You are on page 1of 24

Amendemen

Amendemen adalah perubahan resmi dokumen resmi atau catatan tertentu, terutama untuk
memperbagusnya. Perubahan ini dapat berupa penambahan atau juga penghapusan catatan yang
salah, tidak sesuai lagi. Kata ini umumnya digunakan untuk merujuk kepada perubahan pada
perundang-undangan sebuah negara (amendemen konstitusional). Konstitusional merupakan
prinsip-prinsip dasar politik serta hukum yang mencangkup struktur , prosedur, serta
kewenangan/hak serta kewajiban. Karena itu, konstitusional sangat berhubungan erat dengan
amandemen karena bertujuan untuk memperbaiki suatu catatan/dokumen penting suatu negara
yang mencangkup bentuk, struktur, prosedur, agar lebih baik dari sebelumnya.

Pengertian Definisi Amandemen


Amandemen adalah proses perubahan terhadap ketentuan dalam sebuah peraturan.
Berupa penambahan maupun pengurangan/penghilangan ketentuan tertentu. Amandemen hanya
merubah sebagai ( kecil ) dari peraturan. Sedangkan penggantian peraturan terhadap ketentuan
dalam UUD 1945.
Amandemen UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 kali. Keempat tahap amandemen tersebut adalah
sebagai berikut:

 Amandemen pertama: dalam sidang umum MPR oktober 1999


 Amandemen kedua: dalam sidang tahunan MPR tahun 2000
 Amandemen ketiga: dalam sidang tahunan MPR oktober 2001
 Amandemen keempat: dalam siding tahunan MPR Agustus 2002

A. Amandemen pertama menyakut 5 persoalan pokok. Kelima persoalan itu meliputi:

- perubahan tentang lembaga pemegang kekuasaan membuat undang-


undang
- perubahan tentang masa jabatan presiden
- perubahan tentang hak prerogative presiden
- perubahan tentang fungsi menteri
- perubahan redaksional
B. Amandemen kedua dilakukan terhadap 9 persoalan. Kesembilan persoalan
tersebut meliputi pengaturan mengenai:
- Wilayah Negara
- hak hak asasi manusia
- DPR
- Pemerintahan Daerah
- Pertahan dan keamanan
- Lambang Negara
- Lagu kebangsaan
C. Amandemen ketiga berkenaan dengan 16 persoalan pokok. Persoalan itu meliputi:
- Kedaulatan rakyat
- tugas MPR
- syarat syarat presiden dan wakil presiden
- Pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung
- pemberentian Presiden
- Presiden berhalangan tetap
- kekosongan wakil presiden
- perjanjian internasional
- kementrian Negara
- DPD
- Pemilihan umun
- APBN,pajak dan keuangan Negara
- Badan pemeriksa keuangan
- Kekuasaan kehakiman dan Mahkamah Agung
- Komisi yudisial
- Mahkamah Konstitusi
D. Amandemen keempat berkenaan dengan 12 persoalan. Persoalan tersebut adalah:
- komposisi keanggotaan MPR
- pemilu presiden dan wakil presiden
- presiden dan wakil presiden tidak dapat menjalankan kewajiban dalam masa jabatan
secara bersamaan
- dewan pertimbangan yang bertugas member nasihat presiden
- mata uang
- Bank sentral
- badan badan lain dalam kekuasan kehakiman
- Pendidikan
- Kebudayaan

Bagi pendukungnya, amandemen tersebut dinilai sebagai keberhasilan. Tidak demikian halnya
bagi penentangnya. Menurut mereka, semestinya UUD 1945 ( konstitusi 1 ) tidak perlu
diamandemenkan.

Amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan tentang identifikasi perubahan kelembagaan,
dilakukan sesuai keperluan dan peka zaman. Ini berati aturan yang dibuat oleh DPR harus
sisosialisasikan pada rakyat sebelum disahkan. Apakah sesuai dengan norma dan sesuai dengan
zamannya.

Sebelum diamandemen, identifikasi kelembagaan miliki beberapa tugas yang sangat berbeda
pasca amandemen. MPR misalnya, lembaga ini miliki tugas dengan kewanangan tak terbatas.
Bisa dibilang yakni superpower.

Salah satu tugas MPR sebelum amandemen yakni memilih presiden. Dalam praktek kenegaraan,
MPR bisa memilih presiden untuk seumur hidup. Presiden terpilih ini bisa dipilih secara terus
menerus hingga tujuh kali.

Dengan amandemen yang ke-4, kewenangan di atas secara otomatis luntur. MPR dihilangkan
kewenangan supremasinya, menghilangkan kewenangan menetapkan GBHN, menghilangkan
kewenangan memilih presiden (dipilih rakyat), dan namun tetap miliki kewenangan menetapkan
dan mengubah UUD.

