You are on page 1of 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ambliopia adalah penurunan tajam penglihatan, walaupun sudah diberi

koreksi yang terbaik. Ambliopia dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak

dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras

penglihatan posterior.1 Ambliopia berasal dari bahasa Yunani,yang berarti penglihatan

tumpul atau pudar (amblus : pudar, Ops : mata). Klasifikasi ambliopia dibagi ke

dalam beberapa kategori dengan nama yang sesuai dengan penyebabnya yaitu

ambliopia strabismik, ambliopia anisometropik, ambliopia isometropia dan ambliopia

deprivasi.1

Ambliopia, dikenal juga dengan istilah “mata malas” (lazy eye), merupakan

suatu permasalahan dalam penglihatan yang memang hanya mengenai 2 – 3 %

populasi, tapi bila dibiarkan akan sangat merugikan nantinya bagi kehidupan

penderita. Insidensinya tidak dipengaruhi jenis kelamin dan ras. Ambliopia tidak

dapat sembuh dengan sendirinya. Ambliopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan

gangguan penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yang baik timbul suatu

penyakit ataupun trauma, maka penderita akan bergantung pada penglihatan buruk

mata yang ambliopia, oleh karena itu ambliopia harus ditatalaksana secepat

mungkin.2

Hampir seluruh kasus ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel

dengan deteksi dini dan intervensi yang tepat. 2,3 Umumnya penatalaksanaan

ambliopia dilakukan dengan menghilangkan penyulit, mengkoreksi kelainan refraksi,

1
dan memaksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan

yang lebih baik. Anak dengan ambliopia atau yang beresiko ambliopia hendaknya

dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan lebih

baik.1 Prognosis juga ditentukan oleh jenis ambliopia dan dalamnya ambliopia saat

terapi dimulai. Untuk itu penting bagi kita sebagai dokter layanan primer untuk dapat

mendeteksi secara dini amblyopia, terutama pada anak agar dapat mencegah

terjadinya ambliopia permanen.

1.2 Batasan Masalah

Clinical Science Session ini akan membahas mengenai definisi, epidemiologi,

etiologi, patofisiologi, klasifikasi, diagnosis, manifestasi klinis, tatalaksana, prognosis

dan komplikasi dari ambliopia.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami serta menambah

pengetahuan tentang penulis dan pembaca tentang ambliopia.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan Clinical Science Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka

dengan merujuk ke berbagai literatur.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ambliopia adalah ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan,

walaupun sudah diberi koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang)

yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun

jaras penglihatan posterior.1 Ini adalah kondisi yang mengakibatkan penglihatan

buruk di mata yang sehat karena masukan visual yang tidak sama atau abnormal saat

otak berkembang pada masa kanak-kanak dan masa kanak-kanak. Kondisi ini

terkadang disebut "mata malas." Kondisi tersebut mempengaruhi sebanyak tiga

persen anak di Amerika Serikat.4

2.2 Epidemiologi

Amblyopia merupakan penyebab terbanyak penurunan ketajaman penglihatan

pada anak, remaja, dan dewasa muda. Walaupun amblyopia hanya mengenai 2-3%

populasi, tapi bila dibiarkan akan sangat merugikan nantinya bagi kehidupan

penderita. Prevalensi amblyopia yang terdeteksi pada anak-anak diperkirakan antara

0,2-5,4% dan pada dewasa antara 0,35-3,6%. Prevalensi amblyopia lebih tinggi

terjadi pada negara berkembang. Di Indonesia sendiri didapatkan prevalensi

amblyopia pada siswa kelas 1 sekolah dasar (SD) di Kotamadya Bandung pada tahun

1989 sebesar 1,56%. Penelitian mengenai amblyopia pada 2268 siswa SD usia 7-13

tahun di Yogyakarta pada tahun 2008 mendapatkan hasil amblyopia 1,5%. Amblyopia

3
tidak dapat sembuh dengan sendirinya, jika tidak diobati dapat menyebabkan

gangguan penglihatan yang permanen.5

2.3 Etiologi

Ambliopia disebabkan karena pengalaman penglihatan yang abnormal dari

salah satu hal berikut : strabismus; anisometropia atau kelainan refraksi kedua mata

