Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
koreksi yang terbaik. Ambliopia dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak
tumpul atau pudar (amblus : pudar, Ops : mata). Klasifikasi ambliopia dibagi ke
dalam beberapa kategori dengan nama yang sesuai dengan penyebabnya yaitu
deprivasi.1
Ambliopia, dikenal juga dengan istilah “mata malas” (lazy eye), merupakan
populasi, tapi bila dibiarkan akan sangat merugikan nantinya bagi kehidupan
penderita. Insidensinya tidak dipengaruhi jenis kelamin dan ras. Ambliopia tidak
dapat sembuh dengan sendirinya. Ambliopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan
gangguan penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yang baik timbul suatu
penyakit ataupun trauma, maka penderita akan bergantung pada penglihatan buruk
mata yang ambliopia, oleh karena itu ambliopia harus ditatalaksana secepat
mungkin.2
Hampir seluruh kasus ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel
dengan deteksi dini dan intervensi yang tepat. 2,3 Umumnya penatalaksanaan
1
dan memaksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan
yang lebih baik. Anak dengan ambliopia atau yang beresiko ambliopia hendaknya
dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan lebih
baik.1 Prognosis juga ditentukan oleh jenis ambliopia dan dalamnya ambliopia saat
terapi dimulai. Untuk itu penting bagi kita sebagai dokter layanan primer untuk dapat
mendeteksi secara dini amblyopia, terutama pada anak agar dapat mencegah
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
walaupun sudah diberi koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang)
yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun
buruk di mata yang sehat karena masukan visual yang tidak sama atau abnormal saat
otak berkembang pada masa kanak-kanak dan masa kanak-kanak. Kondisi ini
2.2 Epidemiologi
pada anak, remaja, dan dewasa muda. Walaupun amblyopia hanya mengenai 2-3%
populasi, tapi bila dibiarkan akan sangat merugikan nantinya bagi kehidupan
0,2-5,4% dan pada dewasa antara 0,35-3,6%. Prevalensi amblyopia lebih tinggi
amblyopia pada siswa kelas 1 sekolah dasar (SD) di Kotamadya Bandung pada tahun
1989 sebesar 1,56%. Penelitian mengenai amblyopia pada 2268 siswa SD usia 7-13
tahun di Yogyakarta pada tahun 2008 mendapatkan hasil amblyopia 1,5%. Amblyopia
3
tidak dapat sembuh dengan sendirinya, jika tidak diobati dapat menyebabkan
2.3 Etiologi
salah satu hal berikut : strabismus; anisometropia atau kelainan refraksi kedua mata
yang tinggi (isoametropia) atau kekurangan stimulus. Selain itu juga disebabkan
2.4 Klasifikasi
1. Amblyopia Refraktif
a. Amblyopia Anisometropik
yang berbeda jauh. Beda refraksi yang besar antara dua mata menyebabkan
terbentuknya bayangan kabur pada satu mata. Tingkat anisometropia yang dapat
menyebabkan amblyopia adalah yang lebih besar dari 1,50 D anisohyperopia, 2.00 D
dengan risiko yang lebih besar. Mata seorang anak dengan ambliopia anisometropik
biasanya tampak normal bagi keluarga dan dokter perawatan primer, yang dapat
4
b. Amblyopia isoametropik
ketajaman visual bilateral karna kelainan refraksi berat, yang tidak dikoreksi. Mata
tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan baik dan jelas. Hiperopia
bulan setelah kaca mata dipergunakan. Sedangkan pada hipermetropia tinggi (7,00 D)
dan astigmat tinggi (3,00 D) tidak mencapai visus 5/5 dan membutuhkan waktu yang
2. Amblyopia Strabismik
Amblyopia terjadi akibat juling lama. Pada anak-anak lebih sering terjadi pada
tipr juling kedalam (esotropia) daripada eksotropia. Pada amblyopia strabismik ini
kedudukan bola mata tidak sejajar sehingga hanya satu mata yang diarahkan pada
benda yang dilihat. Pada keadaan ini pasien hanya menggunakan satu mata sehingga
mata yang satu lagi tidak berkembang. Pengobatannya adalah dengan menutup mata
yang sehat dan dirujuk ke spesialis mata. Amblyopia strabismik dapat pulih kembali
3. Amblyopia Deprivasi
menimbulkan amblyopia. Selain itu amblyopia ini juga dapat disebabkan karna
5
hifema, katarak traumatis, patch yang berkepanjangan yang tidak terkontrol.
