You are on page 1of 26

Pendahuluan

Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang dapat manusia peroleh untuk
kebutuhan sehari – hari. Air pun merupakan hal yang penting dalam
kehidupan manusia bahkan untuk semua makhluk hidup di dunia ini.
Menurut Hartono (2015: 1), air sangat penting untuk kelangsungan
kehidupan manusia karena air digunakan untuk keperluan sehari – hari
seperti minum, makan, mandi, namun juga untuk keperluan lain seperti
pertanian, industri, dan lain sebagainya. Akan tetapi, sebagian besar peran
air digunakan untuk air minum di kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan
bahwa manusia membutuhkan air minum untuk memperlancarkan sistem
pencernaan mereka serta mengisi energi tubuh mereka. Cunningman &
Saigo (2001: 422) menyatakan bahwa sekitar 60% dari tubuh manusia
adalah air, oleh karena itu manusia bisa bertahan beberapa minggu tanpa
makanan namun hanya bisa bertahan beberapa hari tanpa air minum. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa air merupakan kebutuhan dasar bagi manusia,
karena manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa air, terutama sebagai air
minum.

Ketersedian air di dunia ini tidak pernah berkurang, bahkan dapat


dikatakan berlimpah, tetapi yang dapat dikonsumsi oleh manusia hanya
sekitar 5 % saja, sedangkan dengan tingginya tingkat modernisasi
menyebabkan menurunnya kualitas air yang 5 % tadi sehingga makin
sedikitlah jumlah air yang dapat dikonsumsi. Setiap tahun kondisi
lingkungan hidup cenderung menurun. Selain krisis air, negeri ini juga
menjadi langganan bencana alam. Untuk menghindari adanya kerusakan
lingkungan maka diadakan penelitian air pada lokasi setempat untuk
mencari apakah air tanah lokasi ini bersih atau tidak. Air bersih disini
didefinisikan sebagai air yang memenuhi persyaratan kesehatan, baik itu
untuk minum, mandi, cuci dan lain sebagainya. Air yang bersih sangat
dibutuhkan bagi kehidupan manusia.

Dalam hal pengelolaan air minum, Perusahaan Daerah Air Minum


yang selanjutnya disingkat PDAM adalah Badan Usaha Milik Daerah yang
bergerak di bidang pelayanan air minum yang dibentuk oleh Pemerintah
Daerah. Banyak persoalan yang dihadapi untuk menghasilkan air minum
terutama Instalasi pengolahan yang dibangun pada 20 tahun lalu bahkan
ada yang sampai 40 tahun yang lalu, mengolah air dengan kondisi kualitas
air baku yang pada saat itu lebih baik pada kondisi yang ada sekarang.
Selain dari itu adanya masalah keseimbangan penggunaan sumberdaya air
yang tidak merata.
Isi

Bab 1

Definisi Air Minum & Air Baku

Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan


dan dapat langsung diminum. (Triatmadja, 2008). Selain itu, pengertian air
minum dapat diuraikan sebagai berikut: Menurut Permenkes RI No.
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, air
minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang melalui syarat dan dapat langsung diminum. Air minum
harus terjamin dan aman bagi kesehatan, air minum aman bagi kesehatan
harus memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif
yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan. Parameter
wajib merupakan persyaratan kualitas air minum yang wajib diikuti dan
ditaati oleh seluruh penyelenggara air minum, sedangkan parameter
tambahan dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi
kualitas lingkungan daerah masing masing dengan mangacu pada
parameter tambahan yang ditentukan oleh Permenkes RI No.
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Selanjutnya menurut Permendagri No. 23 tahun 2006 tentang Pedoman
Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan Daerah
Air Minum, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, air minum adalah
air yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi
syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. (Fauzi, Ahmad. 2016: 5)

Selanjutnya menurut Sutrisno (1991, dalam Fauzi, Ahmad. 2016: 5)


air minum dalam kehidupan manusia merupakan salah satu kebutuhan
paling esensial, sehingga kita perlu memenuhinya dalam jumlah dan
kualitas yang memadai. Selain untuk dikonsumsi air bersih juga dapat
dijadikan sebagai salah satu sarana dalam meningkatkan kesejahteraan
hidup melalui upaya peningkatan derajat kesehatan. Berdasarkan
penjelasan diatas dapat diketahui bahwa air minum merupakan suatu
kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup makhluk hidup, terutama
manusia. Tanpa air minum manusia tidak bisa melangsungkan
kehidupannya dengan baik karena tubuh manusia membutuhkan air minum
terutama untuk menjaga kesehatan.

