukur 100 ml
tambahkan aquadest sampai tanda batas. (Labu ukur 2)
4. Dipipet larutan dari labu ukur 1 masukkan kedalam labu ukur 100 ml (Labu
ukur 3)
Note :
 Larutan yang ada didalam labu ukur 2 digunakan untuk penetapan gula reduksi
sebelum inversi
 Larutan yang ada didalam labu ukur 3 digunakan untuk penetapan gula reduksi
sesudah inverse

b. Standarisasi
1. Dipipet 10 ml Kalium Bromat 0.1 N dengan menggunakan pipet volume ke
dalam Erlenmeyer, tambahkan aquadest ± 100 ml.
2. Ditambahkan 5 ml Asam Sulfat 4 N dan 10 ml KI 10%, tutup Erlenmeyer
dengan kertas.
3. Dititrasi dengan Natrium tiosulfat 0.1 N sampai warna kuning jerami,
tambahkan dengan indikator amylum 1% sebanyak 1 ml.
4. Dititrasi kembali sampai warna biru tepat hilang. Catat volume titirasi.

c. Blanko
1. Dimasukkan 25 ml aquadest ke dalam Erlenmeyer dan 25 ml reagen Luff
Schoorl.
2. Tambahkan beberapa butir batu didih, didihkan selama 10 menit
3. Dinginkan, lalu tambahkan 15 ml KI 20% dan 20 ml Asam sulfat 4 N, tutup
erlenmeyer dengan kertas.
4. Dititrasi dengan Natrium tiosulfat 0.1 N sampai berwarna kuning jerami.
5. Ditambahkan indikator amylum 1 % sebanyak 10 tetes. Kemudian titrasi
kembali sampai warna biru tepat hilang. Catat volume titrasi.

d. Penetapan Gula Reduksi Sebelum Inversi


1. Dipipet dari labu ukur 2 10 ml kedalam erlenmayer, lalu ditambahkan 15 ml
aquadest.
2. Ditambahkan 25 ml reagen Luff Schoorl, ditambahkan beberapa butir batu
didih, didihkan selama 10 menit.
3. Dinginkan, lalu tambahkan 15 ml KI 20% dan 20 ml Asam sulfat 4 N, tutup
erlenmeyer dengan kertas.
4. Dititrasi dengan Natrium tiosulfat 0.1 N sampai berwarna kuning jerami.
5. Ditambahkan indikator amylum 1 % sebanyak 10 tetes. Kemudian titrasi
kembali sampai warna biru tepat hilang. Catat volume

e. Penetapan Gula Reduksi Setelah Inversi


1. Dari labu ukur 3 ditambahkan 25 ml aquadest, 10 ml HCL 30%.
2. Panaskan diatas waterbath suhu 67-70 ͦC selama 10 menit.
3. Dinginkan, dinetralkan dengan penambahan indikator PPT 3-4 tetes dan NaOH
45% tetes demi tetes sampai terbentuk warna merah muda stabil.
4. Tambahkan aquadest sampai tanda batas.
5. Pipet 10 ml larutan tersebut, tambahkan 15 ml aquadest dan 25 ml larutan Luff
Schoorl.
6. Panaskan, tambahkan beberapa butir batu didih, didihkan selama 10 menit.
7. Dinginkan, lalu tambahkan 15 ml KI 20% dan 20 ml Asam sulfat 4 N, tutup
erlenmeyer dengan kertas.
8. Dititrasi dengan Natrium tiosulfat 0.1 N sampai berwarna kuning jerami.
9. Ditambahkan indikator amylum 1 % sebanyak 10 tetes. Kemudian titrasi
kembali sampai warna biru tepat hilang.

G. Hasil Pengamatan

a. Persiapan Sampel

Menimbang sampel
sirup sebanyak 1 gr

b. Standarisasi

KBrO3 + as. Sulfat 4N + KI Dititrasi dengan Na2S2O3 O.1 N


→ kuning jerami
Setelah ditambahkan Hasil standarisasi
amylum 1% Na2S2O3 dengan KBrO3

c. Penetapan Gula Reduksi Sebelum Inversi

10 ml larutan dari
labu 2 + 15 ml 15 ml KI 20% + 20 ml as.
aquadest +25 ml luff Sulfat 4N
school + batu didih 
Panaskan

Titrasi dgn Na. +10 tetes Titrasi kembali 


tiosulfat  kuning amylum 1 % warna biru hilang
jerami
d. Penetapan Gula Reduksi Setelah Inversi

Dari labu 3 + 25 ml aquadest 10 ml larutan dari 15 ml KI 20% + 20


+ 10ml HCL 30%  Panaskan. labu 3 + 15 ml ml as. Sulfat 4N
aquadest +25 ml
Netralkan 3-4 tts ind. PPT + luff school + batu
bbrp tts NaOH 30%  merah didih  Panaskan
muda stabil

