You are on page 1of 19

LAPORAN PRAKTIKUM III

ANALISA MAKANAN DAN MINUMAN

Hari/Tanggal : Selasa, 26 Juni 2018

Materi : Penetapan Kadar KIO3 dalam Garam

Tujuan : Untuk penetapan kadar Kalium iodat dalam garam


konsumsi

Prinsip : Penentuan bilangan peroksida biasanya didasarkan


pada pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari
potassium iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida
dalam minyak/lemak pada suhu ruang di dalam
medium asetat-kloroform

Sampel : Garam dapur “Gyuri”

TinjauanPustaka :
Garam adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang dalam kehidupan
sehari-hari banyak digunakan sebagai bahan tambahan bumbu pada makanan,
sebagai pengawet makanan seperti ikan asin, sawi asin, asinan buah-buahan, dan
dasar pembuatan senyawa kimia (NaOH, Na2SO4, NaHCO3, Na2CO3). Setiap
manusia pada umumnya mengkonsumsi garam dengan jumlahnya berbeda-beda
tergantung kebiasaan masing-masing individu. Oleh karena itu, penambahan
iodium pada produk garam merupakan cara yang sangat efektif dalam menutupi
kekurangan tubuh manusia akan kebutuhan iodium. Untuk menunjang program
pemerintah dibidang kesehatan masyarakat, setiap produsen garam diwajibkan
menambahkan iodium pada produk garamnya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh para ahli kesehatan, orang yang
kekurangan iodium dalam konsumsi makanannya dapat mengalami penyakit
gondok. Sedang pada anak-anak dapat menyebabkan pertumbuhan yang
terhambat. Oleh karena itu kekurangan iodium pada masyarakat diharapkan tidak
ada lagi bila semua garam yang diproduksi sudah mengandung iodium.
Garam beriodium merupakan istilah yang biasa digunakan untuk garam
yang telah difortifikasi (ditambah) dengan iodium. Di Indonesia, iodium
ditambahkan dalam garam sebagai zat aditif atau suplemen dalam bentuk kalium
iodat (KIO3).

Alatdan Bahan :

Alat Bahan
- Beaker glass - Sampel garam dapur “Gyuri”
- Erlenmeyer 2 buah - Tisu
- Buret, Statif dan Klem - Aquadest
- Pipet volume 5.0 ml - Baku primer (KBrO3)
- Bulb - Baku sekuder (Na.tiosulfat
- Pipet ukur 1 ml 0.005 N)
- Pipet ukur 2 ml 2 buah - H2SO4 4N
- Pipet ukur 5 ml - KI 10 %
- Pipet ukur 10 ml - Indikator amilum 1 %
- Corong - As. Fosfat 85 %
- Neraca analitik - Kristal KI
- Sendok tanduk 2 buah - Kertas penutup
- Gelas ukur

Cara Kerja :

Standarisasi larutan Na.tiosulfat dengan larutan KBrO3

1. Memipet 5.0 ml KBrO3 ke dalam erlenmeyer


2. Menambah dengan 50 ml aquadest.
3. Menambah 5 m H2SO4 4N dan 10 ml KI 10%, tutup
4. Menitrasi dengan larutan Na.tiosulfat sampai kuning muda
5. Menambah 1 ml amilum 1%
6. Melanjutkan titrasi sampai warna biru hilang
Penetepan Kadar
1. Menimbang teiliti 25.05 g sampel garam dalam erlenmeyer
2. Melarutkan dengan aquadest ± 125 ml
3. Menambahkan 2 ml As.fosfat 85 %, 0.1 g Kristal KI dan 2 ml amilum 1%
4. Menitrasi dengan larutan Na.tiosulfat 0.005 N sampai warna biru tepat
hilang

Hasil pengamatan :
A. Standarisasi

5.0 ml Kalium bromat + 5.0 ml As.sulfat 4 N + Menitrasi dengan Na.