Air baku atau raw water merupakan awal dari suatu proses dalam
penyediaan dan pengolahan air bersih. Air baku adalah air yang dapat
berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan
yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Unit
air baku dapat terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan
penampungan air, bangunanan pengambilan/penyadapan, alat pengukuran
dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan, dan/atau bangunan
sarana pembawa serta perlengkapannya (Joko, Tri. (2012)). Menurut
Elgara, Qomariah, dan Muttaqien (2016: 1), krisis sumber daya air
disebabkan oleh kebutuhan air yang semakin besar akibat dari peningkatan
jumlah penduduk dan perubahan fungsi lahan. Krisis tersebut
mengakibatkan sumber air bersih semakin langka dan mahal. Salah satu
upaya mengatasi krisis air bersih adalah dengan menggunakan konsep
memanen air hujan (rainwater harvesting), yaitu konsep pengumpulan air
hujan yang ditampung dalam suatu tangki untuk kemudian air yang telah
dikumpulkan dapat dimanfaatkan sebagai air baku.

- Sumber Air Baku

Sumber air baku bisa berasal dari air hujan, sungai, danau, sumur
air dalam, mata air dan bisa juga dibuat dengan cara membendung air
buangan atau air laut. Hartono (2016) menyatakan bahwa untuk keperluan
air minum, maka sumber air baku yang dapat digunakan untuk kebutuhan
air minum dapat terdiri dari mata air, air permukaan (sungai, danau, waduk,
dll.), air tanah (sumur gali, sumur bor) maupun air hujan. Dari segi kualitas
air, kualitas mata air relatif jernih dibandingkan dengan kualitas sumber air
dari air permukaan pada umumnya, dengan demikian mata air lebih baik
digunakan dibandingkan dengan air permukaan. Namun demikian
keberadaan mata air ini pada saat ini terus berkurang keberadaannya. Air
tanah, yang umumnya mempunyai kandungan besi dan mangan relatif lebih
besar dari sumber air yang lain, pemakaiannya juga sudah harus mulai
dikurangi atau dihentikan sehubungan dengan masalah penurunan muka
tanah. Air hujan yang keberadaannya sangat tergantung musim, masih
dapat digunakan sebagai sumber air baku dengan membangun tangki
penampungan atau waduk dalam skala besar. Air tanah yang meliputi air
tanah dangkal (sumur) dan air tanah dalam masih banyak digunakan
terutama pada daerah yang belum mendapat pelayanan air minum dari
perusahaan air minum. Air tanah sesungguhnya digunakan sebagai
cadangan untuk memenuhi kebutuhan air bersih jika air permukaan sudah
tidak memungkinkan lagi untuk dipergunakan.

Hartono (2015: 4) menyatakan bahwa pada umumnya air


permukaan telah terkontaminasi dengan berbagai zat yang berbahaya bagi
kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum
dikonsumsi oleh masyarakat. Kontaminan atau zat pencemar ini berasal
dari buangan domestik, buangan industri dan limbah pertanian. Selain dari
itu erosi yang membawa tanah dan lumpur juga merupakan sumber
pencemar terhadap air permukaan. Air permukaan dibandingkan dengan
sumber air yang lain, mempunyai keuntungan yang lebih, yaitu dari volume
atau jumlah air baku yang tersedia. Jumlah air yang ada pada air
permukaan dapat direncanakan untuk kebutuhan pada saat sekarang
sampai pada masa yang akan datang, sejalan dengan perkembangan yang
terjadi walaupun dari segi kualitas perlu dilakukan pengolahan. Dari
penjelasan di atas, di masa mendatang, pemanfaatan air permukaan
sebagai sumber air baku merupakan alternatif utama yang dipilih diantara
alternatif sumber air lainnya yang dapat melayani jumlah kebutuhan air
yang berubah, seiring dengan perkembangan penduduk.
Bab 2

- Syarat Air Minum & Air Baku


a. Syarat Air Minum

Persyaratan kualitas air minum sebagaimana yang ditetapkan melalui


Permenkes RI nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air minum, meliputi persyaratan bakteriologis,
kimiawi, radioaktif dan fisik. (Fauzi, Ahmad. 2016: 6)

Terdapat 2 parameter kualitas air minum, yaitu sebagai berikut.

