You are on page 1of 27

MAKALAH

AVIAN INFLUENZA
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

Penyusun :
DENY FEGINURAHMAN
717.6.2.0935
NOER KHOLIS
17.6.2.0913
II B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2018
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN ................................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 4

1.4 WOC/Pathway ........................................................................................................... 5

BAB II ................................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 6

2.1 Pengertian Avian Influenza ....................................................................................... 6

2.2 Struktur dan Komposisi Virus .................................................................................... 7

2.3 Etiologi ...................................................................................................................... 8

2.4 Epidemiologi ............................................................................................................. 8

2.5 Patofisiologi............................................................................................................... 9

2.6 Manifestasi Klinis .................................................................................................... 11

2.7 Cara Penularan/Penyebaran ................................................................................... 12

2.8 Gejala Klinis ............................................................................................................. 13

2.9 Diagnosis ................................................................................................................ 15

2.10 Pengendalian & Pencegahan ............................................................................... 16

2.11 Asuhan Keperawatan ............................................................................................ 17

BAB III ................................................................................................................................ 26

PENUTUP ........................................................................................................................... 26

Kesimpulan.................................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 27


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam bidang kedokteran hewan penyakit zoonosis seperti Avian


Influenza atau biasa dikenal dengan penyakit Flu Burung merupakan masalah
serius yang harus ditangani dengan tepat. Avian Influenza itu sendiri merupakan
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan
ditularkan oleh unggas baik berupa burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang
lain seperti babi. Data lain menunjukkan penyakit ini dapat juga mengena pada
puyuh dan burung unta. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian
infuenza jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Republik
Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan
Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi
unggas yang terinfeksi.

Selain menyebabkan banyak kematian pada unggas maupun hewan-hewan


lainnyam Avian Influenza (H5N1) menyebabkan gejala klinis yang berat bahkan
kematian pada manusia telah menjadi pusat perhatian badan-badan kesehatan
dunia karna dapat berkembang dari masa ke masa dan menjadi wabah yang
mematikan. Diawali pada tahun 1918 dunia dikejutkan oleh wabah pandemic
yang disebabkan virus influenza,yang telah membunuh lebih dari 40.000 orang,
dimana subtipe yang mewabah saat itu adalah virus H1N1 yang dikenal dengan
“Spanish flu”. Tahun 1957 kembali dunia dilanda wabah global yang disebabkan
oleh kerabat dekat virus yang bermutasi menjadi H2N2 atau dikenal dengan
“äsian flu’’ yang telah merenngut 100.000 jiwa meninggal. Pada tahun 1968,virus
flu burung kembali menyebabkan wabah pandemik dengan merubah dirinya
menjadi H3N2. Mutan virus yang dikenal dengan ‘’hongkong flu’’ ini telah
menyebabkan 700.000 orang meninggal dunia.(Radji, 2012). Hal tersebut telah
menjadi catatan bahwa jika kita mempelajari seluk beluk Avian Influenza maka
virus tersebut akan menyebar dan tak terkendali yang menyebabkan ancaman bagi
kelangsungan hidup manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Avian Influenza?


2. Bagaimana struktur dan komposisi virus Avian Influenza?
3. Apa penyebab/etiologi dari Avian Influenza?
4. Bagaimana epidemiologi dari penyakit Avian Influenza?
5. Bagaimana patofisiologi virus Avian Influenza?
6. Bagaimana cara manivestasi klinik Avian Influenza?
7. Bagaimana cara penyebaran/penularan Avian Influenza?
8. Bagaimana gejala klinis dari penyakit Avian Influenza pada unggas?
9. Bagaimana mendiagnosis penyakit Avian Influenza pada hewan?
10. Bagaimana cara pencegahan dan pengendalian dari penyakit Avian
Influenza?
11. Bagaimana cara asuhan keperawatan tentang Avian Influenza?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Untuk menambah pengetahuan mengenai avian influenza


b. Untuk mengetahui tentang penyebab penyakit dari avian influenza
c. Untuk menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan avian influenza
1.4 WOC/Pathway

Avian Influenza

Etiologi Gejala
Patofisiologi

Masalah Dianosa
Keperawatan Keperawatan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Avian Influenza

Avian Influenza (AI) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


virus dan bersifat zoonosis (jenis penyakit dari hewan yang bisa menulari
manusia). Patogenitas virusnya (kemampuan parasit menimbulkan penyakit pada
inangnya) bervariasi. Biasanya menimbulkan gangguan saluran pernapasan ringan
hingga wabah merugikan yang berkaitan dengan infeksi yang bersifat akut
menyerang organ pencernaan (viserotropik) dan menyebar ke dalam tubuh unggas
melalui aliran darah (pansistemik) (Fadilah, 2013).