yang tinggi (isoametropia) atau kekurangan stimulus. Selain itu juga disebabkan

karena katarak kongenital, katarak traumatis, kekeruhan kornea, ptosis bawaan,

hiphema, blepharospasm unilateral berkepanjangan, dan patch yang tidak terkontrol

yang berkepanjangan (terapi oklusi).1

2.4 Klasifikasi

1. Amblyopia Refraktif

Amblyopia Refractive adalah amblyopia yang disebabkan karna adanya

kelainan refraksi. Ada 2 jenis: anisometropik dan isoametropik.1

a. Amblyopia Anisometropik

Amblyopia anisometropik terjadi akibat kelainan refraksi pada kedua mata

yang berbeda jauh. Beda refraksi yang besar antara dua mata menyebabkan

terbentuknya bayangan kabur pada satu mata. Tingkat anisometropia yang dapat

menyebabkan amblyopia adalah yang lebih besar dari 1,50 D anisohyperopia, 2.00 D

anisoastigmatisme, dan 3,00 D anisomiopia. Tingkat yang lebih tinggi dikaitkan

dengan risiko yang lebih besar. Mata seorang anak dengan ambliopia anisometropik

biasanya tampak normal bagi keluarga dan dokter perawatan primer, yang dapat

menyebabkan keterlambatan dalam deteksi dan pengobatan.1

4
b. Amblyopia isoametropik

Amblyopia isoametropik (amblyopia ametropik bilateral) adalah penurunan

ketajaman visual bilateral karna kelainan refraksi berat, yang tidak dikoreksi. Mata

dengan hipermetropia dan astigmat sering memperlihatkan amblyopia akibat mata

tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan baik dan jelas. Hiperopia

melebihi 4,00-5,00 D, selindris 2,00 D dan miopia melebihi 5,00-6,00 D memiliki

resiko amblyopia isoametropik. Perbaikan tajam penglihatan dapat terjadi beberapa

bulan setelah kaca mata dipergunakan. Sedangkan pada hipermetropia tinggi (7,00 D)

dan astigmat tinggi (3,00 D) tidak mencapai visus 5/5 dan membutuhkan waktu yang

sangat lama sesudah koreksi tajam penglihatan terbaik.1

2. Amblyopia Strabismik

Amblyopia terjadi akibat juling lama. Pada anak-anak lebih sering terjadi pada

tipr juling kedalam (esotropia) daripada eksotropia. Pada amblyopia strabismik ini

kedudukan bola mata tidak sejajar sehingga hanya satu mata yang diarahkan pada

benda yang dilihat. Pada keadaan ini pasien hanya menggunakan satu mata sehingga

mata yang satu lagi tidak berkembang. Pengobatannya adalah dengan menutup mata

yang sehat dan dirujuk ke spesialis mata. Amblyopia strabismik dapat pulih kembali

pada usia dibawah 9 tahun.6

3. Amblyopia Deprivasi

Amblyopia deprivasi sering disebabkan oleh katarak kongenital yang

menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan bayangan yang akhirnya

menimbulkan amblyopia. Selain itu amblyopia ini juga dapat disebabkan karna

5
hifema, katarak traumatis, patch yang berkepanjangan yang tidak terkontrol.

Amblyopia ini paling parah dan sulit diperbaiki.6

2.5 Patofisiologi

Pada ambliopia ditemukan adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan

bidang visual perifer biasanya normal. Pada awal perkembangan pascalahir, ada

periode kritis perkembangan kortikal selama rangkaian saraf menunjukkan

sensitivitas tinggi terhadap rangsangan lingkungan dan bergantung pada pengalaman

indrawi alami untuk pembentukan yang tepat. Selama periode ini, sistem visual

perkembangan anak rentan terhadap rangsangan abnormal karena deprivasi visual,

strabismus, atau kelainan refraksi yang tidak dikoreksi. Selama periode ini, plastisitas

sistem visual juga memungkinkan kesempatan terbesar untuk perbaikan ambliopia.