1. Parameter wajib yaitu:

a) Parameter microbiologi

b) Parameter kimia an-organik

2. Parameter yang tidak wajib yaitu:

a) Parameter fisik

b) Parameter kimiawi

Sistem penyediaan Air Minum mempertimbangkan konsep 4 K, yaitu


kualitas, air yang dihasilkan memenuhi syarat Permenkes
No.492/Menkes/2010 tentang persyaratan Kualitas Air Minum. Kuantitas,
memenuhi kebutuhan air penduduk, kontinuitas, dapat memberikan
pelayanan selama 24 jam dan keterjangkauan, dimana air dapat diakses
masyarakat dengan harga yang terjangkau.
Tabel 2.1 Parameter pada persyaratan kualitas air minum menurut
Permenkes RI nomor 492/MENKES/PER/IV/2010
b. Syarat Air Baku

Berdasarkan Joko, Tri. (2012), sumber air yang layak harus


berdasarkan ketentuan berikut:

1) Kualitas dan kuantitas air yang diperlukan


2) Kondisi iklim
3) Tingkat kesulitan pada pembangunan intake.
4) Tingkat kesalamatan operator.
5) Ketersediaan biaya minimum operasional dan pemeliharaan untuk
IPA.
6) Kemungkinan terkontaminasinya sumber air pada masa yang akan
datang.
7) Kemungkinan untuk memperbesar intake pada masa yang akan
datang.

- Bahaya Mengkonsumsi Air yang Tidak Bersih


- Di Bidang Kesehatan
Kelangkaan air bersih menimbulkan masalah yang pelik pada
sektor kesehatan. Setidaknya ada 20-30 jenis penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang hidup dalam air. Penelitian
WHO mengenai penyediaan air bersih dan sanitasi dengan
kesehatan, mengemukakan beberapa penyakit lain seperti: kolera,
hepatitis, polimearitis, typoid, disentrin trachoma, scabies, malaria,
yellow fever, dan penyakit cacingan. Berbagai penyakit juga muncul
terkait dengan ketersediaan air di negara berkembang seperti diare,
malaria, dan skabies. Pada tahun 2000 setidaknya terdapat 2,2 juta
kematian karena sanitasi air yang rendah. Sekitar satu juta manusia
meninggal karena malaria. Di Indonesia terdapat empat dampak
kesehatan besar disebabkan oleh pengelolaan air dan sanitasi yang
buruk, yakni diare, tipus, polio dan cacingan. Penyakit yang paling
sering menyerang saat krisis air bersih melanda adalah diare.
Penyakit yang juga populer dengan nama muntah berak (muntaber)
ini bisa dikatakan sebagai penyakit endemis di Indonesia

Di Bidang Ekonomi

Krisis air bersih memberikan dampak pada bidang ekonomi. Di


Indonesia, sekitar 65% penduduk Indonesia menetap di pulau jawa
yang luasnya hanya 7% dari seluruh luas daratan Indonesia
sementara potensi air yang dimiliki hanyalah 4,5% dari total potensi
air di Indonesia. Disisi lain kondisi sumber-sumber air semakin parah,
khususnya di negara-negara miskin karena masalah pencemaran dan
limbah. Maka pengadaan air banyak dilakukan oleh swasta untuk
menyediakan air atau privatisasi air.
Karena seluruh biaya pengelolaan dan perawatan jaringan air dan
sumber air lainnya bergantung semata pada pemakai dalam bentuk
tarif. Dengan komersialisasi air, mereka yang memiliki uang paling
banyaklah yang akan mendapat air paling banyak. Masyarakat miskin
yang tidak punya uang justru makin sulit mendapat air sehingga
banyak orang yang tidak mampu mendapat air sehat untuk minum.

Di Bidang Pertanian dan Perikanan

Dalam masalah kekurangan air, negara-negara miskin paling


banyak merasakan dampaknya. Negara-negara ini membutuhkan
air dalam jumlah besar untuk bidang irigasi. Lahan pertanian
membutuhkan air, yang diperoleh antara lain dari hujan. Sifat hujan
ini hanyalah musiman dan sering tidak tentu. Dengan adanya
jaringan irigasi, ketersediaan air lebih terjamin. Jika ketersediaan
air bersih untuk irigasi tidak diperoleh dan kondisi kemampuan para
petani dipedesaan yang amat rendah dan bahkan sedikit punya
kelebihan persediaan bahan makanan, maka pada musim
paceklik/kemarau yang panjang akan mengakibatkan terjadinya
bahaya kelaparan.

