Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Billy Dema Justia Wahid (030.14.031)
Dhana Xaviera Blanca (030.14.050)
M. Rifqy Patta Ariq (030.13.115)
Paruhum Rico Yohanes (030.12.300)
Pembimbing:
dr. Arif Gunawan, Sp.PD
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah suatu gangguan autoimun
yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah
perifer kurang dari 150.000/mL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem
retikuloendotel terutama limpa.1
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah kelainan akibat
trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang
diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun
karena itu disebut juga sebagai autoimmune thrombocytopenic purpura. 2
2.2 Etiologi
Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi
melalui pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel
trombosit mati.3 Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana
tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam
kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri
atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP,
antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah tubuhnya sendiri.4
Sumsum tulang adalah jaringan lembut, kenyal yang berada di tengah
tulang panjang dan bertanggung jawab untuk membuat sel-sel darah, termasuk
trombosit. Meskipun pembentukan trombosit di sumsum tulang meningkat,
persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh.
Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun
tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda
asing yang masuk ke dalam tubuh. Sedangkan pada ITP, sistem imun
melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet
dalam tubuh masih belum diketahui.1
2.4 Patofisiologi
Pada ITP masa hidup trombosit memendek jadi beberapa jam. Trombosit
memiliki Platelet Associated Antigen yang akan merangsang pembentukan
autoantibodi IgG di limpa, sumsum tulang, dan jaringan limfoid lain. Trombosit
yang diselimuti autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan di
limpa dan di hati yang menyebabkan destruksi trombosit secara prematur dari
sirkulasi setelah berikatan dengan reseptor Fcγ yang diekspresikan oleh makrofag
jaringan dan sistem retikuloendotel di limpa dan sumsung tulang. Limpa
merupakan organ utama tempat destruksi trombosit karena 1/3 jumlah darah
terjadi pooling dan tempat utama terjadinya sintesis autoantibodi.5
Pada sebagian besar pasien akan terjadi kompensasi peningkatan trombosit,
tapi pada beberapa pasien produksi trombosit tetap terganggu. Jika antibodi
melekat pada Megakaryocyte Associated Antigen maka akan mempengaruhi
trombopoiesis. Massa megakariosit total dan perputaran trombosit meningkat
secara sejajar menjadi sekitar 5 x normal.5
Pada Gambar 2.1 dijelaskan patofisiologi terjadinya ITP: 6
a. Pada awalnya glikoprotein IIb / IIIa yang dikenali pertama kali oleh
autoantibodi sedangkan antibodi yang mengenali glikoprotein Ib / IX
belum terbentuk.
b. Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji
antigen (makrofag atau dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian akan
mengalami proses internalisasi dan degradasi.
c. Sel penyaji antigen akan merusak glikoprotein IIb / IIIa dan memproduksi
epitop kriptik dari glikoprotein trombosit yang lain.
d. Sel penyaji antigen kemudian akan menjadi teraktivasi
e. Sel penyaji antigen teraktivasi akan mengekspresikan peptida baru pada
permukaan sel dengan bantuan kostimulasi (interaksi CD 154 dan CD 40)
dan sitokin yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4+ T cell
clone (T-cell clone 1) dan spesifisitas tambahan (T-cell clone 2).
f. Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali antigen trombosit (B-
cell clone 2) akan menginduksi proliferasi dan sintesis antibodi
antiglikoprotein Ib / IX dan meningkatkan produksi antibodi
antiglikoprotein IIb / IIIa oleh B-cell clone 1.6
Gambar 1.1 Patofisiologi ITP
Gambar 1.2 Patofisiologi ITP5
2.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari idipatik trombositosis purpura adalah meningkatnya
perdarahan akibat menurunnya jumlah platelet. Bentuk perdarahan dalam7
1. Purpura. Perdarahan yang terjadi pada kulit dan membran
mukosa (seperti di dalam mulut) yang berwarna keunguan. Lebam
yang tidak jelas penyebabnya.
5. Mimisan
7. Hematuria
2.6 Klasifikasi
Berdasarkan onset penyakit ITP dibedakan tipe akut dan kronik8
a. ITP akut.