Dalam kurun waktu 1999 hingga 2002, UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan atau
amandemen. Perubahan ini ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR.
Perubahan pertama pada Sidang Umum MPR 1999, perubahan kedua pada Sadang tahunan MPR
2000, amandemen ketiga pada Sidang Tahunan MPR 2001, dan amandemen ke-4 pada Sidang
Tahunan MPR 2002.

Amandemen atau perubahan yang ada dilakukan guna mengubah susunan lembaga-lembaga
dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Sesuai tertulis di awal, amandemen ini
dilakukan agar tidak menyimpang dan disesuaikan dengan kondisi zamannya.

Undang-Undang Dasar 1945 adalah konstitusi Republik Indonesia. UUD1945 menjadi hukum
dasar sejak disahkan 18 Agustus 1945 telah mengalami beberapa kali amandemen. Konstitusi
Indonesia juga mengalami beberapa kali pergantian, Pada awal kemerdekaan hingga tahun 1949
konstitusi yang berlaku adalah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Kemudian ketika bangsa Indonesia menghadapi ancaman Belanda yang datang kembali dan
melakukan agresi militer, Indonesia akhirnya harus mengganti konstitusinya menjadi Undang-
undang Republik Indonesia Serikat. Setelah bentuk negara Indonesia kembali menjadi negara
kesatuan pada tahun 1950, Indonesia menggunakan UUD Sementara sebagai konstitusi. Banyak
terjadi usaha pemberontakan di daerah-daerah walau bentuk negara telah kembali menjadi
negara kesatuan hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden 1959 yang
isinya mengembalikan konstitusi Indonesia menggunakan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945. yang hingga kini masih digunakan dengan beberapa
perubahan/amandemen

Perubahan dilakukan terhadap pasal-pasal Undang-undang dasar 1945 tanpa mengubah


Pembukaan UUD 1945, Bentuk negara NKRI, dan sistem pemerintahan Presidensiil.

Periode Amandemen UUD 1945 yang tersadi sampai saat ini:

Amandemen PertamaUUD 1945, Sidang Umum MPR 19 Oktober 1999


Amandemen Kedua UUD 1945, Sidang Tahunan MPR 18 Agustus 2000
Amandemen Ketiga UUD 1945, Sidang Tahunan MPR 10 November 2001
Amandemen KeempatUUD 1945, Sidang Tahunan MPR 10 Agustus 2002

Sejarah Amandemen UUD 1945

September 29th, 2012 Admin 25376 Views 0 Comments

Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum UUD 1945 ayat 1, undang-undang dasar suatu
negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu. Dimaksud hanya sebagian adalah
karena selain UUD (hukum tertulis) juga berlaku hukum tidak tertulis. Sebagai konstitusi negara
Indonesia UUD 1945 berada di posisi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan. Semua
hukum yang berlaku di Indonesia haruslah sesuai dan berintisari dari UUD 1945. Akan tetapi
biar bagaimanapun UUD 1945 adalah hukum yang di ciptakan manusia dan tidak dapat
dikatakan sempurna. Setidaknya telah ada 4 sejarah amandemen UUD 1945.

Sebelum membahas sejarah amandemen UUD 1945 mungkin ada baiknya kita sedikit
mengulang bahasan sebelumnya tentang perbandingan undang-undang dasar sebelum dan
sesudah amandemen. Di sana saya sempat menjelaskan 3 macam UUD yang telah digunakan di
Indonesia. Yang dimaksud ketiganya adalah UUD 1945, UUD RIS 1949, dan UUDS 1950.

Beruntung saat ini kita tetap menggunakan produk pendiri bangsa kita sebagai konstitusi negara,
UUD 1945. Namun dalam perjalanannya bangsa Indonesia semakin berkembang dan memiliki
kebutuhan yang lebih beragam lagi. UUD 1945 yang diposisikan sebagai dasar negara ternyata
memiliki beberapa kelemahan. Wajar saja karena dalam prosesnya penyusunan UUD 1945 ini
dilakukan dalam situasi kondisi genting, sama halnya seperti proses perumusan pancasila.

Dalam sejarah amandemen UUD 1945 terhitung sudah 4 kali UUD 1945 mengalami
amandemen (Amendment, Perubahan, tetapi bukan dalam pengertian Pergantian). Setelah 4 kali
diamandemen sebanyak 25 butir tidak dirubah, 46 butir dirubah atau ditambah dengan ketentuan
lainnya. Secara keseluruhan saat ini berjumlah 199 butir ketentuan, 174 ketentuan
baru. Mengapa harus diamandemen? Berikut ini beberapa alasan mengapa perlu dilakukan
amandemen.

Alasan dilakukan amandemen

1. Lemahnya checks and balances pada institusiinstitusi ketatanegaraan.


2. Executive heavy, kekuasaan terlalu dominan berada di tangan Presiden (hak prerogatif
dan kekuasaan legislatif)
3. Pengaturan terlalu fleksibel (vide:pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen)
4. Terbatasnya pengaturan jaminan akan HAM

Berikut ini sejarah amandemen UUD 1945 di Indonesia.