2.5 Patofisiologi
bidang visual perifer biasanya normal. Pada awal perkembangan pascalahir, ada
indrawi alami untuk pembentukan yang tepat. Selama periode ini, sistem visual
strabismus, atau kelainan refraksi yang tidak dikoreksi. Selama periode ini, plastisitas
Secara umum, periode kritis untuk perkembangan ambliopia deprivasi visual lebih
awal daripada ambliopia strabismik atau anisometropik. Selain itu, ambliopia karena
deprivasi visual berkembang lebih cepat dan lebih dalam dari pada karena strabismus
atau anisometropia.1
a. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6), yaitu
b. Periode yang beresiko tinggi untuk terjadinya amblyopia deprivasi yaitu usia
6
c. Periode dimana kesembuhan amblyopia masih dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.
ketajaman penglihatan yang normal dan mata yang tidak dipakai sering mengalami
untuk mencegah diplopia. Pada astigmatisme atau hipertmetropia tinggi, kedua mata
masing-masing mata.8
ambliopia. Sel dari korteks visual primer dapat kehilangan kemampuan bawaan
mereka untuk merespons stimulasi satu atau kedua mata, dan sel yang tetap responsif
dapat menunjukkan penurunan fungsi yang signifikan. Kelainan juga terjadi pada
neuron dalam badan geniculatum lateral. Namun, sangat sedikit perubahan yang
Bidang reseptif dari neuron dalam sistem visual ambliopik luas secara
abnormal. Hal ini dapat menjelaskan fenomena crowding (juga dikenal sebagai
tertentu lebih mudah dikenali saat disajikan secara tersendiri daripada bila dikelilingi
7
2.6 Manifestasi Klinis
strabismik) biasanya menghasilkan sedikit cacat dan sedikit gejala karena pasien
biasanya memiliki ketajaman visual yang baik pada mata normal. Masalah yang
terjadi dalam pengecualian pekerjaan dan kinerja penglihatan yang kurang efisien
pada tugas tertentu, seperti mengemudi dan aktivitas koordinasi tangan yang dekat
dengan mata. Selain itu, ambliopia dapat berkontribusi pada strabismus onset lambat.
pada mata yang sehat. Pasien dengan ambliopia memiliki risiko lebih besar (3 kali
lipat dari orang dewasa normal; 17 kali lipat dari anak normal) kehilangan
e. Adanya anisokoria
h. ERG dan EEG selalu normal yang berarti tidak terdapat kelainan organic pada
8
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
alami dari gejala klinis yang ada dan keluhan utama; riwayat penyakit mata dan
obat-obatan.9
Terdapat beberapa gejala tipikal yang terkait dengan ambliopia. Pasien atau
orang tua pasien mungkin melaporkan penglihatan yang buruk pada satu atau
mungkin kedua mata dan kesulitan melakukan tugas yang membutuhkan persepsi
binocular dalam. Jika ambliopia dikaitkan dengan strabismus, pasien atau orang tua
mungkin melaporkan perputaran mata yang terlihat secara kosmetik atau tanda-tanda
strabismus yang termasuk menutup atau mengedip pada satu mata atau diplopia. Itu
Pasien dengan ambliopia isoametropik dapat menunjukkan tanda dan gejala berupa
a. Ketajaman Penglihatan
Penilaian ketajaman penglihatan yang dapat dipercaya pada bayi dan anak
kecil dapat dilakukan dengan memilih prosedur yang sesuai untuk kognitif atau usia
kronologis anak.9
b. Refraksi
9
refraksi terbaik diperlukan untuk menghindari kesalahan diagnosa ambliopia.
Refraksi subyektif biasanya tidak dapat diandalkan pada pasien dengan ambliopia dan
c. Fiksasi Monokular
eksentrik: lokasi, magnitudo, dan kesiapan. Bila tidak ada refleks foveal, pengujian
entoptik, seperti Haidinger’s brush, Maxwell's spot, atau Emergent Textural Contour,
dengan usia pasien dan perkembangan kognitif. Harus ditentukan apakah terdapat
strabismus, dan jika ada, tentukan frekuensi (konstan atau intermiten), lateralisasi
e. Akomodasi
Jika pasien bukan strabismus, evaluasi dari akurasi akomodatif dapat dinilai
f. Motilitas Okular
dari pemeliharaan fiksasi dan pencarian gerakan mata. Motilitas ocular dapat dinilai
dengan observasi, observasi yang dibantu skala penilaian, tes kuantifikasi sederhana,
10
g. Pemeriksaan Tambahan
dapat diindikasikan pada pasien dimana penyakit didapat atau anomali kongenital
2.8 Penatalaksanaan
Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula peluang
keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak menjamin
penglihatan optimal akan tetap bertahan. Maka para klinisi harus tetap waspada dan
umur 10 tahun).11
perlu ditunda – tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama
kehidupan, sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal.
11
Pada kasus katarak bilateral, interval operasi pada mata yang pertama dan kedua
sebaiknya tidak lebih dari 1- 2 minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat dan
akut pada anak dibawah umur 6 tahun harus diangkat dalam beberapa minggu setelah
kejadian trauma, bila memungkinkan.1 Yang mana katarak traumatika itu sangat
bersifat amblyopiogenik.
penggunaan regular mata yang terluka, akan mengakibatkan ambliopia berat dalam
diterapi dengan kacamata atau lensa kontak. 2 Ukuran kaca mata untuk mata
dijumpai myopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila
memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya (estetika) buruk. 11 Karena
tidak dapat mengkompensasi hyperopia yang tidak dikoreksi seperti pada mata anak
normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera mungkin untuk menghindarkan
terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi defisit optikal berat.
