You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun 1997, pada tahun


1998 telah berkembang menjadi krisis multidimensi. Kondisi tersebut
mengakibatkan adanya tuntutan kuat dari segenap lapisan masyarakat
terhadap pemerintah untuk segera diadakan reformasi
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi
dilakukan diberbagai bidang diantaranya meliputi reformasi di bidang
politik, hukum, ekonomi, termasuk reformasi birokrasi. Reformasi
birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik melalui penerapan prinsip-prinsip clean
government dan good governance.
Salah satu permasalahan birokrasi adalah perizinan, pelayanan
Perzinan dalam fenomena masyarakat Indonesia masih dirasakan
sebagai hal yang sulit, dengan anggapan bahwa perizinan melalui
proses berbelit-belit, tidak transparan, lamban, tidak padu atau berada
dalam instansi yang beragam. Berdasarkan hasil survey Bisnis
Indonesia tahun 2013 indonesia berada dalam urutan 128 dari 150
negara. Kondisisi tersebut mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang
lamban sehingga mengakibatkan angka pengangguran tinggi, dan
angka kemiskinan yang terus meningkat.1)
Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah menyusun
kebijakan kemudahan pelayanan publik dengan Undang Undang 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik serta Peraturan Pemerintah
nomor 96 Tahun 2012 yang diharapkan dengan adanya lembaga
pelayanan perizinan terpadu masyarakat dan pelaku usaha dapat
memperoleh pelayanan dengan prinsip sederhana, prosedur dan
biaya yang jelas, kepastian hukum, waktu dan kemudahan akses,
kenyamanan serta keramahan petugas pelayanan.

1). International Finance Cooperation (IFC)2013:

1
Pemerintah menjajadikan investasi sebagai pilar pokok
pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3-6,8 % pertahun, sehingga
kemudahan perizinan merupakan salah satu indikator untuk menarik
minat investor menanamkan modalnya di Indonesia, peran
pemerintah dalam pelayanan perizinan sangat penting, dalam
pengertian interaksinya secara langsung dengan masyarakat sebagai
penyedia pelayanan. Pemerintah memiliki kepentingan terhadap
pelayanan perizinan karena dapat mempengaruhi pendapatan asli
daerah, membuka peluang kerja serta peningkatan iklim investasi.2)
Sistem pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud
dilakukan dengan cara memadukan beberapa jenis pelayanan untuk
menyelenggarakan pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan
proses dimulai dan tahap permohonan sampai dengan tahap
penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu.3) Sehingga
perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan cukup
mendatangi instansi yang memiliki kewenangan dibidang Pelayanan
Perizinan, yaitu Lembaga Pelayanan terpadu Satu pintu (PTSP).
Sejalan dengan itu, prinsip market oriented organisasi
pemerintahan harus diartikan bahwa pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah (aparatur) harus mengutamakan pelayanan terhadap
masyarakat. Demikian juga prinsip catalitic government, mengandung
pengertian bahwa aparatur pemerintah harus bertindak sebagai
katalisator dan bukannya penghambat dari kegiatan pembangunan,
termasuk di dalamnya mempercepat pelayanan masyarakat. 4)

1.2. Permasalahan

Dari latar belakang diatas terdapat permasalahan yang perlu


dibahas yaitu :
a. Apakah kegagalan birokrasi pemerintah dalam melakukan
pelayanan publik telah menyebabkan ketidak percayaan investor
untuk melakukan penanaman modal di Indonesia ?
b. Apakah politik hukum pembentukan Lembaga Pelayanan terpadu
Satu Pintu merupakan suatu bentuk tindakan reformasi birokrasi ?

