You are on page 1of 16

BAB III GEOTEKNIK TAMBANG

Geoteknik tambang merupakan kajian mengenai Geometri lereng yang dapat


mempengaruhi kestabilan lereng meliputi tinggi lereng, kemiringan lereng dan lebar berm
(b), baik itu lereng tunggal (Single slope) maupun lereng keseluruhan (overall slope).
Suatu lereng disebut lereng tunggal (Single slope) jika dibentuk oleh satu jenjang saja dan
disebut keseluruhan (overall slope) jika dibentuk oleh beberapa jenjang.
Lereng yang terlalu tinggi akan cenderung untuk lebih mudah longsor dibanding
dengan lereng yang tidak terlalu tinggi dan dengan jenis batuan penyusun yang sama
atau homogen. Demikian pula dengan sudut lereng, semakin besar sudut kemiringan
lereng, maka lereng tersebut akan semakin tidak stabil. Sedangkan semakin besar lebar
berm maka lereng tersebut akan semakin stabil.
Hasil analisis pengujian data geoteknik yang dibutuhkan dalam laporan ini dapat
dilihat pada tabel 3.1.1 berikut :
Hasil PengambilanSampel Tanah

Interval
Pemboran pemboran Tabung/Kedalaman Diameter
(m) (m) (cm)
0-5 Gt.01/3,05 -3,35 m 30
5-10 Gt.01/ 8,45-8,75 m 30
1
10-15 Gt.01/13,04-13,34 m 30
15-20 Gt.01/17,35-17,65 m 30
2 0-5 Gt.02/4,00-4,30 m 30
0-5 Gt.03/4,70-5,00 m 30
3 5-10 Gt.03/ 9,70-10,00 m 30
10-15 Gt.03/ 14,50-14,80m 30
0-5 Gt.04/ 4,35-4,65 m 30
4
5-10 Gt.04/ 9,60-9,90 m 30
Hasil UjiLaboratoriumPengujian Bobot Isi

Pemboran Tabung/Kedalaman Bobot Isi (γ) kg/cm3


Gt.01/3,05 -3,35 m 2,2
Gt.01/ 8,45-8,75 m 1,842
1
Gt.01/13,04-13,34 m 1,795
Gt.01/17,35-17,65 m 1,688
2 Gt.02/4,00-4,30 m 1,817
Gt.04/4,70-5,00 m 2,353
3 Gt.04/ 9,70-10,00 m 1,843
Gt.04/ 14,50-14,80m 2,133
Gt.05/ 4,35-4,65 m 1,779
4
Gt.05/ 9,60-9,90 m 1,906

Hasil PengujianSifatMekanikTanah

Pemboran tabung/kedalaman Kohesi (kg/cm2) SudutGeserΦ (o)


Gt.01/3,05 -3,35 m 0,075 24o5’4,72”
Gt.01/ 8,45-8,75 m 0,072 26o9’3,74”
1
Gt.01/13,04-13,34 m 0,068 28o38’4,34”
Gt.01/17,35-17,65 m 0,066 32o7’28,96”
2 Gt.02/4,00-4,30 m 0,094 26o22’53,08”
Gt.04/4,70-5,00 m 0,076 24o22’13,89”
3 Gt.04/ 9,70-10,00 m 0,07 28o8’48,41”
Gt.04/ 14,50-14,80m 0,062 31o37’59,05”
Gt.05/ 4,35-4,65 m 0,074 27o23’2,96”
4
Gt.05/ 9,60-9,90 m 0,07 30o1’40,48”
3.1 Faktor Keamanan

Lereng dapat dianalisis melalui perhitungan Faktor Keamanan


Lereng dengan melibatkan data sifat fisik tanah, mekanika
tanah(geoteknis tanah) dan bentuk geometri lereng (Pangular,
1985). Secara khusus, analisis dapat dipertajam dengan
melibatkan aspek fisik lain secara regional, yaitu dengan
memperhatikan kondisi lingkungan fisiknya, baik berupa
kegempaan,iklim,vegetasi,morfologi,batuan/tanah maupun situasi
setempat. Kondisi lingkungan tersebut merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi gerakan tanah dan merupakan karakter perbukitan
rawan longsor (Anwar&Kesumadharma, 1991; Hirnawan,1993,1994).