Di bidang perikanan, budidaya air tawar maupun air payau serta


pengolahan produk hasil perikanan pada umumnya dilakukan oleh
usaha kecil. Jika ketersediaan air bersih tidak diperoleh, maka usaha
ini tidak akan berjalan, dan mereka tidak bisa menghasilkan produk
ikan air tawar dan masyarakat pun sulit mendapatkan ikan air tawar.
Bab 3

- Metode Penelitian untuk Air Minum

A. Waktu dan tempat penelitian

Hari / tanggal penelitian : sabtu, 14 Maret 2015

Pukul : 08.00 – 12.00 Wita

Tempat : PDAM kota palopo

Instruktur : Bapak adrianto superpaiser (IPAL )


murante

B. Alat dan bahan yang di gunakan dalam penyediaan air


bersih

1. Air baku sungai latuppa dan sungai mangkaluku

2. Turbiditi meter
3. Ph meter

4. Tds ( total padatan dalam larutan )


5. klorida

6. Tempat penyarigan air baku pasir lambat


7. Tempat pencampuran tawas ke dalam air

8. Wtp 2
9. Reservoir

10. Pipa distribusi

11. Pipa yang menyambungkan reservoir 1 dan ke 2


12 . tempat penyaringan air baku 1

13. tempat pengambilan air baku


A. Pengenalan alat dan bahan dalam pengolahan air bersih di
(PDAM) kota Palopo

dalam pengolahan air bersih ada dua ( 2 ) air baku yang di


gunakan yaitu dari latuppa dan mangkaluku adapun alat dan bahan yang
di gunakan dalam proses pengolahan air bersih yaitu sebagai berikut :

1. Bahan yang di gunakan dalam pengolahan air bersih

a) Air baku dari sungai latuppa dan mangkaluku

Berfungsi : sebagai bahan baku yang di gunakan untuk proses produksi


pengolahan air bersih

2. Alat yang di gunakan dalam pengolahan air bersih


a) Turbiditi meter

Berfungsi : memeriksa kekeruhan air baku jika air baku normal di cek
perjam tetapi jika air baku keruh di cek setip 5 menit per

b) Ph meter
Berfungsi : untuk memeriksa ph meter

c) Tds ( Total Dissolved Solids)


Berfungsi : untuk mengukur partikel padatan terlarut dalam air minum yang
tidak tampak oleh mata

d) Klorida

Berfungsi : berfungsi untuk mensterilkan air dengan media kaporit. Dosis


tawas di teskan melalui skala laboraturium dengan alat di artes dengan
menambahkan air baku. Dengan di artes untuk menjernihkan air sebelum
di alirkan.
e) Tempat penyaringan air baku pasir lambat
Berfungsi : sebagai tempat proses injeksi kaporit sebelum di alirkan ke
reservoir setelah proses injeksi selesai air yang sudah di olah langsung di
alirkan ke reservoir.

f) Tempat pencampuran tawas ke dalam air


Berfungsi : sebagai tempat penjernihan air Dosis tawas di teskan melalui
skala laboraturium dengan alat di artes dengan menambahkan air baku.
Dengan di artes untuk menjernihkan air sebelum di alirkan Tawas
berfungsi untuk mengedap kotoran di air dan semakin tinggi kekeruhan
semakin banyak tawas yang di gunakan dan untuk pencampuran 1 zak
tawas di campur dengan 500 L air 50 kg dengan konsentrasi air tawas 10
% sedangkan jika 10 liter air 1 kg tawas.

g) Wtp 2
Berfungsi : sebagai tempat penyaringan / filtrasi air yang sudah di olah
masuk ke bakmun lalu dari bakmun masuk ke wtp untuk penyaringan ke 2

h) Reservoir
Berfungsi : sebagai tempatnya tertutup untuk menjaga kualiatas dan
kejernihan air yang akan dialairkan ke masyrakat/konsumen.

i) Pipa distribusi

Berfungsi : sebagai tempat di alirkanya air bersih ke masyarakat

j) Pipa yang menyambungkan ke reservoir 1 dan 2


Berfungi : sebagai tempat di alirkanya air bersih sebelum masuk ke
pipa yang di gunakan untuk mengalirkan air ke masyarakat

k) Tempat penyaringan air baku 1


Berfungsi : Sumuran, yaitu tempat penampungan air pertama setelah
melalui mercus. Disini air akan disaring dari benda-benda yang dapat
mengganggu saluran air yang menuju ke PDAM, seperti daun,kayu atau
ranting,dan sebagainya dan Gate valve di dalamnya terdapat kran
dingunakan untuk memperbaiki situasi air jika perangkap air 1 mengalami
masalah.

l) Tempat pengambilan air baku

Berfungsi : sebagai tempat agar bisa masuk ke dalam bendungan yang


berguna untuk mengarahkan air sungai menuju satu titik atau saluran.