2) Direktorat riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, laporan perekonomian indonesia tahun 2012
3) Pasal 25dan 26 (2) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
4) Pasal 3, UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ,

2
1.3. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui arah politik hukum pemerintah, dalam


pembentukan lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu
b. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan sehingga terwujud
tata kelola pemerintahan yang baik (good governance)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
POLITIK HUKUM, REFORMASI BIROKRASI
DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

2.1 Tinjauan PustakaTentang Politik Hukum

Padmo Wahjono dalam bukunya Indonesia negara berdasarkan atas


hukum mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang
menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. 5),

sedangkan Teuku muhamad radhie dalam sebuah tulisannya berjudul


pembaharuan dan politik hukum menndefinisikan politik hukum sebagai
suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang
berlaku diwilayahnya, dan mengenai arah pembangunan hukum yang
dibangun.6)
Pernyataan mengenai hukum yang berlaku diwilayahnya
mengandung pengertian hukum yang berlaku saat ini (ius constitutum),
dan mengenai arah hukum yang dibangun, mengandung arti hukum yang
berlaku dimasa yang akan datang (ius constituendum).
Adapun Politik hukum menurut Soedarto (ketua perancang Kitab
undang-undang hukum pidana) politik hukum adalah kebijakan negara
melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan
peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan akan digunakan untuk
mengekspesikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk
mencapai apa yang dicita-citakan. 7)
Satjipto raharjo mendefinisikan politik hukum sebagai aktivitas
memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan
sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat. 8). Satjipto raharjo lebih
menitikberatkan definisi politik hukum nya dengan menggunakan
pendekatan sosiologis. Hal tersebut bisa dilihat dari pernyataan nya
bahwa politik hukum digunakan untuk mencapai suatu tujuan sosial dan
hukum tertentu dalam masyarakat.

5). Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Cet ke II, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986,
hlm 160
6). Jurnal Prisma nomor 6 tahun II Desember 1973, hlm, 4
7). Soedarto, Perkembangan Ilmu Hukum dan Politik Hukum, Bandung, Sinar Baru, Bandung, 1983, hlm 20
8). Satjipto raharjo, Ilmu Hukum, Cet. III, Citra Aditya Bakti, Bandung 1991, hlm 352

4
Menurut Satjipto Raharjo, terdapat beberapa pertanyaan mendasar
yang muncul dalam studi politik hukum yaitu : (1) Tujuan apa yang
hendak dicapai dengan sistem hukum yang ada; (2) Cara-cara apa dan
yang mana, yang dirasa paling baik untuk bisa dipakai mencapai tujuan
tersebut; (3) Kapan waktunya hukum itu perlu dirubah dan melalui cara-
cara bagaimana perubahan itu sebaiknya dilakukan; dan (4) Dapatkah
dirumuskan suatu pola yang baku dan mapan yang bisa membantu kita
memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai
tujuan tersebut secara baik, 9)
Sedangkan Sunaryati Hartono melihat politik hukum sebagai sebuah
alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk menciptakan hukum nasional yang dikehendadaki dan
dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa
Indonesia .10)

2.2 Tinjauan Pustaka Reformasi Birokrasi

Kata reformasi dalam bahasa Inggris reform, yang berarti


memperbaiki atau memperbaharui. Reformation berarti, perubahan ke
arah perbaikan sesuatu yang baru. Perubahan ini dapat meliputi segala
hal, berupa sistem, mekanisme, aturan, kebijakan, tingkah laku,
kebiasaan, cara-cara, atau praktik yang selama ini dinilai tidak baik dan
diubah menjadi baik
Pengertian Reformasi Dari wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan
bahwa reformasi merupakan suatu perubahan terhadap suatu sistem
yang telah ada pada suatu masa. Sedangkan menurut kamus bahasa
Indonesia pengertian reformasi adalah perubahan secara drastis untuk
perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat
negara.
Di Indonesia, kata reformasi umumnya merujuk kepada gerakan
mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden
Soeharto atau era setelah Orde Baru.
Kata reformasi sampai saat ini masih menjadi idola atau primadona
yang didambakan perwujudannya oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia yang diarahkan pada terwujudnya efisiensi, efektivitas, dan