Banyak rumus perhitungan Faktor Keamanan lereng


(material tanah) yang diperkenalkan untuk mengetahui tingkat
kestabilan lereng ini. Rumus dasar Faktor Keamanan (Safety Factor,F)
lereng (material tanah) yang diperkenalkan oleh Fellenius dan
kemudian di kembangkan adalah: (Lambe&Whitman,1969;
Parcher&Means,1974):

bidan
ggeli
ncir

Gambar6. Sketsalerengdangayayangbekerja
Berbagai cara analisis kestabilan lereng cara analisis kestabilan lereng
banyak dikenal, tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok
yaitucara pengamatan visual, cara komputasi dan caragrafik (Pangular,1985)
sebagai berikut:

1) Cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati langsung di


lapangan dengan membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau
diperkirakan bergerak danyang yang tidak,cara ini memperkirakan lereng
labil maupun stabil dengan memanfaatkan pengalaman di lapangan
(Pangular, 1985). Cara ini kurang teliti,tergantung dari pengalaman
seseorang.Caraini di pakai bila tidak ada resiko longsor terjadi saat
pengamatan. Cara ini mirip dengan memetakan indikasi gerakan tanah
dalamsuatupetalereng.

2) Cara komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus


(Fellenius, Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara
Fellenius dan Bishop menghitung Faktor Keamanan lereng dandianalisis
kekuatannya. Menurut Bowles(1989),pada dasarnya kunci utama gerakan
tanah adalah kuat geser tanah yang dapat terjadi:

(a) takter drainase,

(b) efektif untuk beberapa kasus pembebanan,

(c) meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan waktu)atau


dengan kedalaman,

(d) ber-kurang dengan meningkatnya kejenuhan air(sejalan dengan waktu) atau


ter- bentuknya tekanan pori yang berlebih atau terjadi peningkatan airtanah.
Dalam menghitung besar faktor keamanan lereng dalaman alisis lereng
tanah melalui metoda sayatan, hanya longsoran yang mempunyai bidangge
lincir saya yang dapat dihitung.
3) Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor,
Hoek & Bray,Janbu,Cousins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk
material homogen dengan struktur sederhana. Material yang heterogen
(terdiri atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus
(cara komputasi). Stereonet misalnya diagram jaring Schmidt (SchmidtNet
Diagram) dapat menjelaskan arah longsoran atau runtuhan batuan dengan
cara mengukur strike/dip kekar-kekar (joints) dan strike/dip lapisan batuan.

Faktor Keamanan (F) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai


metode. Longsoran dengan bidang gelincir (slip surface), F dapat dihitung
dengan metoda sayatan (slicemethod) menurut Fellenius atauBishop. Untuk
suatu lereng dengan penampang yang sama, cara Fellenius dapat dibandingkan
nilai faktor keamanannya dengan cara Bishop. Dalam mengantisipasi lereng
longsor, sebaiknya nilai F yang diambil adalah nilai F yang terkecil, dengan
demikian antisipasi akan diupayakan maksimal. Data yang diperlukan dalam
suatu perhitungan sederhana untuk mencari nilai F(faktor keamanan lereng)
adalahsebagaiberikut:

a. Data lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang


lereng) meliputi:sudut lereng, tinggi lereng,atau panjang lereng dari kaki
erengke puncak lereng.

