You are on page 1of 14

KERACUNAN MAKANAN

TOKSIKOLOGI

oleh:
Kelompok 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

1
KERACUNAN MAKANAN

TOKSIKOLOGI
Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Toksikologi dosen pengampu
Ns. Baskoro Setyoputro, S.Kep, M.Kep

oleh:
Sofi Fitriyah Santoso 142310101019
Neneng Dwi Saputri 142310101020
Yessi Anggun Perdana 142310101023
Karina Bariroh 142310101053
Widiyatus Sholehah 142310101056
Ryan Dwi Lesmana 142310101111
Candra Widhi Kurnia Sari 142310101116

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Toksikologi yang berjudul
“Keracunan Makanan” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata ajar Toksikologi.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Ns. Baskoro Setyoputro,
S.Kep, M.Kep selaku Penanggungjawab Mata Kuliah Toksikologi dan kepada
semua pihak yang telah membantu. Penulis juga menerima segala kritik dan
saran dari semua pihak demi kesempurnaan laporan pendahuluan ini. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
pembaca.

Jember, 26 Juni 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER JUDUL……………………….………………………………..……..i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI .....................................................................................................iii

BAB 1.PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 1

1.3 Tujuan dan Manfaat ............................................................................... 1

BAB 2. PEMBAHASAN ................................................................................... 2

2.1 Pengertian Keracunan Makanan ........................................................... 2

2.2 Pengertian Keracunan Tempe Bongkrek .............................................. 2

2.3 Klasifikasi Bakteri ................................................................................... 3

2.4 Tanda dan Gejala .................................................................................... 4

2.5 Efek Toksisitas Tempe Bongkrek dalam tubuh ................................... 4

2.6 Penatalaksanaan ...................................................................................... 6

BAB 3. PENUTUP............................................................................................. 8

3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 8

3.2 Saran ......................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan makanan adalah hal sangat penting bagi kehidupan manusia
seperti karbohidrat, lemak , protein, vitamin dan mineral. Disamping itu ada
zat yang ditambahkan baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja yang
akan mempengaruhi kualitas makanan itu sendiri, termasuk tumbuhnya
bakteri dan mikroba pada makanan tersebut. Racun dalam makanan ternyata
bisa membahayakan orang yang memakannya apabila higiene dan
sanitasinya dalam mengolah bahan makanan tersebut tidak cermat. Bahan
makanan berguna untuk sumber tenaga, pembangun, pengatur bahkan
penyembuh sakit. Namun, bisa juga sebagai media perantara bagi vektor,
mikroorganisme dan berbagi jenis bahan kimia, keracunan bahan makanan
ini oleh bahan kimia erat kaitannya dengan proses produksi dan
distribusinya.
Salah satu penyebab keracunan makanan adalah karena pengolahan
dan penyimpanan makanan yang tidak sesuai standar. Misalnya pada tempe
bongkrek, pada dasarnya tempe ini aman dikonsumsi meskipun kandungan
gizinya tidak seberapa. Namun, cara pengolahannya yang tidak higenis
menyebabkan tumbuhnya bakteri Peudomonas Cocovenenans yang dapat
menyebabkan terjadinya keracunan makanan. Perlu adanya kecermatan
dalam pemilihan bahan makanan dan apabila terjadi keracunan berikan
penanganan yang tepat, yaitu D-R-A-B-C.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian keracunan makanan?
1.2.2 Apa pengertian keracunan tempe bongkrek
1.2.3 Bagaimana klasifikasi bakteri Pseudomonas Cocovenenans
1.2.4 Bagaimana tanda dan gejala keracunan tempe bongkrek
1.2.5 Bagaimana efek toksisitas tempe bongkrek dalam tubuh
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan keracunan tempe bongkrek