9). Ibid, hlm 352-353


10). C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Suatu Sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung,1991,hlm. 1

5
clean government. Reformasi diarahkan pada perubahan masyarakat
termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan
ke arah kemajuan
Dalam sebuah rapat kerja kabinet, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menyatakan bahwa penghambat pembangunan di Indonesia
adalah: birokrasi, infrastruktur dan korupsi. Pembenahan birokrasi secara
fundamental harus dilakukan ditingkat pusat dan daerah. Pembenahan
ini juga menjadi kunci untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih
baik.11)
Dalam konteks kebijakan, reformasi birokrasi telah diakomodasi
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005
– 2025. Dokumen RPJPN menyebutkan bahwa arah kebijakan dan
strategi nasional bidang pembangunan aparatur dilakukan melalui
reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara
dan mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Rancangan kebijakan
dan strategi nasional tersebut dituangkan secara rinci dalam suatu grand
design reformasi birokrasi sebagai arah kebijakan pelaksanaan reformasi
birokrasi nasional. Grand design adalah tindak lanjut kebijakan dan
strategi nasional pembangunan aparatur untuk mendukung keberhasilan
dalam rangka menciptakan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan
makmur. Tujuan Grand Design secara eksplisit menyatakan akan
menciptakan aparat yang bersih, berintegritas, dan hal positif lainnya.
Dalam konteks ini terlihat tantangan yang cukup besar dalam
mewujudkan tujuan reformasi birokrasi tersebut. Pola pikir (mind-set) dan
budaya kerja (culture-set) birokrat belum sepenuhnya mendukung
birokrasi yang efisien, efektif dan produktif, dan profesional. Birokrat di
semua tingkat belum benar-benar memiliki pola pikir yang melayani
masyarakat, belum mencapai kinerja yang lebih baik (better
performance), dan belum berorientasi pada hasil (outcomes). 12)

11) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat membuka rapat kerja pemerintah di Ruang Garuda,
Gedung Induk, Istana Bogor, Jumat (23/12/2011).
12). Pemimpin dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi
Birokrasi, Jakarta, 2012, Cet ke 1, hal x

6
2.3. Tinjauan Pustaka Tentang Pelayanan Publik

Menurut, Joko Widodo Pelayanan Publik dapat diartikan sebagai


pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang
mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan
pokok dan tata cara yang telah di tetapkan.13)
Sedangkan Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara nomor 63/Kep/M.PAN/7/2003 tanggal 10 Juli 2003 tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Pelayanan Publik
adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya untuk pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksana ketentuan peraturan
perundang-undangan.14)
Pelayanan Publik menurut Ramli adalah pemberian pelayanan
(melayani) yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan dan keperluan penerima
pelayanan atau masyarakat maupun pelaksana ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mempunyai kepentingan pada organisasi
tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah di
tetapkan.15)

13). Widodo Joko dalam Dr. Kridawati Sadhana, M.S, Etika Birokrasi Dalam Pelayanan
Publik, CV. Citrab Malang, 2010, Malang, h. 131.
14). Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/Kep/M.PAN/7/2003
tanggal 10 Juli 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
15). Ramli, 2011210040, Ilmu Administrasi Negara, FISIP; Lab. Otoda, Univ. Tribhuwana
Tunggadewi, Malang, April 2013

7
2.4 Tinjauan Pustaka Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat


PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan
nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan
wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan
perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari
tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang
dilakukan dalam satu tempat. 16)
Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi
yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat
pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi
yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan di tingkat pusat
atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan
dan nonperizinan di Provinsi atau Kabupaten/kota 16)
Penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu satu pintu wajib
dilaksanakan untuk jenis pelayanan perizinan dan nonperizinan bidang
penanaman modal. 17)
Sistem pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud
dilakukan dengan cara memadukan beberapa jenis pelayanan untuk
menyelenggarakan pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan
proses dimulai dan tahap permohonan sampai dengan tahap
penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu.18
Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan
penanaman modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal mempunyai
tugas dan fungsi mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu
satu pintu.19)
Prinsip-prinsip Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
 Memotong prosedur birokrasi
 Mempercepat proses perizinan
 Meningkatkan dan menyederhanakan prosedur investasi
 Mengurangi biaya administrasi