Amandemen I

Amandemen yang pertama kali ini disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999 atas dasar SU MPR
14-21 Oktober 1999. Amandemen yang dilakukan terdiri dari 9 pasal, yakni:

Pasal 5, pasal 7, pasal 9, pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal 17, pasal 20, pasal 21.

Inti dari amandemen pertama ini adalah pergeseran kekuasaan Presiden yang dipandang terlalu
kuat (executive heavy).
Amandemen II

Amandemen yang kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000 dan disahkan melalui sidang
umum MPR 7-8 Agustus 2000. Amandemen dilakukan pada 5 Bab dan 25 pasal. Berikut ini
rincian perubahan yang dilakukan pada amandemen kedua.

Pasal 18, pasal 18A, pasal 18B, pasal 19, pasal 20, pasal 20A, pasal 22A, pasal 22B, pasal 25E,
pasal 26, pasal 27, pasal 28A, pasal 28B, pasal 28C, pasal 28D, pasal 28E, pasal 28F, pasal 28G,
pasal 28H, pasal 28I, pasal 28J, pasal 30, pasal 36B, pasal 36C.

Bab IXA, Bab X, Bab XA, Bab XII, Bab XV, Ps. 36A ;

Inti dari amandemen kedua ini adalah Pemerintah Daerah, DPR dan Kewenangannya, Hak Asasi
Manusia, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan.

Amandemen III

Amandemen ketiga disahkan pada tanggal 10 November 2001 dan disahkan melalui ST MPR 1-
9 November 2001. Perubahan yang terjadi dalam amandemen ketiga ini terdiri dari 3 Bab dan 22
Pasal. Berikut ini detil dari amandemen ketiga.

Pasal 1, pasal 3, pasal 6, pasal 6A, pasal 7A, pasal 7B, pasal 7C, pasal 8, pasal 11, pasal 17,
pasal 22C, pasal 22D, pasal 22E, pasal 23, pasal 23A, pasal23C, pasal 23E, pasal 23F, pasal
23G, pasal 24, pasal 24A, pasal24B, pasal24C.

Bab VIIA, Bab VIIB, Bab VIIIA.

Inti perubahan yang dilakukan pada amandemen ketiga ini adalah Bentuk dan Kedaulatan
Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Impeachment, Keuangan Negara,
Kekuasaan Kehakiman.

Amandemen IV

Sejarah amandemen UUD 1945 yang terakhir ini disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002
melalui ST MPR 1-11 Agustus 2002. Perubahan yang terjadi pada amandemen ke-4 ini terdiri
dari 2 Bab dan 13 Pasal.

Pasal 2, pasal 6A, pasal 8, pasal 11, pasal16, pasal 23B, pasal 23D, pasal 24, pasal 31, pasal 32,
pasal 33, pasal 34, pasal 37.

BAB XIII, Bab XIV.


Inti Perubahan: DPD sebagai bagian MPR, Penggantian Presiden, pernyataan perang,
perdamaian dan perjanjian, mata uang, bank sentral, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian
nasional dan kesejahteraan sosial, perubahan UUD.

Tujuan dari dilakukannya amandemen UUD 1945 yang terjadi hingga 4 kali ini adalah
menyempurnakan aturan-aturan mendasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM,
pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang
sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Sejarah amandemen UUD 1945
yang dilakukan berdasarkan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945,
tetap mempertahankan susunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan juga
mempertegas sistem pemerintahan presidensil.

Untuk melihat UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen silahkan lihat di sini Perbandingan
UUD sebelum dan sesudah amandemen (disajikan dalam bentuk perbandingan).

SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA (Sebagai Ideologi & Dasar Negara)

30 Mei 2011 pukul 19:13

Oleh : Junaidi Farhan

Dari berbagai sumber sejarah.

Tiga setengah abad lebih, bangsa kita dijajah bangsa asing.

Tahun 1511 Bangsa Portugis merebut Malaka dan masuk kepulauan Maluku, sebagai awal
sejarah buramnya bangsa ini, disusul Spanyol dan Inggris yang juga berdalih mencari rempah -
rempah di bumi Nusantara. Kemudian Tahun 1596 Bangsa Belanda pertama kali datang ke
Indonesia dibawah pimpinan Houtman dan de Kyzer. Yang puncaknya bangsa Belanda
mendirikan VOC dan J.P. Coen diangkat sebagai Gubernur Jenderal Pertama VOC.

Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia
Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala
tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia, sebab tahun 1944,
tentara Jepang mulai kalah melawan tentara Sekutu.

Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara
Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh
Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus menerus terdesak,
maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada
bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat
Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura)
Dalam maklumat tersebut sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan
mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat
dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.

Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada
tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama tersebut yang dibicarakan khusus
mengenai dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama tersebut 2 (dua)
Tokoh membahas dan mengusulkan dasar negara yaitu Muhammad Yamin dan Ir. Soekarno.

Tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai calon dasar negara secara
lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu :

1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

Selain secara lisan M. Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yaitu :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/
Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Kemudian pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno (Bung Karno) mengajukan usul mengenai
calon dasar negara yaitu :

1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)


2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan

Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama PANCASILA, lebih lanjut Bung Karno
mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:

1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan.

Selanjutnya oleh Bung Karno tiga hal tersebut masih bisa diperas lagi menjadi Ekasila yaitu
GOTONG ROYONG.
Selesai sidang pembahasan Dasar Negara, maka selanjutnya pada hari yang sama (1 Juni 1945)
para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah
menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno
BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat
sampai dengan tanggal 20 Juni 1945.

Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas 8 orang, yaitu:

1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata dan
8. Drs. Muh. Hatta

Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota
BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujui dibentuknya sebuah
Panitia Kecil Penyelidik Usul - usul/ Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang,
yaitu: Ir. Soekarno, Drs. Muh. Hatta, Mr. A.A. Maramis, K.H. Wachid Hasyim, Abdul Kahar
Muzakkir, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, Mr. Ahmad Subardjo dan Mr. Muh. Yamin.
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini berhasil merumuskan Mukadimah Hukum
Dasar, yang kemudian dikenal dengan sebutan PIAGAM JAKARTA.

Dalam sidang BPUPKI kedua, Tanggal 10 s/d 16 Juli 1945, hasil yang dicapai adalah
merumuskan rancangan Hukum Dasar. Tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dan pada Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa
syarat kepada Sekutu, sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan mem-
Proklamasi-kan Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah
proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama :

1. Mengesahkan Rancangan Hukum Dasar dengan Preambulnya (Pembukaan)


2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang sangat panjang, sehingga sebelum
mengesahkan Preambul, Drs. Muhammad Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada
tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari
Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan
agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata KETUHANAN yang berbunyi 'dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' dihapus. Jika tidak maka rakyat
Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja
diproklamasikan.
Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para
anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan
Teuku Muh. Hasan. Bung Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan
kesatuan bangsa. Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan,
mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya
'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' di belakang kata
Ketuhanan dan diganti dengan 'Yang Maha Esa', sehingga Preambule (Pembukaan) UUD1945
disepakati sebagai berikut :

UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PEMBUKAAN (Preambule)

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-
kemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat


yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia dan Ke-rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dan untuk dapat melaksanakan PANCASILA sebagai ideologi dan dasar negara sekaligus
sebagai pandangan hidup seluruh Rakyat Indonesia, maka Pancasila diterjemahkan dalam butir -
butir Pancasila yaitu :
1. KETUHANAN YANG MAHA ESA :

 Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang


Maha Esa.
 Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
 Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
 Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
 Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
 Menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
 Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
 Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.

2. KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB :

 Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
 Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit dan sebagainya.
 Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
 Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
 Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
 Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
 Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
 Berani membela kebenaran dan keadilan.
 Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
 Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3. PERSATUAN INDONESIA :

 Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa


dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
 Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
 Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
 Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
 Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
 Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
 Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM


PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN :

 Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
 Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
 Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
 Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
 Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
 Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
 Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
 Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
 Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran
dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
 Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.

5. KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA :

 Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana


kekeluargaan dan kegotongroyongan.
 Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
 Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
 Menghormati hak orang lain.
 Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
 Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasaN terhadap
orang lain.
 Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gayA hidup
mewah.
 Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikaN kepentingan
umum.
 Suka bekerja keras.
 Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
 Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.

Konsep Dasar Hukum Tata Negara


Peristilahan dan Definisi HTN
Rangkuman
Berdasarkan analisis dari pengertian yang dikemukakan oleh para pakar asing maupun dari
dalam negeri, kiranya menambah wawasan Anda untuk memahami apakah yang dimaksud
dengan Hukum Tata Negara tersebut. Dari analisis sejumlah definisi tersebut dapat ditarik
beberapa kesimpulan, untuk dikaji lebih lanjut sebagai berikut.

1. Hukum Tata Negara merupakan hukum publik, yang memberikan landasan yuridis bagi
pembentukan struktur negara dan mekanisme pemerintahan.
2. Hukum Tata Negara memuat norma hukum yang mengatur organisasi negara sebagai
organisasi kekuasaan.
3. Hukum Tata Negara mengatur hubungan antara pemegang kekuasaan dan individu
sebagai warga negara.
4. Hukum Tata Negara memandang negara sebagai suatu organisasi yang terdiri dari
berbagai lembaga yang mendukung organisasi tersebut.