B. Cara pengolahan air bersih

Secara umum, pengolahan air bersih terdiri dari 3 aspek, yakni


pengolahan secara fisika, kimia dan biologi. Pada pengolahan secara fisika,
biasanya dilakukan secara mekanis, tanpa adanya penambahan bahan
kimia. Contohnya adalah pengendapan, filtrasi, adsorpsi, dan lain-lain. Pada
pengolahan secara kimiawi, terdapat penambahan bahan kimia, seperti
klor, tawas, dan lain-lain, biasanya bahan ini digunakan untuk menyisihkan
logam-logam berat yang terkandung dalam air. Sedangkan pada
pengolahan secara biologis, biasanya memanfaatkan mikroorganisme
sebagai media pengolahnya.(PDAM ) Perusahaan Dagang Air Minum, BUMN
yang berkaitan dengan usaha menyediakan air bersih bagi masyarakat,
biasanya melakukan pengolahan air bersih secara fisika dan kimia. Secara
umum, skema pengolahan air bersih di daerah-daerah di Indonesia adalah
sebagai berikut:
1. Bangunan Intake (Bangunan Pengumpul Air) Bangunan intake
berfungsi sebagai bangunan pertama untuk masuknya air dari sumber air.
Sumber air utamanya diambil dari air sungai. Pada bangunan ini terdapat
bar screen (penyaring kasar) yang berfungsi untuk menyaring benda-
benda yang ikut tergenang dalam air, misalnya sampah, daun-daun,
batang pohon, dsb.

2. Bak Prasedimentasi (optional) Bak ini digunakan bagi sumber air yang
karakteristik turbiditasnya tinggi (kekeruhan yang menyebabkan air
berwarna coklat). Bentuknya hanya berupa bak sederhana, fungsinya
untuk pengendapan partikel-partikel diskrit dan berat seperti pasir, dll.
Selanjutnya air dipompa ke bangunan utama pengolahan air bersih yakni
WTP.

3. WTP (Water Treatment Plant) Ini adalah bangunan pokok dari sistem
pengolahan air bersih. Bangunan ini beberapa bagian, yakni koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi.
a) Koagulasi Disinilah proses kimiawi terjadi, pada proses koagulasi ini
dilakukan proses destabilisasi partikel koloid, karena pada dasarnya air
sungai atau air kotor biasanya berbentuk koloid dengan berbagai partikel
koloid yang terkandung didalamnya. Tujuan proses ini adalah untuk
memisahkan air dengan pengotor yang terlarut didalamnya, analoginya
seperti memisahkan air pada susu kedelai. Pada unit ini terjadi rapid
mixing (pengadukan cepat) agar koagulan dapat terlarut merata dalam
waktu singkat. Bentuk alat pengaduknya dapat bervariasi, selain rapid
mixing, dapat menggunakan hidrolis (hydrolic jump atau terjunan) atau
mekanis (menggunakan batang pengaduk).

b) Flokulasi Selanjutnya air masuk ke unit flokulasi. Tujuannya adalah


untuk membentuk dan memperbesar flok (pengotor yang terendapkan).
Di sini dibutuhkan lokasi yang alirannya tenang namun tetap ada
pengadukan lambat (slow mixing) supaya flok menumpuk. Untuk
meningkatkan efisiensi, biasanya ditambah dengan senyawa kimia yang
mampu mengikat flok-flok tersebut.

c) Sedimentasi Bangunan ini digunakan untuk mengendapkan partikel-


partikel koloid yang sudah didestabilisasi oleh unit sebelumnya. Unit ini
menggunakan prinsip berat jenis. Berat jenis partikel kolid (biasanya
berupa lumpur) akan lebih besar daripada berat jenis air. Pada masa kini,
unit koagulasi, flokulasi dan sedimentasi telah ada yang dibuat tergabung
yang disebut unit aselator.