16) Pasal 25 dan 26 ayat 2 Undang –undang no 25 tahun 2007


17) Pasal 15 angka 4 Perpres no 27 tahun 2009 tentang PTSP
18) Pasal 14 ayat , Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2012
19) Pasal 28 ayat 1 Undang –undang no 25 tahun 2007

8
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Kegagalan birokrasi pemerintah dalam pelayanan Publik

Indonesia kian berkembang menjadi negara yang maju. Terlepas


dari pertumbuhan ekonomi yang kuat di atas rata-rata internasional, hasil
pembangunan ini tidak terlalu dirasakan masyarakat kebanyakan.
Mengapa? Birokrasi publik sebagai ujung tombak pelayanan dan
pembangunan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Indeks persepsi
korupsi tahun 2011 yang menempatkan ranking Indonesia pada
kedudukan ke-100 dan indeks pembangunan manusia tahun 2011 yang
hanya menempati ranking ke-124 menunjukkan bahwa kebutuhan
reformasi birokrasi sangat tak terelakkan. 18)
Rata-rata orang mafhum, kinerja pemerintahan diukur dari kualitas
pelayanan. Dapat kita lihat dari permasalahan sederhana. Jadikan
masyarakat awam sebagai rujukan untuk melihat masalah-masalah
pelayanan di lapangan. Kenapa? Masyarakat kebanyakan sudah akrab
dengan masalah-masalah pelayanan keseharian, mulai dari pengurusan
kartu tanda penduduk (KTP) hingga perbaikan jalan rusak; mulai dari
pemilihan kepala daerah hingga stabilisasi pertumbuhan ekonomi
nasional. Merekalah yang paling mengalami dampak kualitas pelayanan.
Pelayanan publik di Indonesia sendiri saat ini dapat dikatakan masih jauh
dari harapan. Fenomena birokrasi yang berbelit-belit dan korupsi masih
terjadi pada banyak pelayanan yang diselenggarakan birokrasi
pemerintah. Pada 2011 Ombudsman Republik Indonesia mencatat 5.800
masalah yang terjadi dalam pelayanan dari seluruh wilayah Indonesia. Itu
pun baru yang dilaporkan, belum masalah pelayanan yang belum
dilaporkan. Pelayanan Pemerintah Daerah dianggap terburuk, diikuti
Kepolisian, Lembaga peradilan, Badan Pertanahan Nasional, bahkan
BUMN/D pun ikut terseret. 19)
Tim penilai kinerja pelayanan publik menempatkan Indonesia pada
urutan ke 129 dalam hal pelayanan publik, Rangking ke 121 kemudahan
berusaha , dan lamanya waktu untuk memulai usaha berada pada
urutan 161 dari 183 negara.20)

18). Deffni Holidin, Reformasi Birokrasi dalam Praktik, Kementerian Aparatur Negara dan reformasi birokrasi,
Jakarta , cetakan ke I, 2013, hal V
19. Rakyat Merdeka Online, 21 Mei 2012,
20). Survei International finance coorporation, 2011

9
Berdasarkan survey IFC, untuk masing-masing item penilaian “starting
a business”, prosedur yang diterapkan di Indonesia antara lain jumlah
prosedur yang diterapkan sebanyak 9 prosedur dengan total hari
penyelesaian sebanyak 47 hari, besar biaya yang dikeluarkan sebesar
22,7% dari Pendapatan Per Kapita, dan minimal awal sebelum
pendaftaran sebesar 42,0% dari Pendapatan Per Kapita.21)