Titrasi dgn Na. +10 tetes Titrasi kembali 


tiosulfat  amylum 1 % warna biru hilang
kuning jerami
H. Data dan perhitungan
Data :

a. Blanko
 Volume awal = 0.0 ml
 Volume akhir = 28.2 ml
 Volume titrasi = 28.2 ml

b. Standarisasi
 Volume awal = 0.0 ml
 Volume akhir = 5.6 ml
 Volume titrasi = 5.6 ml

c. Sampel
 Sebelum inversi
 Volume awal = 0.0 ml
 Volume akhir = 22.4 ml
 Volume titrasi = 22.4 ml
 Setelah inversi
 Volume awal = 0.0 ml
 Volume akhir = 16.8 ml
 Volume titrasi = 16.8 ml

d. Ka. Bromat (KBrO3)


 B = 0,7000 gr/250 ml
 BM = 167.07 gr/mek
 BE = 1/6 BM
= 1/6 x 167.07 gr/mek
= 27.845
e. Normalitas Na. tiosulfat sebenarnya = 0.1 N
f. Volume KBrO3, yang dipipet = 5.0 ml

Perhitungan
a. Normalitas baku primer (KBrO3)

B (KBrO3)
NBP = BE (KBrO3) × V (KBrO3)

0.7000 gr
= 27.845 × 0.25 L

= 0.1005 N

b. Normalitas baku sekunder (Na2S2O3)


NBS = V1 (KBrO3 yg dipipet) × N1 (KBrO3) = V2 (Volume titrasi) ×
N2(Na2S2O3)

= 5 ml × 0.1005 N = 5.6 ml × N2 (Na2S2O3)

N2 = 0.1005
5.6 ml
N

= 0.0897 N

c. Faktor
didapat (N BS)
Faktor = N tioNyang
tio sebenarnya

= 0.0897
0.1 N
N
= 0.897

d. ml tio
 Sebelum inversi
ml tio = (V blanko – V titrasi) × faktor
= (28.2 ml – 22.4 ml) × 0.897
= 5.8 × 0.897
= 5.2026 ml
 Setelah inversi
ml tio = (V blanko – V titrasi) × faktor
= (28.2 ml – 16.8 ml) × 0.897
= 11.4 × 0.897
= 10.2258 ml
e. Dilutasi
 Sebelum inversi
− Dari 100 ml labu ukur 1 diambil 10 ml ke labu ukur 2
− 10 ml labu ukur 2 ditambahkan 100 ml aquadets (10 ×)
− Diambil 10 ml larutan dilabu erlenmayer (10×)
 Setelah inversi
− Dari labu ukur 1 diambil 10 ml dimasukkan kedalam labu ukur 3
− Ditambahkan aquadest sampai tanda (10×)
− Diambil 100 ml larutan dilabu erlenmayer (10×)
Jadi, dilutasinya adalah 10× 10 = 100 ×

f. mg gula

ml tio Glukosa
( 0.1 (0.1N) (mg)
1 2.4
2 4.8
3 7.2
4 9.7
5 12.2
6 14.7
7 17.2
8 19.8
9 22.4
10 25.0
11 27.6
 Sebelum inversi
 Diket : ml tio = 5.2026 ml (berada pada range 5-6)
Jika 5 ml adalah 12.2 mg, dan 0.2026 ml berarti 14.7 mg (range 6).
14.7 mg – 12.2 mg = 2.5 mg
Maka, 0.2026 ml × 2.5 mg = 0.5065 mg

Jadi, mg glukosa dari 5.2026 ml tio adalah 12.2 mg + 0.5065 mg adalah


12.7065mg.

 Setelah inversi
 Diket : ml tio = 10.2258 ml (berada pada range 10-11)
Jika 10 ml adalah 25.0 mg, dan 0.2258 ml berarti 27.6 mg (range 11).
27.6 mg – 25.0 mg = 2.6 mg
Maka, 0.2258 ml × 2.6 mg = 0.58708 mg

Jadi, mg glukosa dari 10.2258 ml tio adalah 25.0 mg + 0.58708 mg adalah


25.58708 mg

g. Kadar gula
 Sebelum inversi

mg gula × D × 100%
Kadar gula = mg sampel

12.7065 mg × 100 × 100%


= 1.120 mg

= 113.4508%
 Setelah inversi

mg gula × D × 100%
Kadar gula = mg sampel

25.58708 mg × 100 × 100%


= 1.120 mg

= 228.4560%
h. Kadar sakarosa
Kadar sakarosa = ( Gula reduksi setelah inversi - gula reduksi sebelum
inversi) × 0,95%
= (228.4560% − 113.4508%) × 0.95%
= 109. 25494%

I. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :
− Kadar gula sebelum inversi = 113.4508%
− Kadar gula setelah inversi = 228.4560%
− Kadar sakarosa = 109. 25494%

J. Pembahasan
Analisa sakarosa gula adalah analisa yang dilakukan untuk mengetahui
bagaimana sukrosa pecah menjadi glukosa dan fruktosa melalui proses yang disebut
inverse. Gula total merupakan campuran gula reduksi dan non reduksi yang
merupakan hasil hidrolisa pati. Semua monosakarida dan disakarida, kecuali sukrosa
berperan sebagi agensia pereduksi dan karenanya dikenal sebagai gula reduksi.
Kemampuan senyawa-senyawa gula mereduksi agensia pengoksidasi mendasari
berbagai cara pengujian untuk glukosa dan gula-gula reduksi lainnya.
Pada praktikum ini metode yang digunakan adalah metode Luff Schoorl. Dipilih
metode ini karena sangat menguntungkan dalam menganalisa gula nabati yang
termasuk sukrosa yang merupakan rasa manis dasar sakarosa adalah disakarida , yang
apabila direduksi akan menghasilkan monosakarida yang bersifat pereduksi.
Monosakarida tersebut akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O.
Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2
yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip
metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2
yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah
proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator
kuat (misal NaCl) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam
penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan
membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator. I2 bebas
ini selanjutnya akan dititar dengan larutan standar natrium thiosulfat sehinga I2 akan
membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika
dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahannya sebelum
titik ekivalen.
Pada prinsipnya, iodometri merupakan reaksi reduksi oksidasi karena terjadi
perubahan bilangan oksidasi (biloks) dari zat-zat yang terlibat dalam reaksi, dalam hal
ini transfer electron dari pasangan pereduksi ke pasangan pengoksidasi. Oksidasi
adalah pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom, ion atau molekul.
Sedangkan reduksi adalah penangkapan satu atau lebih elektron. Tidak ada dalam
elektron bebas dalam sistem kimia, oleh karena itu pelepasan elektron (oksidasi)
selalu diikuti penangkapan elektron (reduksi).
Pada iodometri titrasi selalu berkaitan dengan I2, meskipun warna I2 berbeda
dengan I2, secara teoritis untuk titrasi ini tidak memerlukan indikator, tapi karena
warnanya dalam keadaan sangat lemah maka pada titrasi ini diperlikan indikator.
Indikator yang digunakan adalah indikator amilum dan I2 akan bereaksi dan reaksinya
adalah reaksi dapat balik.
Praktikum kali ini dilakukan perhitungan kadar gula reduksi pada sirup marjan
dengan menggunakan metode luff schrool. PenambahanPb-asetat pada awal prosesur
setelah itu dilakukan penambahan Na fosfat untuk mengikat Pb. Hal tersebut
dilakukan untuk mengendapkan protein agar tidak terhitung pada akhir pengamatan.
Pengamatan dilakukan dengan membandingkan volume titrasi sampel dengan
blanko.Titrasi dilakukan setelah terbentuk larutan hasil refruks dan kemudian
ditambahkan H2SO4 25 ml 4N dan KI 10 ml. Pada hasil titrasi diperoleh volume Na
tiosulfat pada sampel sebesar 22.4 ml dan 16.8 ml sedangkan volume Na tiosulfat
pada blanko sebesar 28.2. Selisih volume blanko dan sampel digunakan untuk
menghitung nilai b dengan melihat pada tabel. Kadar gula yang diperoleh masing-
masing kelompok berbeda-beda. Besar kecilnya nilai kadar gula yang diperoleh
tergantung pada selisih antara volume Na tiosulfat pada sampel dengan volume Na
tiosulfat pada blanko. Semakin besar selisihnya maka kadar gulanya semakin besar.
K. Kesimpulan
Penentuan kadar sakarosa dengan metode luff schrool dilakukan dengan
menghidrolisis sample menjadi monosakarida yang dapat mereduksi oksida pada luff
yaitu Cu2+ menjadi Cu+. Berdasarkan praktikum dan perhitungan maka sakarosa yang
terkandung dalam sample (sirup marjan), adalah 109. 25494%

L. Daftar Pustaka
− Apriyanto, A. 1999. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. Bogor: Graha
Utama
− Hartati. 2002. Analisa Kadar Pati dan Serat. Yogyakarta: Kanisius Swantara
− Underwood. 1996. Analisa Kimia Kuantitatif, Jakarta : Erlangga
− Poedjiadi,Anna. 2007. Dasar biokimia. Jakarta: UI Pres

You might also like