You are on page 1of 37

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMA PGRI 1 PADANG

KELAS XI IPA DALAM MATERI KESETIMBANGAN DENGAN REMIDIASI


MELALUI METODE PRAKTIKUM

Proposal Thesis

oleh
DESVI ARIANI
51610

KONSENTRASI PENDIDIKAN KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2009
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat Allah
penulis dapat menyelesaikan proposal ini yang berjudul “ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMA
PGRI 1 PADANG KELAS XI IPA DALAM MATERI KESETIMBANGAN DENGAN REMIDIASI
MELALUI METODE PRAKTIKUM
Selesainya penulisan proposal ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Padang.


2. Kepala Pasca Sarjana
3. Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNNES.
4. Ibu DR. Latisma Dj sebagai Pembimbing I.

5. Bapak Ahmad Fauzan sebagai Pembimbing II.

6. Bapak dan Ibu dosen pembahas.

7. Bapak kepala SMA PGRI 1 Padang yang telah memberi ijin penelitian di SMA
Negeri 5 Tegal kepada penulis.
8. Bapak Drs. Suhaeli selaku guru kimia SMA Negeri 5 Tegal yang telah
9. memberi bantuan dan pengarahan dalam pelaksanaan penelitian.
10. Orang Tua dan Keluargaku yang telah memberikan doa dan semangat
11. Rekan-rekan mahasiswa jurusan kimia yang telah memberikan masukan dalam
penulisan proposal ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
Proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan

kritikan dan saran demi kesempurnaan proposal penelitian ini. Atas kritik dan saran yang

diberikan penulis ucapkan terima kasih.

Padang, April 2009

Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................. i

KATA PENGANTAR............................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL..................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. viii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................... 5
1.3. Pembatasan Masalah....................................................................... 6
1.4. Penegasan Istilah............................................................................. 7
1.5. Tujuan Penelitian............................................................................. 8
1.6. Manfaat Penelitian........................................................................... 9
1.7. Sistematika Skripsi.......................................................................... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Tinjauan Tentang Ketrampilan Proses............................................ 11
2.1.1. Pengertian................................................................................ 11
2.1.2. Jenis Ketrampilan Proses......................................................... 12
2.1.3. Kelebihan dan Kekurangan..................................................... 14
2.2. Ketrampilan Observasi.................................................................... 16
2.2.1. Ketrampilan Menggunakan Alat Indera.................................. 18
2.2.2. Ketrampilan Mencari Fakta-Fakta yang Relevan.................... 18
2.2.3. Ketrampilan Mencari Persamaan dan Perbedaan.................... 18
2.3. Ketrampilan Berkomunikasi............................................................ 19
2.3.1. Ketrampilan Membuat Tabel Pengamatan.............................. 21
2.3.2. Ketrampilan Menggambar Alat Percobaan............................. 22
2.3.3. Ketrampilan Menulis Hasil Diskusi dan Pembahasan............. 22
2.4. Tinjauan Tentang Praktikum........................................................... 23
2.5. Tinjauan Tentang Materi Azas Lechatelier..................................... 24

I. METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian............................................................................ 26
3.2. Alur Penelitian................................................................................. 27
3.3. Sampel Penelitian............................................................................ 28
3.4. Prosedur Penelitian.......................................................................... 28
3.5. Instrumen Penelitian........................................................................ 32
3.5.1. Lembar Kerja Siswa................................................................ 32

Tabel
DAFTAR TABEL

1. Kriteria Validitas..................................................................................... 30

Gambar
DAFTAR GAMBAR

1. Alur Penelitian ........................................................................................ 27

Lampiran
DAFTAR LAMPIRAN

1. Rencana Pembelajaran ............................................................................ 80


2. Standar Penilaian Ketrampilan Proses Sains .......................................... 82
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Persaingan yang sangat tinggi di era globalisasi saat ini, tentunya menuntut kita
untuk selalu mengembangkan pengetahuan sains. Maka lulusan dari suatu jenjang
pendidikan mempunyai kecakapan dalam menguasi konsep dan mempunyai skill agar
mampu bersaing di era global seperti sekarang ini. Oleh karena itu dikembangkan apa yang
dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai upaya pemerintah untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dalam rangka mencapai keunggulan masyarakat di bidang
ilmu dan teknologi.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam,
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan
nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian
pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI)
dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan
dalam mengembangkan kurikulum (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006). Kompetensi
lulusan suatu jenjang pendidikan, hendaknya sesuai dengan tujuan pendidikan nasional,
mencakup komponen pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas,
kesehatan akhlak, ketakwaan dan
Pelajaran kimia adalah salah satu dari pelajaran dalam rumpun sains yang merupakan
dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, farmasi, dan lain-lain.
Mempelajari ilmu kimia tidak hanya bertujuan menemukan zat-zat kimia yang langsung
bermanfaat bagi kesejahteraan manusia belaka, akan tetapi ilmu kimia dapat pula memenuhi
keinginan seseorang untuk memahami berbagai peristiwa alam yang diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, mengakui hakikat materi dan perubahannya, menanamkan metode
ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam mengajukan gagasan-gagasan dan memupuk
ketekunan serta ketelitian kerja (Depdiknas, 2003).
Untuk mempelajari kimia tidak hanya dengan pemberian fakta dan konsep saja, tetapi
bagaimana siswa dilatih untuk menemukan fakta dan konsep tersebut. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tak mungkin lagi bagi para
guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Tetapi selama ini, penyajian
pelajaran kimia di SMA sering diarahkan hanya pada penguasaan konsep, sehingga sangat
sedikit menyentuh aspek lain di luar itu seperti sikap ilmiah dan pengembangan ketrampilan
proses (Karim, 2000 dan Hidayat, 2003).
Upaya untuk mencari kesalahan pemahaman pada siswa maka tes diagnostik
digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pemahaman (konsep) yang dilihat dari tiga
kategori yaitu paham, miskonsepsi, tidak paham siswa . Upaya mencari atau mengetahui
penyebab siswa tidak paham dan miskonsepsi akan kita coba melihat dalam proses
pembelajaran yang meliputi banyak hal . Berdasarkan hal diatas, maka peneliti ingin
menganalisis proses pembelajaran kimia pada materi sel elektrolisis dan menganalisis
konsepsi (paham, miskonsepsi, tidak paham) yang dibentuk siswa setelah melewati proses
pembelajaran tersebut.
Materi pelajaran Kesetimbangan Kimia termasuk materi yang cakupannya cukup luas
dan kompleks karena terdapat tiga Kompetensi Dasar (KD), yang mana untuk masing-masing
KD dijabarkan lagi ke dalam indikator-indikator, yang semuanya itu harus dikuasai oleh
peserta didik dengan tuntas, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk
menjelaskan materi ini kepada peserta didik. Di tambah lagi, di dalam materi ini juga terdapat
kompetensi yang menghendaki dilakukannya kegiatan praktikum untuk pemenuhan ranah
psikomotor peserta didik, yang membutuhkan alokasi waktu lebih banyak lagi.
Ketrampilan-ketrampilan proses sains tersebut harus ditumbuhkan dalam diri siswa
SMA sesuai dengan taraf perkembangan pemikirannya. Ketrampilan-ketrampilan ini akan
menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan
danpengembangan sikap, wawasan dan nilai (Depdiknas, 2003)
Ketrampilan proses sains yang dikembangkan adalah ketrampilan observasi dan
ketrampilan berkomunikasi siswa. Ketrampilan observasi merupakan ketrampilan paling
dasar dalam proses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakan hal terpenting untuk
mengembangkan ketrampilan proses lainnya. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain
juga merupakan dasar untuk segala yang kita kerjakan. Untuk mencapai ketrampilan
observasi, siswa dituntut harus menggunakan sebanyak mungkin alat inderanya, yaitu :
penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman dan pengecap, sehingga siswa dapat
mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dan memadai. Selanjutnya siswa juga harus mampu
mencari persamaan dan perbedaan dari suatu objek atau peristiwa untuk memperoleh suatu
informasi.Ketrampilan berkomunikasi menjadi sangat penting karena setiap orang
mempunyai kebutuhan untuk mengemukakan ide, membantu dalam proses penyusunan
pikiran, juga merupakan dasar untuk memecahkan masalah. Ketrampilan observasi dan
ketrampilan berkomunikasi harus dimiliki oleh siswa karena berfungsi sebagai dasar untuk
dapat belajar mandiri. Salah satu metode yang dapat digunakan oleh guru di kelas, dalam
upaya meningkatkan kualitas ketrampilan proses sains siswa adalah metode praktikum.
Melalui kegiatan praktikum, siswa dapat mempelajari sains dengan pengamatan langsung
terhadap gejala-gejala maupun proses-proses sains, dapat melatih ketrampilan berpikir
ilmiah, dapat menanamkan dan mengembangkan sikap ilmiah,dapat menemukan dan
memecahkan berbagai masalah baru melalui metode ilmiah dan lain sebagainya. Selain itu
praktikum dapat membantu pemahaman siswa terhadap pelajaran. Sub pokok materi
pergeseran kesetimbangan kimia merupakan salah satu materi yang dapat diajarkan melalui
pendekatan ketrampilan proses dengan metode praktikum yang sedang dipelajari oleh
siswakelas XI IPA SMA Negeri 5 Tegal. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dilakukan
penelitiandengan judul: “ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMA PGRI 1 PADANG
KELAS XI IPA DALAM MATERI KESETIMBANGAN DENGAN REMIDIASI MELALUI
METODE PRAKTIKUM