Flu burung adalah penyakit influenza pada unggas, baim burung, bebek,
ayam, serta beberapa binatang seperti babi. Data lain menunjukkan penyakit ini
juga dapat pula mengena pada burung puyuh dan burung onta. Penyakit pada
binatang ini telah ditemukan sejak 100 tahun lalu di Italia, tepatnya 1878. Pada
tahun 1924-1925 wabah ini merebak di Amerika Serikat (Yoga, 2015).

Avian Influenza disebabkan oleh virus influenza tipe A dari


famili Orthomyxoviridae. Virus ini paling umum menjangkiti unggas (misalnya
ayam peliharaan, kalkun, Itik, puyuh, dan angsa) juga berbagai jenis burung liar.
Beberapa virus flu burung juga diketahui bisa menyerang mamalia, termasuk
manusia (Withworth, 2012).

Virus influenza tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya


Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Virus flu burung yang sedang
berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3–5
hari. Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan,
minuman, dan sentuhan. Perilaku hidup bersih dan sehat misalnya mencuci tangan
dengan antiseptik, kebersihan tubuh dan pakaian, dan memakai alat pelindung diri
(APD) waktu kontak langsung dengan unggas dapat mencegah penularan virus AI
(Soejoedono, 2015).

2.2 Struktur dan Komposisi Virus

Genom virus influenza A dan B terdiri dari 8 segmen terpisah ditutupi oleh
protein nukleokapsid. Bersama-sama membuat ribonukleoprotein (RNP), dan tiap
segmen memiliki kode untuk protein fungsional yang penting:

1. Polymerase protein B2 (PB2)


2. Polymerase Protein B1 (PB1)
3. Polymerase protein (PA)
4. Haemagglutinin (H atau HA)
5. Protein nukleokapsid (NP)
6. Neuraminidase (N atau NA)
7. Protein matriks (M); M1 memebangun matriks hanya dalam virus
influenza A, M2 berfungsi sebagai pompa saluran ion untuk menurunkan
atau mempertahankan endosome
8. Protein non-struktural (NS); Fungsi NS2 adalah hipotetis (Kamps, 2012).

Polymerase RNA-RNA aktif, yang bertanggung jawab untuk replikasi dan


transkripsi, dibentuk dari PB2, PB1, dan PA. polymerase tersebut memiliki
aktivitas endonuklease dan diikat RNP. Protein NS1 dan NS2 memiliki fungsi
pengaturan untuk mendorong sintesis komponen-komponen virus dalam sel
terinfeksi (Soejoedono, 2015).

Selubung virus memiliki dua lapis membran lemak yang berasal dari sel
produksi virus yang mengandung penonjolan yang jelas dibentuk oleh H dan N,
juga protein M2. Lapisan lemak menutupi matriks yang dibentuk oleh protein M1.
Virus influenza C mengandung tujuh segmen genom, pemrukaannya hanya
mempunyai satu glikoprotein (Kamps, 2012).
2.3 Etiologi

Flu Burung adalah influenza pada unggas yang disebabkan oleh


virus Avian Influenza (AI) dari famili Orthomyxoviridae. Virus AI terdiri atas 3
tipe antigenik yang berbeda, yaitu A, B dan C, juga mempunyai sub-tipe yang
dibagi berdasarkan permukaannya yaitu Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase
(NA), yang terbagi menjadi 16 sub-tipe H dan 9 sub-tipe N. Virion menciri dari
virus influenza A adalah membulat dan berdiameter 100 nm tetapi lebih sering
ditemukan bentuk yang lebih besar dan tidak beraturan. Terdapat 8 protein virion,
lima darinya merupakan protein struktural dan 3 berkaitan dengan polimerase
RNA. Terdapat 2 jenis polimer, molekul hemaglutinin (H) bentuk batang, yang
merupakan trimer dan molekul neuramidase (N) bentuk jamur yang merupakan
tetramer. Kedua molekul H dan N itu merupakan lipoprotein dan membawa epitop
khusus-subtipe (Withworth, 2012).

Virus Avian Influenza bdari famili Orthomyxoviridaeyang termasuk tipe A


subtipe H 5, H 7, dan H 9. Virus H9N2 tidaklah menyebabkan penyakit berbahaya
pada burung, tidak seperti H5 dan H7. Virus flu burung atau avian influenza
hanya ditemukan pada binatang seperti burung, bebek dan ayam, namun sejak
1997 sudah mulai dilaporkan “terbang” pula ke manusia. Subtipe virus yang
terakhir ditemukan yang ada di Indonesia adalah jenis H5N1 (Kamps, 2012).