0.1 N + 50 ml aquadest 10 ml KI 10 %, tutup tiosulfat sampai
kuning jerami
+ 1 ml amilum 1%
Menitrasi kembali sampai
warna biru tepat hilang

B. Blanko

25.0 ml aquadest + 25.0 + 15 ml KI 20 % + Menitrasi dengan Na.


ml Luff school, didihkan H2SO4 4 N, tutup tiosulfat sampai kuning
10 menit, dinginkan jerami
+ 10 tetes amilum 10 % Menitrasi kembali
sampai biru tepat hilang
C. Penetapan Kadar

25.0 ml sampel yang Didihkan 10 + 15 ml KI 20 % +


sudah diencerkan + menit, dinginkan H2SO4 4 N, tutup
25.0 ml Luff school
Menitrasi dengan Na. + 10 tetes amilum 10% Menitrasi kembali
tiosulfat sampai sampai biru tepat
kuning jerami hilang

Data :

Standarisasi

Baku Primer (KBrO3)


 B = 0.0120 g
1
 BE = 6 × 167.01 g/mol

= 27.835 g/mol
 V = 0.1 L
 Vdipipet = 5.0 ml

Baku Sekunder (Na.tiosulfat)


 Vtitrasi = 6.4 ml

Penetapan Kadar

Sampel

 B sampel = 25.05 g
 Vtitrasi = 6.0 ml
 BE KOI3 = 35.67 g/mol
Perhitungan :

Standarisasi

1) Baku primer
𝐵
NKBrO3 =
𝐵𝐸 × 𝑉

0.0120 g
= g
27.835 × 0.1 L
mol

= 0.0043 N

2) Baku sekunder (N Na.tiosulfat)


V1 × N1 = V2 𝐶 N2
5.0 ml × 0.0043 N = 6.4 ml × N2
5.0 ml ×0.0043 N
N2 =
6.4 ml

N2 = 0.0033 N

Penetapan Kadar KIO3

( 𝑉 × 𝑁)𝑡𝑖𝑜𝑠𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 × 𝐵𝐸 KIO3 ×1000


Kadar KIO3 (ppm) =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝑔
( 6.0 𝑚𝑙 × 0.0033 𝑁) × 35.67 ×1000
𝑚𝑜𝑙
=
25.05 𝑔𝑟𝑎𝑚

706.266
= ppm
25.05

= 28.1942 ppm

Hasil : Normalitas KBrO3 = 0.0043 N

Normalitas Na.tiosulfat = 0.0033 N


Kadar KIO3 = 28.1942 ppm

Pembahasan :

Penelitian mengenai kadar kalium iodat (KIO3) pada garam dapur dilakukan
karena garam merupakan bahan tambahan makanan yang digunakan oleh
masyarakat sebagai penyedap rasa. Selain itu garam dapur juga merupakan salah
satu zat gizi yang berperan dalam pembentukan hormon tiroid yang sangat
diperlukan untuk perkembangan fisik dan mental manusia. Organ utama yang
mengambil/menyerap iodium adalah kelenjar tiroid yang kira-kira 33% sedangkan
sisanya 67% dikeluarkan melalui urin dan feses. Sesuai degan peraturan yang
telah ditetapkan oleh SNI 01-3556-2000 bahwa kadar kalium iodat (KIO3) yang
terdapat pada garam beriodium adalah sebesar 30-80 ppm.

Berdasarkan hasil analisis kadar kalium iodat (KIO3) pada sampel garam
dapur merk Gyuri menunjukkan bahwa kadar kalium iodat (KIO3) yang terdapat
dalam garam tersebut adalah 28,1942 ppm. Dari hasil tersebut, diketahui bahwa
garam yang diperiksa tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Standar
Nasional Indonesia (SNI 01-3556-200) yang menetapkan bahwa didalam suatu
produk garam dapur harus mempunyai kadar kalium iodat (KIO3) sebesar 30-80
ppm.

Kebutuhan iodium sehari-hari sekitar 1-2 μg/Kg berat badan. Akan tetapi
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (1998) menganjurkan Angka Kecukupan
Gizi (AKG) untuk iodium sebagai berikut:

a. Bayi : 50-70 μg.

b. Balita dan anak sekolah : 70-120 μg..

c. Remaja dan dewasa : 150 μg.

d. Ibu hamil : + 25 μg.

e. Ibu menyusui : + 50 μg.


Apabila asupan iodium yang telah ditentukan diatas tidak tercukupi maka
akan dapat menimbulkan konsentrasi hormon tiroid menurun dan hormon
perangsang tiroid/TSH meningkat sehingga akan terus merangsang kelenjar tiroid
untuk terus menyerap sumber iodium yang ada dalam tubuh seperti iodium yang
ada dalam darah. Apabila kekurangan terus berlanjut, sel kelenjar tiroid akan
membesar dan akhirnya akan mengalami pembesaran kelenjar gondok.