2. Identifikasi Masalah
BAB II
LANDASAN TEORI

Oleh karena itu, perlu disampaikan konsep yang jelas dan tepat mengenai isi dari
pelajaran itu sendiri.

1. Pengertian Konsep

Konsep dapat didefenisikan dengan bermacam-macam rumusan. Salah satunya adalah


defenisi yang dikemukakan Carrol dalam Kardi (1997: 2) bahwa,

Konsep merupakan suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan


sebagai suatu kelompok obyek atau kejadian. Abstraksi berarti suatu proses pemusatan
perhatian seseorang pada situasi tertentu dan mengambil elemen-elemen tertentu, serta
mengabaikan elemen yang lain

Seperti yang terdapat dalam salah satu pernyataan dalam teori Ausubel adalah ‘bahwa
faktor yang paling penting yang mempengaruhi pembelajaran adalah apa yang telah diketahui
siswa (pengetahuan awal). Jadi supaya belajar jadi bermakna, maka konsep baru harus
dikaitkan dengan konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitif siswa. Ausubel belum
menyediakan suatu alat atau cara yang sesuai yang digunakan guru untuk mengetahui apa yang
telah diketahui oleh para siswa (Dahar, 1988: 149). Berkenaan dengan itu Novak dan Gowin
(1985) dalam Dahar (1988: 149) mengemukakan bahwa cara untuk mengetahui konsep-konsep
yang telah dimiliki siswa, supaya belajar bermakna berlangsung dapat dilakukan dengan
pertolongan peta konsep.

2. Peta Konsep
a. Pengertian Peta Konsep

Selain dari konsep dasar tersebut, belajar Fisika perlu di tunjang oleh pemahaman peta
konsep, seperti yang dikemukakan oleh Sliawati (2009) bahwa:

Struktur pengetahuan yang sedang dipelajari dapat direkonstruksi pada Peta Konsep
oleh si pembelajar seiring dengan berjalannya waktu. Ibarat menyusun puzzle dengan
menempatkan keping demi keping informasi pada lokasi yang tepat, agar bisa disimpan
secara baik di dalam sel otak. Karena ketika sebuah informasi yang baru disampaikan
oleh si Pengajar dan si Pembelajar tidak dapat mengasosiasikan keping pengetahuan
yang baru itu ke dalam struktur pengetahuan/ pengalaman belajar sebelumnya maka
Pembelajar akan merasa info tadi adalah Tidak Relevan/ Tidak Berguna, sehingga
jangan heran bila saat ulangan/ ujian hasilnya tidak memuaskan.³

Peta konsep merupakan salah satu bagian dari strategi organisasi. Strategi organisasi
bertujuan membantu pebelajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan organisasi bertujuan
membantu pebelajar meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan baru, terutama dilakukan
dengan mengenakan struktur-struktur pengorganisasian baru pada bahan-bahan tersebut.
Strategi-strategi organisasi dapat terdiri dari pengelompokan ulang ide-ide atau istilah-istilah
atau membagi ide-ide atau istilah-istilah itu menjadi subset yang lebih kecil. Strategi- strategi
ini juga terdiri dari pengidentifikasian ide-ide atau fakta-fakta kunci dari sekumpulan informasi
yang lebih besar.

Pemetaan konsep merupakan suatu alternatif selain outlining, dan dalam beberapa hal
lebih efektif daripada outlining dalam mempelajari hal-hal yang lebih kompleks. Peta konsep
digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk
proposisi-proposisi. Proposisi merupakan dua atau lebih konsep yang dihubungkan oleh kata-
kata dalam suatu unit semantik (Novak dalam Dahar 1988: 150).

³ http://www.dikti.org/?q=node/442

George Posner dan Alan Rudnitsky dalam Nur (2001b: 36) menyatakan bahwa peta
konsep mirip peta jalan, namun peta konsep menaruh perhatian pada hubungan antar ide-ide,
bukan hubungan antar tempat. Peta konsep bukan hanya meggambarkan konsep-konsep yang
penting melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep itu. Dalam menghubungkan
konsep-konsep itu dapat digunakan dua prinsip, yaitu diferensiasi progresif dan penyesuaian
integratif. Menurut Ausubel dalam Sutowijoyo (2002: 26) diferensiasi progresif adalah suatu
prinsip penyajian materi dari materi yang sulit dipahami. Sedang penyesuaian integratif adalah
suatu prinsip pengintegrasian informasi baru dengan informasi lama yang telah dipelajari
sebelumnya. Oleh karena itu belajar bermakna lebih mudah berlangsung, jika konsep-konsep
baru dikaitkan dengan konsep yang inklusif.

Untuk membuat suatu peta konsep, siswa dilatih untuk mengidentifikasi ide-ide kunci
yang berhubungan dengan suatu topik dan menyusun ide-ide tersebut dalam suatu pola logis.
Kadang-kadang peta konsep merupakan diagram hirarki, kadang peta konsep itu memfokus
pada hubungan sebab akibat. Agar pemahaman terhadap peta konsep lebih jelas, maka Dahar
(1988: 153) mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut:

1) Peta konsep (pemetaan konsep) adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-
konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika,
kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Dengan membuat sendiri peta konsep
siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas, dan mempelajari bidang studi itu lebih
bermakna.

2) Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi
atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan hubungan-
hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang membedakan belajar
bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan
hubungan antara konsep-konsep.

3) Ciri yang ketiga adalah mengenai cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep.
Tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti bahwa ada beberapa
konsep yang lebih inklusif dari pada konsep-konsep lain.

