You are on page 1of 22

STATUS PASIEN

RUMAH SAKIT DINAS KESEHATAN TENTARA


BANDAR LAMPUNG
Nama : dr. Annisa Oktantiani Dokter Pembimbing :dr.ImeldaMeilina

: dr. Kheriyah

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. S Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 65 tahun Suku bangsa : Jawa

Ruangan : HCU Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga No. CM : 06.60.10

Alamat : Bandar Lampung Tanggal masuk RS: 2 Januari


2015

I. Anamnesis (autoanamnesis)

Keluhan Utama :

Nyeri kepala yang memberat sejak 1 hari SMRS

Keluhan Tambahan :

Pandangan mata gelap jika sedang nyeri kepala

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RS DKT dengan keluhan nyeri kepala yang memberat

sejak 1 hari SMRS, nyeri kepala dirasakan berdenyut. Pasien mengeluhkan nyeri

kepala sudah dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Pasien tidak merasakan nyeri kepala

berputar, dan merasakan pandangannya terasa gelap apabila nyeri kepala, pasien tidak

merasa lemas pada tangan dan kaki, mual, tanpa disertai dengan muntah, dan tanpa

penurunan kesadaran.

Pasien merasakan leher terasa tegang seperti tertarik sejak 3 hari SMRS. Pasien

tidak mengeluhkan sesak nafas. Pasien juga merasakan dadanya berdebar-debar.

Keluhan disertai dengan rasa mual namun tidak muntah. Rasa mual membuat nafsu

makan pasien menjadi menurun.

Pada 1 minggu SMRS, pasien mengeluhkan kencing yang berkurang, menjadi

sedikit namun tidak anyang-anyangan. Kencing berwarna kuning tanpa disertai darah.

Buang air besar lancar tanpa keluhan. Tidak terdapat adanya gangguan kelemahan

otot pada pasien. Pasien tidak sedang hamil.

Riwayat adanya darah tinggi diakui pasien sejak 2 tahun yang lalu. Pasien

mengaku hanya berobat ke dokter sebanyak 3 kali, pasien berobat apabila timbul

keluhan namun tidak rutin kontrol, pasien tidak ingat nama obat dan jumlah obat

yang diminum.

Riwayat penyakit dahulu :

 Pasien mengaku tidak ada riwayat penyakit jantung atau paru

2
 Pasien mengaku mempunyai riwayat darah tinggi sejak 2 tahun yang lalu dan

tidak rutin kontrol ke dokter.

 Pasien mengaku tidak mempunyai penyakit kencing manis

 Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat penyakit asma

 Pasien mengaku tidak mengkonsumsi obat obatan dalam jangka waktu lama

dan dekat dan mengaku tidak mempunyai riwayat alergi

 Pasien mengaku tidak ada alergi obat.

Riwayat penyakit keluarga :

Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti

pasien. Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit jantung, gula,

ginjal dan asma.

II. Pemeriksaan Fisik

- Kesadaran: composmentis

- Tekanan darah : 220/110

- Nadi : 110x/menit

- Pernapasan : 28x/menit normal

- Suhu : 36,5 C

- BB : 40 kg

- TB : 150 cm

3
- IMT : 17,78

- BB ideal : 45 – 50

Kepala

 Bentuk : Normal, simetris

 Rambut : Hitam, tidak mudah rontok

 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebral -/-

, pupil isokor kanan dan kiri. Reflek cahaya +

 Telinga : Bentuk normal, simetris, ottorae -/-.

 Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi.

 Mulut : Mulut simetris, tidak ada deviasa Tonsil T1/T1.

Leher

Trakea berada di tengah, tidak deviasi dan intak, Tidak terdapat pembesaran kelenjar

tiroid dan kelenjar getah bening, JVP tidak meningkat.

Thoraks

 Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris, pergerakan nafas kanan

sama dengan kiri , tidak ada penonjolan masa.

