Professional Documents
Culture Documents
SUB KELOMPOK 20
PEMBIMBING :
dr. Octavianus Ch Salim, MS
ANGGOTA KELOMPOK :
1. Nadia Nur Shadrina 030.14.134
2. Noferly Gina Jessica Go 030.14.142
3. Novella Putri Whanda 030.14.144
4. Novita Rahmawati 030.14.146
5. Nur Dwi Hayati 030.14.148
6. Nurza Yeyeni 030.14.152
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis
dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini dilaksanakan dalam rangka
menjalani modul komprehensif di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Trisakti.
Penulisan makalah ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan bimbingan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr.dr. Agnes TWR, Sp.KJ, selaku KPM yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk melaksanakan kegiatan belajar pada modul ini.
2. dr. Octavianus Ch Salim, MS selaku pembimbing yang telah mengarahkan penulis
dalam penyusunan makalah ini.
3. Bapak Nasan selaku pasien yang dengan sabar telah banyak membantu dalam penulisan
makalah ini.
4. Serta teman-teman satu angkatan di FK Universitas Trisakti yang tidak mungkin
disebutkan satu per satu atas motivasi, inspirasi, dan kebersamaannya selama
menjalani proses pembelajaran di Kelurahan Krendang Tambora.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat penulis perlukan demi melengkapi makalah ini. Akhir kata,
Semoga Tuhan membalas kebaikan semua pihak dan makalah ini hendaknya membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, profesi, dan masyarakat luas.
Penulis
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar belakang ........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ...............................................................................1
1.3 Tujuan ....................................................................................................2
1.3.1 Tujuan umum ............................................................................2
1.3.2 Tujuan khusus............................................................................2
1.4 Manfaat ..................................................................................................3
1.4.1 Manfaat bagi masyarakat ...........................................................3
1.4.2 Manfaat bagi profesi ..................................................................3
1.4.3 Manfaat bagi institusi pemerintah .............................................3
1.4.3 Manfaat bagi institusi pendidikan .............................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
2.1 Lansia .....................................................................................................4
2.1.1 Definisi lansia ............................................................................4
2.2 Tuberkulosis paru...................................................................................4
2.2.1 Perubahan pada lansia. ..............................................................5
2.2.2 Masalah kesehatan pada lansia ................ .................................6
2.2.3 Pengertian Osteoporosis ...........................................................7
2.2.4 Faktor Resiko Osteoporosis .....................................................7
2.2.5 Patofisiologi Osteoporosis ........................................................7
2.2.6 Gejala Klinis Osteoporosis .......................................................8
2.2.7 Diagnosa Osteoporosis.............................................................9
2.2.8 Tatalaksana Osteoporosis........................................................10
2.2.9 Komplikasi Osteoporosis..................... ...................................12
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH .......................................................14
3.1 Wilayah Jakarta Barat. ............................................................................14
ii
3.2 Kecamatan Jakarta Barat. .....................................................................15
3.3 Puskesmas Cengkareng. .......................................................................16
BAB IV HASIL PBL. ............................................................................................17
BAB V PEMBAHASAN .......................................................................................23
5.1 Analisis Penyakit .................................................................................23
5.2 Analisis assessment geriatri .................................................................24
5.3 Rencana Penatalaksanaan ....................................................................26
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................27
6.1 Kesimpulan………………………………………………………...…27
6.2 Saran……………………………………………………………...…..28
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................29
LAMPIRAN I Kuesioner
LAMPIRAN II Foto Kunjungan
LAMPIRAN III Tabel POAC
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, berdasarkan
Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.(1) Indonesia termasuk
dalam lima besar negara dengan jumlah lansia terbanyak di dunia.