4) Ciri keempat adalah hirarki. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu
konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.

Peta konsep dapat menunjukkan secara visual berbagai jalan yang dapat ditempuh
dalam menghubungkan pengertian konsep di dalam permasalahanya. Peta konsep yang dibuat
murid dapat membantu guru untuk mengetahui miskonsepsi yang dimiliki siswa dan untuk
memperkuat pemahaman konseptual guru sendiri dan disiplin ilmunya. Selain itu peta konsep
merupakan suatu cara yang baik bagi siswa untuk memahami dan mengingat sejumlah
informasi baru (Arends, 1997: 251).

b. Cara Membuat Peta Konsep

Menurut Dahar (1988:154) peta konsep memegang peranan penting dalam belajar
bermakna. Oleh karena itu siswa hendaknya pandai menyusun peta konsep untuk meyakinkan
bahwa siswa telah belajar bermakna. Langkah-langkah berikut ini dapat diikuti untuk
menciptakan suatu peta konsep.

Langkah 1: mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep.
Langkah 2: mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder yang menunjang ide utama
Langkah 3: menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta tersebut
Langkah 4: mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang secara visual
menunjukan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan langkah-langkah menyusun peta


konsep sebagai berikut:
1)Memilih suatu bahan bacaan
2)Menentukan konsep-konsep yang relevan
3)Mengelompokkan (mengurutkan ) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling
tidak inklusif
4)Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling inklusif
diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut. Dalam menghubungkan konsep-konsep
tersebut dihubungkan dengan kata hubung. Misalnya “merupakan”, “dengan”, “diperoleh”, dan
lain-lain.

c. Jenis-jenis Peta Konsep


Menurut Nur (2000) dalam Erman (2003: 24) peta konsep ada empat macam yaitu:
pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus (cycle concept
map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map).

1) Pohon Jaringan.

Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata lain
dihubungkan oleh garis penghubung. Kata-kata pada garis penghubung memberikan
hubungan antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah
topik itu dan daftar konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan
mulailah dengan menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari
umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang berkaitan itu dari konsep utama dan
berikan hubungannya pada garis-garis itu (Nur dalam Erman 2003: 25).

Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:


- Menunjukan informasi sebab-akibat
- Suatu hirarki
- Prosedur yang bercabang

Istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan-


hubungan.

2) Rantai Kejadian.

Nur dalam Erman (2003:26) mengemukakan bahwa peta konsep rantai kejadian
dapat digunakan untuk memerikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu
prosedur, atau tahap-tahap dalam suatu proses. Misalnya dalam melakukan eksperimen.

Rantai kejadian cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:


- Memerikan tahap-tahap suatu proses
- Langkah-langkah dalam suatu prosedur
- Suatu urutan kejadian

3) Peta Konsep Siklus


Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil akhir.
Kejadian akhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Seterusnya
kejadian akhir itu menhubungkan kembali ke kejadian awal siklus itu berulang dengan
sendirinya dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk menunjukan
hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu
kelompok hasil yang berulang-ulang. Gambar 2.5 memperlihatkan siklus tentang hubungan
antara siang dan malam.

4) Peta Konsep Laba-laba

Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Dalam melakukan
curah pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah
besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide tersebut berkaitan dengan ide sentral
namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Kita dapat memulainya dengan
memisah-misahkan dan mengelompokkan istilah-istilah menurut kaitan tertentu sehingga
istilah itu menjadi lebih berguna dengan menuliskannya di luar konsep utama. Peta konsep
laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:

a) Tidak menurut hirarki, kecuali berada dalam suatu kategori


b) Kategori yang tidak paralel
c) Hasil curah pendapat

Para peneliti bidang pendidikan fisika di Indonesia menyebutan beragam alasan mengenai
kurangnya pemahaman fisika siswa. Banyak pihak mengatakan bahwa penyebab kurangnya
pemahaman fisika siswa adalah guru yang tidak qualified, fasilitas praktikum yang kurang
memadai, jumlah mata pelajaran yang banyak, silabus yang terlalu padat, dan kecilnya gaji guru
(Berg (Ed.), 1991: 1). Alkarhami (1999:1) menyebut kondisi buku pelajaran dan pola
pembinaan/ calon guru yang ada sekarang ini menjadi salah satu penyebabnya. Lain halnya
dengan Suparno (2005) kemampuan dan cara mengajar guru ditengarai sebagai penyebab
lemahnya pemahaman fisika siswa.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, bisa dikatakan bahwa guru merupakan faktor penting
penyebab rendahnya pemahaman konsep fisika siswa. Hal ini disebabkan peranan sentral guru
dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Guru dituntut harus memiliki kompetensi profesional
yang baik. Guru yang memiliki kompetensi profesional baik, tentu akan mengajar dengan baik
juga. Pembelajarannya tidak hanya memberikan rumus-rumus semata, tetapi juga memberikan
pemahaman konsep dengan baik. Sebaliknya, guru yang kompetensi profesionalnya kurang,
hanya mengejar target penyelesaian silabus semata, dan menyajikan materi apa adanya. Rumus-
rumus matematis diberikan begitu saja tanpa mempertimbangkan bagaimana pemahaman rumus
tersebut.
Dalam belajar fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat mutlak untuk mencapai
keberhasilan belajar fisika. Bloom (1979:99) mengatakan bahwa kemampuan pemahaman
konsep adalah hal penting dalam kemampuan intelektual yang selalu ditekankan di sekolah dan
perguruan tinggi. Hanya dengan penguasaan konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat
dipecahkan, baik permasalahan fisika yang ada dalam kehidupan sehari-hari maupun
permasalahan fisika dalam bentuk soal-soal fisika di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa
pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut pemahaman
konsep bahkan aplikasi konsep tersebut.

Siswa sebelum menerima suatu pelajaran fisika dari gurunya biasanya telah mengembangkan
tafsiran-tafsiran atau dugaan-dugaan konsep yang akan diterimanya. Pinker (2003)
mengemukakan bahwa siswa hadir di kelas umumnya tidak dengan kepala kosong, melainkan
mereka telah membawa sejumlah pengalaman-pengalaman atau ide-ide yang dibentuk
sebelumnya ketika mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Gagasan-gagasan atau ide-ide
yang dimiliki
oleh siswa sebelum menerima suatu pembelajaran ini disebut dengan prakonsepsi.

Siswa sering kali mengalami konflik dalam dirinya ketika berhadapan dengan informasi baru
dengan ide-ide yang dibawa sebelumnya. Informasi baru ini bisa sejalan atau bertentangan
dengan prakonsepsi siswa. Kebanyakan yang terjadi adalah informasi baru tersebut bertentangan
dengan prakonsepsi siswa seperti yang dikemukakan oleh Redhana dan Kirna (2004) bahwa
prakonsepsi ini sering
merupakan miskonsepsi.
Fisika dan begitu pula ilmu pengetahuan yang lainnya merupakan kumpulan konsep-konsep
yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Menurut Ausubel dalam Berg (Ed.) (1999:
8) Konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki
ciri-ciri khas dan yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau simbol (objects,
events, situations, or properties that possess common critical attributcs and are designated in
any given culture by some accepted sign or symbol. Dengan demikian konsep merupakan
abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang
memungkinkan manusia berpikir (Berg
(Ed.), 1999: 8).

