Professional Documents
Culture Documents
AVIAN INFLUENZA
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1
Penyusun :
DENY FEGINURAHMAN
717.6.2.0935
NOER KHOLIS
17.6.2.0913
II B
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 3
BAB II ................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 6
2.5 Patofisiologi............................................................................................................... 9
PENUTUP ........................................................................................................................... 26
Kesimpulan.................................................................................................................... 26
PENDAHULUAN
Avian Influenza
Etiologi Gejala
Patofisiologi
Masalah Dianosa
Keperawatan Keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
Flu burung adalah penyakit influenza pada unggas, baim burung, bebek,
ayam, serta beberapa binatang seperti babi. Data lain menunjukkan penyakit ini
juga dapat pula mengena pada burung puyuh dan burung onta. Penyakit pada
binatang ini telah ditemukan sejak 100 tahun lalu di Italia, tepatnya 1878. Pada
tahun 1924-1925 wabah ini merebak di Amerika Serikat (Yoga, 2015).
Genom virus influenza A dan B terdiri dari 8 segmen terpisah ditutupi oleh
protein nukleokapsid. Bersama-sama membuat ribonukleoprotein (RNP), dan tiap
segmen memiliki kode untuk protein fungsional yang penting:
Selubung virus memiliki dua lapis membran lemak yang berasal dari sel
produksi virus yang mengandung penonjolan yang jelas dibentuk oleh H dan N,
juga protein M2. Lapisan lemak menutupi matriks yang dibentuk oleh protein M1.
Virus influenza C mengandung tujuh segmen genom, pemrukaannya hanya
mempunyai satu glikoprotein (Kamps, 2012).
2.3 Etiologi
2.4 Epidemiologi
2.5 Patofisiologi
Flu burung (Avian Influenza) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
influenza yang menyerang burung/unggas/ayam. Virus yang menyebabkan flu
burung ini dikenal dengan nama virus H5N1(H=Haemagglutinin,
N=Neuramidase). Virus ini tidak hanya dapat menular dari burung ke burung, tapi
ternyata dapat pula menlar dari burung ke manusia. Virus F;u burung akan mati
dalam suhu yang tinggi.
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A yang menyebar antar
unggas. Virus ini kemudian ditemukan mampu pula menyebar ke spesies lain
seperti babi, kucing, anjing, harimau, dan manusia. Virus ini dapat menular
melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Namun
demikian, virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi. Oleh karena itu daging,
telur, dan hewan harus dimasak dengan matang untuk menghindari penularan.
Kebersihan diri perlu dijaga pula dengan mencuci tangan dengan antiseptik.
Kebersihan tubuh dan pakaian juga perlu dijaga.
Virus dapat bertahan hidup pada suhu dingin. Bahan makanan yang
diinginkan atau dibekukan dapat menyimpan virus. Tangan harus dicuci sebelum
dan setelah memasak atau menyentuh bahan makanan mentah. Burung liar dan
unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1. Di asia
Tenggara kebanyakan kasus flu burung terjadi pada jalur transportasi atau
peternakan unggas alih-alih jalur migrasi burung liar. Awalnya, flu burung hanya
ditemukan pada burung-burung liar. Selanjutnya, virus ini juga ditemukan pada
ayam, puyuh, itik, kalkun, dan babi. Virus flu burung hidup di dalam saluran
pencernaan unggaas. Penularan dengan kontak langsung terjadi dari kotoran
secara oral atau melalui saluran pernapasan. Udara yang kotor bercampur dengan
feses kering ayam yang terjangkit flu burung akan terhirup oleh ayam lain dan
manusia yang hidup di lokasi peternakan, seperti pekerja kandang dan peternak.
Sebenarnya, jika semua unggas peliharaan berada dalam kondisi sehat dan
memiliki daya tahan yang bagus, infeksi tidak akan menyebabkan kematian. Hal
ini disebabkan virus AI tidak aktif (dalam stadia dorman) dalam kondisi tersebut.
Sebaliknya, jika unggas dalam kondisi buruk, flu burung dapat mematikan.
Tanda dan gejala yang timbul pada pasien dengan influenza antara lain:
1. Nyeri kepala hebat
2. Nyeri otot
3. Demam dan mengigil
4. Fatigue dan weakness
5. Anoreksia
6. Manifietas klinik pada sistem pernapasan
7. Sakit tenggorokan
8. Batuk, bersin, rinorrhea, dan hidung tersumbat
9. Terdapat beberapa keluhan perasaan lemas selama 1-2 minggu setelah periode
akut.