Penggunaan istilah ini selain dipengaruhi oleh kebiasaan dalam dunia akademik dan praktik,
tetapi dipengaruhi pula oleh kondisi hukum positif di negara masing-masing. Lebih dari itu
dipengaruhi pula oleh dasar-dasar serta nilai dan aspek filosofis dalam negara tersebut. Hal ini
ada kaitannya pula dengan keragamannya perumusan definisi pengertian yang dirumuskan oleh
para pakar yang terikat oleh kondisi masing-masing.

Di Indonesia istilah Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Usaha Negara masih bertahan dan
ditopang dengan kondisi yang ada serta perkembangan dalam dunia akademik maupun praktik
yang masih membedakan kedua lapangan kajian hukum ini.

Berikut ini perlu diperhatikan bahwa Hukum Negara, yaitu yang objeknya negara terdiri dari
HTN dan HTUN. Seperti telah dikemukakan bahwa untuk hal tertentu kedua lapangan hukum ini
sulit untuk dibedakan bahkan tidak dapat dipisahkan dalam kerangka studi hukum secara makro.
Namun, dapat dikemukakan bahwa ciri utama dari HTN memuat norma-norma hukum yang
mengatur tentang struktur organisasi negara dan mekanisme pemerintahan. Berbeda dengan
kaidah hukum publik lainnya yang mengatur kepentingan umum kaitannya masih dengan
perilaku manusia. Silakan Anda pelajari gambar di atas.

Dalam rangka studi Hukum Tata Negara akan dihadapkan kepada perlunya membedakan antara
tugas dan lapangan HTN dan HTUN sehingga bagi yang akan melakukan studi dapat memilih
dan menempatkan perhatian pada sasaran pembahasan yang tepat. Dengan demikian, diharapkan
memiliki ketepatan secara yuridis.

Ruang Lingkup dan Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik dan Ilmu-Ilmu
Sosial lainnya
Rangkuman
Logemann dalam hukumnya HTN Staatrecht van Indonesia het formele system HTN mencakup
Susunan dari jabatan, penunjukan mengenai jabatan, tugas dan kewajiban dari lembaga dan
pimpinan, kebenaran dan kewenangan dari lembaga-lembaga negara, batas wewenang dan tugas
dari jabatan beberapa daerah dan yang dikuasainya, hubungan antar lembaga dan hubungan
antara jabatan dan pejabat.

Ruang lingkup HTN menurut Usep Ranawijaya adalah ketentuan hukum administrasi negara
sebagai bagian dari organisasi negara bertugas melaksanakan yang ditetapkan pokok-pokoknya
oleh badan ketatanegaraan yang lebih tinggi dan ketentuan hukum mengenai organisasi negara
lainnya.

Pendekatan metodologi HTN terdiri dari dua yaitu:

Pertama melihat fenomena HTN sebagai masalah yang objek kajiannya yuridis konstitusional,
atau validitas kebenaran. Kedua pendekatan yang tidak terbatas pada yuridis konstitusional lebih
luas dan bersifat multi disiplin.

Sumber Hukum Tata Negara


Rangkuman
Sumber hukum diartikan sebagai sesuatu yang menyebabkan kaidah hukum itu ada dan memiliki
kekuatan logikanya sumber hukum adalah sesuatu yang dijadikan bahan penyusunan dan
mengesahkan dari pada hukum tersebut.

Hukum Tata negara merupakan perwujudan konstitusional dari nilai-nilai Pancasila untuk di
implementasikan dalam kehidupan bernegara. Maka yang menjadi sumber materiil itu tidak lain
dari Pancasila. Kekuatannya bahan yang akan dijadikan muatan hukum tata negara tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Bahkan jika bertentangan maka hukum tersebut cacat karena hukum, tidak memiliki kekuatan
lagi. Berdasarkan hal tersebut di atas maka yang menjadi sumber hukum tata negara di Indonesia
ialah ‘Pancasila’

Konvensi harus bersifat melengkapi dan memperkuat implementasi UUD 1945. Tidak boleh
bertentangan dan jika bertentangan tidak akan memiliki kekuatan hukum, bahkan gugur dengan
sendirinya dan dinyatakan ‘Inkonstitusional’

Kedudukan konvensi yang demikian memiliki fungsi dan peran dalam memperkuat fleksibilitas
dari UUD 1945. Inilah merupakan ciri utama dari konvensi dalam kerangka pelaksanaan UUD
1945 tersebut.