Konsep dalam fisika sebagian besar telah mempunyai arti yang jelas karena merupakan
kesepakatan para fisikawan, tetapi tafsiran konsep fisika tersebut bisa berbeda-beda diantara
siswa satu dengan siswa yang lainnya. Misalnya penafsiran konsep hambatan listrik dan arus
listrik berbeda untuk setiap siswa. Tafsiran
perorangan mengenai suatu konsep ini disebut konsepsi.

Tafsiran konsep seseorang atau konsepsi tersebut kadang sesuai dengan tafsiran yang dimaksud
oleh para ilmuwan atau pakar dalam bidang itu kadang pula tidak sesuai. Konsepsi yang tidak
sesuai dengan yang diterima para pakar dalam bidang itu disebut salah konsep atau miskonsepsi.
Suparno (1998 : 95) memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep,
penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep
yang berbeda dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar. Jadi bentuk miskonsepsi
fisika yang dialami siswa berupa kesalahan konsep awal, hubungan yang tidak benar antara
konsep satu dengan lainnya, atau gagasan intuitif atau pandangan yang naif. Untuk pembelajar
pemula, miskonsepsi sering
juga diistilahkan dengan konsep alternatif.

Penyebab Miskonsepsi

Miskonsepsi akan terbentuk bila konsepsi seseorang mengenai suatu materi tidak sesuai dengan
konsepsi yang diterima oleh ilmuwan atau pakar dibidangnya. Suatu miskonsepsi siswa bisa
berasal dari beberapa sebab. Miskonsepsi siswa bisa berasal dari siswa sendiri, yaitu siswa salah
menginterpretasi gejala atau peristiwa yang dihadapi dalam hidupnya. Selain itu, miskonsepsi yang
dialami siswa bisa juga diperoleh dari pembelajaran dari gurunya. Pembelajaran yang dilakukan
gurunya mungkin kurang terarah sehingga siswa melakukan interpretasi yang salah terhadap suatu
konsep, atau mungkin juga gurunya mengalami miskonsepsi terhadap suatu konsep sehingga apa
yang disampaikannya juga merupakan suatu miskonsepsi . Msikonsepsi yang bersumber dari guru
ini ditekankan pula oleh Sadia (1996:13) yang menyatakan bahwa miskonsepsi mungkin pula
diperoleh melalui proses
pembelajaran pada jenjang pendidikan sebelumnya.

Secara lebih lengkap, Suparno (2005) menyatakan faktor penyebab miskonsepsi fisika bisa
dibagi menjadi lima sebab utama, yaitu berasal dari siswa, pengajar, buku teks, konteks, dan cara
mengajar. Adapun penjelasan rincinya seperti yang
disajikan pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Penyebab Miskonsepsi

Sebab Utama Sebab Khusus


Siswa Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik,
reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap
perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, minat belajar
siswa
Pengajar Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu fisika,
tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide, relasi
guru-siswa tidak baik
Buku Teks Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat
penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca
buk teks, buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep karena
alasan menariknya yang perlu,
Konteks Pengalaman siswa, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi
yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tua/orang
lain yang keliru, konteks hidup siswa (tv, radio, film yang keliru,
perasaan senang tidak senang, bebas atau tertekan.
Cara Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam bentuk
mengajar matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak
mengoreksi PR, model analogi yang diapakai kurang tepat,
model demonstrasi sempit,dll

Mengatasi Miskonsepsi Fisika

Mengatasi miskonsepsi fisika siswa ternyata bukan persoalan yang mudah karena sejumlah
miskonsepsi fisika bersifat resistan meskipun telah diusahakan untuk menjelaskannya dengan
penalaran yang logis melalui penunjukkan perbedaannya dengan pengamatan sebenarnya yang
diperoleh dari peragaan dan percobaan. Penyebab dari resistennya sebuah miskonsepsi karena
setiap orang membentuk pengetahuan dalam kepalanya persis dengan pengalaman yang
diperolehnya. Begitu pengetahuan terbentuk dalam diri siswa dari pengalaman yang diperoleh
langsung maka akan menjadi susah untuk memberi tahu siswa itu untuk mengubah miskonsepsi
itu (Wiliantara, 2005).
Kesulitan dalam mengatasi masalah miskonsepsi juga dikatakan oleh Berg (Ed.) (1991:5-6)
Menurutnya miskonsepsi awet dan sulit diubah. Apabila guru berhasil mengoreksi miskonsepsi
siswa pada suatu konsep tertentu maka apabila siswa diberi soal yang sedikit menyimpang dari
konsep yang semula, miskonsepsi akan
muncul lagi.

Walaupun sulit mengatasi miskonsepsi ini, tetapi tetap ada cara yang bisa dilakukan untuk
mengatasi atau setidaknya mengurangi miskonsepsi siswa. Cara mengatasi miskonsepsi yang
efektif dan efisien memang sulit ditemukan, namun ada beberapa langkah yang bisa dilakukan
seperti yang dikemukakan oleh Berg (Ed) (1991: 6), yaitu:
1). Langkah pertama adalah mendeteksi prakonsepsi siswa. Apa yang sudah ada dalam kepala
siswa sebelum kita mulai mengajar? Prakonsepsi apakah yang sudah terbentuk dalam kepala
siswa oleh pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang akan dipelajari? Apa kekurangan
prakonsepsi tersebut ? Prakonsepsi dapat diketahui dari literatur atau hasil-hasil penelitian
sebelumnya, test diagnostik, pengamatan, membaca jawaban-jawaban yang diberikan siswa
langsung, dari peta konsep dan dari pengalaman guru. Literatur dan test diagnostik sangat
membantu, demikian juga membaca hasil tes esai siswa dengan cara yang kritis dan santai.
Fokuskan perhatian kepada jawaban siswa yang salah.
2). Langkah kedua adalah merancang pengalaman belajar yang bertolak dari prakonsepsi
tersebut dan kemudian menghaluskan bagian yang sudah baik dan mengoreksi bagian konsep
yang salah. Prinsip utama dalam koreksi miskonsepsi adalah bahwa siswa diberi pengalaman
belajar yang menunjukkan pertentangan konsep mereka dengan peristiwa alam. Dengan
demikian diharapkan bahwa pertentangan pengalaman ini dengan konsep yang lama akan
menyebabkan koreksi konsepsi. (cognitive dissonance theory, Festinger). Atau dengan
memakai istilah Piaget dapat dikatakan bahwa pertentangan pengalaman baru dengan konsep
yang salah akan menyebabkan akomodasi, yaitu penyesuaian struktur kognitif (otak) yang
menghasilkan konsep baru yang lebih tepat, akan tetapi, belum tentu pengalaman yang tidak
cocok dengan prakonsepsi akan berhasil.
3). Langkah ketiga adalah latihan pertanyaan dan soal untuk melatih konsep baru dan
menghaluskannya. Pertanyaan dan soal yang dipakai harus dipilih sedemikian rupa sehingga
perbedaan antara konsepsi yang benar dan konsepsi yang salah akan muncul dengan Jelas.
Cara mengajar yang tidak membantu adalah kalau guru hanya membahas soal tanpa
memperhatikan konsep (drill), atau hanya menulis banyak rumus di papan tulis, atau hanya
berceramah tanpa interaksi dengan murid.