2.7 Diagnosis
Pada anamnesis didapatkan umumnya pasien ITP tampak sehat, namun tiba-
tiba mengalami perdarahan pada kulit (petekie atau purpura) atau pada mukosa
hidung (epistaksis).9 Perlu juga dicari riwayat tentang penggunaan obat atau
bahan lain yang dapat menyebabkan trombositopenia. Obat-obat yang dapat
menyebabkan trombositopeni adalah obat yang dapat menurunkan produksi
trombosit seperti obat-obat kemoterapi, Thiazide, Alkohol, Estrogen,
Kloramfenikol, dan radiasi, juga obat yang dapat meningkatkan destruksi
trombosit seperti Sulfonamid, Quinidine, Quinine, Carbamazepin, Asam valproat,
Heparin, dan Digoksin. Obat-obat yang berhubungan dengan perubahan fungsi
trombosit, Aspirin, dan Dipiridamol.9,10 Riwayat keluarga umumnya tidak
didapatkan.9
Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya perdarahan
tipe trombosit (platelet-type bleeding), yaitu petekie, purpura, perdarahan
konjungtiva, atau perdarahan mukokutaneus lainnya.11,12 Perlu dipikirkan
kemungkinan suatu penyakit lain, jika ditemukan adanya pembesaran hati dan
atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit teraba pada lebih kurang 10% anak
dengan ITP.9,11,12
Selain trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak dengan
ITP umumnya normal sesuai umurnya. Pada lebih kurang 15% penderita
didapatkan anemia ringan karena perdarahan yang dialaminya.13 Pemeriksaan
hapusan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
pseudotrombositopenia, sindrom trombosit raksasa yang diturunkan (inherited
giant platelet syndrome), dan kelainan hematologi lainnya.11,14 Trombosit yang
imatur (megatrombosit) ditemukan pada sebagian besar penderita. Pada
pemeriksaan dengan flow cytometry terlihat trombosit pada ITP lebih aktif secara
metabolik, yang menjelaskan mengapa dengan jumlah trombosit yang sama,
perdarahan lebih jarang didapatkan pada ITP dibanding pada kegagalan sumsum
tulang.14,15
Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang pada anak dengan dugaan ITP, masih
menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ahli. Umumnya pemeriksaan ini
dilakukan pada kasus-kasus yang meragukan, namun tidak pada kasus-kasus
dengan manifestasi klinis yang khas. Pemeriksaan sumsum tulang dianjurkan pada
kasus-kasus yang tidak khas, misalnya pada13-15
• Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya
demam, penurunan berat badan, kelemahan, nyeri tulang, pembesaran hati
dan atau limpa.
• Kelainan eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan darah tepi
• Kasus yang akan diobati dengan steroid, baik sebagai pengobatan awal
atau yang gagal diterapi dengan imunoglobulin intravena.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada penderita ITP adalah mengukur
antibodi yang berhubungan dengan trombosit (platelet-associated antibody)
dengan menggunakan direct assay. Namun pemeriksaan ini juga belum dapat
membedakan ITP primer dengan sekunder, atau anak yang akan sembuh dengan
sendirinya dengan yang akan mengalami perjalanan menjadi kronis9,14 .Diagnosis
ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia
yang lain. Bentuk sekunder kelainan ini didapatkan bersamaan dengan systemic
lupus erythematosus (SLE), sindroma antifosfolipid, leukemia atau limfoma,
defisiensi IgA, hipogamaglobulinemia, infeksi HIV atau hepatitis C, dan
pengobatan dengan heparin atau quinidine.14,15
2.8 Tatalaksana
Bertujuan mempertahankan hitung trombosit di atas batas ketika memar
spontan atau perdarahan terjadi dengan intervensi minimal. Hitung trombosit >
50.000 / µl tidak memerlukan pengobatan.
Disebut ITP refrakter jika terdapat:
1) ITP menetap > 3 bulan
2) Pasien gagal berespon dengan splenektomi
3) Hitung trombosit < 30.000 / µl
b. Umum (dewasa dan anak-anak)
1) Kortikosteroid
Prednisolon 1 mg/kgBB setiap hari, lalu dosis diturunkan perlahan setelah 10
– 14 hari. Pada pasien dengan respon buruk, dosis diturunkan lebih lambat.
Pada keadaan gawat darurat dan terdapat gejala neurologis, perdarahan
internal, atau bedah darurat diberikan Metilprednisolon 30 mg/kgBB/hari
maksimal 1 gr/hari selama 2 – 3 hari, diberikan intravena selama 20 – 30
menit bersamaan dengan immunoglobulin intravena 1 gr/kgBB/hari selama 2
– 3 hari.
2) Splenektomi
Dianjurkan pada pasien yang tetap mempunyai hitung trombosit < 30.000 /
µl setelah terapi kortikosteroid 3 – 6 bulan atau pasien yang membutuhkan
kortikosteroid dosis terlalu tinggi untuk mempertahankan hitung trombosit >
30.000 / µl.
3) Imunoglobulin intravena dosis tinggi
Dosis 400 mg/kgBB/hari selama 5 hari atau 1 gr/kgBB/hari selama 2 hari.