b. Data mekanika tanah

c. sudut geser dalam (φ;derajat)

d. bobot satuan isi tanah basah(γwet;g/cm3ataukN/m3 atau ton/m3)

e. kohesi(c;kg/cm2 ataukN/m2 atauton/m2)

f. kadarairtanah(ω;%)
Untuk penentuan tinggi sudut dan lebar jenjang sendiri dilakukan
percobaan try error dan hal ini dilakukan sampai mencapai FK > 1 agar jenjang
dianggap aman dalam perhitungan yang dilakukan untuk mendapatkan Faktor
Keamanan(FK) dilakukan dengan menggunakan metode Fellenius yaitu :

9.21858 X 10.5 + tan 26.38 (399.6748516)


F=
184.8718708

F = 1.593720777

Perhitungan ini dilakukan beberapa kali dengan tinggi dan lebar jenjang yang berbeda
beda dan didapatkan untuk lebar jenjang yang aman adalah 5 dan tinggi jenjang jang
aman adalah 5 dengan sudut kemiringan 65° dengan FK sebesar 1.5
Faktor yang perlu dpertimbangkan dalam pembuatan desain jalan tambang:
• Letak jalan keluar tambang: untuk suatu tambang yang baru, penting diperhitungkan
dimana letak jalan-jalan keluar dari tambang. Biasanya kita ingin akses yang baik ke
lokasi pembuangan tanah penutup (waste dump) dan stokpile. Topografi merupakan
faktor yang penting akan sulit sekali bagi truk untuk keluar dari pit ke medan yang
curam.
• Lebar jalan: tergantung pada lebar alat angkut, biasanya 4 kali lebar truk. Lebar jalan
seperti diatas memungkinkan lalu lintas dua arah, ruangan untuk truk yang akan
menyusul, juga cukup untuk selokan penyaliran dan tanggul pengaman. Untuk truk
tambang yang ukuran sedang biasa ukurannya 2 – 3 m lebar jalan biasanya sekiktar
untuk ukuran ini 10 m.
• Kemiringan jalan: jalan angkut di dalam tambang biasanya dirancang pada kemiringan
8% atau 10%. Untuk tambang–tambang besar, kemiringan jalan 8%paling umum. Ini
akan memberikan Untuk tambang–tambang besar, kemiringan jalan 8%paling umum.
Ini akan memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam pembuatannya, serta
memudahkan dalam pengaturan masuk ke jenjang tanpa menjadi terlalu terjal
dibeberapa tempat.
• Untuk jalan tambang yang panjang, kemiringan 10% adalah kemiringan maksimum yang
masih praktis. Tambang- tambang kecil banyak yang dirancang dengan kemiringan
10%.
• Rancangan spiral danswitchback: pada umumnya switchback ingin dihindari sebisa
mungkin karena cenderung melambatkan lalu lintas juga ban akan cepat aus dan
perawatan ban akan lebih besar. Pertimbangan lain ialah keamanan. Apabila ada sisi
tambang yang jauh lebih rendah dari dinding lainnya di sekeliling pit, switchback di sisi
ini sering lebih murah daripada membuat jalan angkut spiral mengelilingi dinding pit.
Jika switchbackharus dipakai, rancanglah cukup panjang sehingga pada bagian sebelah
dalam dari tikungan kemiringannya tidak terlalu terjal.

3.2 GEOMETRI JALAN TAMBANGI


Pada pelaksanaan kegiatan penambangan nikel akan membutuhkan jalan akses
darilokasi eksploitasi ke lokasi stockpile dan waste dump/disposal. Pembuatan jalan
tambang akanmemanfaatkan jalan tanah yang telah ada serta pembuatan jalan baru.
Untuk jalan yang telah ada, kualitasnya akan ditingkatkan agar mampu mendukung berat
(tonase) kendaraan yang akan melewati jalan tersebut. Pembangunan jalan tambang akan
dilakukan guna menjamin mobilitas kegiatan penambangan yang akan dilakukan. Jalan
tambang yang akan dibangun menghubungkan lokasi penambangan (penggalian),
stockpile, waste dump dan sarana dan prasarana tambang lainnya.