Salah satu indikator keberhasilan suatu negara adalah semakin tingginya usia harapan
hidup penduduknya. Menurut data Word Bank pada tahun 2010 usia harapan hidup penduduk
Indonesia mencapai 69 tahun sedangkan menurut Kementrian Kesehatan Indonesia pada tahun
2012 usia harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 71 tahun.(2)
Tuberkulosis (TB) paru masih menjadi masalah utama kesehatan global. Menurut
kementrian kesehatan Indonesia pada tahun 2012 Jumlah kasus baru TB pada lansia adalah 12.868
jiwa. Berdasarkan data kesehatan Provinsi DKI Jakarta pada Tahun 2015 jumlah kasus penemuan
TB paru dengan BTA positif di puskesmas Jakarta Barat adalah sebanyak 6.701 kasus yang
ditemukan.(3)
Ada banyak Faktor penyebab terjadinya TB paru diantaranya adalah faktor individu (umur,
jenis kelamin, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan lain-lain), faktor lingkungan rumah,
kebiasaan, riwayat kontak dan sebagainya. Faktor yang menjadi penyebab tersering kejadian TB
paru adalah kemiskinan, lingkungan yang kumuh, padat dan terbatasnya akses untuk berperilaku
hidup bersih dan sehat.(4)
Berdasarkan Badan Pusat Statistik DKI Jakarta jumlah penduduk di kecamatan Tambora
adalah sebanyak 262 931 Jiwa, Kecamatan Tambora menjadi salah satu Kecamatan yang cukup
padat di daerah Jakarta Barat.(5)
Jumlah penduduk yang cukup padat dan lingkungan di daerah Krendang yang kurang
bersih menjadi salah satu faktor penyebab TB paru menjadi lebih mudah tersebar di daerah
tersebut. Hal inilah yang menjadi alasan bagi sub kelompok 20 untuk melakukan penelitian
tentang Tuberkulosis paru pada lansia di kelurahan Krendang Jakarta Barat.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
a. Menurunkan angka kejadian TB paru lansia.
b. Meningkatkan kualitas hidup penderita TB paru pada lansia
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menganalisis faktor risiko terjadinya TB paru pada Lansia
b. Meningkatkan pengetahuan tentang TB paru pada lansia
1
c. Mencegah terjadinya komplikasi TB paru yang lebih parah akibat pengobatan yang tidak
adekuat.
1.4 Manfaat
1.4.1. Bagi masyarakat
Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit tuberkulosis agar dapat mencegah
terjadinya penyakit tuberkulosis.
1.4.2.Bagi profesi
Menambah wawasan dan ilmu tentang tuberkulosis paru pada lansia dan meningkatkan
kemampuan dalam mengidentifikasi lansia dengan tuberkulosis paru.
1.4.3. Bagi institusi pemerintah
Meningkatkan kesadaran akan tingginya penyakit tuberkulosis paru pada lansia agar pembinaan dan
pelayanan kesehatan lansia dapat terus dilakukan dan dikembangkan.
1.4.4. Bagi institusi pendidikan
Memberikan pengetahuan tambahan mengenai kesehatan lansia dan penyakit tuberkulosis paru pada
lansia dan dapat menjadi acuan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Epidemiologi TB
Menurut WHO tahun 2013, Indonesia menempati urutan ke tiga jumlah kasus tuberkulosis
setelah India dan Cina, dengan jumlah sebesar 700 ribu kasus. Angka kematian masih sama dengan
tahun 2011 sebesar 27 per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya turun menjadi 185 per
100.000 penduduk ditahun 2012.(9)
2.4 Etiologi TB
Penyakit TB paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). (10)
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin.
Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.(11)
3
2.5 Klasifikasi TB
Ada beberapa klasifikasi TB paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:(12)
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB paru :
1. Tuberkulosis paru BTA positif
i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
ii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberculosis
iii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb
positif
iv. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:
i. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
ii. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis
iii. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
iv. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
4
2. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh
lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default) Adalah pasien yang telah berobat dan
putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
5. Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
2.6 Patogenesis TB
a. Tuberkulosis primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru,
berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Efek primer
bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran dihilus
3. Menyebar dengan cara :
i. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya salah satu contoh menyebar
ke sekitarnya adalah epituberklosis, yaitu suatu kejadian penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
5
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis
tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
ii. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya atau tertelan
iii. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan
tuberkulosis primer.
b. Tuberkulosis postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang
dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
6
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif
kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila
jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti
sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
i. meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan
di atas
ii. memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
iii. bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
7
Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan
penyembuhannya(13)
2.7 Gejala TB
a. Gejala sistemik/ umum
1. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
2. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
3. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul.
b. Gejala khusus
1. Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
2. Bila ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.(14)
8
2.8 Diagnosis TB
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior
(S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering
di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.
b. Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaa bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan baktetiologi
ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liqour cerebrospinal, bilasan broncus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronkoalveolar lavage/BAL), urin, feses dan jaringan
biopsi (termasuk biosi jarum halus/BJH).
