You are on page 1of 4

- Letak

Wilayah Pengelolaan Perikanan 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat
Sumatera dan Selat Sunda. Secara administrasi, WPP 572 di sebelah utara berbatasan dengan
batas terluar ZEE Indonesia – India; di sebelah timur berbatasan dengan pantai barat Pulau
Sumatera; di sebelah selatan berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia – Australia; dan di
sebelah barat berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia di Samudera Hindia sebelah Barat
Sumatera. Secara umum, WPP 572 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE
Indonesia – India; di sebelah timur berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia – India ditarik
garis ke Selatan menyusuri batas WPP 571 hingga perbatasan antara Kota Banda Aceh dan Kab.
Aceh Besar, Prov. Aceh Darussalam, selanjutnya ditarik garis menyusuri pantai Barat P.
Sumatera hingga perbatasan antara Kab. Lampung Timur dan Kab. Tulangbawang, Prov.
Lampung; di sebelah selatan berbatasan dengan garis menyusuri batas WPP 712 hingga
perbatasan antara Kab. Serang – Kota Cilegon, Jawa Barat, ditarik garis ke Selatan menyusuri
pantai hingga Tanjung Guhakolak di Kab. Pandeglang, Prov. Banten hingga batas terluar ZEE
Indonesia – Australia; dan di sebelah barat berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia di
Sumatera Hindia di sebelah Barat pulau Sumatera. Berdasarkan analisis terhadap semua
parameter, diperoleh penilaian kondisi ekosistem WPP 572 pada masing-masing indikator yaitu
habitat 187.50 (sedang), sumberdaya ikan 200.00 (sedang), teknis penangkapan ikan 200.00
(sedang), sosial ekonomi 171.42 (sedang) dan kelembagaan 200.00 (sedang). Hasil analisis
komposit agregat semua indikator menunjukkan nilai 191.78, dimana kondisi ekosistemnya
adalah ‘SEDANG’ atau warna flag kuning. Kemudian analisis lebih detail, dapat dilihat pada
masing-masing WPP berdasarkan indikatornya.
Peraturan Mentri KKP no. 18 tahun 2018, WPP 2 atau yang dikenal juga dengan nama
WPP-RI 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda.

Gambar 1. Peta WPP Indonesia (warna hijau daun menunjukan wilayah WPP 572 atau WPP 2)
Wilayah perairan WPP 572 yang berada di wilayah barat perairan Sumatera dan Selat
sunda memiliki karakteristik wilayah perairan yang hampir sama dengan wilayah perairan
lainnya yang berada di Samudera Hindia. Wilayah perairan Ini kaya akan plankton mengingat
wilayah perairan ini merupakan salah satu wilayah perairan yang dilalui oleh ocean conveyer
belt. WPP 572 ini juga memiliki topografi wilayah perairan yang menjurang dan memiliki
wilayah terumbu karang yang cukup luas yang dapat ditemukan di lepas pantai Sumatera Barat.
Di pulau-pulau kecil yang berada di lepas pantai Sumatera Barat, wilayah perairan ini
mempunyai beberapa titik dimana penyu akan bertelur seperti di pulau Mentawai dan pulau-
pulau lainnya.
Wilayah perairan ini juga memiliki angka pencemaran yang rendah terutama pencemaran
plastik yang berada di laut. Sesuai dengan data tabel analisis komposit indikato habitat WPP-572
yang dikeluarkan oleh KKP, tingkat pencemaran yang ada di wilayah perairan ini mempunyai
nilau 42,86 atau dapat dikatakan pencemaran rendah.