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 Untuk mengetahui pengertian keracunan makanan
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian keracunan tempe bongkrek
1.3.3 Untuk mengetahui klasifikasi bakteri Pseudomonas Cocovenenans
1.3.4 Untuk mengetahui tanda dan gejala keracunan tempe bongkrek
1.3.5 Untuk mengetahui efek toksisitas tempe bongkrek dalam tubuh
1.3.6 Untuk mengetahui penatalaksanaan keracunan tempe bongkrek

1
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Keracunan Makanan


Toksikologi makanan adalah ilmu yang mempelajari sifat, sumber,
dan pembentukan zat beracun di dalam makanan, mencakup mekanisme,
manifestasi daya rusak, dan batas aman bagi zat toksik (racun) tersebut.
Suatu zat (substansi) dianggap beracun jika zat tersebut memiliki
kemampuan merusak sel atau jaringan melalui mekanisme, selain trauma
fisik. Toksikologi makanan memang menjadi sebagian kajian dalam ilmu
gizi (JM Concon, 1988).
Keracunan makanan biasanya disebabkan oleh makanan yang secara
alami telah mengandung racun atau telah tercemar oleh jasad renik
penghasil racun. Keracunan makanan menurut Arisman (2009) berarti
penyakit yang terjadi setelah menyantap makanan mengandung racun yang
dapat berasal dari jamur, kerang, pestisida,susu, bahan beracun yang
terbentuk akibat pembusukan makanan, dan bakteri. Pada dasarnya, racun
ini mampu merusak semua organ manusia, tetapi yang paling sering
terganggu adalah saluran cerna dan sistem saraf. Gangguan saluran cerna
bermanifestasi sebagai sakit perut, rasa mual, muntah, dan terkadang
disertai diare. Sementara itu, gangguan sistem saraf timbul sebagai rasa
lemah, gatal, kesemutan (parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot
pernapasan.

2.2 Keracunan Tempe Bongkrek


Bongkrek adalah jenis tempe yang dalam proses pembuatannya di
campur dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Menurut Manik (2003).
Makanan ini biasanya dikonsumsi oleh masyarakat Banyumas dan Jawa
Tengah pada umumnya. Pada dasarnya kandungan gizi pada tempe ini tidak
seberapa, hanya saja karena harganya yang cukup murah membuat sebagian
orang tertarik untuk mengonsumsi tempe ini. Sejak tahun 1969, pembuatan
tempe bongkrek sudah dilarang karena telah terbukti bahwa pada proses
pembuatan tempe bongkrek ini sering kali terkontaminasi dengan
Clostridium botalinum yaitu suatu kuman anaerob yang membentuk spora
atau Bacterium cocovenenans yang mengubah gliserinum menjadi racun
toksoflavin, namun kenyataannya penduduk masih memproduksinya.
Hingga pada tahun 1988, total korban tewas akibat keracunan ini mencapai
37 orang.
Pembuatan tempe bongkrek perlu memperhatikan kebersihan dan
ketepatan dalam penyimpanan, karena tempe yang berbahan dasar ampas
kelapa ini memiliki potensi dapat tercemari bakteri pseudomonas

2
cocovenenans. Selama proses p[embuatan tempe bongkrek, bakteri tersebut
membentuk beberapa senyawa antara lain asam bongkrek dan toxoflavin.
a. Racun bongkrek (Bongkrekic Acid)
Asam bongkrek adalah racun pada sistem pernapasan yang lebih
mematikan daripada sianida. Racun ini tidak berwarna. Asam ini
dihasilkan dari fermentasi ampas kelapa yang sudah terkontaminasi
Burkholderia Gladioli Cocovenenans.
b. Toxoflavin
Toxoflavin dihasilkan dari gliserium yang sudah mengalami perubahan
akibat terkontaminasi oleh Bacterium Cocovenenans dan berwarna
kuning. Toxoflavin dapat memwa elektron antara NADH dan oksigen
yang memungkinkan kerja sitrokom dibuat pintas (Hidrogen Peroksida).