2.7 Cara Penularan/Penyebaran
Di alam, yang bertindak sebagai reservoir utama virus AI adalah unggas air antara
lain itik liar, dalam tubuhnya ditemukan semua subtipe yang ada dan dapat
bersembunyi pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan menyebar ke
unggas lain melalui inhalasi. Penyebaran flu burung dapat melalui induk semang,
virus dapat menginfeksi segala jenis unggas, sumber penularan terutama pada
waktu unggas air yang bermigrasi dan tingkat patogennya tergantung dari subtipe
virus, spesies unggas dan faktor lingkungan. Penularan avian influenza dapat
terjadi melalui kontak langsung antara ayam sakit dengan ayam yang peka. Ayam
yang terinfeksi mengeluarkan virus dari saluran pernapasan konjungtiva dan feses
(Nazaruddin., 2012).
Penularan juga dapat terjadi secara tidak langsung, misalnya melalui udara
yang tercemar oleh material/debu yang mengandung virus influenza,
makanan/minuman, alat/perlengkapan peternakan, kandang, pakaian, kendaraan,
peti telur, nampan telur, burung dan mamalia yang tercemar virus influenza Lalat
juga mempunyai peranan dalam menyebarkan virus AI. Tinja yang mengandung
virus avian influenza dalam 1 gram dapat menginfeksi ayam sebanyak satu juta
ekor (Nazaruddin, 2012).
1. Mula- mula virion menempel pada reseptor sel tropisma melalui protein
hemaglutinin.
2. Proses endositosis ini akan berlangsung beberapa waktu, berdasarkan
pengamatan sekitar 10 menit, proses endositosis dan pelepasan selubung
telah mencapai 50 %, proses ini sampai semua segmen RNA ke luar ke
dalam sitoplasma.
3. Segmen- segmen tersebut masuk ke dalam nukleus dan mengalami
transkripsi, untuk merubah bentuk (-)RNA menjadi (+)RNA.
4. Sebagian segmen keluar kembali ke sitoplasma untuk mempersiapkan
protein selubung untuk dipakai oleh virus baru yang akan dihasilkan.
Protein yang dimaksud adalah HA, NA, M dan NS.
5. Delapan segmen yang berada di inti sel ditambah dengan segmen RNA
yang masih tersisa di sitoplasma melakukan replikasi, yaiu perbanyakan
RNA. Virus RNA lain, replikasi di luar inri. Selama di dalam inti, AI
menggunakan bahan- bahan yamg diperlukan dari dalam inti sel inang.
Proses ini yang memudahkan terjadi proses Antigen drift dan Antigen
shift.
Masa inkubasi virus avian influenza bervariasi antara 1-3 hari, masa
inkubasi tersebut tergantung pada dosis virus, rute kontak dan spesies unggas
yang diserang. Gejala penyakit sangat bervariasi dan tergantung pada spesies
unggas terinfeksi, subtipe virus dan faktor lingkungan (Nazaruddin., 2012).
Burung puyuh yang mati menunjukkan gejala klinis, seperti kotoran putih
kehijauan, tidak nafsu makan, dan lemas. Proses kematian tidak terlalu mendadak
seperti gejala AI sebelumnya. Morbiditas dan mortalitas bervariasi dan tergantung
pada spesies unggas, virus, umur, lingkungan (kadar amoniak, ventilasi) dan
adanya infeksi sekunder. Morbiditas dapat sangat tinggi, tetapi sebaliknya
mortalitas rendah. Pada avian influenza yang disebabkan oleh virus yang sangat
patogen, maka mortalitas dan morbiditas dapat mencapai 100%. Mortalitas
biasanya meningkat antara 10-50 kali dari hari sebelumnya dan mencapai
puncaknya pada hari ke-6 sampai ke-7 setelah timbulnya gejala (Tabbu., 2000).
1. Perubahan Makroskopik
Pada sinus mungkin ditemukan adanya salah satu atau campuran eksudat
kataralis, fibrinus, serofibrinus, mukopurulen atau kaseus. Edema disertai eksudat
dari serous sampai kaseus pada trakhea. Kantong udara menebal mengandung
eksudat fibrinus atau kaseus. Pada peritoneum tampak adanya peritonitis fibrinus
dan egg peritonitis. Pada sekum dan usus ditemukan adanya enteritis kataralis
sampai fibrinous (Tabbu., 2013).
Apabila unggas mati dalam waktu yang singkat, maka biasanya tidak
ditemukan adanya perubahan mikroskopik tertentu oleh karena lesi pada jaringan
belum sempat berkembang Pada sejumlah kasus dapat ditemukan kongesti,
hemoragi, transudasi dan nekrosis. Jika penyakit ini melanjut, maka kerap kali
akan ditemukan adanya foki neurotik pada hati, limpa, ginjal dan paru (Tabbu.,
2013).
2. Perubahan mikroskopik
Lesi yang ditimbulkan oleh fowl plaque ditandai adanya edema, hyperemia,
hemoragik dan perivascular cuffing sel limfoid, terutama pada miokardium,
limpa, paru, otak, balung dan dengan frekuensi yang lebih rendah pada hati dan
ginjal. Perubahan degenerasi dan nekrosis pada hati, limpa dan ginjal. Lesi pada
otak adanya foci nekrosis, perivascular cuffing sel limfoid, gliosis, proliferasi
pembuluh darah dan nekrosis neuron. Beberapa virus avian influenza (Rahardjo,
2014).
