You are on page 1of 5

Nama : Awen Fitri Yanata

NIM : 04011181520031

DEFINISI Alpha 2015 / Skenario Syok Septik

Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan perfusi
jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu metabolisme sel atau jaringan. Syok
septik merupakan keadaan akibat invasi bakteri atau produk toksisnya dimana terjadi
penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik >
40mmHg dari baseline) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi
secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi
organ (Chen dan Pohan, 2007).

Dalam suatu penellitian dimana bakteri disuntikkan pada peritoneal binatang percobaan, syok
sepsis baru teradi setelah 12-24 jam kemudian, dan binatang yang bertahan didapatkan
perbaikan hemodinamik dalam waktu 7-10 hari (Parrillo, 1990). Jadi suatu syok sepsis harus
melewati fase bakterimia, sepsis, sindroma sepsis. Bakteremia adalah suatu keadaan
ditemukannya bakteri dalam kultur darah.

Sepsis adalah suatu kejadian infeksi yang disertai meningkatnya frekwensi nafas lebih dari
20x/m, denyut jantung lebih dari 90x/m, hipertermi (suhu rectal lebih dari 38,5 C),
hipoksemia, peningkatan laktat plasma dan oligouria (urine <0,5cc/kgBB dalam 1 jam).
Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau
hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi :
1. Asidosis Laktat
2. Oliguria
3. Atau perubahan akut status mental

TATALAKSANA

Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu
dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama,
dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b)
circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan.
Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena
sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5
ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor
oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi
miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah
akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor
oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler,
mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami
iskemia. Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan
saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi
oksigen di jaringan.

2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid
maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar
tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat
terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi
nadi perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan
kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan
vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen ada keadaan serum
albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik
plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan
pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu
misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada
sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.

3. Vasopresor dan inotropik


Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi
vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60
mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin
dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8
mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan
adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-
0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).

4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9
meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.

5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada hemodialisis digunakan
gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi
digunakan gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama
perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.

6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin dan
mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan
bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.

7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal, dan
diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut. Hidrokortison dengan
dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.

EARLY GOAL DIRECTED TREATMENT

Sepsis berat dan syok septik merupakan gangguan yang sering dihadapi oleh klinisi di ICU.
Pasien dengan sepsis berat dan syok septik umumnya mengalami penurunan efektivitas
sirkulasi arterial akibat vasodilatasi bersamaan dengan terjadinya gangguan cardiac output.
Sepsis berat di definisikan sebagai sepsis yang disertai dengan sepsis-induced organ
dysfunction atau hipoperfusi jaringan. Sepsis berat ditandai dengan hipotensi, peningkatan
kadar laktat, produksi urin <0,5 mL/kg/jam selama lebih dari 2 jam, meskipun sudah
dilakukan resusitasi cairan secara adekuat, acute lung injury dengan PaO2/FiO2 (rasio
tekanan parsial oksigen dan fraksi oksigen dalam udara yang diberikan) <250 tanpa disertai
pneumonia, acute lung injury dengan PaO2/FiO2 <200 dengan pneumonia, kadar kreatinin
>2 mg/dL, bilirubin >2 mg/dL, trombosit <100.000 μL, dan koagulopati (INR – International
Normalized Ratio >1,5).

Syok septik didefinisikan sebagai sepsis-induced hypotension atau sepsis berat yang
menetap meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat. Sepsis-induced
hypotension adalah sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau tekanan arteri
rerata (MAP – mean arterial pressure) <70 mmHg, atau tekanan darah sistolik berkurang
>40 mmHg atau turun >2 SD (standar deviasi) di bawah nilai normal tekanan darah sesuai
usia, tanpa ada penyebab lain hipotensi.

Penatalaksanaan sepsis berat dan septik syok dengan resusitasi cairan dini secara EGDT
(early goal directed therapy) telah terbukti menurunkan angka disfungsi organ dan mortalitas
rumah sakit dibandingkan dengan terapi standar. Selain daripada itu, EGDT juga dikaitkan
dengan lama perawatan di rumah sakit (LOS) dan biaya perawatan yang lebih minimal.
Prioritas utama pada EGDT adalah stabilitasi jalan napas dan pernapasan. Oksigenasi pada
pasien sepsis berat dan septik syok perlu dipantau secara terus-menerus dengan pulse
oximetry. Penggunaan dari ventilasi mekanik membantu untuk mengurangi peningkatan
kerja napas, serta untuk melindungi jalan napas pada kasus terjadinya ensefalopati dan
penurunan kesadaran yang merupakan salah satu komplikasi pada pasien sepsis.

EGDT di mulai dengan regimen 3-hour bundle, yaitu pemberian resusitasi cairan awal
dengan kristaloid dengan dosis 30 mL/kgBB pada pasien yang dicurigai hipovolemik atau
kadar laktat >4 mmol/L. Fluid challenge pada EGDT ini memerlukan 4 komponen: cairan
yang diberikan, kecepatan cairan infus, target terapi, misalnya MAP/laju jantung; dan batas
keamanan. Fluid challenge adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan periode
pemberian cairan awal yang responsnya dievaluasi secara hati-hati. Fluid challenge dapat
diulang sampai terjadi perbaikan pada tekanan darah, perfusi jaringan atau ditemukan tanda
terjadinya edema paru atau pemberian cairan lebih lanjut gagal untuk meningkatkan perfusi
jaringan.