Pembentukan dan Perkembangan Konstitusi

Proklamasi Sumber Pembentukan Hukum Tata Negara


Rangkuman
Berdasarkan uraian di atas, dikaitkan dengan kepentingan studi Negara, kiranya dapat ditarik
beberapa kesimpulan, antara lain berikut ini.
1. Proklamasi merupakan bagian yang terintegrasi dengan pembukaan UUD 1945, sebagai
keputusan politik bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaan. Memiliki
kedudukan secara yuridis sebagai sumber Hukum Tata Negara.
2. Rumusan Pancasila sebagai dasar negara terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 pada
alinea keempat, merupakan sumber dari sumber Hukum Tata Negara, memiliki
kedudukan yang kokoh dan tidak ada suatu badan yang berhak dan berwenang untuk
mengubahnya.
3. Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara, rumusannya dalam Pembukaan UUD 1945
ditulis “Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
4. Pembukaan UUD 1945, merupakan sumber nilai dan moral untuk membentuk Hukum
Tata Negara bagi kepentingan mendirikan dan membangun negara Indonesia.
Memberikan arah bagi isi Hukum Tata Negara Indonesia.
5. Arah dan isi, antara lain terwujud dalam konsep-konsep dasar yang mencakup tentang
konsep dasar negara, falsafah bangsa, tujuan negara, bentuk dan susunan organisasi
negara, fungsi negara, lembaga dan sistem perwakilan, lembaga dan sistem
permusyawaratan, sistem Undang-Undang Dasar dalam membangun Indonesia Merdeka,
konsep Negara Hukum, Konsep Negara Berketuhanan Yang Maha Esa, konsep negara
kesejahteraan, konsep negara kekeluargaan (integralistik), konsep demokrasi Pancasila.
6. Konsep-konsep tersebut digunakan pada saat pembentukan Hukum Tata Negara.
Konsekuensinya untuk memahami dan mendapatkan makna yang benar perlu
menggunakan konsep-konsep tersebut pada saat melakukan studi tersebut.

Menyadari pentingnya kedudukan pembukaan UUD 1945, dalam rangka melakukan studi
Hukum Tata Negara, perlu ditegaskan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan
UUD 1945, harus dijadikan landasan nilai moral untuk mempelajari dan memberikan makna
dalam kerangka menafsirkan hukum tersebut.

Dasar Teoretis dari Materi Hukum Tata Negara


Rangkuman
Pembukaan dan Proklamasi terbukti baik secara historis, filosofis maupun yuridis bermuara
dalam bentuk keputusan politik tertinggi. Konsekuensinya dalam studi Hukum Tata Negara,
perlu dikembangkan pendekatan yang menempatkan keduanya sebagai produk keputusan politik
tertinggi bangsa Indonesia.

Makna dari negara hukum selalu dikaitkan sebagai kebalikan dari konsepsi negara kekuasaan.
Oleh karena itu negara hukum menunjuk kepada sistem konstitusional, artinya sistem
konstitusional merupakan ciri utama dari konsepsi negara hukum.

Trias Politika walaupun tidak dilaksanakan secara konsekuen namun di Inggris tetap dipandang
penting dalam pemikiran politik kenegaraan. Begitu pula di negara kita, UUD 1945 tidak
menganut teori ini secara konsekuen. Namun demikian untuk bidang kekuasaan yudikatif masih
dijadikan dasar pemikiran. Kekuasaan kehakiman bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya.
Sistem pemerintahan menurut UUD 1945 tidak menganut teori pemisahan kekuasaan tetapi yang
dikembangkan teori “pembagian kekuasaan”. Pembagian kekuasaan lebih tepat dan sesuai
dengan ide dari negara kesatuan yang berintikan paham integralistik yang berdasarkan Pancasila.

Para Pendiri Republik ini dengan sengaja merumuskan pasal-pasal konstitusi kita sebagai
penjabaran Pancasila, ideologi kita dengan kalimat-kalimat pendek yang mereka sebut sebagai
aturan-aturan pokok. Mereka sengaja membuat UUD yang “supel atau elastik sifatnya”.
Dikemukakannya lebih lanjut bahwa mereka percaya UUD akan tahan lama tidak akan lekas
usang dan ketinggalan jaman.

Tujuh prinsip tersebut sebagai kaidah untuk membangun sistem pemerintahan berdasarkan UUD
1945. Dalam kerangka studi Hukum Tata Negara khasanah ini perlu dijadikan paradigma dalam
mempelajari aspek yuridis konstitusional sistem dan arah mekanisme pemerintahan negara.

Demokrasi Pancasila merupakan sistem demokrasi yang secara yuridis konstitusional di atur
dalam UUD 145, merupakan model ideal demokrasi yang akan ditumbuhkembangkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila.

Di Indonesia, perbincangan mengenai hukum tata negara dan konstitusi makin mendapat
perhatian berbagai kalangan. Hukum tata negara dan konstitusi tidak lagi diasosiasikan
dengan sesuatu yang jumud, stagnan, atau tak berkembang seperti yang sering dilekatkan
pada masa sebelumnya. Kedua hal itu telah berkembang secara dinamis beberapa tahun
terakhir ini seiring dengan terjadinya reformasi di bidang politik dan hukum yang
menandai dimulainya era reformasi, termasuk dengan dilakukannya perubahan terhadap
UUD 1945.