Secara umum, periode kritis untuk perkembangan ambliopia deprivasi visual lebih

awal daripada ambliopia strabismik atau anisometropik. Selain itu, ambliopia karena

deprivasi visual berkembang lebih cepat dan lebih dalam dari pada karena strabismus

atau anisometropia.1

Periode kritis yang sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak

yang dimaksudkan diatas adalah :7

a. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6), yaitu

pada saat lahir sampai usia 3-5 tahun.

b. Periode yang beresiko tinggi untuk terjadinya amblyopia deprivasi yaitu usia

beberapa bulan hingga usia 7-8 tahun.

6
c. Periode dimana kesembuhan amblyopia masih dapat dicapai, yaitu sejak

terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.

Pada strabismus mata yang biasa digunakan untuk fiksasi mempunyai

ketajaman penglihatan yang normal dan mata yang tidak dipakai sering mengalami

penurunan penglihatan (ambliopia), dimana mata yang berdeviasi ditekan (supresi)

untuk mencegah diplopia. Pada astigmatisme atau hipertmetropia tinggi, kedua mata

dapat mengalami ambliopia karena kegagalan membentuk bayangan terfokus pada

masing-masing mata.8

Pengalaman visual awal yang abnormal juga bisa mengakibatkan gangguan

fungsi neuron dalam sistem visual, mengakibatkan hilangnya penglihatan pada

ambliopia. Sel dari korteks visual primer dapat kehilangan kemampuan bawaan

mereka untuk merespons stimulasi satu atau kedua mata, dan sel yang tetap responsif

dapat menunjukkan penurunan fungsi yang signifikan. Kelainan juga terjadi pada

neuron dalam badan geniculatum lateral. Namun, sangat sedikit perubahan yang

ditemukan di retina pada subyek dengan ambliopia.1

Bidang reseptif dari neuron dalam sistem visual ambliopik luas secara

abnormal. Hal ini dapat menjelaskan fenomena crowding (juga dikenal sebagai

interaksi kontur), suatu karakteristik ambliopia dimana optotypes dengan ukuran

tertentu lebih mudah dikenali saat disajikan secara tersendiri daripada bila dikelilingi

oleh bentuk yang serupa, seperti sebaris penuh huruf. 1

7
2.6 Manifestasi Klinis

Ambliopia pada satu mata (seperti pada ambliopia anisometropik dan

strabismik) biasanya menghasilkan sedikit cacat dan sedikit gejala karena pasien

biasanya memiliki ketajaman visual yang baik pada mata normal. Masalah yang

paling signifikan biasanya diakibatkan oleh penurunan stereopsis, yang mungkin

terjadi dalam pengecualian pekerjaan dan kinerja penglihatan yang kurang efisien

pada tugas tertentu, seperti mengemudi dan aktivitas koordinasi tangan yang dekat

dengan mata. Selain itu, ambliopia dapat berkontribusi pada strabismus onset lambat.

Masalah tambahan pada ambliopia adalah potensi kehilangan penglihatan

pada mata yang sehat. Pasien dengan ambliopia memiliki risiko lebih besar (3 kali

lipat dari orang dewasa normal; 17 kali lipat dari anak normal) kehilangan

penglihatan pada mata yang sehat. 9

Terdapat beberapa tanda pada mata dengan ambliopia, seperti:6,10

a. Berkurangnya ketajaman penglihatan satu mata tanpa suatu penyebab organic,

walaupun sudah diberikan koreksi refraksi

b. Fenomena crowding (skor lebih baik dengan single optotype)

c. Hilangnya sensitivitas kontras

d. Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik

e. Adanya anisokoria

f. Tidak memengaruhi penglihatan warna

g. Biasanya daya akomodasi menurun

h. ERG dan EEG selalu normal yang berarti tidak terdapat kelainan organic pada

retina maupun korteks serebri.

8
2.7 Diagnosis

2.7.1 Anamnesis

Komponen utama dari riwayat penyakit pasien yaitu: riwayat perjalanan

alami dari gejala klinis yang ada dan keluhan utama; riwayat penyakit mata dan

kesehatan umum sebelumnya; riwayat perkembangan dan keluarga; dan penggunaan

obat-obatan.9

Terdapat beberapa gejala tipikal yang terkait dengan ambliopia. Pasien atau

orang tua pasien mungkin melaporkan penglihatan yang buruk pada satu atau

mungkin kedua mata dan kesulitan melakukan tugas yang membutuhkan persepsi

binocular dalam. Jika ambliopia dikaitkan dengan strabismus, pasien atau orang tua