Apabila 3-hour bundle tidak dapat memperbaiki perfusi jaringan, maka regimen 6-hour
bundle harus dilaksanakan dengan target untuk mencapai tekanan vena sentral 8-12 mmHg
pada pasien dengan napas spontan atau 8-15 mmHg pada pasien dengan ventilasi mekanik
(1 mmHg setara dengan 1,3 cm H2); tekanan arteri rerata >65 mmHg; saturasi oksigen vena
sentral >70 mmHg, dan produksi urin >0,5 mL/kg/jam.
Pemasangan kateter vena sentral perlu dilakukan pada sebagian besar pasien sepsis dan
syok septik karena dengan pemasangan kateter vena sentral ini dapat dilakukan
pengukuran tekanan vena sentral dan saturasi vena sentral. Fluid challenge dengan
kristaloid 1000 mL atau koloid 300-500 mL dalam 30 menit dapat diulang sepanjang terjadi
perbaikan hemodinamik dan harus dilakukan dibawah pengawasan yang ketat untuk
menghindari terjadinya overloading cairan.

Target resusitasi berikutnya adalah tekanan arteri rerata >65 mmHg; bila tekanan vena
sentral telah tercapai, tetapi tekanan arteri rerata belum tercapai, maka dapat diberikan
vasopresor. Vasopresor pilihan utama yang dapat digunakan adalah norepinephrine hingga
0,03 unit/menit dengan tujuan untuk meningkatkan tekanan arteri rerata. Alternatif
vasopresor lainnya adalah dopamin, khususnya pada pasien yang berisiko rendah terjadinya
takikardi.

Parameter lain yang tidak kalah penting untuk diperhitungkan sebagai parameter klinis
dalam resusitasi dini pada sepsis berat dan syok septik adalah saturasi vena sentral
(ScvO2). Men-targetkan SCVO2 sebagai parameter resusitasi dini berdasarkan beberapa
studi menunjukkan penurunan angka mortalitas pada pasien dengan syok septik. Target
ScvO2 yang harus dicapai adalah 70% dengan asumsi pengiriman oksigen ke jaringan akan
tercukupi. Apabila tekanan vena sentral dan tekanan arteri rerata sudah tercapai, namun
ScvO2 belum tercapai, maka dapat dilakukan optimalisasi hematokrit hingga 30% dan
apabila hematokrit sudah tercapai, namun ScvO2 belum tercapai, maka dapat ditambahkan
dengan inotropik, seperti dobutamin. Dengan terkoreksinya hipoperfusi jaringan, diharapkan
produksi urin akan meningkat >0,5 mL/kg/jam pada pasien yang belum mengalami acute
kidney injury (AKI).

Selain itu, evaluasi resusitasi cairan pada sepsis berat dan septik syok juga dapat di nilai
berdasarkan parameter Pv-aCO2. Pv-aCO2 adalah perbedaan karbondioksida arteri
terhadap vena. Parameter ini menggambarkan ke-adekuatan aliran darah selama fase syok.
Berdasarkan penelitian terbaru, Pv-aCO2 yang meningkat menunjukkan pasien sepsis yang
belum teresusitasi dengan adekuat meskipun sudah menunjukkan tercapainya target
metabolisme oksigen. Hal ini menunjukkan bahwa Pv-aCO2 dapat digunakan sebagai
marker perfusi global karena kemampuannya mendeteksi adanya gangguan aliran
darah.(MAJ)

SKDI

3B : Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.

ANMAL

1. Mengapa dan bagaimana terjadi penurunan kesadaran ?


Jawab : karena terjadinya hipoperfusi ke serebral

2. Bagaimana pemberian terapi oksigen pada kasus ?


Jawab : suplementasi oksigen dengan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik

3. Bagaimana keterkaitan akral hangat merah dengan kasus ?


Jawab : outcome dari syok septik bergantung terhadap golden time. Manifestasi syok
septik berbeda antara pasien dewasa dan pediatric. Sekitar 90% pada pasien dewasa
bermanifestasi sebagai “hyperdinamic shock syndrome” (Warm Shock).

Gejala dini: Fase Hipodinamik:


1) Hiperventilasi 1) Tekanan vena sentral menurun
2) Tekanan vena sentral meninggi 2) Hipotensi
3) Indeks jantung naik 3) Curah jantung berkurang
4) Alkalosis 4) Vasokonstriksi perifer
5) Oligouria 5) Daerah akral dingin
6) Hipotensi 6) Asam laktat meninggi
7) Daerah akral hangat 7) Keluaran urin berkurang
8) Tekanan perifer rendah
9) Laktikasidosis

4. Bagaimana hubungan pemeriksaan disability dengan kasus ?


Jawab :

You might also like