Selain itu kekurangan iodium juga dapat mengakibatkan seseorang malas


dan lamban, pada ibu-ibu hamil dapat menggangu pertumbuhan dan
perkembangan janin, serta dapat mengakibatkan kecacatan mental yang permanen
pada kelahiran bayidan yang pada akhirnya akan terjadi kretinisme (cebol).
Seorang anak yang menderita kretinisme mempunyai postur tubuh yang abnormal
dan IQ rendah. Kekurangan IQ pada anak-anak akan menyebabkan kemampuan
belajar yang rendah.

Sedangkan bahaya yang ditimbulkan oleh kelebihan asupan iodium dalam


dosis yang tinggi juga dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid, seperti
halnya kekurangan iodium. Dalam keadaan berat hal ini dapat menutup jaringan
pernapasan sehingga menimbulkan sesak napas.

Kesimpulan : Jadi, berdasarkan praktik yang telah dilakukan,


didaatkan kadar KIO3 dalam garam dapur “Gyuri”
sebesar 28.1942 ppm sehingga belum memenuhi
standar SNI 01-3556-2000 bahwa kadar kalium iodat
(KIO3) yang terdapat pada garam beriodium adalah
sebesar 30-80 ppm.

Daftar Pustaka :

Eulis Nani R, 2013, “Penentuan Kadar KIO3 dalam Garam Dapur”, Sekolah
Tinggi Analis Bakti Asih: Bandung
Muhammad Akhiruddin, 2011, “Analisis Kadar Kalium Iodat (Kio3) dalam
Garam Dapur dengan Menggunakan Metode Iodometri yang Beredar Di
Pasar Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu ”, Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau: Pekanbaru

LAPORAN PRAKTIKUM III


ANALISA MAKANAN DAN MINUMAN

Hari/Tanggal : Selasa, 26 Juni 2018

Materi : Penetapan Kadar Vitamin C dalam Minuman

Tujuan : Untuk penetapan kadar vitamin C dalam minuman yang


dilarutkan

Prinsip : Penentuan bilangan peroksida biasanya didasarkan


pada pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari
potassium iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida
dalam minyak/lemak pada suhu ruang di dalam
medium asetat-kloroform

Sampel : Buavita Orange

Tinjauan Pustaka :
Vitamin C adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai antioksidan dan
efektif mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau jaringan, termasuk
melindungi lensa dari kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh radiasi. Status
vitamin C seseorang sangat tergantung dari usia, jenis kelamin, asupan vitamin C
harian, kemampuan absorpsi dan ekskresi, serta adanya penyakit tertentu
Rendahnya asupan serat dapat mempengaruhi asupan vitamin C karena bahan
makanan sumber serat dan buah-buahan juga merupakan sumber vitamin C
(Monalisa Karinda, 2013).
Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan senyawa bersifat asam dengan
rumus empiris C6H8O6 (berat molekul = 176,12 g/mol). Kegunaan Vitamin C
adalah sebagai antioksidan dan berfungsi penting dalam pembentukan kolagen,
membantu penyerapan zat besi, serta membantu memelihara pembuluh kapiler,
tulang, dan gigi. Konsumsi dosis normal Vitamin C 60 – 90 mg/hari. Vitamin C
banyak terkandung pada buah dan sayuran segar.
Kadar vitamin C dalam larutan dapat diukur menggunakan titrasi redoks
iodimetri, dengan menggunakan larutan indikator kanji (starch) yaitu dengan
menambahkan sedikit demi sedikit larutan iodin (I2) yang diketahui molaritasnya
sampai mencapai titik keseimbangan yang ditandai dengan perubahan warna
larutan menjadi biru pekat.