Bagi seseorang yang mengonsumsi tempe bongkrek yang sudah


beracun ini dapat menyebabkan kematian. Pertumbuhan pseudomonas
sebenarnya dapat dihambat dengan menurunkan pH ampas kelapa yang
difermentasikan hingga 5,5. Pada pH ini jamur tempe yang diinginkan

3
dapat bertahan hidup dengan baik, sedangkan bakteri akan terhambat
pertumbuhannya.

2.3 Klasifikasi Bakteri


Klasifikasi ilmiah Pseudomonas cocovenenans berdasarkan
penelitian filogenik lebih cocok masuk dalam genus Burkholderia.
Kerajaan : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Beta Proteobacteria
Ordo : Burkholderiales
Famili : Burkholderiaceae
Genus : Burkholderia
Spesies : B. gladioli
Nama binomial : Burkholderia gladioli

Pseudomonas cocovenenans merupakan sel tunggal, batang


lurus/melengkung, namun tidak berbentuk heliks dan termasuk dalam gram
negatif . Ukuran bakteri ini pada umumnya sekitar 0,5-1,0 mikrometer x
1,5-4,0 mikrometer. Motildan berflagelum polar; monotrikus/multitrikus.
Pseudomonas cocovenenans tidak menghasilkan selongsong prosteka, tidak
dikenal adanya stadium istirahat, bersifat emoorganotrof, metabolisme
dengan respirasi, tidak pernah fermentatif, dan katalase positif. Sumber
energinya dapat berasal dari oksigen atau karbondioksida

2.4 Tanda dan Gejala Keracunan Tempe Bongkrek


Gejala timbul setelah 12-48 jam. Gejala yang dialami biasanya
pusing, diplopia, anorexia, merasa lemah, ptosis, strabismos, kesukaran
bernafas, menelan atau berbicara. Kematian bisa timbul dari 1 -8 hari.
Biasanya sekaligus beberapa anggota suatu keluarga terkena, karena
makanan ini biasanya disajikan untuk keluarga.

4
2.5 Efek Toksisitas Tempe Bongkrek dalam Tubuh
Selama proses fermentasi tempe ampas kelapa atau tempe bongkrek,
banyak jenis bakteri yang tumbuh dan berkembang biak pada proses
fermentasi tersebut. Bakteri tersebut dapat berifat racun yang dapat
membahayakan kesehatan manusia. Tempe bongkrek yang terfermentasi
dengan tidak sempurna akan menimbulkan bakteri gram negatif yang
bernama Pseudomonas cocovenenan. Bakteri Pseudomonas tumbuh pada
kisaran pH 6 – 8 dengan pertumbuhan optimum pada pH 8.0. Bakteri ini
akan terhambat pertumbuhannya pada pH 5.0 atau lebih rendah. Bakteri
Pseudomonas cocovenenan bekerja antagonis pada kapang tempe. Kapang
tempe yang tumbuh bermanfaat untuk menghidrolisis senyawa senyawa
kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana yang dapat dicerna
ataupun dikonsumsi oleh manusia. Apabila kerja kapang tempe tersebut
dihambat atau tidak dapat tumbuh dengan baik, maka kemungkinan besar
ampas kelapa tempe bongkrek tersebut mengandung racun. Pada udara atau
keadaan yang lembab pertumbuhan bakteri Pseudomonas cocovenenan
akan semakin baik, sehingga zat toksik yang dihasilkan juga akan semakin
banyak dan berbahaya bagi kesehatan. Sebaliknya, apabila pada keadaan
yang kering akan menguntungkan bagi pertumbuhan kapang.
Racun yang di hasilkan oleh Pseudomonas cocovenenan adalah
asam ampas kelapa (AB) dan Toksoflavin (TF). Pembentukan racun
tersebut terjadi karena bakteri Pseudomonas cocovenenan menghasilkan
enzim yang dapat memecah sisa lipida dalam tempe bongkrek. Preses
tersebut akan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Kemudian asam
lemak mengalami pemecahan yang membentuk asam bongkrek atau asam
ampas kelapa dan gliserol menjadi toksoflavin, yang mana toksin ini
merupakan toksin tahan panas. Pada umumnya, daya racun asam ampas
kelapa lebih kuat dari pada toksoflavin. Arbianto (1971) melaporkan bahwa
pada pH 6.0 atau lebih rendah dapat menekan atau menghambat produksi
racun tempe bongkrek. Oleh karena itu, racun toksoflavin pada tempe
bongkrek akan rusak di lambung dikarenakan pH yang rendah.
Asam bongkrek mengganggu mekanisme sel dalam tubuh. Asam
bongkrek ini menghambat kerja enzim translokase pada membrane
mitokondria. Enzim translokase sendiri berfungsi memberikan kemudahan
bagi nukleotida sehingga dapat memasuki mitokondria dan adenin
nukleotida diubah menjadi ATP. Apabila enzim translokase dihambat maka
akibatnya produksi ATP di mitokondria juga akan terganggu. Asam
bongkrek ini akan menutupi gugus –SH dari ATP-ase sehingga produksi
ATP pada mitokondria juga terhenti. Karena produksi ATP yang berhenti
maka mitokondria tidak mempunyai energi dan kemampuan untuk
memproduksi ATP yang baru. Fungsi dari ATP sangat penting bagi tubuh