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS)
1. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
2. Sewaktu pagi ( keesokan harinya )
3. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari
berturut-turut.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan /ditampung
dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak
mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan
apus pada gelas objek(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan
hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan
dan ujian.
1. Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya
9
2. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah
dari kertas saring sebanyak + 1 m
3. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak
4. Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus
5. Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik keci
6. Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidah
apikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
7. Dimasukkan kedalam amplop dan dikirim melalui jasa pos kealamat
laboratorium.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liqour
cerebrospinal, bilasan bonkus, kurasan bronkoalveolar/ BAL, urin, feses dan jaringan
biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara.
1. Mikroskopik
2. Biakan
3. Pemeriksaan Mikroskopik
4. Mikroskop biasa : Pewarnaan Ziehl-Nielsen
5. Mikroskop fluoresens : Pewarnaan auramin-rhodamin (khussnya untuk
screening) interprestasi hasil pemeriksaaan dahak dari tiga kali pemeriksaan
ialah bila interprestasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala
IUATLD (rekomendasi WHO)
6. Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease) :
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandag, disebut negatif
Pemeriksaan biakan kuman : Pemeriksaan biakan M.tuberculosis
dengan metode konvensional ialah dengan cara
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah
dengan cara Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa,
Kudoh
Agar base media : Middle brook melakukan biakan dimaksudkan untuk
mendapatkan diagnosis pasti dan dapat mendeteksi Mycobacterium
tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT).
Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan
melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji
niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat
pigmen yang timbul.(13)
c. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran
radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
10
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
2.9 Tatalaksana TB
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan
maksud:
a. Tahap awal: pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan pada tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien paru, harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
b. Tahap lanjutan: pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk
membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman
persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. 4
atau 7 bulan.
11
Jenis Sifat Efek Samping
Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis
toksik, gangguan fungsi
hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan
gastrointestinal, urine
berwarna merah, gangguan
fungsi hati,
trombositopenia, demam,
skin rash, sesak nafas,
anemia hemolitik
Pirazinamid(Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal,
gangguan fungsi hati, gout
artritis
Streptomisin(S) Bakterisidal Nyeri di tempat suntikan,
gangguan keseimbangan
dan pendengaran, renjatan
anafilakstik, anemia,
agranulositosis,
trombositopenia
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta
warna, neuritis perifer
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC) pandaun
OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:(15)
Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
2.11 Prognosis TB
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas diparu, kecuali jika terinfeksi disebabkan oleh strain
resisten obat atau pasien berusia lanjut dengan debilitas atau mengalami gangguan kekebalan yang
berisiko tinggi menderita tuberkulosis milier.(15)
12
2.12 Pencegahan TB di komunitas
a. Cara mencegah penularan TB
1. Mengobati pasien TB paru dengan BTA positif, sebagai sumber penularan hingga
sembuh, untuk memutus rantai penularan.
2. Menganjurkan kepada penderita untuk menutup mulut dan hidung bila batuk dan
bersin
3. Jika batuk berdahak, agar dahaknya ditampung dalam pot yang berisi Lisol 5% atau
dahaknya ditimbun dengan tanah
4. Tidak membuang dahak di lantai atau di sembarang tempat
5. Meningkatkan kondisi kebersihan perumahan dan lingkungan
b. Cara mencegah terjadinya Tbc paru
1. Meningkatkan gizi
2. Memberikan imunisasi BCG pada bayi
3. Memberikan pengobatan pencegahan pada anak balita yang mempunyai gejala Tbc
tetapo memiliki anggota keluarga yang menderita Tbc paru dengan BTA positif
c. Upaya penanggulangan TB yang di rumuskan lewat DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse).
Lima komponen utama DOTS:(16)
1. Komitmen
2. Komitmen penderita untuk mengobati Tbc paru yang diwujudkan dengan membentuk
gerakan multisektoral untuk menanggulangi Tbc.