mungkin melaporkan perputaran mata yang terlihat secara kosmetik atau tanda-tanda

strabismus yang termasuk menutup atau mengedip pada satu mata atau diplopia. Itu

Pasien dengan ambliopia isoametropik dapat menunjukkan tanda dan gejala berupa

defisit kemampuan persepsi visual terkait. 9

2.7.2 Pemeriksaan Ambliopia

a. Ketajaman Penglihatan

Penilaian ketajaman penglihatan yang dapat dipercaya pada bayi dan anak

kecil dapat dilakukan dengan memilih prosedur yang sesuai untuk kognitif atau usia

kronologis anak.9

b. Refraksi

Kondisi refraksi pasien harus dievaluasi baik di bawah kondisi nonsikloplegik

maupun sikloplegik untuk menentukan apakah ambliopia memiliki etiologi refraktif

(anisometropik atau isoametropik). Penilaian ulang ketajaman visual dengan koreksi

9
refraksi terbaik diperlukan untuk menghindari kesalahan diagnosa ambliopia.

Refraksi subyektif biasanya tidak dapat diandalkan pada pasien dengan ambliopia dan

seharusnya hanya digunakan dalam hubungannya dengan teknik objektif.9

c. Fiksasi Monokular

Metode pilihan untuk mengevaluasi fiksasi monokular adalah visuskopi

menggunakan sebuah oftalmoskop dengan target fiksasi terkalibrasi. Praktisi harus

mengidentifikasi apakah terdapat fiksasi eksentrik dan menilai karakteristik fiksasi

eksentrik: lokasi, magnitudo, dan kesiapan. Bila tidak ada refleks foveal, pengujian

entoptik, seperti Haidinger’s brush, Maxwell's spot, atau Emergent Textural Contour,

bisa bermanfaat dalam menilai fiksasi monokuler.9

d. Deviasi Motorik Okuler

Luas dan kedalaman penyidikan penyimpangan motor okular harus paralel

dengan usia pasien dan perkembangan kognitif. Harus ditentukan apakah terdapat

strabismus, dan jika ada, tentukan frekuensi (konstan atau intermiten), lateralisasi

(unilateral atau bergantian), dan magnitude dari deviasi.9

e. Akomodasi

Jika pasien bukan strabismus, evaluasi dari akurasi akomodatif dapat dinilai

dengan menggunakan metode estimasi monocular (MEM).9

f. Motilitas Okular

Pemeriksaan motilitas ocular harus dilakukan untuk mengevaluasi kualitas

dari pemeliharaan fiksasi dan pencarian gerakan mata. Motilitas ocular dapat dinilai

dengan observasi, observasi yang dibantu skala penilaian, tes kuantifikasi sederhana,

atau jika tersedia instrumentasi pemantauan mata yang canggih.9

10
g. Pemeriksaan Tambahan

Pemeriksaan tambahan dapat diindikasikan untuk mengidentifikasi kondisi

terkait. Pemeriksaan elektrodiagnostik seperti elektroretinogram dapat diindikasikan

untuk menyingkirkan hysteria atau malingering. Pemeriksaan elektrodiagnostik juga

dapat diindikasikan pada pasien dimana penyakit didapat atau anomali kongenital

dari saraf optic atau retina mungkin menyebablan kehilangan penglihatan. 9

2.8 Penatalaksanaan

Ambliopia dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu dekade pertama.

Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula peluang

keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak menjamin

penglihatan optimal akan tetap bertahan. Maka para klinisi harus tetap waspada dan

bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan ”matang” (sekitar

umur 10 tahun).11

Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah – langkah berikut :1

a) Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak

b) Koreksi kelainan refraksi

c) Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan

mata yang lebih baik

2.8.1 Pengangkatan Katarak

Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak

perlu ditunda – tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama

kehidupan, sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal.

11
Pada kasus katarak bilateral, interval operasi pada mata yang pertama dan kedua

sebaiknya tidak lebih dari 1- 2 minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat dan

akut pada anak dibawah umur 6 tahun harus diangkat dalam beberapa minggu setelah

kejadian trauma, bila memungkinkan.1 Yang mana katarak traumatika itu sangat

bersifat amblyopiogenik.