 Palpasi : fremitus taktil kanan sama dengan kiri

 Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

 Auskultasi : vbs +/+, ronki -/-, Wheezing -/-

4
Jantung

 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

 Palpasi : Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi

 Perkusi Batas jantung :

o Batas atas : Sela iga II garis parasternalis kiri

o Batas kanan : sela iga V garis sternalis kanan

o Batas kiri : Sela Iga V garis axillaries anterior kiri

 Auskultasi :BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

 Inspeksi : Perut datar, tidak tampak adanya kelainan

 Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Perkusi : Suara timpani pada lapang abdomen, shifting dullness (-),

undulasi (-)

 Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), tidak ada pembesaran hepar, tidak

ada pembesaran lien, ballotement ginjal (-)

Genitalia

Tidak dinilai

Ekstremitas

Akral hangat, CRT<2”, arteri perifer teraba normal, edema ekstermitas -/-,

5
Badan dan Anggota Gerak :

Anggota gerak atas

Motorik : Baik

Pergerakan : (+)/(+)

Kekuatan : 5 / 5

Anggota gerak bawah

Motorik : Baik

Pergerakan : (+)/(+)

Kekuatan :5/5

Tonus : Normal

Refleks patologis : Babinski : (-)/(-)

Chaddock : (-)/(-)

Gondon : (-)/(-)

Oppenheim : (-)/(-)

Schiffer : (-)/(-)

Meningeal sign : Kaku kuduk (-/-)


III. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

 Hemoglobin : 9.11 g/dl


 Leukosit : 10 400/ mm3
 Hematokrit : 24.8 %
 Trombosit : 206000 / mm3
 Basofil :0
 Eosiniofil :2
 Neutrofil : 56
 Limfosit : 33
 Monosit :4

Fungsi ginjal
 Ureum : 45
 Creatinin : 1,2
 GDS : 130

EKG

Irama sinus, rate 84x/menit, normoaxis, P wave <0.2s, QRS <0.12s, ST changes (-), LVH/RVH
(-), RBBB/LBBB (-).

IV. Diagnosis Kerja :

- Hipertensi Emergency

V. Diagnosis Banding

- Stroke Hemoragic

VI. Tata Laksana


 Treatment
 Non farmakologis

7
o Di rawat di ICU
o Istirahat baring
o Tujuan pengobatan hipertensi emergensi adalah menurunkan
tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan
dengan keadaan klinis penderita

 Farmakologis
o Infus RL 20 tpm
o Captopril 2x25 mg PO
o Amlodipin 1x10 mg PO
o Ranitidin 2 x 25 mg/ml iv
o Menurunkan MAP tidak lebih dari 25% dalam beberapa menit
sampai 2 jam, setelah tidak ada tanda hipoferfusi organ penurunan
dapat di lanjutkan hingga 12-16 jam sampai mendekati normal
 Planing
o CT Scan kepala

VII. Follow up

Tgl Pemeriksaan

3 Januari 2015 T : 180/110 mmHg

P : 110x/menit

R : 24x/menit

S : 36,5C

Mual (+), pusing (+), leher tegang, BAK masih sedikit, nafsu

makan dan minum menurun, hemiparesis sinistra (+)

Kesadaran : CM

Kepala : Ka -/-, SI -/-

8
Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat

Tho : B dan G simetris. VBS +/+ Rk +/- wh -/-, BJ 1 dan 2

sama murni regular. Murmur -, gallop -

Abdomen : datar H/L tak membesar

Genitalia : wanita

Akral hangat +/+

Kekuatan otot 5/3, 5/3

Terapi

Infus RL 20 tpm

Ranitidin 3 x 1 ampul

Ondancentron 3 x 1 ampul

Captopril 2 x 25

Ceftriaxon 2 x 1 gr

Konsul neurologi

4 Januari 2015 T : 140/70mmHg

P : 82x/menit

R : 20x/menit

S : 36,4C

Kesadaran : CM

Mual (+), pusing (+), leher tegang, nafsu makan dan minum

menurun, hemiparesis sinistra (+)