Salah satu tanda dinamika hukum tata negara dan konstitusi tersebut, berbagai pemikiran seputar
hukum tata negara dan konstitusi yang juga terkait dengan soal demokrasi dan hak asasi manusia
dilontarkan demikian gencar oleh berbagai pakar dan akademisi dan menjadi bahan pembahasan
yang serius dan mendalam di ruang publik oleh berbagai kalangan lainnya.

Salah satu pakar sekaligus akademisi yang juga terlibat secara intens dalam pemikiran seputar
hukum tata negara dan konstitusi yang dikaitkan dengan masalah demokrasi dan hak asasi
manusia adalah Prof. Dr. Jimly Assiddiqie, S.H. mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia. Ia mengemukakan serangkaian pemikiran dan gagasan penting dan berharga serta
visioner mengenai hal itu dalam berbagai kesempatan. Berbagai pemikiran dan gagasannya,
sedikit banyak telah mewarnai dan mempengaruhi perumusan dan putusan ketatanegaraan.

Buku ini merupakan kumpulan jejak pemikiran Jimly dalam berbagai seminar, diskusi, ceramah,
dan kegiatan ilmiah antara tahun 2000 hingga 2002. Buku ini terdiri dari empat Bab. (Bab I)
Serpihan Pemikiran Hukum Tata Negara dan Otonomi Daerah; (Bab II) Serpihan Pemikiran
Hukum, Media dan Teknologi Informasi; (Bab III) Serpihan Pemikiran tentang Individu, HAM
dan Hukum Tata Negara Indonesia

Sebagai sebuah langkah pemantapan atau penguatan sistem demokrasi, maka bagi negara yang
belum akrab dengan sistem demokrasi seperti Indonesia, konsolidasi demokrasi tentu akan
melewati beberapa langkah eksperimentasi atau uji coba seperti uji coba infra struktur
demokrasi, perumusan perangkat hukum untuk mengawal jalannya sistem demokrasi, serta uji
coba penerapan sistem demokrasi. Eksperimentasi itu diarahkan untuk membangun budaya
demokrasi dalam konsolidasi demokrasi. Dengan demikian, sebenarnya prasyarat penguatan atau
peneguhan demokrasi melalui konsolidasi memang tidak hanya berpijak pada sistem demokrasi
prosedural belaka, melainkan yang lebih utama adalah menyangkut substansi demokrasi yakni
kultur demokrasi itu sendiri.

Di dalam buku ini penulis memaparkan bahwa sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia,
proses menuju konsolidasi sistem demokrasi selalu diupayakan oleh setiap penyelengara negara.
Namun demikian, sangat disayangkan proses tersebut belum mampu dilaksanakan dengan baik.
Hal tersebut berarti bahwa konsolidas sistem demokrasi masih terus berjalan.
Buku ini dapat dipergunakan sebagi bahan bagi para mahasiswa atau siapapun yang bermaksud
mempelajari, memahami dan mengimplementasikan prinsip-prinsip ketatanegaraan Indonesia
dalam rangka menuju konsolidasi sistem demokrasi.

LATAR BELAKANG, TUJUAN NASIONAL, FALSAFAH DAN IDEOLOGI NEGARA

LATAR BELAKANG

Sejak merdeka negara Indonesia tidak luput dari gejolak dan ancaman yang
membahayakan kelangsungan hidup bangsa. Tetapi bangsa Indonesia mampu mempertahankan
kemerdekaan dan kedaulatannya dari agresi Belanda dan mampu menegakkan wibawa
pemerintahan dari gerakan separatis.
Ditinjau dari geopolitik dan geostrategi dengan posisi geografis, sumber daya alam dan jumlah
serta kemampuan penduduk telah menempatkan Indonesia menjadi ajang persaingan
kepentingan dan perebutan pengaruh antar negara besar. Hal ini secara langsung maupun tidak
langsung memberikan dampak negatif terhadap segenap aspek kehidupan sehingga dapat
mempengaruhi dan membahayakan kelangsungan hidup dan eksitensi NKRI. Untuk itu bangsa
Indonesia harus memiliki keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional sehingga berhasil mengatasi setiap bentuk tantangan
ancaman hambatan dan gangguan dari manapun datangnya.

POKOK-POKOK PIKIRAN

1. Manusia Berbudaya
Manusia dikatakan mahluk sempurna karena memiliki naluri, kemampuan berpikir, akal,
dan ketrampilan, senantiasa berjuang mempertahankan eksistensi, pertumbuhan dan
kelangsungan hidupnya, berupaya memenuhi baik materil maupun spiritual. Oleh karena itu
manusia berbudaya akan selalu mengadakan hubungan-hubungan dengan: Agama, Idiologi,
Politik, Ekonomi, Sosial, Seni/Budaya, IPTEK, dan Hankam.