Pelayanan publik yang belum memuaskan adalah refleksi manajemen


birokrasi yang lemah, hal ini ditunjukkan oleh indikator ;
a. Partisipasi publik dalam penyelenggaraan pelayanan publik masih
rendah;
b. Kepatuhan terhadap standar pelayanan publik yang diamanatkan oleh
Undang-Undang nomor 25 tahun.2009 Tentang Pelayanan Publik
masih rendah;
c. Jumlah pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik masih tinggi;
d. Program reformasi birokrasi terkait dengan target outcome kualitas
pelayanan publik masih belum tepat sasaran.

Partisipasi publik dalam penyelenggaraan pelayanan publik masih


rendah hal ini disebabkan karena serangkaian peraturan yang
mengakomodir keterlibatan publik' baru dilahirkan sejak tahun 2008 yaitu
a. Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik;
b. UU no 37 tahun 2008 tentang Ombusmen Indonesia;
c. UU nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

Sebelum ada pengaturan setingkat Undang-Undang tersebut diatas,


semua terkait hak-hak publik hanyalah tergantung intuisi kepemimpinan
sang pemimpin disemua tingkatan. Bentuk nyatanya adalah kebijakan-
kebijakan inovatif, yang sayangnya mudah ditumpulkan oleh pemimpin
penerusnya. Sehingga tidak heran jika banyak best practice hanya
berlangsung selama pemimpin inovatif itu masih menjabat.

21). Hasil survei IFC, Word Bank (Doing Busines Book, 2013)

10
Persoalan persoalan tersebut ternyata menyebabkan rendahnya
investasi yang masuk ke Indonesia, sebelum reformasi di bidang
penanaman modal, dan mulai tahun 2010 angka investasi yang masuk ke
Indonesia cukup meningkat tajam, data investasi yang masuk ke indonesia
dapat dilihat pada berikut:

Tabel Investasi dari tahun 2004 sampai dengan 2014

450
400
350
300
250 Nilai
Investasi
200
(Trilyun)
150 Tahun

100
50
0

Dari data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa buruknya birokrasi


dan pelayanan publik yang dilakukan pemerintah berimbas terhadap
minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

3.2 pembentukan Lembaga Pelayanan terpadu Satu Pintu merupakan suatu


tindakan reformasi birokrasi

Pengertian Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)


adalah kegiatan penyelenggaraan jasa perizinan dan non-perizinan, yang
proses pengelolaannya di mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap
penerbitan ijin dokumen, dilakukan secara terpadu dalam satu tempat.
Dengan konsep ini, pemohon cukup datang ke satu tempat dan
bertemu dengan petugas front office saja. Hal ini dapat
meminimalisasikan interaksi antara pemohon dengan petugas perizinan
dan menghindari pungutan-pungutan tidak resmi yang seringkali terjadi
dalam proses pelayanan.
Pembentukan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) pada dasarnya ditujukan untuk menyederhanakan birokrasi
pelayanan perizinan dan non-perizinan dalam bentuk :