2.4 Epidemiologi

Penyakit flu burung mulai merebak di indonesia untuk pertama kalinya


pada ayam muncul pada tahun 2004. Departemen Pertanian secara resmi
menggonfirmasikan adanya penyakit flu burung pada bulan januari 2004 dan
menyatakan penyakit disebabkan oleh virus influenza subtipe H5N1. Serangan flu
burung mencapai puncaknya pada kuartal pertama tahun 2004. Setelah itu
serangan virus mematikan tampaknya mereda dan pada tahun 2005 kembali
mewabah. Virus tidak hanya menyerang ayam, tetapi juga babi, kalkun, dan
manusia. Berdasarkan pemeriksaan labolatorium, Departemen Pertanian bahwa
virus avian influenza yang menyerang tidak mengalami perubahan, yaitu subtipe
H5N1 (Fadilah, 2013).

2.5 Patofisiologi

Flu burung (Avian Influenza) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
influenza yang menyerang burung/unggas/ayam. Virus yang menyebabkan flu
burung ini dikenal dengan nama virus H5N1(H=Haemagglutinin,
N=Neuramidase). Virus ini tidak hanya dapat menular dari burung ke burung, tapi
ternyata dapat pula menlar dari burung ke manusia. Virus F;u burung akan mati
dalam suhu yang tinggi.

Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi melalui udara (droplet


infection) dimana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi
saluran nafas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet).
Virus yang bertanam pada membran mukosa akan terpajan mukoprotein yang
mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat
berkaitan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies dari mana virus berasal.
Virus Avian influenza manusia (Human influenza Virus) dapat berkaitan dengan
alpha 2,6 sialilogosakarida yang berasal dari membran sel dimana didapatkan
residu asam sialat yang dapat berkaitan dengan membran sel mukosa melalui
ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berkaitan dengan
membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2,3 linkage.
Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga
sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi secara
ifisein pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor yang mengikat
virus sehingga perlekatan virus yang mengandung protein neuramidase pada
permukaan saluran nafas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut.
Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat
menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi
utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang berselia. Sel-sel yang
terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami
piknosis. Bersamaan dengan terjadinya dissentrigasi dan hilangnya silia
selanjutnya akan terbentuk badan eklusi.

Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A yang menyebar antar
unggas. Virus ini kemudian ditemukan mampu pula menyebar ke spesies lain
seperti babi, kucing, anjing, harimau, dan manusia. Virus ini dapat menular
melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Namun
demikian, virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi. Oleh karena itu daging,
telur, dan hewan harus dimasak dengan matang untuk menghindari penularan.
Kebersihan diri perlu dijaga pula dengan mencuci tangan dengan antiseptik.
Kebersihan tubuh dan pakaian juga perlu dijaga.

Flu burung pada unggas sering dikelirukan dengan ND karena gejalanya


sangat mirip. Karakteristik flu burung mirip dengan ND tingkatan terganas, yaitu
ND felogenik. Perbedaan akan terlihat setelah dilakukan pembedahan bangkai dan
pemeriksaan darah atau DNA. Penyakit ini biasanya muncul pada saat pergantian
musim. Kondisi ini biasanya situasi cuaca tidak stabil sehingga membuat hewan
ternak menjadi mudah stres. Akibatnya, daya tahan tubuh akan melemah.
Lemahnya daya tahan inilah yang kemudian memudahkan ayam terkena penyakit
infeksius. Jika tidak segera ditangani, ayam yang terkena infeksi flu burung akan
semakin melemah kondisinya sehingga menyebabkan kematian. Penyakit burung
memiliki sifat imunosupresi karena menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
yang sangat cepat. Selain itu, virus ini memiliki karakter sistemik sehingga
prosesnya diawali dengan merusak semua sistem dan organ dalam, termasuk
lymfoid, seperti bursa fabricius dan thymus. Dengan rusaknya organ ini maka
akan terjadi penurunan kekebalan pada tubuh.

Virus dapat bertahan hidup pada suhu dingin. Bahan makanan yang
diinginkan atau dibekukan dapat menyimpan virus. Tangan harus dicuci sebelum
dan setelah memasak atau menyentuh bahan makanan mentah. Burung liar dan
unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1. Di asia
Tenggara kebanyakan kasus flu burung terjadi pada jalur transportasi atau
peternakan unggas alih-alih jalur migrasi burung liar. Awalnya, flu burung hanya
ditemukan pada burung-burung liar. Selanjutnya, virus ini juga ditemukan pada
ayam, puyuh, itik, kalkun, dan babi. Virus flu burung hidup di dalam saluran
pencernaan unggaas. Penularan dengan kontak langsung terjadi dari kotoran
secara oral atau melalui saluran pernapasan. Udara yang kotor bercampur dengan
feses kering ayam yang terjangkit flu burung akan terhirup oleh ayam lain dan
manusia yang hidup di lokasi peternakan, seperti pekerja kandang dan peternak.
Sebenarnya, jika semua unggas peliharaan berada dalam kondisi sehat dan
memiliki daya tahan yang bagus, infeksi tidak akan menyebabkan kematian. Hal
ini disebabkan virus AI tidak aktif (dalam stadia dorman) dalam kondisi tersebut.
Sebaliknya, jika unggas dalam kondisi buruk, flu burung dapat mematikan.