12
2.8.3 Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan,
yang keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time)
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk
semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga.(Occlusion for all or all but one
waking hour). Arti ini sangat penting dalam pentalaksanaan ambliopia dengan cara
penggunaan mata yang ”rusak”.1 Biasanya penutup mata yang digunakan adalah
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka
sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak
opak,atau Annisa’s Fun Patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka
sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak
opak,atau Annisa’s Fun Patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila
terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket.1 Full-time patching baru
karena full-time patching mempunyai sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal
penglihatan binokular.1
13
Terdapat suatu aturan bahwa full-time patching diberi selama 1 minggu untuk
setiap tahun usia.3,15 Misalnya penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun
harus memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari yang akan memberi
hasil sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya
moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 – 7 tahun. Dalam
studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat selama 1 jam/ hari.3
Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam
penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing – masing mata. Hasil ini
tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan, maka
kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih
buruk dari mata yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi (penalization).
Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali
14
dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur
ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan
patching untuk ambliopia sedang (tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100).
ATS tersebut dilakukan pada anak usia 3 – 7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa
penglihatan sama dengan pemberian atropine harian yang dilakukan pada kelompok
anak usia 3 – 7 tahun dengan ambliopia sedang.3 Ada juga studi terbaru yang
membandingkan atropine dengan patching pada 419 orang anak usia 3-7
tadinya masih ragu – ragu, memilih atropine sebagai pilihan pertama daripada
patching.2
yaitu tidak mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan
atropinisasi, anak sulit untuk ”menggagalkan” metode ini. Evaluasinya juga tidak
perlu sesering oklusi.11 Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan
memberikan lensa positif dengan ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini
2.9 Komplikasi
terjadinya ambliopia pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling
15
berisiko tinggi dan harus dipantau dengan ketat terutama pada anak balita. Follow-up
pertama setelah pemberian oklusi dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1
minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4 minggu untuk anak usia 4 tahun).3
oklusi full-time tapi follow-up reguler tetap penting. Hasil akhir terapi amblyopia
Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua mata. Waktu yang
Derajat ambliopia
Usia pasien
yang lebih lama. Oklusi full-time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan
ambliopia strabismik berat dalam 1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang lebih
berumur yang memakai penutup hanya seusai sekolah dan pada akhir minggu saja
membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih untuk dapat berhasil. Komplikasi dari terapi
oklusi mencakup ambliopia pada mata yang ditutup, alergi kulit, infeksi atau abrasi
2.10 Prognosis
pertama terapi oklusi setelah 1 tahun. Studi menunjukkan jumlah pasien yang dapat
16
mempertahankan visusnya berkurang hingga 53% seiring berjalan waktu setelah 3
1. Tipe Ambliopia
Semakin baik visus awal saat ambliopia semakin baik prognosisnya.3 Bahkan
jika terapi ambliopia sukses dilakukan, persepsi gambar pada pasien ambliopia tidak
BAB 3
17
KESIMPULAN
penglihatan walaupun sudah diberikan koreksi terbaik. Ambliopia dapat terjadi akibat
mata yang sehat, alergi kulit, infeksi, atau abrasi kornea. Prognosis tergantung tipe
amblyopia.
DAFTAR PUSATAKA
18
1. American academy of Ophtalmology. Pediatric Opthalmology and Strabismus
Section 6. Basic and clinical Science Course. 2014-2015.
2. Heiting, Gary. Amblyopia (Lazy Eye). Tersedia dari: URL: http://
www.allaboutvision.com/conditions/amblyopia.htm
3. Yen, K.G. Amblyopia. Tersedia dari: URL: http: //www.emedicine.com/OPH/
topic316.htm
4. Amblyopia, National Eye Institute National Institutes of Health. Tersedia dari:
URL: https://nei.nih.gov/sites/default/files/health-
pdfs/factsaboutamblyopia.pdf.
5. Saputri FE, Tongku Y, Poluan H. Angka kejadian amblyopia pada usia sekolah
di SD Negeri 6 Manado. e- Clinic (eCL). 2016; Vol 4 (20): 1.
6. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Edisi Keempat. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2015. pp: 270-271.
7. Daw, N.W. Critical Periods and Amblyopia. Arch Ophthalmol. 1998; 116(4):
502-5.
8. Eva P.R and Witcher J.P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17.
Jakarta: EGC. 2009; 362-3.
9. Rouse M.W et. al.. Optometric clinical practice guideline care of patient with
amblyopia. USA: American Optometric Association. 1994; 10-9.
10. Denniston A.K.O and Murray P.I. Oxford handbook of ophthalmology. 3 rd ed.
UK: Oxford University Press. 2014; 738.
11. Greenwald, M.J. dan Parks M.M. Duane’s Clinical Ophtalmology. Volume 1.
Revised Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2004.
12. Antonio-Santos A, Vedula SS, Hatt SR, Powell C. Occlusion for stimulus
deprivation amblyopia. Cochrane Database Syst Rev. 2014.
13. Mirabella G, Hay S, Wong AM. Deficits in perception of images of real-world
scenes in patients with a history of amblyopia. Arch Ophtalmology. 2011;
129(2):176-83.
19