Kepala : Ka -/-, SI -/-

9
Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat

Tho : B dan G simetris. VBS +/+ Rk +/- wh -/-, BJ 1 dan 2

sama murni regular. Murmur -, gallop -

Abdomen : datar H/L tak membesar

Genitalia : wanita

Akral hangat +/+

Kekuatan otot 5/4, 5/4

Terapi lanjut

Infus RL 20 tpm

Ranitidin 3 x 1 ampul

Ondancentron 3 x 1 ampul

Captopril 2 x 25

Ceftriaxon 2 x 1 gr

5 Januari 2015 T : 140/80mmHg

P : 88x/menit

R : 22x/menit

S : 36,6 C

Mual (-), pusing (-), leher tegang (-), hemiparesis (-), nafsu

makan masih menurun

Kepala : Ka -/-, SI -/-

Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat

Tho : B dan G simetris. VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2

10
sama murni regular. Murmur -, gallop -

Abdomen : datar H/L tak membesar

Genitalia : wanita

Akral hangat +/+

Terapi lanjut

Infus RL 20 tpm

Ranitidin 3 x 1 ampul

Ondancentron 3 x 1 ampul

Captopril 2 x 25

Ceftriaxon 2 x 1 gr

VIII. Prognosis :

Ad vitam : Dubia ad bonam


Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanactionam : Dubia ad malam

11
TINJAUAN PUSTAKA

HIPERTENSI EMERGENCY

A. Definisi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan
tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai
sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang peningkatan tekanan darah sistolik lebih
besar atau sama dengan 140 mmHg dan peningkatan diastolik lebih besar atau sama dengan
90 mmHg melebihi 140/90 mmHg.
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas
normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung,
peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran
darah darah (Hani, 2010).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah. Menurut Joint National
Committee 7, klasifikasi tekanan darah dibagi menjadi 4 bagian.
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah

Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak


(sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang

12
bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit
sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga
tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi
kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai
hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan
patokan >220/140.

B. Jenis Hipertensi
Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2 jenis :
1. Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi
180/120 mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak,
jantung, paru, dan eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan
salah satu gejala gangguan organ atas yang sudah nyata timbul.
2. Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg) tetapi belum ada
gejala seperti diatas. TD tidak harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi dalam
hitungan jam bahkan hitungan hari dengan obat oral.
Sementara itu, hipertensi dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebabnya :
1. Hipertensi Primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi
essensial). Hal ini ditandai dengan peningkatan kerja jantung akibat penyempitan
pembuluh darah tepi. Sebagian besar (90 – 95%) penderita termasuk hipertensi
primer. Hipertensi primer juga didapat terjadi karena adanya faktor keturunan, usia
dan jenis kelamin.
2. Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit sistemik
lainnya, misalnya seperti kelainan hormon, penyempitan pembuluh darah utama
ginjal, dan penyakit sistemik lainnya (Dewi dan Familia, 2010 : 22). Sekitar 5 –
10% penderita hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit ginjal dan sekitar 1 –
2% disebabkan oleh kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu misalnya pil
KB.
C. Klasifikasi Hipertensi

13
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam keadaan
gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi “Krisis
Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang
ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya.
Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang
dari 1 %.

D. Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi
peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ target
yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi
ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral,
perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta;
dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik
mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi
1. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
2. Kehamilan
3. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4. Pengguna NAPZA

14
5. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala,
penyakit vaskular/ kolagen)
6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu,
diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur
dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada
gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri
tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.

Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 5

Tekanan darah Funduskopi Status neurologi Jantung Ginjal Gastrointestinal


> 220/140 Perdarahan, Sakit kepala, kacau, Denyut jelas, Uremia, Mual, munt
mmHg eksudat, edema gangguan kesadaran, membesar, proteinuria
papilla kejang. dekompensasi,
oliguria

Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari
tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa,
seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih
tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis,
jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini
dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun
pada penderita hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul
hipertensi ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul
walaupun TD 160/110 mmHg.

E. Patofisiologi

15
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat
dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat
sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis
arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-
nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada retina
akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat
mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari
hipertensi maligna.
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan
tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg. Apabila
tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi menahan
kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi
memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak
yang irreversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan
kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini
akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma dengan
krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita
hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia,
autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan
yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema
otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
1. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya.
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah
pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada
biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana
dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang

16
sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri
kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau
hormon di dalam darah.
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat,
sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung
berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka
tekanan darah akan menurun.

F. Penatalaksanaan Hipertensi emergency


Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah
secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan
biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap
penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya
masalah baru.
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang
dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap
tubuh dan efek samping minimal.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru.
Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada otak dan
ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan
diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per
parenteral (Infus drip). Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan
dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk
penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10
mg, Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus
dirawat inap.