Alatdan Bahan :

Alat Bahan
- Beaker glass 2 buah - Sampel minuman “ Buavita
- Erlenmeyer 3 buah Orange”
- Buret, Statif dan Klem 2 buah - Tisu
- Pipet volume 5.0 ml - Aquadest
- Bulb - Baku primer (KBrO3)
- Pipet tetes - Baku sekuder (Na.tiosulfat
- Pipet ukur 0.5 ml 0.005 N)
- Pipet ukur 1 ml - Larutan baku Iodium 0.0 1 N
- Pipet ukur 5 ml - H2SO4 4N
- Pipet ukur 10 ml - KI 10 %
- Corong 2 buah - Indikator amilum 1 %
- Neraca analitik - HCl 1 : 1
- Gelas ukur
Cara Kerja :

Standarisasi larutan Na.tiosulfat dengan larutan KBrO3

1. Memipet 5.0 ml KBrO3 ke dalam erlenmeyer


2. Menambah dengan 50 ml aquadest.
3. Menambah 5 m H2SO4 4N dan 10 ml KI 10%, tutup
4. Menitrasi dengan larutan Na.tiosulfat sampai kuning muda
5. Menambah 1 ml amilum 1%
6. Melanjutkan titrasi sampai warna biru hilang

Standarisasi larutan iodium dengan larutan Na.tiosulfat

1. Memipet larutan Na.tiosulfat ( yang sudah diketahui normalitasnya)


sebanyak 5.0 ml ke dalam erlenmeyer
2. Menambah dengan 50 ml aquadest dan 1 ml HCl 1 : 1
3. Menambah 0.5 ml indikator amilum 1 %
4. Menitrasi dengan menggunakan larutan baku iodium sampai terbentuk
warna biru

Penetepan Kadar Vitamin C


1. Memipet larutan sampel sejumlah 5.07 gram ke dalam Erlenmeyer
2. Mengencerkan dengan 75 ml aquadest
3. Menambah 0.5 ml indikator amilum 1 %
4. Menitrasi dengan menggunakan larutan baku iodium 0.01N sampai
terbentuk warna biru

Hasil pengamatan :
D. Standarisasi
5.0 ml Kalium bromat + 5.0 ml As.sulfat 4 N + Menitrasi dengan Na.
0.1 N + 50 ml aquadest 10 ml KI 10 %, tutup tiosulfat sampai
kuning jerami

+ 1 ml amilum 1%
Menitrasi kembali sampai
warna biru tepat hilang

E. Blanko
25.0 ml aquadest + 25.0 + 15 ml KI 20 % + Menitrasi dengan Na.
ml Luff school, didihkan H2SO4 4 N, tutup tiosulfat sampai kuning
10 menit, dinginkan jerami

+ 10 tetes amilum 10 % Menitrasi kembali


sampai biru tepat hilang
F. Penetapan Kadar
25.0 ml sampel yang Didihkan 10 + 15 ml KI 20 % +
sudah diencerkan + menit, dinginkan H2SO4 4 N, tutup
25.0 ml Luff school

Menitrasi dengan Na. + 10 tetes amilum 10% Menitrasi kembali


tiosulfat sampai sampai biru tepat
kuning jerami hilang

Data :

Standarisasi Na.tiosulfat

Baku Primer (KBrO3)


 B = 0.0120 g
1
 BE = 6 × 167.01 g/mol
= 27.835 g/mol
 V = 0.1 L
 Vdipipet = 5.0 ml

Baku Sekunder (Na.tiosulfat)


 Vtitrasi = 6.4 ml

Standarisasi iodium
 Vtitrasi = 6.0 ml

Penetapan Kadar

Sampel

 B sampel = 5.07 g
= 5070 mg
 Vtitrasi = 4.8 ml
 BE = 88.06 g/mol

Perhitungan :

Standarisasi Na.tiosulfat

1) Baku primer
𝐵
NKBrO3 =
𝐵𝐸 × 𝑉

0.0120 g
= g
27.835 × 0.1 L
mol

= 0.0043 N

2) Baku sekunder (N Na.tiosulfat)


V1 × N1 = V2 𝐶 N2
5.0 ml × 0.0043 N = 6.4 ml × N2
5.0 ml ×0.0043 N
N2 =
6.4 ml

N2 = 0.0033 N

Standarisasi Iodium

N Iodium

V1 × N1 = V2 𝐶 N2
5.0 ml × 0.0033 N = 6.0 ml × N
5.0 ml ×0.0033 N
N2 =
6.0 ml

N2 = 0.0027 N

Penetapan Kadar Vitamin C

( 𝑉 × 𝑁) 𝑖𝑜𝑑 × 𝐵𝐸 × 100 %
Kadar Vit.C (%) =
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝑔
( 4.8 𝑚𝑙 × 0.0027 𝑁) × 88.06 × 100 %
𝑚𝑜𝑙
=
5070 𝑚𝑔