Dianjurkan pada pasien ITP yang mengalami perdarahan mengancam jiwa,
pada ITP refrakter terhadap steroid, saat kehamilan, atau sebelum
pembedahan. Imunoglobulin ini bekerja dengan cara menghambat reseptor Fc
pada makrofag atau modifikasi produksi antibodi.
4) Obat imunosupresif
Vinkristin, cyclophosphamide, azatioprin atau cyclosporine secara sendiri
atau kombinasi. Dianjurkan untuk pasien yang tidak berespon baik terhadap
kortikosteroid dan splenektomi.
Dosis Vinkristin 1 atau 2 mg intravena, Vinblastin 5 – 10 mg setiap minggu
selama 4 – 6 minggu.
Dosis Azathioprin 2 mg/kgBB maksimal 150 mg/hari P.O, bila 3 bulan tidak
ada respon maka obat dihentikan, namun jika ada respon sampai 3 bulan
turunkan sampai dosis terkecil.
Dosis cyclophosphamide 50 – 100 mg P.O atau 200 mg/IV/bulan selama 3
bulan.
5) Imunoglobulin anti-D intravena
Dosis 50 – 75 µg/kgBB/hari intravena. Mekanisme kerja anti-D yakni
destruksi sel eritrosit rhesus D-positif yang dibersihkan oleh RES di lien dan
bersaing dengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc
reseptor blokade.
6) Danazol
Dosis 200 mg P.O 4 kali sehari selama 6 bulan. Fungsi liver harus diperiksa
setiap bulan. Jika respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal
minimal 1 tahun lalu diturunkan 200 mg/hari setiap 4 bulan
7) Transfusi trombosit
Dianjurkan untuk pasien yang mengalami perdarahan akut yang mengancam
jiwa. Tambahan transfusi trombosit hanya bertahan selama beberapa jam.
c. Pada wanita hamil
1) Hitung trombosit > 50.000 / µl saat kehamilan tidak memerlukan teapi rutin
dan tidak diberikan glukokortikoid dan immunoglobulin intravena sebagai
terapi inisial
2) Hitung trombosit 30.000 - 50.000 / µl pada trimester 1 sampai 2 tidak
memerlukan terapi rutin inisial
3) Hitung trombosit 10.000 – 30.000 / µl pada trimester 2 atau 3 dan yang
memiliki hitung trombosit < 10.000 / µl memerlukan terapi inisial
4) Kortikosteroid dapat mengeksaseberasi diabetes gestasional, kehilangan
tulang, hipertensi
5) Splenektomi harus dihindari karena dapat menyebabkan aborsi, kecuali jika
dilakukan pada trimester 2 dengan hitung trombosit pasien < 10.000 / µl yang
mengalami perdarahan
6) Danazol, cyclophosphamide, vincra alkaloid harus dihindari karena
teratogenik
7) Gunakan immunoglobulin intravena untuk maintenance jika hitung trombosit
> 30.000 / µl selama kehamilan dan > 50.000 / µl saat menjelang kelahiran
untuk mencegah kebutuhan transfusi trombosit
8) Jika hitung trombosit wanita hamil > 50.000 / µl, tidak dianjurkan melahirkan
secara cesar, namun apabila hitung trombosit janin diketahui < 20.000 / µl
maka dianjurkan melahirkan secara cesar
9) Transfusi trombosit diperlukan sebagai profilaksis pada wanita hamil dengan
hitung trombosit < 10.000 / µl yang akan menjalani operasi cesar atau yang
memiliki epistaksis atau perdarahan membran mukosa lainnya dan diduga
akan melahirkan secara pervaginam
Gambar 2.7 Terapi ITP
Gambar 2.8 Terapi ITP
Gambar 2.9 Mekanisme Kerja Terapi ITP
2.9 Komplikasi
• Perdarahan intrakranial (pada kepala). Ini penyebab utama kematian
penderita ITP.
• Kehilangan darah yang luar biasa
• Efek samping dari kortikosteroid
• Infeksi pneumococcal. Infeksi ini biasanya didapat setelah pasien
mendapat terapi splenektomi. Si penderita juga umumnya akan mengalami
demam sekitar 38,8 C.
2.10 Prognosis
Respon terapi 50 -75 % dengan kortikosteroid. Pasien ITP dewasa
sebagian kecil mengalami remisi spontan. Penyebab mortalitas apabila terjadi
perdarahan intrakranial yang terdapat dari 1 % perdarahan berat, insiden
mortalitas sekitar 2,2 % untuk pasien berusia > 40 tahun dan sampai 4,7 % untuk
pasien berusia > 60 tahun.
BAB III
KESIMPULAN