3. Diagnostic dnegan pemeriksaan sputum
4. Semua yang kontak dengan penderita Tbc paru BTA positif dan memiliki gejala yang
sama harus diperiksa sputumnya.
5. Pengawas menelan obat (PMO)
6. Pengawas adalah orang yang dekat dengan penderita, PMO mengingatkan untuk
minum obat, mengawasi sewaktu minum obat, membawa kedokter untuk control
berkala, menolongsaat ada efek samping obat.
7. Jaminan ketersediaan obat
8. Monitoring dan evaluasi secara spesifik.
13
BAB III
HASIL PBL
3.1 Identitas
- Nama : Nasan
- Umur : 80 Tahun
- Jenis Kelamin : Laki Laki
- Alamat : Jl. Krendang Barat Gang … RT/RW 4/4
- Pekerjaan : Berdagang nasi uduk
- Pendidikan : Tidak tamat SD
3.3 Anamnesis
- Keluhan Utama : Sakit pinggang yang cukup menganggu, dan terkadang
merasakan pusing.
- Riwayat Penyakit Sekarang : Sakit pinggang, hernia inguinalis, hipertensi, dan TB yang tidak
tau apakah masih aktif atau tidak.
- Riwayat Penyakit Dahulu : Tuberkulosis dan hipertensi.
- Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada.
- Riwayat Personal Sosial : Hubungan baik terhadap sesama.
- Riwayat Perkawinan : - Memiliki 1 orang istri ( sudah wafat kurang lebih 1 tahun yang
lalu karena sakit)
14
- Memiliki 4 orang anak ( 2 laki laki, 2 perempuan. 2 orang
mengalami gangguan dalam mental )
- Perilaku : Kegiatan sehari hari memasak nasi uduk jam 3 pagi, olahraga
masih lumayan dilakukan yaitu jalan jalan sekitar rumah dan pola
makan sangat baik.
- Lingkungan Sekitar : Sanitasi kurang baik, hubungan dengan tetangga masih baik.
- Psikososial : Tidak suka menyendiri, dan tidak begadang ( dari anamnesa
didapatkan pasien tidur selalu awal jam malam karena akan
bangun pagi untuk memasak nasi uduk )
15
1. Kuesioner Kemandirian ADL
Hasil: 18, tergantung ringan
16
BAB IV
PEMBAHASAN PBL
17
habis, tetapi ketika obat sudah habis beliau tidak kembali ke puskesmas untuk mengecek tentang
keadaan sakitnya tersebut. Obat yang diberikan pasien tidak dapat dilihat dikarenakan alasan
hilang. Gambaran paru yang di dapatkan ( pada lampiran ) terdapat bercak pada apex paru.
Sangat diperlukan edukasi terkait efek samping obat pada pasien TB dan keluarganya, karena
ditakutkan ketika telah timbul keluhan-keluhan yang berasal dari efek samping obat pasien
menjadi tidak patuh dalam minum obat. Kesembuhan pada pasien TB sangat bergantung pada
kepatuhan dan keteraturan dalam terapi. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya
masalah resistensi. Dikenal istilah resistensi ganda (Multi Drug Resistance/ MDR) yang
menunjukkan bahwa M.tuberculosis resisten terhadap Rifampisin dan INH dengan atau tanpa
OAT lainnya. Ketika telah terjadi resistensi, pengobatan akan menjadi lebih sulit. Pemberian obat
antituberkulosis yang benar dan pengawasan yang baik, merupakan salah satu kunci penting
mencegah resisten ganda (MDR). Konsep Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat.
18
4.3 Rencana Penatalaksanaan
1. Terapi Medikamentosa
Terapi OAT secara patuh dan teratur sesuai resep dokter.
2. Terapi Non Medikamentosa
Edukasi pasien dan keluarga mengenai kondisi penyakit pasien yang dapat menular dan
dapat terjadi relaps.
Edukasi pasien dan keluarga tekait efek samping terapi OAT
Edukasi pasien dan keluarga mengenai lingkungan sehat
Pemeriksaan kesehatan berkala
Penyuluhan mengenai pencegahan dan pengobatan TB di lingkungan masyarakat
sekitar.