2.6 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang timbul pada pasien dengan influenza antara lain:
1. Nyeri kepala hebat
2. Nyeri otot
3. Demam dan mengigil
4. Fatigue dan weakness
5. Anoreksia
6. Manifietas klinik pada sistem pernapasan
7. Sakit tenggorokan
8. Batuk, bersin, rinorrhea, dan hidung tersumbat
9. Terdapat beberapa keluhan perasaan lemas selama 1-2 minggu setelah periode
akut.
2.7 Cara Penularan/Penyebaran

Di alam, yang bertindak sebagai reservoir utama virus AI adalah unggas air antara
lain itik liar, dalam tubuhnya ditemukan semua subtipe yang ada dan dapat
bersembunyi pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan menyebar ke
unggas lain melalui inhalasi. Penyebaran flu burung dapat melalui induk semang,
virus dapat menginfeksi segala jenis unggas, sumber penularan terutama pada
waktu unggas air yang bermigrasi dan tingkat patogennya tergantung dari subtipe
virus, spesies unggas dan faktor lingkungan. Penularan avian influenza dapat
terjadi melalui kontak langsung antara ayam sakit dengan ayam yang peka. Ayam
yang terinfeksi mengeluarkan virus dari saluran pernapasan konjungtiva dan feses
(Nazaruddin., 2012).

Penularan juga dapat terjadi secara tidak langsung, misalnya melalui udara
yang tercemar oleh material/debu yang mengandung virus influenza,
makanan/minuman, alat/perlengkapan peternakan, kandang, pakaian, kendaraan,
peti telur, nampan telur, burung dan mamalia yang tercemar virus influenza Lalat
juga mempunyai peranan dalam menyebarkan virus AI. Tinja yang mengandung
virus avian influenza dalam 1 gram dapat menginfeksi ayam sebanyak satu juta
ekor (Nazaruddin, 2012).

Agen infeksi lain, faktor lingkungan/stress dapat berpengaruh pada


berat/ringannya dari suatu penyakit. Unggas yang sembuh menjadi carier, sebagai
pembawa sifat. Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan flu burung yaitu
kepadatan penduduk dan kepadatan unggas, virus yang bersirkulasi (H5N1),
biosekuriti yang menurun, kerentanan daya tahan tubuh manusia dan hewan
(Kumala, 2014).

1. Mula- mula virion menempel pada reseptor sel tropisma melalui protein
hemaglutinin.
2. Proses endositosis ini akan berlangsung beberapa waktu, berdasarkan
pengamatan sekitar 10 menit, proses endositosis dan pelepasan selubung
telah mencapai 50 %, proses ini sampai semua segmen RNA ke luar ke
dalam sitoplasma.
3. Segmen- segmen tersebut masuk ke dalam nukleus dan mengalami
transkripsi, untuk merubah bentuk (-)RNA menjadi (+)RNA.
4. Sebagian segmen keluar kembali ke sitoplasma untuk mempersiapkan
protein selubung untuk dipakai oleh virus baru yang akan dihasilkan.
Protein yang dimaksud adalah HA, NA, M dan NS.
5. Delapan segmen yang berada di inti sel ditambah dengan segmen RNA
yang masih tersisa di sitoplasma melakukan replikasi, yaiu perbanyakan
RNA. Virus RNA lain, replikasi di luar inri. Selama di dalam inti, AI
menggunakan bahan- bahan yamg diperlukan dari dalam inti sel inang.
Proses ini yang memudahkan terjadi proses Antigen drift dan Antigen
shift.

6. Segmen RNA yang sudah mengalami replikasi, keluar ke sitoplasma untuk


dibungkus dengan protein HA, NA, M, serta NS, menjadi anak AI yang
siap dilepas dari sel hospes. Untuk bisa keluar, virus ini harus menempel
pada reseptor dalam sel hospes. Penempelan ini dilakukan oleh protein
neuroaminidase, berlangsung selama 2 jam sejak infeksi (Rahardjo,
2014).

2.8 Gejala Klinis

Masa inkubasi virus avian influenza bervariasi antara 1-3 hari, masa
inkubasi tersebut tergantung pada dosis virus, rute kontak dan spesies unggas
yang diserang. Gejala penyakit sangat bervariasi dan tergantung pada spesies
unggas terinfeksi, subtipe virus dan faktor lingkungan (Nazaruddin., 2012).