5
yaitu sebagai sumber energi. Apabila produksi ATP pada sel-sel
mitokondria di jantung terganggu, maka dapat menyebabkan henti jantung.
Kurangnya produksi ATP juga dapat menyebabkan hipoglikemia.
Untuk mengganti ATP yang kurang, tubuh menggunakan mekanisme
glikolisis. Akan tetapi dengan cara glikolisis belum bisa mengganti jumlah
ATP yang dibutuhkan jantung. Maka ATP di produksi diluar mitokondria
secara glikolisis melalui penggunaan ADP dan fosfoliseraldehida. Hal ini
menyebabkan penguraian glikogen cadangan di hati, jantung dan oto-otot.
Akibat pemecahan glikogen di berbagai tempat tersebut sehingga terjadi
hipoglikemia (penurunan kadar gula dalam darah) yang hebat. Terjadinya
hioglikemia yang hebat dapat menyebabkan pasien meninggal.
Saat cadangan glikogen habis di dalam tubuh maka glukosa dalam
darah akan turun atau terjadi hipoglikemia dan penderita akan mengalami
keracunan bongkrek dan mengalami asidosis. Asidosis ini terjadi karena
selama proses glikolisis akan terbentuk asam laktat sehingga asam laktat
akan terakumulasi karena tidak dapat disintesis lagi menjadi glikogen.
Berbeda dengan asam ampas kelapa atau asam bongkrek,
toksoflavin bersifat basa dan berwarna kuning. Warna kuning tersebut
berasal dari pembentukan pigmen oleh bakteri Pseudomonas cocovenans
yang ditumbuhkan pada media tertentu misalnya pada ampas kelapa.
Toksoflavin yang masuk dalam tubuh akan menghambat aktivitas enzim
glutamate transferase dan alkali fosfatase dalam eritrosit sehingga transport
gula ke dalam eritrosit terhambat dan menyebabkan hemodialis.