Lampiran 1. Instrumen Penilaian Media Audiovisual Kesetimbangan Kimia

INSTRUMEN PENILAIAN
MEDIA AUDIOVISUAL KESETIMBANGAN KIMIA

PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER


1. Melalui instrumen ini Bapak/ Ibu diminta memberikan pandangan tentang media audiovisual
Kesetimbangan Kimia.
2. Pendapat atau pandangan yang Bapak/ Ibu berikan pada setiap butir penyataan yang terdapat
dalam instrumen ini akan digunakan sebagai masukan bagi penyempurnaan media
audiovisual Kesetimbangan Kimia.
3. Silahkan berikan pandangan Bapak/ Ibu dengan memberikan tanda (√), pada salah satu
kolom angka 1, 2, 3, atau 4 .
4. Isilah identitas Bapak/ Ibu secara lengkap.

IDENTITAS
Nama : ...............................................
Perguruan Tinggi : ...............................................
Jurusan/ Spesialisasi : ...............................................
RERAT
N
BUTIR SKOR A
o
1 2 3 4 SKOR
1. KOMPONEN KELAYAKAN ISI
A. CAKUPAN MATERI
1 Keluasan materi        
2 Kedalaman materi          
B. AKURASI MATERI
1 Akurasi fakta        
2 Akurasi konsep        
3 Akurasi prosedur/ metode        
4 Akurasi teori        
Akurasi penulisan lambang atom, lambang molekul,
5 dan
  struktur molekul        
6 Akurasi tata nama unsur dan senyawa kimia        
Keterkaitan antara konsep kimia dan prinsip dengan
7 sifat
  materi yang teramati          
C. KEMUTAKHIRAN
1 Kesesuaian dengan perkembangan ilmu        
2 Keterkinian/ ketermasaan fitur (contoh-contoh)        
Satuan yang digunakan adalah satuan sistem
3 internasional (SI)          
D. MENGANDUNG WAWASAN PRODUKTIVITAS
1 Menumbuhkan semangat kewirausahaan        
2 Menumbuhkan etos kerja        
Menumbuhkan semangat inovasi, kreativitas, dan
3 berpikir kritis          
E. MERANGSANG KEINGINTAHUAN (Curiosity)
1 Menumbuhkan rasa ingin tahu        
2 Memberi tantangan untuk belajar lebih jauh          
F. MENGEMBANGKAN KECAKAPAN HIDUP (life skill)
1 Mengembangkan kecakapan personal        
2 Mengembangkan kecakapan sosial        
3 Mengembangkan kecakapan akademik        
4 Mengembangkan kecakapan vokasional          
G. MENGEMBANGKAN WAWASAN KE-INDONESIAAN
1 Apresiasi potensi kekayaan Indonesia        
Menyajikan contoh-contoh konkret dari lingkungan
2 lokal,
  nasional, regional, dan internasional          
RERATA SKOR KOMPONEN KELAYAKAN ISI  
2. KOMPONEN KEBAHASAAN
A. KESESUAIAN DENGAN TINGKAT PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
1 Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik        
Kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosio-
2 emosional
  peserta didik          
B. KOMUNIKATIF
1 Keterpahaman peserta didik terhadap pesan        
2 Kesesuaian ilustrasi dengan substansi pesan          
C. DIALOGIS DAN INTERAKTIF
Kemampuan memotivasi peserta didik untuk merespon
1 pesan        
2 Dorongan berpikir kritis pada peserta didik          
D. LUGAS
1 Ketepatan struktur kalimat        
2 Ketepatan pengucapan        
3 Kebakuan istilah          
E. KOHERENSI DAN KERUNTUTAN ALUR PIKIR
1 Keterkaitan antarkonsep          
F. KESESUAIAN DENGAN KAIDAH BAHASA INDONESIA YANG BENAR
1 Ketepatan tata bahasa        
2 Ketepatan ejaan          
G. PENGGUNAAN ISTILAH DAN SIMBOL/ LAMBANG
1 Konsistensi penggunaan istilah        
2 Konsistensi penggunaan simbol/ lambang          
RERATA SKOR KOMPONEN KEBAHASAAN  
3. KOMPONEN PENYAJIAN
A. TEKNIK PENYAJIAN
1 Konsistensi sistematika sajian        
2 Kelogisan penyajian        
3 Keruntutan konsep        
4 Hubungan antarfakta dan antarkonsep        
Keseimbangan antara ilustrasi/ gambar (visual), tulisan,
5 dan        
  suara (audio)        
6 Kesesuaian ilustrasi dengan materi          
B. PENYAJIAN PEMBELAJARAN
1 Berpusat pada peserta didik        
2 Keterlibatan peserta didik        
3 Keterjalinan komunikasi interaktif        
4 Kesesuaian dengan karakteristik materi        
Kemampuan merangsang kedalaman berpikir peserta
5 didik          
RERATA SKOR KOMPONEN PENYAJIAN  

………………, ………………………
2009

(…………………………)
DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN
1. Komponen Kelayakan Isi
A. Cakupan Materi
1. Keluasan materi
Materi yang disajikan minimal mencerminkan jabaran substansi materi
kesetimbangan kimia yang terkandung dalam standar kompetensi (SK) dan
kompetensi dasar (KD).
2. Kedalaman materi
Materi yang disajikan mencakup mulai dari pengenalan konsep sampai interaksi
antarkonsep serta aplikasinya dalam kehidupan, dengan memperhatikan amanat yang
disampaikan dalam SK dan KD

B. Akurasi Materi
1. Akurasi fakta
Fakta dan kejadian yang disajikan sesuai dengan kenyataan di lapangan.
2. Akurasi konsep
Konsep yang disajikan tidak menimbulkan banyak tafsir.
3. Akurasi prosedur/ metode
Prosedur kerja yang disajikan sesuai dengan yang berlaku dan metode penyajian
runtut dan benar.
4. Akurasi teori
Teori yang disajikan sesuai untuk materi kesetimbangan kimia
5. Akurasi penulisan lambang atom, molekul dan struktur molekul
Penulisan lambang atom ,molekul dan struktur molekul telah sesuai dengan kaidah
yang berlaku secara internasional.
6. Keterkaitan antara konsep kimia dan prinsip dengan sifat materi yang teramati
Eksperimen yang diberikan sebagai contoh dalam media dapat menghasilkan fakta
yang dapat diamati dan dapat digeneralisasikan menjadi konsep kimia atau prinsip
kimia yang mudah dipahami oleh siswa.

C. Kemutakhiran
1. Kesesuaian dengan perkembangan ilmu
Materi kimia unsur yang disajikan up to date, sesuai dengan perkembangan ilmu
kimia terkini.
2. Contoh-contoh up to date
Uraian dan contoh-contoh yang disajikan relevan dan menarik, serta mencerminkan
peristiwa, kejadian terkini (up to date)
3. Satuan yang digunakan adalah satuan Sistem Internasional (SI)
Satuan yang digunakan merupakan satuan yang telah ditetapkan secara internasional
(SI).

D. Mengandung Wawasan Produktivitas


1. Menumbuhkan semangat kewirausahaan
Memotivasi peserta didik untuk bekerja keras dan maju, melalui contoh-contoh
industri (kecil, menengah, dan besar) kimia yang penting untuk kehidupan dan
perekonomian.
2. Menumbuhkan etos kerja
Memotivasi peserta didik untuk disiplin dalam belajar dan bekerja, melalui contoh-
contoh cara kerja kimiawan dalam menghasilkan suatu produk atau temuan.
3. Menumbuhkan semangat inovasi, kreativitas, dan berpikir kritis
Memotivasi peserta didik menghasilkan karya-karya baru, gagasan baru, dan mencari
jawaban terhadap permasalahan yang nantinya mungkin ditemui peserta didik
dikemudian hari.