- Persebaran Biota Laut


WPP 572 juga mempunyai keragaman biota yang cukup besar yang meliputi ikan
demersal, ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar, cumi-cumi dan udang.
Ikan demersal yang tersebar di wilayah perairan ini tidak begitu besar dibandingkan
dengan biota laut lainnya dikarenakan topografi pantainya yang terjal dan dipengaruhi oleh
massa air tawar dari sungai besar dan kecil yang bermuara ke Samudera Hindia sebelah barat
Sumatera. Daerahpenyebaran ikan karang ekonomis terutama terdapat di perairan sekitar Pulau
Weh,Kepulauan Simeuleu, sebelah barat Padang dan Bengkulu serta sekitar Pulau Enggano.
Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap (DJPT, 2012), produksi ikan demersal di WPPRI 572
pada tahun 2011 yang paling tinggi adalah jenis peperek yaitu 10.202 ton atau7,7% total
produksi ikan demersal yang besarnya 131.698 ton. Berturut-turut diikutioleh ikan kakap merah
sebanyak 6,1 %, kurisi 6,0%, layur 5,7%, manyung 5,4% danjenis lainnya kurang dari 5%.
Sumber daya udang yang terdapat di WPP ini tergolong melimpah dengan persebarannya
yang meliputi hampir seluruh pesisir barat Sumatera, dengan engan daerah pemusatan
penangkapan udang terdapat di perairan Meulaboh, Sibolga dan Air Bangis, masing-masing
seluas 900 km2 serta perairan Mukomuko sampai Manna dengan luas 1.500 km2.
Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap tahun 2012, komposisi jenis udang di WPP-RI
572 pada tahun 2011 didominasi oleh kelompok jenis udang dogol (Metapenaeus spp.) sebesar
48,6% dari total produksi udang penaeid yang besarnya 35.130 ton, diikuti olehkelompok udang
jerbung (P. merguiensis, P. indicus) 31,5%, udang krosok (Parapenaeopsis spp.) 9,1%, udang
windu (P. monodon, P. semisulcatus) 2,1% dan udang ratu (Penaeussp.)1,8%. Selain itu Jenis-
jenis lobster yang terdapat di WPP-RI 572, antara lain lobster pasir (Panulirus homorus), lobster
batu (Panulirus penicillatus), lobster batik (Panulirus longipes), lobster hijau (Panulirus
versicolor), lobster bambu (Panulirus polyphagus), lobster mutiara (Panulirus ornatus).
Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap, produksi lobster tahun 2011 di WPP-RI 572 sebesar
3.071 ton dan menunjukkan kecenderungan yang meningkat sejak tahun 2006.
Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP 572 berada di sebelah Barat Aceh
meliputi perairan sekitar Kepulauan Banyak, Singkil sampai Pulau Simelue, sedangkan di
perairan pantai Tapanuli Tengah meliputi Sorkam, Barus, dan sekitarnya. Pada perairan sebelah
barat Sibolga meliputi Teluk Tapanuli, Pulau Mursala, dan sekitarnya. Perairan Tapanuli Selatan;
Natal, Sikara-kara, Pulau Ilik, dan sekitarnya. Perairan Tapanuli Tengah yang berbatasan dengan
wilayah Sumatera Barat; Pulau Pini, Kepulauan Batu, Pulau Telo dan sekitarnya. Selain itu juga
terdapat di perairan Bengkulu sampai Manna.
Berdasarkan data hasil tangkap 2011 yang dikeluarkan oleh KKP, jenis ikan pelagis kecil
yang dominan tertangkap pada tahun 2011 adalah kembung (Rastrelliger spp), teri (Stolephorus
spp.), selar (Selaroides spp.), layang (Decapterus spp.), tembang (Dussumieria spp.) dan lemuru
(Sardinella spp.) yang masing-masing mengkontribusi 29,1 %, 17,8%, 8,2%, 7,3% 6,2% dan 3,8
% dari total hasil tangkapan yang didaratkan di WPP-RI 572.
Sumberdaya cumi-cumi merupakan salah satu jenis sumberdaya perikanan laut yang
penting. Produksi cumi-cumi di WPP-RI 572 pada tahun 2011 sebesar 8.892 ton atau 42,9% dari
total produksi binatang lunak yang besarnya mencapai 20.930 ton. Alat tangkap yang utama
untuk menangkap cumi-cumi adalah bagan apung, bagan tancap, dan pancing cumi-cumi,
kadang-kadang tertangkap juga dengan pukat ikan. Bagan apung jumlahnya relatif banyak dan
selalu mendominasi hasil tangkapan cumi-cumi dibandingkan dengan alat tangkap lainnya di
perairan sebelah Barat Sumatera.
Sumberdaya ikan pelagis besar menyebar di barbagai area terutama lepas pantai pada
kedalaman lebih dari 100 m. Penangkapan ikan pelagis besar dilakukan di lepas pantai Aceh,
Sibolga, Padang, Bengkulu, Manna sampai perairan barat Lampung. Kelompok jenis ikan
pelagis besar terdiri dari jenis-jenis ikan pelagis berukuran relative besar, tidak termasuk jenis
ikan tuna, tongkol dan cakalang. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap (DJPT, 2012),
produksi ikan pelagis besar di WPP-RI 572 pada tahun 2011 sebesar 34.214 ton. Produksi
tersebut didominasi oleh jenis ikan tenggiri (42,9% dari total produksi ikan pelagis besar), diikuti
oleh tenggiri papan 19,2%, cucut lanyam 15,8%, setuhuk hitam 9,1%, lemadang 5,3% dan
lainnya luring dari 5%.