2. Tujuan Nasional Falsafah Bangsa dan Idiologi Negara

Tujuan nasional menjadi pokok pikiran ketahanan nasional karena sesuatu organisasi
dalam proses kegiatan untuk mencapai tujuan akan selalu berhadapan dengan masalah-masalah
internal dan eksternal sehingga perlu kondisi yang siap menghadapi

FALSAFAH KETAHANAN NASIONAL

Falsafah dan ideology juga menjadi pokok pikiran. Hal ini tampak dari makna falsafah
dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:

a. Alinea pertama menyebutkan: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu hak segala bangsa dan
oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.” Maknanya: Kemerdekaan adalah hak asasi manusia.

b. Alinea kedua menyebutkan: “… dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah


kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.”
Maknanya: adanya masa depan yang harus diraih (cita-cita).
c. Alinea ketiga menyebutkan: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini Kemerdekaannya.” Maknanya: bila Negara ingin mencapai
cita-cita maka kehidupan berbangsa dan bernegara harus mendapat ridlo Allah yang merupakan
dorongan spiritual.

d. Alinea keempat menyebutkan: “Kemerdekaan dari pada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan
keadilan social, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan: Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh bagi seluruh rakyat Indonesia.” Alinea ini mempertegas cita-cita yang harus
dicapai oleh bangsa Indonesia melalui wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

PENGARUH ASPEK IDEOLOGI


Ideologi => Suatu sistem nilai yang merupakan kebulatan ajaran yang memberikan motivasi.
Dalam Ideologi terkandung konsep dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa.
Keampuhan ideologi tergantung pada rangkaian nilai yang dikandungnya yang dapat memenuhi
serta menjamin segala aspirasi hidup dan kehidupan manusia. Suatu ideologi bersumber dari
suatu aliran pikiran/falsafah dan merupakan pelaksanaan dari sistem falsafah itu sendiri.
1. IDEOLOGI DUNIA

A. Liberalisme(Individualisme)

Negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak semua orang
(individu) dalam masyarakat (kontraksosial). Liberalisme bertitik tolak dari hak asasi yang
melekat pada manusia sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk
penguasa terkecuali atas persetujuan dari yang bersangkutan. Paham liberalisme mempunyai
nilai-nilai dasar (intrinsik) yaitu kebebasan kepentingan pribadi yang menuntut kebebasan
individu secara mutlak. Tokoh: Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousseau, Herbert Spencer,
Harold J. Laski

B. Komunisme (Class Theory)

Negara adalah susunan golongan (kelas) untuk menindas kelas lain.


Golongan borjuis menindas golongan proletar (buruh), oleh karena itu kaum buruh dianjurkan
mengadakan revolusi politik untuk merebut kekuasaan negara dari kaum kapitalis & borjuis,
dalam upaya merebut kekuasaan / mempertahankannya, komunisme, akan:

1. Menciptakan situasi konflik untuk mengadu golongan-golongan tertentu serta menghalalkan


segala cara untuk mencapai tujuan.
2. Atheis, agama adalah racun bagi kehidupan masyarakat.
3. Mengkomuniskan dunia, masyarakat tanpa nasionalisme.
4. Menginginkan masyarakat tanpa kelas, hidup aman, tanpa pertentangan, perombakan
masyarakat dengan revolusi.

C. PahamAgama
Negara membina kehidupan keagamaan umat dan bersifat spiritual religius. Bersumber pada
falsafah keagamaan dalam kitab suci agama. Negara melaksanakan hukum agama dalam
kehidupan dunia.
2. IDEOLOGI PANCASILA

Merupakan tatanan nilai yang digali (kristalisasi) dari nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia.
Kelima sila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya
harus mencakup semua nilai yang terkandung didalamnya.

Ketahanan ideologi diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan ideologi bangsa Indonesia yang
berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan kekuatan nasional dalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan yang dari
luar/dalam, langsung/tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan kehidupan ideologi
bangsa dan negara Indonesia.

Untuk mewujudkannya diperlukan kondisi mental bangsa yang berlandaskan keyakinan akan
kebenaran ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara serta pengamalannya yang
konsisten dan berlanjut.

Untuk memperkuat ketahanan ideologi perlu langkah pembinaan sebagai berikut:

1. Pengamalan Pancasila secara obyektif dan subyektif.


2. Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu direlevansikan dan diaktualisasikan agar mampu
membimbing dan mengarahkan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
3. Bhineka Tunggal Ika dan Wasantara terus dikembangkan dan ditanamkan dalam masyarakat
yang majemuk sebagai upaya untuk menjaga persatuan bangsa dan kesatuan wilayah.
4. Contoh para pemimpin penyelenggara negara dan pemimpin tokoh masyarakat merupakan hal
yang sangat mendasar.
5. Pembangunan seimbang antara fisik material dan mental spiritual untuk menghindari
tumbuhnya materialisme dan sekularisme
6. Pendidikan moral Pancasila ditanamkan pada anak didik dengan cara mengintegrasikan ke
dalam mata pelajaran lain.

You might also like