11
1. Mempercepat waktu pelayanan dengan mengurangi tahapan-tahapan
dalam pelayanan yang kurang penting.
2. Menekan biaya pelayanan izin usaha, selain pengurangan tahapan,
pengurangan biaya juga dapat dilakukan dengan membuat prosedur
pelayanan serta biaya resmi menjadi lebih transparan.
3. Menyederhanakan persyaratan izin usaha industri, dengan
mengembangkan sistem pelayanan paralel dan akan ditemukan
persyaratan-persyaratan yang tumpang tindih, sehingga dapat
dilakukan penyederhanaan persyaratan. Hal ini juga berdampak
langsung terhadap pengurangan biaya dan waktu.
Selain itu PPTSP mengeiola administrasi perizinan dan non perizinan
dengan mengacu pada prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan
keamanan berkas. Dalam pengertian sempit, pelayanan terpadu dapat
berarti sebagai satu instansi pemerintah yang memiliki semua otoritas
yang diperlukan untuk memberi pelbagai perizinan (licenses, permits,
approvals dan clearances).
Upaya mengubah mekanisme perizinan agar lebih business-
friendly sudah dirintis sekitar satu dekade silam oleh sejumlah
pemerintahan daerah inovatif. Langkah utamanya adalah menyatukan
semua unit kerja ke dalam satu lembaga pelayanan perizinan dengan
alur kerja administrasi yang terkonsolidasi. Melalui Undang-Undang
nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri nomor 24 tahun 2011 pemerintah merespon hal ini dengan
mewajibkan pelayanan dilakukan satu pintu melalui Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP) sebagai solusi awal.
Melalui PTSP ini diharapkan waktu pembuatan perizinan akan lebih
singkat, pasalnya semua perizinan terintegrasi dalam satu unit
pelaksana, belum lagi dengan penggunaan teknologi informasi, maka
akan semakin mempersingkat waktu pelayanan. Selain itu, melalui
pelayanan terpadu satu pintu ini, pengawasan akan pelayanan publik
akan lebih mudah karena alur dan kewenangan dalam organisasi lebih
jelas dan pasti. 22 )
Reformasi Birokrasi pada hakikatnya adalah perubahan sikap mental
dari penyelenggara negara dari sikap mental malas, tidak inovatif, koruptif
serta egoisme kepada sikap mental, berintegritas profesional dan
hamonisasi multi sektoral. 23)

22). Reformasi Birokrasi dalam Praktik, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, Jakarta cetakan ke I 2013, hal 17
23). Romli Atmasasmita, Tiori Hukum Integratif, Genta, Yogyakarta , hlm 94

12
Pelayanan perizinan dengan sistem terpadu satu pintu (one stop
service) ini membuat waktu pembuatan izin menjadi lebih singkat.
Pasalnya, dengan pengurusan administrasi berbasis teknologi informasi,
input data cukup dilakukan sekali dan administrasi bisa dilakukan
simultan sehingga, dengan adanya pelayanan terpadu satu pintu,
seluruh perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota dapat terlayani dalam satu lembaga. Harapan yang ingin
dicapai adalah mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
investasi .
Dalam penyelenggaraannya, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
wajib melakukan penyederhanaan layanan meliputi :
1. pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan
oleh Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP);
2. percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi
standar waktu yang telah ditetapkan dalam Stadar Operational
Prosedur (SOP);
3. kepastian biaya pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam peraturan daerah;
4. kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap
tahapan proses pemberian perizinan dan non perizinan sesuai
dengan urutan prosedurnya;
5. mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama
untuk dua atau Lebih permohonan perizinan;
6. pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi
dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan Lingkup tugas
PTSP meliputi pemberian pelayanan atas semua hentuk pelayanan
perizinan dan non perizinan yang menjadi kewenangan Kabupaten /
Kota.
Pelayanan Terpadu Satu Pintu harus Memenuhi asas-asas
pelayanansebagaiberikut :
 Transparansi
 Akuntabilitas
 Kondisional
 Partisipatif
 KesamaanHak
 Keseimbangan Hak dan Kewajiban.24)