Kegagalan dalam ”menjernihkan” media, memperbaiki optikal, dan

penggunaan regular mata yang terluka, akan mengakibatkan ambliopia berat dalam

beberapa bulan, selambat – lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun.11

2.8.2 Koreksi Refraksi

Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat

diterapi dengan kacamata atau lensa kontak. 2 Ukuran kaca mata untuk mata

ambliopia diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia. 1 Bila

dijumpai myopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila

memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya (estetika) buruk. 11 Karena

kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung menurun, maka ia

tidak dapat mengkompensasi hyperopia yang tidak dikoreksi seperti pada mata anak

normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera mungkin untuk menghindarkan

terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi defisit optikal berat.

Ambliopia anisometropik dan ambliopia isometropik akan sangat membaik walau

hanya dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan.1

12
2.8.3 Oklusi

Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan,

yang keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time)

atau paruh waktu (part-time).

a) Oklusi Full Time

Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk

semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga.(Occlusion for all or all but one

waking hour). Arti ini sangat penting dalam pentalaksanaan ambliopia dengan cara

penggunaan mata yang ”rusak”.1 Biasanya penutup mata yang digunakan adalah

penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara komersial.1

Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka

sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak

opak,atau Annisa’s Fun Patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila

terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket.1

Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka

sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak

opak,atau Annisa’s Fun Patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila

terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket.1 Full-time patching baru

dilaksanakan hanya bila strabismus konstan menghambat penglihatan binokular,

karena full-time patching mempunyai sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal

penglihatan binokular.1

13
Terdapat suatu aturan bahwa full-time patching diberi selama 1 minggu untuk

setiap tahun usia.3,15 Misalnya penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun

harus memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini

untuk menghindarkan terjadinya ambliopia pada mata yang baik.3

b) Oklusi Part Time

Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari yang akan memberi

hasil sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya

tergantung dari derajat ambliopia.1 Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah

membantu dalam penjelasan peranan full-time patching dibanding part-time.

Dalam studi lain, patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam

penglihatan hampir sama dengan patching 6jam/hari pada ambliopia sedang /

moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 – 7 tahun. Dalam

studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat selama 1 jam/ hari.3

Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam

penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing – masing mata. Hasil ini

tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan, maka

penatalaksanaan harus tetap diteruskan.14

2.8.4 Degradasi Optikal

Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan

kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih

buruk dari mata yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi (penalization).

Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali

14
dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur

bila melihat dekat dekat.1

ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan

patching untuk ambliopia sedang (tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100).

ATS tersebut dilakukan pada anak usia 3 – 7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa

pemberian atropine pada akhir minggu (weekend) memberi perbaikan tajam

penglihatan sama dengan pemberian atropine harian yang dilakukan pada kelompok

anak usia 3 – 7 tahun dengan ambliopia sedang.3 Ada juga studi terbaru yang

membandingkan atropine dengan patching pada 419 orang anak usia 3-7

tahun,menunjukkan atropine merupakan pilihan efektif. Sehingga, ahli mata yang

tadinya masih ragu – ragu, memilih atropine sebagai pilihan pertama daripada

patching.2

Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi,

yaitu tidak mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan

atropinisasi, anak sulit untuk ”menggagalkan” metode ini. Evaluasinya juga tidak

perlu sesering oklusi.11 Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan

memberikan lensa positif dengan ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini

mencegah terjadinya efek samping farmakologik atropine.1

2.9 Komplikasi

Komplikasi utama jika ambliopia tidak ditatalaksana segera adalah buta

irreversibel.3 Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk

terjadinya ambliopia pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling

15
berisiko tinggi dan harus dipantau dengan ketat terutama pada anak balita. Follow-up

pertama setelah pemberian oklusi dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1

minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4 minggu untuk anak usia 4 tahun).3

Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak perlu sesering

oklusi full-time tapi follow-up reguler tetap penting. Hasil akhir terapi amblyopia

unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat. Tajam penglihatan dengan

Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua mata. Waktu yang

diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut :1

 Derajat ambliopia

 Pilihan terapeutik yang digunakan

 Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih

 Usia pasien

Semakin berat ambliopia dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan

yang lebih lama. Oklusi full-time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan

ambliopia strabismik berat dalam 1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang lebih

berumur yang memakai penutup hanya seusai sekolah dan pada akhir minggu saja

membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih untuk dapat berhasil. Komplikasi dari terapi

oklusi mencakup ambliopia pada mata yang ditutup, alergi kulit, infeksi atau abrasi

kornea karena pemakaian lensa kontak, diplopia, dan stres psikologis.12

2.10 Prognosis

Setelah 1 tahun, 73% pasien menunjukkan kesuksesan setelah percobaan

pertama terapi oklusi setelah 1 tahun. Studi menunjukkan jumlah pasien yang dapat

16
mempertahankan visusnya berkurang hingga 53% seiring berjalan waktu setelah 3

tahun.3 Faktor risiko kegagalan penatalaksanaan ambliopia :

1. Tipe Ambliopia

Pasien dengan anisometrop tinggi dan pasien dengan kelainan organik

memiliki prognosis yang lebih buruk.13

2. Usia Dimulai Terapi

Semakin muda pasien diterapi semakin baik prognosisnya.13

3. Keparahan Ambliopia Saat Mulai Terapi

Semakin baik visus awal saat ambliopia semakin baik prognosisnya.3 Bahkan

jika terapi ambliopia sukses dilakukan, persepsi gambar pada pasien ambliopia tidak

akan sebaik orang normal.13

BAB 3

17
KESIMPULAN

Ambliopia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan ketajaman

penglihatan walaupun sudah diberikan koreksi terbaik. Ambliopia dapat terjadi akibat

gangguan pada tahap perkembangan penglihatan, yaitu akibat strabismus, gangguan

refraksi, dan akibat deprivasi penglihatan. Diagnosis ambliopia ditegakkan

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan seperti pemeriksaan visus, refraksi, deviasi

motorik ocular, akomodasi, motilitas ocular, dan pemeriksaan tambahan lainnya.

Prinsip penatalaksanaan ambliopia adalah menghilangkan semua penghalang

penglihatan. Komplikasi ambliopia dapat berupa buta ireversibel, ambliopia pada

mata yang sehat, alergi kulit, infeksi, atau abrasi kornea. Prognosis tergantung tipe

amblyopia.

DAFTAR PUSATAKA

18
1. American academy of Ophtalmology. Pediatric Opthalmology and Strabismus
Section 6. Basic and clinical Science Course. 2014-2015.
2. Heiting, Gary. Amblyopia (Lazy Eye). Tersedia dari: URL: http://
www.allaboutvision.com/conditions/amblyopia.htm
3. Yen, K.G. Amblyopia. Tersedia dari: URL: http: //www.emedicine.com/OPH/
topic316.htm
4. Amblyopia, National Eye Institute National Institutes of Health. Tersedia dari:
URL: https://nei.nih.gov/sites/default/files/health-
pdfs/factsaboutamblyopia.pdf.
5. Saputri FE, Tongku Y, Poluan H. Angka kejadian amblyopia pada usia sekolah
di SD Negeri 6 Manado. e- Clinic (eCL). 2016; Vol 4 (20): 1.
6. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Edisi Keempat. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2015. pp: 270-271.
7. Daw, N.W. Critical Periods and Amblyopia. Arch Ophthalmol. 1998; 116(4):
502-5.
8. Eva P.R and Witcher J.P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17.
Jakarta: EGC. 2009; 362-3.
9. Rouse M.W et. al.. Optometric clinical practice guideline care of patient with
amblyopia. USA: American Optometric Association. 1994; 10-9.
10. Denniston A.K.O and Murray P.I. Oxford handbook of ophthalmology. 3 rd ed.
UK: Oxford University Press. 2014; 738.
11. Greenwald, M.J. dan Parks M.M. Duane’s Clinical Ophtalmology. Volume 1.
Revised Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2004.
12. Antonio-Santos A, Vedula SS, Hatt SR, Powell C. Occlusion for stimulus
deprivation amblyopia. Cochrane Database Syst Rev. 2014.
13. Mirabella G, Hay S, Wong AM. Deficits in perception of images of real-world
scenes in patients with a history of amblyopia. Arch Ophtalmology. 2011;
129(2):176-83.

19

You might also like