17
Tabel 3. Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi

Parameter Hipertensi Urgency Hipertensi Emergency

Biasa Mendesak
Tekanan darah > 180/110 > 180/110 > 220/140
(mmHg)

Gejala Sakit kepala, Sakit kepala hebat, sesak napas Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; nokturia, dysarthria,
sering kali tanpa kelemahan, kesadaran
gejala menurun
Pemeriksaan Tidak ada kerusakan Kerusakan organ Ensefalopati, edema paru,
organ target, tidak ada target; munculklinis penyakit insufisiensi ginjal, iskemia
penyakit kardiovaskuler, stabil jantung
kardiovaskular
Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam;obat oral Pasang jalur IV, periksa
memulai/teruskan berjangka kerja pendek laboratorium standar,
obat oral, naikkan terapi obat IV
dosis

Rencana Periksa ulang dalam 3 Periksa ulang dalam 24 jam Rawat ruangan/ICU
hari

Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak (urgency)
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Obat hipertensi oral
Obat Dosis Efek / Lama Kerja Perhatian khusus
Captopril 12,5 - 25 mg PO; 15-30 min/6-8 Hipotensi, gagal ginjal,
ulangi per 30 min ; SL, jam; SL 10-20 min/2- stenosis arterirenalis
25 mg 6 jam
Clonidine PO 75 - 150 ug, 30-60 min/8-16 jam Hipotensi, mengantuk, mulut
ulangi per jam kering
Propanolol 10 - 40 mg PO; ulangi 15-30 min/3-6 jam Bronkokonstriksi, blok
setiap 30 min jantung, hipotensi ortostatik
Nifedipine 5 - 10 mg PO; ulangi 5 -15 min/4-6 jam Takikardi, hipotensi, gangguan
setiap 15 menit koroner
SL, Sublingual. PO, Peroral

18
Sedangkan untuk hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk pemakaian
parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Obat hipertensi parenteral


Obat Dosis Efek /Lama Perhatian khusus
Kerja
Sodium 0,25-10 mg / kg / langsung/2-3 Mual, muntah, penggunaan jangka panjang
nitroprusside menit sebagai infus menit setelah dapat menyebabkan keracunan tiosianat,
IV infus methemoglobinemia, asidosis, keracunan
sianida.
Selang infus lapis perak
Nitrogliserin 500-100 mg sebagai 2-5 min /5- Sakit kepala, takikardia, muntah, ,
infus IV 10 min methemoglobinemia; membutuhkan sistem
pengiriman khusus karena obat mengikat pipa
PVC
Nicardipine 5-15 mg / jam 1-5 min/15-30 Takikardi, mual, muntah, sakit kepala,
sebagai infus IV min peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi
Klonidin 150 ug, 6 amp per 30-60 min/ 24 Ensepalopati dengan gangguan koroner
250 cc Glukosa 5% jam
mikrodrip
5-15 ug/kg/menit 1-5 min/ 15- 30 Takikardi, mual, muntah, sakit kepala,
Diltiazem sebagi infus IV min peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi

Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi emergensi


dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang tepat sehingga tidak
memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi dengan komplikasi dapat dilihat
pada tabel 6.

Tabel 6. Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi

Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan Darah


Diseksi aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120 sesegera mungkin
AMI, iskemia Nitrogliserin, nitroprusside, nicardipine Sekunder untuk bantuan iskemia
Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin, labetalol 10% -15% dalam 1-2 jam
Gangguan Ginjal Fenoldopam, nitroprusside, labetalol 20% -25% dalam 2-3 jam
Kelebihan katekolamin Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2 jam
Hipertensi ensefalopati Nitroprusside 20% -25% dalam 2-3 jam

19
Subarachnoid hemorrhage Nitroprusside, nimodipine, nicardipine 20% -25% dalam 2-3 jam
Stroke Iskemik Nicardipine 0% -20% dalam 6-12 jam

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi
emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan
intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).

G. Pemeriksaan penunjang
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi
ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
7. Foto dada dan CT scan

H. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal
jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang
tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak
diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup
sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan
telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi
adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi
akibat hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai
dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi

20
berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang
disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan
lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara
(Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi
yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. Risiko penyakit
kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi
juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti merokok,
dislipidemia dan diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu
berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor resiko kardiovaskular yang penting. Selain itu
dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali.

21
DAFTAR PUSTAKA

Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin Office
Pract 2010;33:613-23.
Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician 2009:43-
50
Ganong, William F (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta
Kabo (2010). Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskular secara rasional. FK UI, Jakarta
JNC 7 Express (2003). Prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure.
NIH Publication No 03-5233

22

You might also like