24). keputusan Menteri PAN & RB Nomor 63 Tahun 2004

13
Sebagai pelaksanaan dari ketentuan standar pelayanan pada
Undang-Undang nomor 25 tahun 2009, Pemerintah juga telah
menetapkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi nomor 36 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan, Penetapan, dan Penerapan Standar Pelayanan. Peraturan
tersebut memuat sejumlah panduan bagi penyelenggara pelayanan
dalam menyusun standar pelayanan. Tujuannya agar penyelenggara
pelayanan mampu untuk memberikan kepastian, meningkatkan kualitas
dan kinerja pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Masyarakat juga perlu dilibatkan secara konkret dalam standardisasi
pelayanan publik. Pembuatan standar pelayanan atas dasar kesepakatan
dengan masyarakat merupakan langkah yang tepat untuk mengeluarkan
komitmen penyelenggara atau yang dikenal sebagai maklumat standar
pelayanan (citizen charter).
Tujuannya adalah meningkatkan kualitas layanan publik. Oleh karena
itu, diharapkan terwujud pelayanan publik yang cepat murah, mudah,
transparan, pasti, dan terjangkau, di samping untuk meningkatkan hak-
hak masyarakat terhadap pelayanan publik

3.3 Politik Hukum Pembentukan Lembaga Pelayanan terpadu Satu Pintu


sebagai Bagian Reformasi Birokrasi dikaitkan dengan Hukum
Pembangunan

Dari uraian diatas dapat didisimpulkan bahwa pembentukan Lembaga


pelayanan Terpadu satu pintu merupakan suatu politik pemerintah dalam
melakukan reformasi hukum untuk terwujudnya pelayanan prima kepada
masyarakat dalam pelayanan birokrasi, konsep tersebut sejalan dengan
karakteriktik dan fungsi hukum dalam pembangunan seperti pendapat
Romli bahwa sepatutnya dalam tiori hukum pembangunan jilid II sistem
hukum Indonesia meliputi substansi hukum (legal substance), struktur
hukum (legal strukture), dan budaya hukum (legal culture).24)
Menurut pendapat Satjipto Raharjo karekteristik huhum dalam
pembangunan dibedakan dalam dua hal yaitu, pertama hukum selalu
ditempatkan untuk mencari pengesahan atas suatu tindakan yang
memegang teguh ciri prosedural dari dasar hukum dan dasar peraturan.

24.Op. Cit, hlm 86

14
Kateristik kedua hukum dalam pembangunan adalah sifat
instrumental yang dipandang oleh Satjipto telah mengalami penukaran
dengan kekuatan kekuatan diluar hukum, sehingga hukum menjadi
saluran untuk menjalankan putusan politik atau hukum sebagai sarana
perekayasaan sosial. Satjipto telah merinci hal tersebut sebagai berikut :
1. Hukum ditujukan untuk memantapkan dan mengamankan
pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya
2. Hukum memberikan dukungan dan arahan kepada upaya
pembangunan untuk mencapai kemakmuran yang adil dan merata
3. Hukum menumbuhkan dan mengembangkan disiplin nasional dan
rasa tanggung-jawab sosial pada setiap anggota masyarakat
4. Hukum menciptakan iklim dan lingkungan yang mendorong
kreatifitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta
mendukung stabilitas nasional dan dinamis 25)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindakan pemerintah
dalam membentuk lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
sejalan dengan konsep hukum Satjipto bahwa hukum sebagai sarana
perekayasaan sosial juga merupakan fungsi dan peran hukum sebagai
sarana rekayasa birokrasi.

25. Satjipto Raharjo, Pendidikan Hukum Sebagai Pendidikan Manusia,Genta Publishing, 2009, hlm 8-9

15
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Kegagalan birokrasi pemerintah dalam melakukan pelayanan


publik telah menyebabkan ketidak percayaan investor untuk
melakukan penanaman modal di Indonesia, yang mengakibatkan
hal ini dapat dilihat dari data laporan investasi BKPM bahwa pada
tahun 2004 sampai dengan 2010 investasi yang asing dan
investasi dalam negeri pertumbuhannya sangat lamban seperti
yang tertuang dalam tabel halaman .
2. Politik hukum pembentukan Lembaga Pelayanan terpadu Satu
Pintu merupakan suatu bentuk tindakan reformasi birokrasi, yang
pada hakikatnya adalah perubahan sikap mental dari
penyelenggara negara seperti yang diamanatkan oleh, Undang-
Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yaitu
perubahan kepada mental berintegritas, profesional dan
hamonisasi multi sektoral.