Gejala yang terlihat dapat berbentuk gangguan pada saluran pernapasan,


pencernaan, reproduksi dan sistem saraf. Gejala awal yang dilaporkan adalah
penurunan nafsu makan, emasiasi, penurunan produksi telur, gejala pernapasan
seperti batuk, bersin, menjulurkan leher, hiperlakrimasi, bulu kusam,
pembengkakan (oedema) muka dan kaki, sianosis pada daerah kulit yang tidak
berbulu, gangguan saraf dan diare. Gejala tersebut dapat berdiri sendiri atau dalam
bentuk kombinasi (Rahardjo, 2014).

Burung puyuh yang mati menunjukkan gejala klinis, seperti kotoran putih
kehijauan, tidak nafsu makan, dan lemas. Proses kematian tidak terlalu mendadak
seperti gejala AI sebelumnya. Morbiditas dan mortalitas bervariasi dan tergantung
pada spesies unggas, virus, umur, lingkungan (kadar amoniak, ventilasi) dan
adanya infeksi sekunder. Morbiditas dapat sangat tinggi, tetapi sebaliknya
mortalitas rendah. Pada avian influenza yang disebabkan oleh virus yang sangat
patogen, maka mortalitas dan morbiditas dapat mencapai 100%. Mortalitas
biasanya meningkat antara 10-50 kali dari hari sebelumnya dan mencapai
puncaknya pada hari ke-6 sampai ke-7 setelah timbulnya gejala (Tabbu., 2000).

Faktor predisposisi seperti lingkungan yang jelek, penggunaan vaksin virus


hidup dan infeksi sekunder oleh virus, bakteri serta mikoplasma dapat
memperparah gejala klinis (Kumala, 2014).

1. Perubahan Makroskopik

Perubahan Makroskopik yang ditemukan pada unggas sangat bervariasi


menurut lokasi tempat lesi itu ditemukan, derajat keparahan, spesies unggas, dan
patogenesitas dari virus

a. Bentuk ringan (Low Pathogenic Avian Influenza)

Pada sinus mungkin ditemukan adanya salah satu atau campuran eksudat
kataralis, fibrinus, serofibrinus, mukopurulen atau kaseus. Edema disertai eksudat
dari serous sampai kaseus pada trakhea. Kantong udara menebal mengandung
eksudat fibrinus atau kaseus. Pada peritoneum tampak adanya peritonitis fibrinus
dan egg peritonitis. Pada sekum dan usus ditemukan adanya enteritis kataralis
sampai fibrinous (Tabbu., 2013).

b. Bentuk akut (Highly Pathogenic Avian Influenza)

Apabila unggas mati dalam waktu yang singkat, maka biasanya tidak
ditemukan adanya perubahan mikroskopik tertentu oleh karena lesi pada jaringan
belum sempat berkembang Pada sejumlah kasus dapat ditemukan kongesti,
hemoragi, transudasi dan nekrosis. Jika penyakit ini melanjut, maka kerap kali
akan ditemukan adanya foki neurotik pada hati, limpa, ginjal dan paru (Tabbu.,
2013).

2. Perubahan mikroskopik

Lesi yang ditimbulkan oleh fowl plaque ditandai adanya edema, hyperemia,
hemoragik dan perivascular cuffing sel limfoid, terutama pada miokardium,
limpa, paru, otak, balung dan dengan frekuensi yang lebih rendah pada hati dan
ginjal. Perubahan degenerasi dan nekrosis pada hati, limpa dan ginjal. Lesi pada
otak adanya foci nekrosis, perivascular cuffing sel limfoid, gliosis, proliferasi
pembuluh darah dan nekrosis neuron. Beberapa virus avian influenza (Rahardjo,
2014).

2.9 Diagnosis

Koleksi sampel diambil dari saluran pernapasan (trakea, paru, kantong


udara, eksudat sinus) dan saluran pencernaan. Infeksi sistemik yang disebabkan
oleh virus highly pathogenic dimana terjadi viremia, setiap organ dapat digunakan
untuk isolasi virus. Hewan laboratorium yang sering digunakan untuk penelitian
adalah ayam, kalkun, dan itik. Virus ini juga bereplikasi pada musang, kucing,
hamster, tikus, kera dan babi. Isolasi virus dapat dilakukan pada telur ayam
berembrio yang SPF (Specific Pathogen Free) umur 10-11 hari, menggunakan
jaringan trachea, paru-paru, limpa, otak, dan atau usapan kloaka ayam sakit atau
mati karena virus bereplikasi di dalam saluran respirasi dan atau saluran
pencernaan, hingga embrio mati dalam 42-72 jam (Nazaruddin., 2012).