E. Merangsang Keingintahuan (Curiosity)


1. Menumbuhkan rasa ingin tahu
Uraian, contoh dan latihan merangsang peserta didik berpikir lebih mendalam.
2. Memberi tantangan belajar lebih jauh
Memotivasi peserta didik melakukan penyelidikan atau mencari informasi lebih
lanjut mengenai kimia unsur.

F. Mengembangkan Kecakapan Hidup (life skill)


1. Mengembangkan kecakapan personal
Uraiam materi yang disajikan melalui media memotivasi peserta didik mengenal
kelebihan dan kekurangan, serta mengembangkan diri sendiri sebagai pribadi
mandiri, makhluk sosial, dan makhluk ciptaan Tuhan.
2. Mengembangkan kecakapan sosial
Materi yang disajikan memotivasi peserta didik berkomunikasi, berinteraksi, dan
bekerja sama dengan orang lain.
3. Mengembangkan kecakapan akademik
Uraian, contoh, atau latihan yang diberikan memotivasi peserta didik untuk menggali
dan memanfaatkan informasi, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan
dalam kerja ilmiah.
4. Mengembangkan kecakapan vokasional
Materi yang disajikan mengembangkan kemampuan psikomotorik yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan.

G. Mengembangkan wawasan ke-Indonesian


1. Apresiasi potensi kekayaan Indonesia
Uraian dan contoh membuka wawasan peserta didik mengenai potensi alam yang
dimiliki Indonesia.
2. Menyajikan contoh-contoh konkret dari lingkungan lokal, nasional, regional, dan
internasional.
Uraian dan contoh yang diberikan menggambarkan peran kimia dalam
perkembangan sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

2. Komponen Kebahasaan
A. Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik
1. Kesesuaian dengan tingkat perkembangan berpikir peserta didik
Bahasa yang digunakan, baik untuk menjelaskan konsep maupun ilustrasi aplikasi
konsep, menggambarkan contoh konkret sampai dengan contoh abstrak.
2. Kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosial-emosional peserta didik
Bahasa yang digunakan sesuai dengan kematangan emosi peserta didik dengan
ilustrasi yang menggambarkan konsep-konsep dari lingkungan terdekat sampai
lingkungan global.

B. Komunikatif
1. Keterpahaman peserta didik terhadap pesan
Materi disajikan dengan bahasa yang menarik dan lazim dalam komunikasi bahasa
Indonesia.
2. Kesesuaian ilustrasi dengan substansi pesan
Ilustrasi yang digunakan untuk menjelaskan materi relevan dengan pesan yang
disampaikan.
C. Dialogis dan Interaktif
1. Kemampuan memotivasi peserta didik untuk merespons pesan
Bahasa yang digunakan menumbuhkan rasa senang ketika peserta didik melihat dan
mendengarkan media.
2. Dorongan berpikir kritis pada peserta didik
Bahasa yang digunakan mampu merangsang peserta didik untuk mempertanyakan
dan mencari jawaban dari persoalan yang diberikan.

D. Lugas
1. Ketepatan struktur kalimat
Kalimat yang dipakai dalam penyampaian pesan mengikuti tata kalimat yang benar
dalam bahasa Indonesia.
2. Ketepatan pengucapan
Pesan yang disampaikan diucapkan dengan cara yang benar menurut kaidah bahasa
Indonesia.
3. Kebakuan Istilah
Bahasa yang dipakai dalam penyampaian pesan adalah bahasa baku dan baik menurut
kaidah bahasa Indonesia.

E. Koherensi dan Keruntunan Alur Pikir


1. Keterkaitan antara konsep
Informasi yang disampaikan berurutan dan saling berhubungan.

F. Kesesuaian dengan Kaidah Bahasa Indonesia yang Benar


1. Ketepatan tata bahasa
Tata kalimat yang pakai untuk menyampaikan informasi, mengacu pada kaidah tata
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
2. Ketepatan ejaan
Ejaan yang digunakan mengacu pada pedoman ejaan yang disempurnakan (EYD)

G. Penggunaan Istilah dan Simbol/ Lambang


1. Konsistensi penggunaan istilah
Konsisten dalam menggunakan istilah yang menggambarkan suatu konsep
2. Konsistensi penggunaan simbol/ lambang
Konsisten dalam menggunakan simbol/ lambang yang menggambarkan suatu konsep.

3. Komponen Penyajian
A. Teknik Penyajian
1. Konsistensi sistematika sajian
Materi disajikan secara sistematik dan tidak bolak-balik.
2. Kelogisan penyajian
Penyajian sesuai dengan alur berpikir deduktif atau induktif.
3. Keruntutan konsep
Penyajian materi dimulai dari yang mudah ke yang susah, dari yang konkret ke yang
abstrak, dari yang sederhana ke yang kompleks, dan dari yang dikenal sampai yang
belum dikenal.
4. Hubungan antarfakta dan antarkonsep
Terdapat hubungan yang logis antara fakta dan antara konsep
5. Keseimbangan ilustrasi/ gambar (visual), tulisan, dan suara (audio)
Terdapat keseimbangan antara ilustrasi, tulisan, dan suara dengan materi yang
disajikan.
6. Kesesuaian ilustrasi dengan materi
Terdapat kesesuaian antara ilustrasi dengan materi yang disajikan.

B. Penyajian Pembelajaran
1. Berpusat pada peserta didik
Penyajian materi menempatkan peserta didik sebagai subjek pembelajaran
2. Keterlibatan peserta didik
Penyajian materi bersifat interaktif dan partisipatif yang memotivasi peserta didik
terlibat secara mental dan emosional dalam pencapaian SK dan KD
3. Keterjalinan komunikasi interaktif
Penyajian materi bersifat dialogis yang memungkinkan peserta didik seolah-olah
berkomunikasi dengan media.
4. Kesesuaian dengan karakteristik materi
Pendekatan dan metode yang dipakai sesuai dengan karakteristik materi.
5. Kemampuan merangsang kedalaman berpikir peserta didik
Penyajian materi dapat merangsang kedalaman berpikir peserta didik, termasuk
melalui ilustrasi, studi kasus dan contoh.
Lampiran 2. Instrumen Penilaian LKS Kesetimbangan Kimia
INSTRUMEN PENILAIAN
LKS KESETIMBANGAN KIMIA

PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER


1. Melalui instrumen ini Bapak/ Ibu diminta memberikan pandangan tentang LKS
Kesetimbangan Kimia.
2. Pendapat atau pandangan yang Bapak/ Ibu berikan pada setiap butir penyataan yang terdapat
dalam instrumen ini akan digunakan sebagai masukan bagi penyempurnaan LKS
Kesetimbangan Kimia.
3. Silahkan berikan pandangan Bapak/ Ibu dengan memberikan tanda (√), pada salah satu
kolom angka 1, 2, 3, atau 4 .
4. Isilah identitas Bapak/ Ibu secara lengkap.