4.2 Saran

Reformasi birokrasi perlu mendapat dukungan dari segenap


bangsa Indonesia diharapkan dapat dilaksanakan bersamaan dengan
melakukan perbaikan subtansi hukum, struktur hukum, budaya hukum
bangsa Indonesia secara terus menerus untuk mencapai cita-cita
bangsa,

16
DAFTAR PUSTAKA
C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Suatu Sistem Hukum
Nasional, Alumni, Bandung,1991,

Deffni Holidin, Reformasi Birokrasi dalam Praktik, Kementerian Aparatur


Negara dan reformasi birokrasi, Jakarta , cetakan ke I, 2013,

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi,


Pemimpin dan Reformasi Birokrasi, , Jakarta, 2012, Cet ke 1,

Ramli, Ilmu Administrasi Negara, FISIP; Lab. Otoda, Univ. Tribhuwana


Tunggadewi, Malang, April 2013

Romli Atmasasmita, Tiori Hukum Integratif, Genta, Yogyakarta

Satjipto raharjo, Ilmu Hukum, Cet. III, Citra Aditya Bakti, Bandung 1991,

Satjipto Raharjo, Pendidikan Hukum Sebagai Pendidikan Manusia,Genta


Publishing, 2009,

Widodo Joko dalam Dr. Kridawati Sadhana, M.S, Etika Birokrasi Dalam
Pelayanan Publik, CV. Citrab Malang, 2010, Malang,

Perundang-undangan

Undang-undangNomor 28 Tahun 1999 tentangPenyelenggaraan Negara


yang BersihdanBebasKorupsi, Kolusi, danNepotisme (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 75, TambahanLembaran Negara Nomor 3851)

Undang-undangNomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, TambahanLembaran Negara
Nomor 4437)

Undang-undangNomor 25 Tahun 2009 tentangPelayananPublik

PeraturanPemerintahNomor 30 Tahun 1980 tentang PeraturanDisiplin


PegawaiNegeriSipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50,
TambahanLembaran Negara Nomor 3175)

KeputusanMenteriPendayagunaanAparatur Negara Nomor


63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor


KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks
Kepuasan Masyarakat Unit PelayananInstansiPemerintah.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor


per/20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan
Publik.

17
Hasil survei IFC, Word Bank (Doing Busines Book, 2013

Direktorat riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, laporan perekonomian


indonesia tahun 2011

Jurnal Prisma nomor 6 tahun II Desember 1973, hlm,

18
MAKALAH
POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN LEMBAGA PELAYANAN
TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI BAGIAN
REFORMASI BIROKRASI

TUGAS UAS
HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

KELOMPOK 2
1 ROSMALIA DEWI
2 ADE MULYANA Z
3 ROHADI
4 NURHALI
5 SLAMET HERYADI

ROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA
KARAWANG

2015
19
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
BAB II Tinjauan Pustaka Politik Hukum Reformasi Birokrasi 4
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
2.1 Tinjauann Pustaka Politik Hukum 4
2.2 Tinjauan Pustaka Reformasi Birokrasi 5
2.3 Tinjauan Pustaka Pelayanan Publik 7
2.4 Tinjauan Pustaka Pelayanan Terpadu Satu Pintu 8
BAB III PEMBAHASAN 9
3.1 Kegagalan Birokrasi Pemerintah dalam Pelayanan 9
Publik
3.2 Pembentukan Lembaga pelayanan Terpadu Satu pintu 11
Merupakan Reformasi Birokrasi
3.3 Politik Hukum Pembangunan Lembaga Pelayanan 14
Terpadu Satu Pintu Sebagai Bagian Reformasi
Birokrasi dikaitkan dengan Hukum dan Pembangunan
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 16
4.1 Kesimpulan 16
4.2 Saran 16

20
21

You might also like