2.9 Diagnosis
Pencegahan yang lain adalah mencuci tangan dengan sabun cair pada air
yang mengalir sebelum dan sesudah melakukan suatu pekerjaan, Tiap orang yang
berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas harus
menggunakan pelindung (masker, kacamata khusus), Mengkonsumsi daging ayam
yang telah dimasak dengan suhu 800 C selama satu menit, telur unggas
dipanaskan dengan suhu 640 C selama lima menit (Kumala, 2014).
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering terjadi adalah sesak nafas yang merupakan
salah satu tanda terjadinya infeksi di paru-paru (pneumobi), batuk, filek, nyeri
otot, peningktan suhu tubuh dan sakit tenggorokan.
b. Riwayat Penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama, apabila
keluhan utama adalah bentuk tanyakan sudah beberapa lama batuk muncul,
apakah batuk produktif dan warna dahak serta pengobatan yang dijalani sebelum
masuk rumah sakit.
c. Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami infeksi saluran pernafasan atas dengan gejala seperti luka pada
tenggorokan, bersin dan demam ringan atau pernah menderita flu burung.
d. Penyakit flu burung tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah di alami oleh anggota keluarga yang lainnya sebagai faktor
predisposisi penularan di dalam rumah.
e. Bio-Sosio-Spiritual
Klien dengan flu burung sering mengalami kecemasan sesuai dengan
keluhan yang dialaminya, hal lain yang perlu ditanyakan adalah pekerjaan klien
dan pemukiman tempat tinggal klien, kelompok yang berisiko tinggi menderita flu
burung adalah pekerja ternak unggas dan pedagangan unggas serta kondisi
lingkungan tempat tinggal dengan rumah dalam keadaan kotor.
f. Pemeriksaan Fisik
1) BI (Breathing)
a) Inspeksi
Bentuk dada dan pernafasan simetris, sering ditemukan pernafasan cepat
dan dangkal di dapatkan bentuk produktif disertai adanya peningkatan produksi
sekret.
b) Palpasi
Gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara bagian
kanan dan kiri. Getaran suara (fremitus vokal) normal.
c) Perkusi
Dapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
d) Auskultasi
Didapatkan bunyi nafas melemah dan bunyi nafas tembahan ronkhi basah
pada posisi yang sakit.
2. B2 (Blood)
a) Inspeksi
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
b) Palpasi
Denyut nadi cepat.
c) Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran
d) Auskultasi
Tekana n darah menurun < 110/90 mmHg, bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
3. B3 (Brain)
Klien dengan flu burung yang mengalami sakit kepala yang berat dapat
menyebabkan gangguan kesadaran, pada pengkajian obyektif wajah klien terlihat
meringis, merintih, meregang, mengeliat.
4. B4 (Bladder)
Jarang ditemukan gejala pada sistem perkemihan.
5. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, diare, nyeri perut, penurunan
nafsu makan, dan penurunan berat badan.
6. B6 (Bone)
Terjadi kelemahan dan kelelahan fisik secara umum menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas
sehari-hari.
3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas inefektif b.d akumulasi sekret yang berlebihan
Tujuan : jalan nafas kembali normal dalam waktu 2x24 jam.
Kriteria hasil :
1) RR : 16-20 x/mnt.
2) Klien dapat batuk efektif.
3) Bunyi nafas bronkovekuler.
4) Sekret berkurang.
5) TTV : TD : 110/70 mmHg, S: 36-370 C.
6) RR : 16-20 x/mnt.
Intervensi
Intervensi Rasional
Ajarkan klien batuk efektif Membantu mempermudah
pengeluaran sekret.
Observasi tanda-tanda vital Mengetahui tingkat
perkembangan klien.
Kaji irama, frekuensi dan Mengetahui penyakit dan
kedalaman pernafasan intervensi.
Lakukan kolaborasi dengan Ekspektoran mengencerkan lendir
dokter untuk pemberian (batuk non produktif),
th/mukolitik, ekspektoran, mengurangi nyeri (analgetik) dan
analgesik. menurunkan suhu (antipiretik)
serta antibiotika, antiviral.
PENUTUP
Kesimpulan
https://alfiahsahraenijs.wordpress.com/2017/07/23/makalah-avian-influenza-flu/
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=
2ahUKEwiy7eK2gsfdAhUPfSsKHfXqDOgQFjABegQICBAC&url=http%3A%2
F%2Fetd.repository.ugm.ac.id%2Fdownloadfile%2F78971%2Fpotongan%2FS1-
2015-174728-introduction.pdf&usg=AOvVaw1CdLQT-1Hpt52PvW0y067Z