Pemeriksaan serologis dapat digunakan untuk mengetahui adanya


pembentukan antibodi terhadap virus avian influenza A, yang dapat diamati pada
hari ke-7 sampai ke-10 pasca infeksi. Uji serologi yang sering digunakan adalah
uji hemaglutinasi inhibisi (HI) untuk mengetahui adanya antibodi terhadap
hemaglutinin (H) dan agar gel presipitasi (AGP) untuk mengetahui adanya
antibodi terhadap neuramidase (N). Uji lain untuk mengetahui adanya
pembentukan antibodi adalah netralisasi virus (VN), neuraminidase-
inhibition(NI), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), antibodi
monoklonal, dan hibridisasi in situ. Pada kasus-kasus di lapangan sering
menggunakan teknikimmunoflourescence untuk mengetahui adanya virus
influenza dengan cepat (Tabbu, 2013).

2.10 Pengendalian & Pencegahan

Avian influenza tidak dapat diobati, pemberian antibiotik/antibakteri


hanya untuk mengobati infeksi sekunder oleh bakteri atau mycoplasma.
Pengobatan suportif dengan multivitamin perlu juga dilakukan untuk proses
rehabilitasi jaringan yang rusak. Tindakan pencegahan lain yang dapat dilakukan
adalah mencegah kontak antara unggas dengan burung liar atau unggas liar,
depopulasi atau pemusnahan terbatas di daerah tertular, pengendalian limbah
peternakan unggas, surveilans dan penelusuran, pengisian kandang kembali atau
peremajaan, penerapan kebersihan kandang, penempatan satu umur dalam
peternakan, manajemen flock all-in/all-out, penyemprotan dengan desinfektan
terhadap kandang sebelum pemasukan unggas atau ayam baru, penerapan
stamping out atau pemusnahan menyeluruh di daerah tertular baru dalam
menangani wabah HPAI untuk menghindari resiko terjadinya penularan kepada
manusia, karena bersifat zoonosis, peningkatan kesadaran masyarakat, serta
monitoring dan evaluasi (Nazaruddin., 2012).

Pencegahan yang lain adalah mencuci tangan dengan sabun cair pada air
yang mengalir sebelum dan sesudah melakukan suatu pekerjaan, Tiap orang yang
berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas harus
menggunakan pelindung (masker, kacamata khusus), Mengkonsumsi daging ayam
yang telah dimasak dengan suhu 800 C selama satu menit, telur unggas
dipanaskan dengan suhu 640 C selama lima menit (Kumala, 2014).

2.11 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering terjadi adalah sesak nafas yang merupakan
salah satu tanda terjadinya infeksi di paru-paru (pneumobi), batuk, filek, nyeri
otot, peningktan suhu tubuh dan sakit tenggorokan.
b. Riwayat Penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama, apabila
keluhan utama adalah bentuk tanyakan sudah beberapa lama batuk muncul,
apakah batuk produktif dan warna dahak serta pengobatan yang dijalani sebelum
masuk rumah sakit.
c. Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami infeksi saluran pernafasan atas dengan gejala seperti luka pada
tenggorokan, bersin dan demam ringan atau pernah menderita flu burung.
d. Penyakit flu burung tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah di alami oleh anggota keluarga yang lainnya sebagai faktor
predisposisi penularan di dalam rumah.
e. Bio-Sosio-Spiritual
Klien dengan flu burung sering mengalami kecemasan sesuai dengan
keluhan yang dialaminya, hal lain yang perlu ditanyakan adalah pekerjaan klien
dan pemukiman tempat tinggal klien, kelompok yang berisiko tinggi menderita flu
burung adalah pekerja ternak unggas dan pedagangan unggas serta kondisi
lingkungan tempat tinggal dengan rumah dalam keadaan kotor.
f. Pemeriksaan Fisik
1) BI (Breathing)
a) Inspeksi
Bentuk dada dan pernafasan simetris, sering ditemukan pernafasan cepat
dan dangkal di dapatkan bentuk produktif disertai adanya peningkatan produksi
sekret.
b) Palpasi
Gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara bagian
kanan dan kiri. Getaran suara (fremitus vokal) normal.
c) Perkusi
Dapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
d) Auskultasi
Didapatkan bunyi nafas melemah dan bunyi nafas tembahan ronkhi basah
pada posisi yang sakit.
2. B2 (Blood)
a) Inspeksi
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
b) Palpasi
Denyut nadi cepat.
c) Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran
d) Auskultasi
Tekana n darah menurun < 110/90 mmHg, bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
3. B3 (Brain)
Klien dengan flu burung yang mengalami sakit kepala yang berat dapat
menyebabkan gangguan kesadaran, pada pengkajian obyektif wajah klien terlihat
meringis, merintih, meregang, mengeliat.
4. B4 (Bladder)
Jarang ditemukan gejala pada sistem perkemihan.
5. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, diare, nyeri perut, penurunan
nafsu makan, dan penurunan berat badan.
6. B6 (Bone)
Terjadi kelemahan dan kelelahan fisik secara umum menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.

2. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul antara lain:


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi sputum,
penurunan energi, kelemahan.
b. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar, suplai O2menurun.
c. Hipertermi b.d proses inflamasi.d. gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan kebutuhan metabolic sekunder,
anoreksia, distensi abdomen.
d. Risiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan berlebihan (demam,
keringat banyak, muntah, hiperventilasi.
e. Risiko penularan infeksi b.d proses penyakit.
f. Nyeri b.d inflamasi perenkim paru.
g. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan antara suplay kebutuhan
O2 Nyeri b.d inflamasi perenkim paru.

3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas inefektif b.d akumulasi sekret yang berlebihan
Tujuan : jalan nafas kembali normal dalam waktu 2x24 jam.
Kriteria hasil :
1) RR : 16-20 x/mnt.
2) Klien dapat batuk efektif.
3) Bunyi nafas bronkovekuler.
4) Sekret berkurang.
5) TTV : TD : 110/70 mmHg, S: 36-370 C.
6) RR : 16-20 x/mnt.
Intervensi
Intervensi Rasional
Ajarkan klien batuk efektif Membantu mempermudah
pengeluaran sekret.
Observasi tanda-tanda vital Mengetahui tingkat
perkembangan klien.
Kaji irama, frekuensi dan Mengetahui penyakit dan
kedalaman pernafasan intervensi.
Lakukan kolaborasi dengan Ekspektoran mengencerkan lendir
dokter untuk pemberian (batuk non produktif),
th/mukolitik, ekspektoran, mengurangi nyeri (analgetik) dan
analgesik. menurunkan suhu (antipiretik)
serta antibiotika, antiviral.

b. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar, suplai O2 menurun


Tujuan : pertukaran gas dapat teratasi dalam waktu 1x24 jam.
Kriteria hasil :
1) Oksigen jaringan dengan AGD dapat rentang normal.
2) Tidak terdapat distress pernafasan.
3) Tidak terjadi sianosis, membran mukosa lembab.
4) TTV dalam batas normal (RR 16-20 menit, N: 80 x/menit, S:370C, TD 120/80
mmHg).
Intervensi
Intervensi Rasional
Berikan terapi O2 sesuai Mempertahankan Pa O2 di atas 60
kebutuhan. mmHg.
Awasi AGD dan saturasi Mengevaluasi proses penyakit
oksigen dengan pulse oksimeter. memudahkan terapi.
Tingkatkan tirah baring, batasi Menurunkan komsumsi oksigen
aktifitas. selama periode penurunan
pernafasan dan dapat menurunkan
beratnya gejala.
Evaluasi TTV kedalaman Manifestasi distress pernafasan
pernafsan, warna kulit, membran tergantung pada derajat
mukosa serta ada dan tidaknya keterlibatan paru dan status
sianosis. kesehatan umum.

c. Hipertermi b.d proses inflamasi


Tujuan : Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh dapat teratasi dalam
waktu 1x24 jam.
Kriteria hasil :
1) Suhu badan 36-37 0C.
2) Mukosa bibir lembab.
3) Akral hangat
Intervensi
Intervensi Rasional
Berikan kompres air biasa pada Kompres dapat terjadi peristiwa
axilla dan paha. konduksi.
Anjurkan untuk mengenakan Meningkatkan evaporasi.
pakaian yang tipis.
Anjurkan klien minum banyak. Mencegah terjadinya dehidrasi.
Lakukan kolaborasi dengan Mempercepat proses
dokter untuk memberikan penyembuhan.
th/antipiretik.

d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake inadekuat


Tujuan : kebutuhan nutrisi dapat teratasi dalam waktu 1x24 jam.
Kriteria hasil :
1) BB dalam batas normal.
2) Mual-muntah tidak ada.
3) Mukosa bibir lembab.
4) Makan 1-2 porsi sekali makan.
5) Nafsu makan meningkat.
6) TTV dalam batas normal
Intervensi
Intervensi Rasional
Berikan makan dalam porsi kecil Meningkatkan masukan makanan.
tapi sering.
Berikan diit lunak. Memudahkan dalam proses
pencernaan makanan.
Timbang BB setiap hari. Mengetahui tingkat
perkembangan klien.
Kolaborasi pemberian obat Menambah nafsu makan dan
vitamin dan antiemetik. meningkatkan daya tahan tubuh.
Evaluasi BB, TB, LILA, Hb, Mengetahui kondisi klien dan
albumin, porsi makan, dan mual perubahan yang baik setelah
muntah. dilakukan tindakan keperawatan.

e. Risiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan berlebihan


(demam, keringat banyak, muntah hiperventilasi)
Tujuan : kebutuhan cairan dapat teratasi dalam waktu 2x24 jam.
Kriteria hasil :
1) Membran mukosa lembab.
2) Turgor kulit baik.
3) Intake dan output adekuat.
4) TTV dalam batas normal.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Tingkatkan pemasukan cairan Menurunkan risiko dehidrasi
minimal 30-50 ml/kg BB.
Kolaborasi pemberian cairan Untuk memenuhi kebutuhan
intravena cairan yang tidak adekuat.
Evaluasi membran mukosa, Mengetahui perkembangan
turgor kulit, intake dan output kondisi klien.
serta TTV.

f. Risiko penularan b.d kurang pengetahuan


Tujuan : tidak terjadi penularan penyakit dalam waktu 1x24 jam.
Kriteria hasil:
1) Bentuk dan bersin hilang.
2) Tidak kontak dengan hewan (BABI).
Intervensi
Intervensi Rasional
Isolasikan klien di ruang khusus. Mengurangi transmisi kuman.
Batasi mobilisasi klien. Pencegahan transmisi kuman
lewat udara.
Anjurkan klien untuk memakai Mengurangi risiko penularan.
masker setiap akan bertemu
dengan orang lain.
Gunakan alat pelindungan diri -
bagi petugas yang merawat klien.
Batasi kunjungan kekamar klien. Menurunkan pemajanan terhadap
kuman patogen.
Anjurkan keluarga klien untuk -
membasmi binatang (babi)
peliharaan di rumah.

g. Nyeri akut b.d inflamasi perinkim paru


Tujuan : nyeri akut dapat teratasi dalam waktu 2x24 jam.
Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
Anjurkan teknik distraksi dan Membantu dan mengurangi nyeri.
relaksasi.
Kolaborasi pemberian analgesic Obat ini digunakan untuk
dan atitusif. mengurangi nyeri serta menekan
batuk non produktif.
Evaluasi perubahan karekteristik Untuk mengetahui perkembangan
nyeri misalnya tajam, konstan, dan kondisi klien lebih lanjut.
ditusuk.

h. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan antara sulpay dan


kebutuhan O2.
Tujuan : Intoleransi aktifitas dapat teratasi dalam waktu 2x24 jam.
Kriteria hasil :
1) Menunjukan peningkatan intoleransi terhadap aktifitas.
2) TTV dalam batas normal.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Berikan lingkungan nyaman dan Menurunkan stres dan rangsangan
batasi pengunjung selama pase berlebihan, meningkatkan istirahat
akut.
Bantu pasien memilih posisi Tirah baring dipertahankan untuk
yang nyaman untuk istirahat. menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk
penyembuhan.
Bantu perawatan diri yang tidak Meminimalkan kelelahan dan
dapat dilakukan pasien. membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan O2.
Evaluasi respons pasien terhadap Menetapkan
aktifitas, kaji adanya dispneu, kemampuan/kebutuhan pasien.
peningkatan kelemahan.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Avian Influenza (AI) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


virus dan bersifat zoonosis (jenis penyakit dari hewan yang bisa menulari
manusia).
2. Flu Burung adalah influenza pada unggas yang disebabkan oleh virus
Avian Influenza (AI) dari famili Orthomyxoviridae. Subtipe virus yang
terakhir ditemukan yang ada di Indonesia adalah jenis H5N1.
3. Di alam, yang bertindak sebagai reservoir utama virus AI adalah unggas
air antara lain itik liar, dalam tubuhnya ditemukan semua subtipe yang
ada dan dapat bersembunyi pada saluran pernapasan dan saluran
pencernaan dan menyebar ke unggas lain melalui inhalasi.
4. Masa inkubasi virus avian influenza bervariasi antara 1-3 hari, masa
inkubasi tersebut tergantung pada dosis virus, rute kontak dan spesies
unggas yang diserang. Gejala penyakit sangat bervariasi dan tergantung
pada spesies unggas terinfeksi, subtipe virus dan faktor lingkungan.
5. Tindakan pencegahan penyakit Avian Influenza dapat dilakukan dengan
mencegah kontak antara unggas dengan burung liar atau unggas liar,
depopulasi atau pemusnahan terbatas di daerah tertular serta
pengendalian limbah peternakan unggas.
DAFTAR PUSTAKA

https://alfiahsahraenijs.wordpress.com/2017/07/23/makalah-avian-influenza-flu/
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=
2ahUKEwiy7eK2gsfdAhUPfSsKHfXqDOgQFjABegQICBAC&url=http%3A%2
F%2Fetd.repository.ugm.ac.id%2Fdownloadfile%2F78971%2Fpotongan%2FS1-
2015-174728-introduction.pdf&usg=AOvVaw1CdLQT-1Hpt52PvW0y067Z

You might also like