2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Penatalaksanaan secara umum
a. Penolong tidak boleh panik
b. Jangan terlalu asyik mencari penyebab keracunan, tapi action
penanganan.
c. Prinsip DRABC
D: Danger (amankan diri sendiri, pasien, dan lingkungan)
R: Respon (Respon dari pasien, lihat apakah pasien mengalami
penurunan kesadaran)
A: Airway (lidah jatuh atau tidak, penatalaksanaan jalan nafas,
yaitu
membebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran udara.)
B: Breathing (pertahankan jalan nafas, jika perlu dialakukan
pernapasan)
C: Circulation (pertahankan darah, nadi pasien dalam batas
normal)
d. Perhatikan glukosa dan elektrolit
e. Bawa pasien ke rumah sakit

6
2.6.2 Penatalaksanaan keracunan tempe bongkrek

a. Penolong tidak boleh panik


b. Jangan terlalu asyik mencari penyebab keracunan, tapi action
penanganan.
c. Prinsip DRABC
d. Penderita harus dirujuk ke rumah sakit, jika penderita sadar
usahakan mengeluarkan sisa makanan
e. Kenali gejala keracunan tempe bongkrek timbul 12-48 jam seperti:
Ringan : pusing, mual dan muntah
Sedang : pusing, mual, muntah dan sakit perut
Berat : diare, kejang, keluar buih putih pada mulut
Meninggal: ada bercak darah beku dibawah kulit. (Suhardjo,
1989).
f. Pertahankan jalan nafas ( berikan oksigen bila perlu)
g. Antidotum spesifik keracunan tempe bongkrek belum ada. Berikan
norit 20 tablet ( digerus dan diaduk dengan air dalam gelas),
selanjutnya ulangi 1 jam kemudian
h. Atasi syok dengan infuse glukosa 5% dan oksigenasi
i. Ganti cairan dan elektrolit dengan garam intravena atau larutan
kristaloid lainnya (pasien dengan, penyakit ringan mungkin
mentolerir rehidrasi oral). Pasien dengan hipotensi mungkin
memerlukan besar volume cairan intravena resusitasi.
j. Antimuntah untuk pengobatan simtomatik, (antidiare seperti
Lomotil (diptienoxylate ditambah atropin tidak boleh digunakan
karena dapat memperpanjang perjalanan infeksi).
k. Penderita dirangsang muntah. Bila tidak berhasil lakukan bilas
lambung (apabila kurang dari 6 jam)

7
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bongkrek adalah jenis tempe yang dalam proses pembuatannya
di campur dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Pembuatan tempe
bongkrek perlu memperhatikan kebersihan dan ketepatan dalam
penyimpanan, karena tempe yang berbahan dasar ampas kelapa ini
memiliki potensi dapat tercemari bakteri pseudomonas cocovenenans.
Selama proses pembuatan tempe bongkrek, bakteri tersebut membentuk
beberapa senyawa antara lain asam bongkrek dan toxoflavin. Bagi
seseorang yang mengonsumsi tempe bongkrek yang sudah beracun ini
dapat menyebabkan kematian.
Asam bongkrek mengganggu mekanisme sel dalam tubuh. Asam
bongkrek ini menghambat kerja enzim translokase pada membrane
mitokondria. Apabila enzim translokase dihambat maka akibatnya
produksi ATP di mitokondria juga akan terganggu. Fungsi dari ATP
sangat penting bagi tubuh yaitu sebagai sumber energi. Apabila produksi
ATP pada sel-sel mitokondria di jantung terganggu, maka dapat
menyebabkan henti jantung. Pertumbuhan pseudomonas sebenarnya
dapat dihambat dengan menurunkan pH ampas kelapa yang
difermentasikan hingga 5,5. Pada pH ini jamur tempe yang diinginkan
dapat bertahan hidup dengan baik, sedangkan bakteri akan terhambat
pertumbuhannya. Apabila keracunan tempe bongkrek terjadi, berikan
penatalaksanaan umu yaitu D-R-A-B-C.