IDENTITAS
Nama : ...............................................
Perguruan Tinggi : ...............................................
Jurusan/ Spesialisasi : ...............................................
RERAT
N
BUTIR SKOR A
o
1 2 3 4 SKOR
1. KOMPONEN KELAYAKAN ISI
A. CAKUPAN MATERI
1 Keluasan materi        
2 Kedalaman materi          
B. AKURASI MATERI
1 Akurasi fakta        
2 Akurasi konsep        
3 Akurasi prosedur/ metode        
4 Akurasi teori        
Akurasi penulisan lambang atom, lambang molekul,
5 dan
  struktur molekul        
Keterkaitan antara konsep kimia dan prinsip dengan
6 sifat
  materi yang teramati          
C. KEMUTAKHIRAN
1 Kesesuaian dengan perkembangan ilmu        
2 Keterkinian/ ketermasaan fitur (contoh-contoh)        
3 Kutipan termasa (up to date)        
Satuan yang digunakan adalah satuan sistem
4 internasional (SI)          
D. MENGANDUNG WAWASAN PRODUKTIVITAS
1 Menumbuhkan semangat kewirausahaan        
2 Menumbuhkan etos kerja        
Menumbuhkan semangat inovasi, kreativitas, dan
3 berpikir kritis          
E. MERANGSANG KEINGINTAHUAN (Curiosity)
1 Menumbuhkan rasa ingin tahu        
2 Memberi tantangan untuk belajar lebih jauh          
F. MENGEMBANGKAN KECAKAPAN HIDUP (life skill)
1 Mengembangkan kecakapan personal        
2 Mengembangkan kecakapan sosial        
3 Mengembangkan kecakapan akademik        
4 Mengembangkan kecakapan vokasional          
G. MENGEMBANGKAN WAWASAN KE-INDONESIAAN
1 Apresiasi potensi kekayaan Indonesia        
Menyajikan contoh-contoh konkret dari lingkungan
2 lokal,
  nasional, regional, dan internasional          
RERATA SKOR KOMPONEN KELAYAKAN ISI  
2. KOMPONEN KEBAHASAAN
A. KESESUAIAN DENGAN TINGKAT PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
1 Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik        
Kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosio-
2 emosional
  peserta didik          
B. KOMUNIKATIF
1 Keterpahaman peserta didik terhadap pesan        
2 Kesesuaian ilustrasi dengan substansi pesan          
C. DIALOGIS DAN INTERAKTIF
Kemampuan memotivasi peserta didik untuk merespon
1 pesan        
2 Dorongan berpikir kritis pada peserta didik          
D. LUGAS
1 Ketepatan struktur kalimat        
2 Kebakuan istilah          
E. KOHERENSI DAN KERUNTUTAN ALUR PIKIR
1 Keterkaitan antara kalimat          
2 Keterkaitan antara paragraf          
3 Keterkaitan antarkonsep          
F. KESESUAIAN DENGAN KAIDAH BAHASA INDONESIA YANG BENAR
1 Ketepatan tata bahasa        
2 Ketepatan ejaan          
G. PENGGUNAAN ISTILAH DAN SIMBOL/ LAMBANG
1 Konsistensi penggunaan istilah          
2 Konsistensi penggunaan simbol/ lambang        
RERATA SKOR KOMPONEN KEBAHASAAN  
3. KOMPONEN PENYAJIAN
A. TEKNIK PENYAJIAN
1 Konsistensi sistematika sajian        
2 Kelogisan penyajian        
3 Keruntutan konsep        
4 Hubungan antarfakta dan antarkonsep        
Keseimbangan antara ilustrasi/ gambar (visual), tulisan,
5 dan        
  suara (audio)        
6 Penyajian tabel, gambar, dan lampiran disertai rujukan          
7 Identitas tabel, gambar, dan lampiran          
8 Kesesuaian ilustrasi dengan materi          
B. PENYAJIAN PEMBELAJARAN
1 Berpusat pada peserta didik        
2 Keterlibatan peserta didik        
3 Keterjalinan komunikasi interaktif        
4 Kesesuaian dengan karakteristik materi        
Kemampuan merangsang kedalaman berpikir peserta
5 didik          
C. PENDUKUNG PENYAJIAN MATERI
1 Pengantar        
2 Lampiran: glosarium        
3 Daftar pustaka        
4 Rangkuman          
RERATA SKOR KOMPONEN PENYAJIAN  

………………, ………………………
2009

(…………………………)
DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN
1. Komponen Kelayakan Isi
A. Cakupan Materi
1. Keluasan materi
Materi yang disajikan minimal mencerminkan jabaran substansi materi
kesetimbangan kimia yang terkandung dalam standar kompetensi (SK) dan
kompetensi dasar (KD).
2. Kedalaman materi
Materi yang disajikan mencakup mulai dari pengenalan konsep sampai interaksi
antarkonsep serta aplikasinya dalam kehidupan, dengan memperhatikan amanat yang
disampaikan dalam SK dan KD

B. Akurasi Materi
1. Akurasi fakta
Fakta dan kejadian yang disajikan sesuai dengan kenyataan di lapangan.
2. Akurasi konsep
Konsep yang disajikan tidak menimbulkan banyak tafsir.
3. Akurasi prosedur/ metode
Prosedur kerja yang disajikan sesuai dengan yang berlaku dan metode penyajian
runtut dan benar.
4. Akurasi teori
Teori yang disajikan sesuai untuk materi kesetimbangan kimia.
5. Akurasi penulisan lambang atom, molekul dan struktur molekul
Penulisan lambang atom ,molekul dan struktur molekul telah sesuai dengan kaidah
yang berlaku secara internasional.
6. Keterkaitan antara konsep kimia dan prinsip dengan sifat materi yang teramati
Eksperimen yang diberikan sebagai contoh dalam media dapat menghasilkan fakta
yang dapat diamati dan dapat digeneralisasikan menjadi konsep kimia atau prinsip
kimia yang mudah dipahami oleh siswa.

C. Kemutakhiran
1. Kesesuaian dengan perkembangan ilmu
Materi kesetimbangan kimia yang disajikan up to date, sesuai dengan perkembangan
ilmu kimia terkini.
2. Contoh-contoh up to date
Uraian dan contoh-contoh yang disajikan relevan dan menarik, serta mencerminkan
peristiwa, kejadian terkini (up to date)
3. Kutipan termasa (up to date)
Kutipan dalam teks harus relevan dan menarik, serta mencerminkan ketermasaan (up
to date), dan bersumber pada daftar pustaka.
4. Satuan yang digunakan adalah satuan Sistem Internasional (SI)
Satuan yang digunakan merupakan satuan yang telah ditetapkan secara internasional
(SI).
D. Mengandung Wawasan Produktivitas
1. Menumbuhkan semangat kewirausahaan
Memotivasi peserta didik untuk bekerja keras dan maju, melalui contoh-contoh
industri (kecil, menengah, dan besar) kimia yang penting untuk kehidupan dan
perekonomian.
2. Menumbuhkan etos kerja
Memotivasi peserta didik untuk disiplin dalam belajar dan bekerja, melalui contoh-
contoh cara kerja kimiawan dalam menghasilkan suatu produk atau temuan.
3. Menumbuhkan semangat inovasi, kreativitas, dan berpikir kritis
Memotivasi peserta didik menghasilkan karya-karya baru, gagasan baru, dan mencari
jawaban terhadap permasalahan yang nantinya mungkin ditemui peserta didik
dikemudian hari.

E. Merangsang Keingintahuan (Curiosity)


1. Menumbuhkan rasa ingin tahu
Uraian, contoh dan latihan merangsang peserta didik berpikir lebih mendalam.
2. Memberi tantangan belajar lebih jauh
Memotivasi peserta didik melakukan penyelidikan atau mencari informasi lebih
lanjut mengenai kimia unsur.