Penerapan strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasar kan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
Seorang laki laki bernama Pak Nasan berumur 80 tahun yang pernah terdiagnosis
menderita Tb paru pada tahun 2015, hasil rotgen ditemukan gambaran radio opak pada
apex paru dan dilakukan perawatan inap selama 15 hari di Rumah Sakit Umum Daerah
Tarakan. Setelah 15 hari pak Nasan boleh pulang yang dibekali obat R/I/Z 450/300/1000,
B6 2 x1, sangobion 3x1 dengan catatan penting untuk kontrol sebelum obat habis. Tetapi
selama setelah pulang kerumahnya Pak Nasan mengaku tidak pernah lagi mengkontrol
penyakitnya tersebut dengan alasan biaya dan sulit dalam hal akomodasi.
Pak Nasan tinggal dirumah tersebut dengan 3 orang anaknya, dengan lingkungan
rumah yang kurang baik, satu orang anaknya mengalami gangguan mental dan pasangan
hidup(isteri) sudah meninggal.
Pada hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik saat peneliti berkunjung pada tanggal
1 november 2017 didapatkan hasil bahwa keluhan pak Nasan yaitu sering mengeluh sakit
pingggang dan ada benjolan di selangkangan kiri (hernia inguinalis) dan tekanan darah
didapatkan 180/100 setelah dilakukan 3 kali pemeriksaan ulang selama 2 hari, dapat
disimpulkan bahwa pak Nasan mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi) dan terkadang
mengalami pusing diatasi dengan membeli obat di warung. Status gizi pak Nasan
didapatkan hasil bahwa pak Nasan termasuk kurus dengan mengukur berat badan yaitu
42kg, Tinggi lutut 50cm dan pada pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi pasien
20
- Edukasi kepada pasien untuk agar lebih sering memeriksakan diri ke dokter/ Check up
atau ke puskesmas terdekat.
- Teratur dalam meminum obat hipertensi.
- Menjaga kesehatan dari segi kebersihan diri dan menjaga sanitasi mencuci tangan
sebelum/sesudah makan ataupun buang air besar dan kecil.
- Pola makan yang baik dan teratur dan minum air putih yang banyak.
- Olahraga ringan disekitar rumah seperti exercise jalan pagi dan jalan sore.
- Merefleksikan pikiran dengan hal-hal yang menyenangkan.
- Mengikuti pengajian terdekat dan mengikuti perkumpulan lansia lainnya agar tetap
bisa bersosialisasi antara satu dengan yang lainnya.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
14. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberculosis Paru dalam IPD’s Compedium of
Indonesia Medicine 1st Edition. Jakarta: PT. Medinfocomm Indonesia. 2009; 122-42.
15. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Nasional Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2014.
16. Trirahayu K E, Dwidiyanti M, Muin. Peningkaatan Pelaksanaan Tugas Kesehatan
Keluarga dalam perawatan TB Paru melalui paket pendidikan manajemen diri. Journal of
Nursing and Health (JNH). 2016; 2(1).
Lampiran 1. Kuesioner
23
24
25
26
Lampiran 2. Foto kunjungan
27
Lampiran 3. Tabel POAC
No Kegiatan Tujuan Sasaran Tempat Penanggung Pelaksana Waktu Dana Metode Tolak Ukur
Jawab
1 Edukasi Meningkatkan Bapak Rumah Sub Sub November - Penyuluhan Pasien mengetahui
penyakit TB pengetahuan Nasan Bapak Kelompok Kelompok 15 dan sadar akan
paru mengenai Soleh 20 bahaya TB
penyakit TB
paru
2 Edukasi Meningkatkan Keluarga Rumah Sub Sub November - Penyuluhan Keluarga pasien
keluarga kesadaran Bapak Bapak Kelompok Kelompok 20 lebih
anggota Nasan Nasan 20 memperhatikan
keluarga bahwa keadaan pasien
pasien
membutuhkan
dukungan
penuh
3 Pelaksanaan Mengobati dan Bapak Kantor Pemerintah Pemerintah Tentatif Rp1.000.000 Pasien dapat
DOTS mencegah Nasan Kelurahan minum obat secara
penularan TB Krendang teratur
28