3.2 Saran
3.2.1 Bagi produsen makanan hendaknya jangan hanya ingin mendapat
keuntungan yang besar tetapi juga memperhatikan aspek
kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya yaitu dengan
memperhatikan aspek kebersihan saat pembuatan dan
penyimpanan tempe bongkrek
3.2.2 Bagi masyarakat harus jeli dalam memilih makanan dan tempe
bongkrek yang tidak terkontaminasi bakteri Pseudomonas
Cocovenenans.
3.2.3 Bagi Dinas Kesehatan dan Pengawasan makanan dan minuman
hendaknya sebelum mengeluarkan nomor registrasi mengetahui
kandungan zat yang ada didalamnya terutama yang
membahayakan kesehatan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Anggrahini, Sri. 1992. “Ketahanan Panas Bakteri Bongkrek Pseudomonas


Cocovenenans X128 Dan Toksoflavin Serta Pengaruh Komponen Lemak
Terhadap Produksi Toksoflavin”. [Serial On Line]
Http://Repository.Ipb.Ac.Id/Bitstream/Handle/123456789/1071/Bab%20ii
%201992san1.Pdf?Sequence=7&Isallowed=Y. Diakses Tanggal 24-06-
2016
Arisman. 2009. Keracunan Makanan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC
Bakta I M, Dan Suastika, I K. (1999). Gawat Darurat Di Bidang Penyakit
Dalam. Jakarta: Egc
Departemen Kesehatan R.I. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas
.Http://Www.Pkfi.Net/File/Download/Pedoman%20pengobatan%20dasar
%20di%20puskesmas%202007.Pdf Diakses 24 Juni 2016
Kandungan Gizi Tempe Beserta Manfaatnya [Serial On Line]
Http://Staff.Uny.Ac.Id/Sites/Default/Files/Pengabdian/Dewi-Yuanita-
Lestari-Ssi-Msc/Kandungan-Gizi-Tempe-Beserta-Manfaatnya-Versi-
Ringkas.Pdf Diakses Pada Tanggal 25 Juni 2016
Manik. 2003. Keracunan Makanan. [Serial On Line]
Http://Library.Usu.Ac.Id/Download/Fk/Gizi-Murniati.Pdf. Diakses Pada
Tanggal 25 Juni 2016
Naixin Et, All. 1955. Phylogenetic Evidence For The Transfer Of Pseudomonas
Cocovenenans (Van Damme Et Al. 1960) To The Genus Burkholderia As
Burkhozderia Cocovenenans (Van Damme Et Al. 1960) Comb. Nov.
[Serial On Line]
Http://Www.Microbiologyresearch.Org/Docserver/Fulltext/Ijsem/45/3/Ijs-
45-3-
600.Pdf?Expires=1466904211&Id=Id&Accname=Guest&Checksum=4ffa
44e580fc64113ad90f739bc5945c Diakses Tanggal 26 Juni 2016
Nenden. 2008. Isolasi Beberapa Senyawa Aktif Selain Asam Bongkrek Yang
Diproduksi oleh Pseudomonas Cocovenenans dan Pengaruhnya Terhadap
Respirasi [Serial On Line]
Http://Digilib.Itb.Ac.Id/Gdl.Php?Mod=Browse&Op=Read&Id=Jbptitbpp-
Gdl-Nendenindr-28841 Diakses Tanggal 26 Juni 2016
Pelczar. 1988. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Ui Press
Setyasih, Endang. 2008. Mengenal Pseudomonas Cocovenenans, Bakteri
Penyebab Keracunan Tempe Bongkrek Dan Cara Pencegahannya. [Serial
On Line]
Http://Lib.Atmajaya.Ac.Id/Default.Aspx?Tabid=61&Src=A&Id=38217
Diakses Tanggal 26 Juni 2016

9
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi:Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
[Serial On Line]
http://www.pkfi.net/file/download/Pedoman%20Pengobatan%20Dasar%2
0di%20Puskesmas%202007.pdf Diakses 24 juni 2016
Widianarko. 2002. Tips Pangan ”Teknologi, Nutrisi, Dan Keamanan Pangan”.
Grasindo. Jakarta
[Serial On Line]
Http://Repository.Usu.Ac.Id/Bitstream/123456789/25179/3/Chapter%20ii.Pdf
Diakses Pada Tanggal 25 Juni 2016

10

You might also like