351.88776
= %
25.055070

= 0.0694 %

= 0.07 %

Hasil : N KBrO3 = 0.0043 N

N Na.tiosulfat = 0.0033 N
N iodium = 0.0027 N

Kadar Vit.C = 0.07 %

Pembahasan :

Vitamin C atau yang dikenal sebagai asam askorbat (C6H8O6) dapat


ditentukan konsentrasinya dalam larutan dengan metode titrasi Iodometri karena
sifat vitamin c yang mudah teroksidasi oleh iodin menjadi asam dehidroaskorbat
(C6H5O6). Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin
dan mudah rusak selama proses penyimpanan. Laju kerusakan meningkat karena
kerja logam, terutama tembaga dan besi serta dipengaruhi pula oleh kerja enzim.
Pendedahan oksigen dan pendedahan terhadap cahaya semuanya merusak
kandungan vitamin C pada makanan. Enzim yang mengandung tembaga atau besi
dalam gugus prostetiknya merupakan katalis yang efisien untuk penguraian asam
askorbat. Enzim paling penting dalam golongan ini adalah asam askorbat
oksidase, fenolase, sitokrom oksidase dan peroksidase. Hanya asam askorbat
oksidase yang terlihat reaksi langsung antara enzim, substrat dan oksigen molekul.
Enzim lain mengoksidase vitamin secara tidak langsung. Kuinon bereaksi
langsung dengan asam askorbat, sitokrom oksidase mengoksidasi sitokrom
menjadi bentuk teroksidasinya dan senyawa ini bereaksi dengan asam L-askorbat.
Peroksidase bergabung dengan senyawa fenol menggunakan hydrogen peroksida
untuk melakukan oksidasi, enzim ini tidak bekerja dalam buah karena adanya
pemisahan enzim dan substrat secara fisik.
Metode pengukuran konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi yaitu
suatu penambahan indikator warna pada larutan yang diuji, kemudian ditetesi
dengan larutan yang merupakan kebalikan sifat larutan yang diuji. Pengukuran
kadar Vitamin C dengan reaksi redoks yaitu menggunakan larutan iodine (I2)
sebagai titran dan larutan kanji sebagai indikator. Pada proses titrasi, setelah
semua Vitamin C bereaksi dengan Iodin, maka kelebihan iodin akan dideteksi
oleh kanji yang menjadikan larutan berwarna biru gelap. Reaksi Vitamin C
dengan iodin adalah sebagai berikut :
C6H8O6 + I2 C C6H6O6 + 2I- + 2H+
Misalkan sample yang diuji adalah minuman ringan dengan kadar Vitamin
C tertera pada kemasan. Nilai kadar Vitamin C yang tertera pada kemasan,
biasanya dalam satuan milligram (mg) atau dalam persentase Angka Kecukupan
Gizi (%AKG), dengan acuan 100% AKG setara dengan 60 mg Vitamin C. Nilai
error saat pengujian dapat disebabkan karena iodin berlebih pada sample dan
molaritas iodin yang tidak tepat 0,00341 M. Namun tidak semua sample dapat
diasumsikan demikian karena kadar Vitamin C pada sample tersebut dapat
berkurang karena pengaruh panas dan sinar matahari saat proses penyimpanan
juga dapat disebabkan sample lama dibiarkan terbuka sehingga bereaksi dengan
oksigen (oksidasi) sebelum dilakukan pengujian.

Kesimpulan : Jadi, berdasarkan praktik yang telah dilakukan,


didapatkan hasil kadar vitamin C pdalam sampel
minuman “ Buavita Orange” sebesar 0.07 %

Daftar Pustaka :

Karinda, Monalisa. dkk. 2013. Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C


Mangga Dodol Dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv-Vis
Dan Iodometri. Jurnal Ilmiah Farmasi-Unsrat.
Pratama, Anggi. dkk. Aplikasi labview sebagai Pengukur Kadar Vitamin C dalam
Larutan Menggunakan Metode Titrasi Iodimetri.

You might also like