- Potensi
Wilayah perairan WPP 572 juga memiliki potensi sumber daya laut yang cukup besar
mengingat wilayah perairan ini merupakan salah satu wilayah perairan Indonesia yang belum
banyak dieksplorasi untuk potensi sumber daya alam lainnya.
Menurut Ali Suman, et al. (2017) Potensi sumber daya perikanan di Indonesia merupakan
modal penting bagi peningkatan kemakmuran bangsa. Menurut kajian yang dilaksanakan oleh
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Indonesia memiliki potensi sumber daya ikan
sebesar 9.931 juta ton setiap tahunnya dengan WPP 572 atau WPP 2 yang mencakup Samudera
Hindia sebelah barat Sumatera Sunda menyumbang 12% dari angka tersebut (1,228 juta ton per
tahunnya).
Wilayah WPP-572 ini juga merupakan habitat dari biota-biota laut yang terancam punah
seperti ikan napoleon, terumbu karang, dan biota lainnya. Apabila dapat dikonservasi dengan
baik maka tidak tertutup kemungkinan bahwa spesies-spesies ini dapat berkembang dan tidak
terancam dengan kepunahan.
Wilayah perairan ini juga dapat menjadi sebuah tempat ekowisata. Topografinya yang
mempunya wilayah perairan pantai yang terjal dan disertai dengan persebaran terumbu karang
yang luas, wilayah perairan ini cocok dijadikan tempat diving lepas pantai.
- Permasalahan dan Tantangan
Coral bleaching atau pemutihan karang merupakan salah satu permasalahan yang sedang
dihadapi oleh WPP-572 ini. Menurut artikel yang dipublikasikan oleh republika.com, 70% dari
total ekosistem terumbu karang yang berada di wilayah perairan lepas pantai Sumatera Barat
sendiri telah mengalami pemutihan atau coral bleaching.
Permasalahan lainnya yang ada di wilayah perairan WPP-572 adalah eksploitasi laut yang
berlebih. Menurut studi yang dipublikasikan oleh greenpeace yang berjudul “Laut Indonesia
Dalam Krisis”, eksploitasi ikan pelagis kecil, udang, dan demersal di perairan WPP-572 telah
mencapai titik penangkapan berlebih (overfishing) yang mengakibatkan jumlah populasi ikan
dan udang di wilayah perairan ini mengalami penurunan yang drastis pada 2011.
WPP-572, bersama dengan WPP lainnya yang berbatasan dengan negara lain seperti
WPP-571, WPP-711, dan WPP-716 tidak jarang kedatangan tamu yang tidak diundang yaitu
kapal nelayan dari negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Dengan kedatangan nelayan
asing ke wilayah perairan Indonesia mengakibatkan kerugian negara mencapai 200 triliun setiap
tahunnya.
Permasalahan lain yang dihadapi oleh wilayah perairan ini adalah kegiatan penangkapan
dengan alat pancing illegal seperti pukat dan bom. Wilayah perairan WPP-572 merupakan salah
satu WPP terluas di Indonesia, ini mengakibatkan jumlah ikan menurun drastis. Kegiatan
penangkapan ilegal menggunakan pukat dan bom juga merusak habitat dari biota laut yang
berada di wilayah perairan ini yang dapat mengakibatkan keseimbangan ekosistem di wilayah ini
terganggu.

You might also like