a. Lebar Jalan Angkut Jalan Lurus


Lebar jalan angkut yang digunakan di PT. ALDINA disesuaikan dengan kebutuhan
pengangkutan di atas jalan. Untuk pengukuran lebar jalan angkut pada jalur lurus
minimum bisa dilakukan dengan perhitungan rumus berikut ini:
L (min) = [(n.Wt) + {(n+1) (1/2.Wt)}]
Dimana :
L (min) = lebar minimum pada jalur lurus
n = jumlah jalur
Wt = lebar satu unit kendaraan (m)

Gambar 2.1 Desain lebar jalan lurus

Alat angkut yang akan digunakan di PT. ALDINA adalah Dump Truck merkHino tipe
FM 260 JD dengan lebar maksimal 2.450 meter. Sedangkan jalan tambang akan
didesain menjadi dua jalur. Maka lebar minimum jalan tambang pada keadaan
lurus adalah sebagai berikut :
L (min) = [(2 × 2.450) + {(2 + 1)(1/2 × 2.450)}]
= 4.900 + (3 × 1.225) m
= 8,5 meter
Untuk lebih mengoptimalkan lebar jalan pada jalur lurus, maka lebar jalan
dibuat menjadi 10meter.

b. Perhitungan Lebar Jalan Pada Tikungan


Perhitungan lebar jalan pada tikungan dilakukan untuk mengoptimalkan jarak
aman jika dua kendaraan dengan arah berlawanan bertemu pada jalan tikungan.
Perhitungan menggunakan persamaan :
Wmin = {( 2 × (U + Fa + Fb + Z )) + C }
Z = {( U + Fa + Fb ) / 2 }
Dimana :
Wmin = lebar jalan pada jalur tikungan (m)
U = jarak jejak roda truk (m)
Fa = lebar juntai* depan (m)
Fb = lebar juntai* belakang (m)
Z = jarak sisi luar truk ke tepi jalan (m)
C = jarak antar truck (m)

3.2 DESAIN JENJANG PIT

Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal, dan lebar dari
jenjang penangkap (catch bench). Rancangan geoteknik jenjang biasanya dinyatakan
dalam bentuk parameter–parameter untuk ketiga aspek ini:
1. Tinggi jenjang: biasanya alat muat yang digunakan harus mampu pula mencapai
pucuk atau bagian atas jenjang. Jika tingkat produksi atau faktor lain mengharuskan
ketinggian jenjang tertentu, alat muat yang akan digunakan harus disesuaikan pula
ukurannya.
2. Sudut lereng jenjang: Penggalian oleh alat gali mekanis seperti loader atau shovel
dipermuka jenjang pada umumnya akan menghasilkan sudut lereng antara 60-65
derajat. Sudut lereng yang lebih curam biasanya derajat.
3. Lebar jenjang penangkap: ditentukan oleh pertimbangan keamanan. Tujuannya
adalah menangkap batu–batuan yang jatuh.
Bagian Jenjang

Desain
1. Pemodelan Topografi
2. Pit Bottom
Dimensi:
vertical area = 36.515
volume area = 2088468.14

Elevasi: 137 m

KETERANGAN :

PB
PB

BOUNDARY PIT BUTTOM

3. Plot Crest
CREST BP

TOE

KETERANGAN :
pb = pit buttom
cres= tinggi jenjang
toe = kaki jenjang

4. Pemotongan Crest
Penyesuaian jenjang dengan dengan kontur permukaan
6. Pemotongan kontur dan pembuatan sayatan
permukaan toe bp crest permukaan

Keterangan :
Permukaan : Gambaran Permukaan Yang Di Ambil Dari Kordinat Titik Bor
Toe : Kaki Lereng Yang Di Bentuk Dari Tinggi Jenjang 5m Dan Kemiringan
Jenjang 65°
Crest : Tinggi Jenjang 5 M
Bp : Buttom Pit Seluas 16300.725 𝑚2

You might also like