d) Filtrasi Sesuai dengan namanya, filtrasi adalah untuk menyaring


dengan media butiran. Media butiran ini biasanya terdiri dari antrasit, pasir
silica dan kerikil silica dengan ketebalan berbeda. Cara ini dilakukan
dengan metodegravitasi.
e) Desinfeksi Setelah bersih dari pengotor, masih ada kemungkinan ada
kuman dan bakteri yang hidup, sehingga ditambahkanlah senyawa kimia
yang dapat mematikan kuman ini, biasanya berupa penambahan chlor,
ozonisasi, UV, pemabasan, dan lain-lain sebelum masuk ke bangunan
selanjutnya, yakni reservoir.

4. Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air bersih


sebelum didistribusikan melalui pipa-pipa secara gravitasi. Karena
kebanyakan distribusi di Indonesia menggunakan konsep gravitasi, maka
reservoir biasanya diletakkan di tempat dengan posisi lebih tinggi daripada
tempat-tempat yang menjadi sasaran distribusi, bisa diatas bukit atau
gunung.Gabungan dari unit-unit pengolahan air ini disebut IPA – Instalasi
Pengolahan Air. Untuk menghemat biaya pembangunan, unit intake, WTP
dan reservoir dapat dibangun dalam satu kawasan dengan ketinggian
yang cukup tinggi, sehingga tidak diperlukan pumping station dengan
kapasitas pompa dorong yang besar untuk menyalurkan air dari WTP ke
resevoir. Pada akhirnya, dari reservoir, air bersih siap untuk didistribusikan
melalui pipa-pipa dengan berbagai ukuran ke tiap daerah distribusi.
Sekarang ini, perkembangan metode pengolahan air bersih telah banyak
berkembang, diantaranya adalah sistem saringan pasir lambat. Perbedaan
utama pada sistem ini dengan sistem konvensional adalah arah aliran
airnya dari bawah ke atas (up flow), tidak menggunakan bahan kimia dan
biaya operasinya yang lebih murah. Pada akhir tahun lalu pun, Pusat
Penelitian Fisika LIPI telah berhasil menciptakan alat untuk mengolah air
kotor menjadi air bersih yang layak diminum, sistem ini dirancang agar
mudah dibawa dan dapat dioperasikan tanpa memerlukan sumber listrik.
Kesimpulan

Banyak hal yang akan terjadi jika kita mengkonsumsi air yang tidak
higienis atau air yang kotor, banyak dampak negatif yang akan
terjadi, bisa menyebabkan seseorang sakit seperti kolera, hepatitis,
polimearitis, typoid, disentrin trachoma, scabies, malaria, yellow
fever, dan penyakit cacingan, di bidang ekonomi seluruh biaya
pengelolaan dan perawatan jaringan air dan sumber air lainnya
bergantung semata pada pemakai dalam bentuk tarif. Dengan
komersialisasi air, mereka yang memiliki uang paling banyaklah yang
akan mendapat air paling banyak. Masyarakat miskin yang tidak
punya uang justru makin sulit mendapat air sehingga banyak orang
yang tidak mampu mendapat air sehat untuk minum.
Daftar Pustaka

Cunningham W.P. Saigo B.W. (2001). Environmental Science 6th Edition.


McGraw Hill.

Elgara, R., Qomariah, S., Muttaqien, A.Y. (2016). Analisis dan Perencanaan
PAH Sebagai Sumber Air Baku Alternatif. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.

Fauzi, Ahmad. (2016). Analisis Perubahan Pemakaian Air Minum Sebelum


dan Setelah Kenaikan Tarif PDAM Kabupaten Jembrana. Bali:
Universitas Udayana.

Hartono, D. (2015). Sistem Penyediaan Air Minum dan Permasalahannya.


Jakarta: Universitas Indonesia

Hartono, D. (2016). Sumber Air Baku untuk Air Minum. Jakarta: Universitas
Indonesia

Joko, Tri. (2012). Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Triatmadja, Radianta. (2008). Sistem Penyediaan Air Minum Perpipaan.


DRAFT. Yogyakarta. Bab 1(1-12), Bab 2 (11-19), Bab 3(37-40), Bab
4(1-28)

Peraturan Menteri Kesehatan No 492/Menkes/2010. Tentang Persyaratan


Kualitas Air Minum. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

You might also like