F. Mengembangkan Kecakapan Hidup (life skill)


1. Mengembangkan kecakapan personal
Uraiam materi yang disajikan melalui media memotivasi peserta didik mengenal
kelebihan dan kekurangan, serta mengembangkan diri sendiri sebagai pribadi
mandiri, makhluk sosial, dan makhluk ciptaan Tuhan.
2. Mengembangkan kecakapan sosial
Materi yang disajikan memotivasi peserta didik berkomunikasi, berinteraksi, dan
bekerja sama dengan orang lain.
3. Mengembangkan kecakapan akademik
Uraian, contoh, atau latihan yang diberikan memotivasi peserta didik untuk menggali
dan memanfaatkan informasi, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan
dalam kerja ilmiah.
4. Mengembangkan kecakapan vokasional
Materi yang disajikan mengembangkan kemampuan psikomotorik yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan.

G. Mengembangkan wawasan ke-Indonesian


1. Apresiasi potensi kekayaan Indonesia
Uraian dan contoh membuka wawasan peserta didik mengenai potensi alam yang
dimiliki Indonesia.
2. Menyajikan contoh-contoh konkret dari lingkungan lokal, nasional, regional, dan
internasional.
Uraian dan contoh yang diberikan menggambarkan peran kimia dalam
perkembangan sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
2. Komponen Kebahasaan
A. Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik
1. Kesesuaian dengan tingkat perkembangan berpikir peserta didik
Bahasa yang digunakan, baik untuk menjelaskan konsep maupun ilustrasi aplikasi
konsep, menggambarkan contoh konkret sampai dengan contoh abstrak.
2. Kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosial-emosional peserta didik
Bahasa yang digunakan sesuai dengan kematangan emosi peserta didik dengan
ilustrasi yang menggambarkan konsep-konsep dari lingkungan terdekat sampai
lingkungan global.

B. Komunikatif
1. Keterpahaman peserta didik terhadap pesan
Materi disajikan dengan bahasa yang menarik dan lazim dalam komunikasi bahasa
Indonesia.
2. Kesesuaian ilustrasi dengan substansi pesan
Ilustrasi yang digunakan untuk menjelaskan materi relevan dengan pesan yang
disampaikan.

C. Dialogis dan Interaktif


1. Kemampuan memotivasi peserta didik untuk merespons pesan
Bahasa yang digunakan menumbuhkan rasa senang ketika peserta didik melihat dan
mendengarkan media.
2. Dorongan berpikir kritis pada peserta didik
Bahasa yang digunakan mampu merangsang peserta didik untuk mempertanyakan
dan mencari jawaban dari persoalan yang diberikan.

D. Lugas
1. Ketepatan struktur kalimat
Kalimat yang dipakai dalam penyampaian pesan mengikuti tata kalimat yang benar
dalam bahasa Indonesia.
2. Kebakuan Istilah
Bahasa yang dipakai dalam penyampaian pesan adalah bahasa baku dan baik menurut
kaidah bahasa Indonesia.

E. Koherensi dan Keruntunan Alur Pikir


1. Keterkaitan antara kalimat
Penyampaian pesan antarkalimat dalam satu paragraf mencerminkan keruntutan dan
keterkaitan isi.
2. Keterkaitan antara paragraf
Penyampaian pesan antara satu paragraf dengan paragraf lain yang berdekatan
mencerminkan keruntutan dan keterkaiatan isi.
3. Keterkaitan antarkonsep
Informasi yang disampaikan berurutan dan saling berhubungan.
F. Kesesuaian dengan Kaidah Bahasa Indonesia yang Benar
1. Ketepatan tata bahasa
Tata kalimat yang pakai untuk menyampaikan informasi, mengacu pada kaidah tata
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
2. Ketepatan ejaan
Ejaan yang digunakan mengacu pada pedoman ejaan yang disempurnakan (EYD)

G. Penggunaan Istilah dan Simbol/ Lambang


1. Konsistensi penggunaan istilah
Konsisten dalam menggunakan istilah yang menggambarkan suatu konsep
2. Konsistensi penggunaan simbol/ lambang
Konsisten dalam menggunakan simbol/ lambang yang menggambarkan suatu konsep.

3. Komponen Penyajian
A. Teknik Penyajian
1. Konsistensi sistematika sajian
Materi disajikan secara sistematik dan tidak bolak-balik.
2. Kelogisan penyajian
Penyajian sesuai dengan alur berpikir deduktif atau induktif.
3. Keruntutan konsep
Penyajian materi dimulai dari yang mudah ke yang susah, dari yang konkret ke yang
abstrak, dari yang sederhana ke yang kompleks, dan dari yang dikenal sampai yang
belum dikenal.
4. Hubungan antarfakta dan antarkonsep
Terdapat hubungan yang logis antara fakta dan antara konsep
5. Keseimbangan ilustrasi/ gambar (visual), tulisan, dan suara (audio)
Terdapat keseimbangan antara ilustrasi, tulisan, dan suara dengan materi yang
disajikan.
6. Penyajian tabel, gambar, dan lampiran disertai rujukan
Tabel, gambar, dan lampiran dari suatu sumber harus disertai dengan rujukan termasa
yang dicantumkan dalam daftar pustaka.
7. Identitas tabel, gambar, dan lampiran
Setiap tabel, gambar, dan lampiran diberi nomor, dan nama atau judul sesuai dengan
yang disebut dalam teks.
8. Kesesuaian ilustrasi dengan materi
Terdapat kesesuaian antara ilustrasi dengan materi yang disajikan.

B. Penyajian Pembelajaran
1. Berpusat pada peserta didik
Penyajian materi menempatkan peserta didik sebagai subjek pembelajaran
2. Keterlibatan peserta didik
Penyajian materi bersifat interaktif dan partisipatif yang memotivasi peserta didik
terlibat secara mental dan emosional dalam pencapaian SK dan KD
3. Keterjalinan komunikasi interaktif
Penyajian materi bersifat dialogis yang memungkinkan peserta didik seolah-olah
berkomunikasi dengan media.
4. Kesesuaian dengan karakteristik materi
Pendekatan dan metode yang dipakai sesuai dengan karakteristik materi.
5. Kemampuan merangsang kedalaman berpikir peserta didik
Penyajian materi dapat merangsang kedalaman berpikir peserta didik, termasuk
melalui ilustrasi, studi kasus dan contoh.

C. Pendukung Penyajian Materi


1. Pengantar
Pengantar di awal LKS yang berisi tujuan penulisan LKS, sistematika LKS, dan cara
yang harus diikuti, serta hal-hal yang dianggap penting bagi pengguna/ peserta didik.
2. Lampiran : Glosarium
Glosarium berisi istilah-istilah penting dalam teks dengan penjelasan arti istilah
tersebut, ditulis alfabetis, dan disertai nomor-nomor halaman tempat istilah terdapat
dalam teks.
3. Daftar pustaka
Daftar buku dan sumber acuan lainnya yang digunakan dalam penyusunan LKS
4. Rangkuman
Ringkasan atau rangkuman yang dibuat dengan kalimat ringkas dan jelas, tujuannya
untuk memudahkan peserta didik memahami keseluruhan isi.
Lampiran 3. Format Lembaran Observasi
LEMBARAN OBSERVASI

Rating scale:
5 = sangat memuaskan
4 = diatas rata-rata
3 = rata-rata
2 = dibawah rata-rata
1 = tidak memuaskan

N
o Aspek yang diobservasi 1 2 3 4 5
Ruangan kelas mendukung suasana
1 belajar          
2 Fasilitas pendukung pembelajaran          
3 Keaktifan siswa selama PBM          
Mengikuti prosedur yang benar dalam
4 setiap
  pelaksanaan          
5 Pemanfaatan waktu dengan efektif          
6 Keterampilan mengoperasikan alat          

You might also like