You are on page 1of 21

TUGAS

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

PENYAKIT ALZHEIMER

Nama Kelompok:

1. Desilya Sari : 1621B0007


2. Lidia Hellanda M : 1621B0020
3. Kharisma Syahda W : 1621B0058
4. Putri Agustina : 1621B0032
5. Riris Adea Nikita : 1621B0035
6. Wahyu Fitria A : 1621B0045

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

STIKes SURYA MITRA HUSADA

KEDIRI

2018

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah epidemiologi yang kami beri judul "Penyakit
Alzheimer".

Adapun makalah epidemiologi yang kami beri judul "Penyakit


Alzheimer"ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses
pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari epidemiologi yang


kami beri judul "Penyakit Alzheimer" ini dapat diambil manfaatnya
sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik dan
saran dari Anda kami tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya.

Kediri, 20 Desember 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Tujuan .............................................................................................................. 2
C. Manfaat ............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A.Penjelasan dan Nama Penyakit ........................................................................ 3
B. Penyebab Penyakit/ Etiologi............................................................................ 3
C. Proses Terjadinya Penyakit/Patofisiologi ......................................................... 4
D. Kejadian Penyakit ............................................................................................ 5
E. Gejala Klinis ..................................................................................................... 7
F. Faktor Resiko Penyakit ..................................................................................... 9
G. Diagnosis Penyakit Alzheimer ....................................................................... 11
H. Pencegahan Penyakit Alzheimer .................................................................... 11
I. Pengobatan Penyakit Alzheimer ...................................................................... 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 16
A. Kesimpulan .................................................................................................... 16
B. Saran .............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit alzheimer (penyakit pikun) ditemukan pertama kali pada
tahun 1907 oleh seorang ahli Psikiatri dan neuropatologi yang
bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur
51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta
tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu
tidak mengalami gangguan anggota gerak,koordinasi dan reflek. Pada
autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri,
dan secara nikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami
neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.

Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan


hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan
semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius
dalam bidang sosial ekonomi dan kesehatan, sehingga aka semakin
banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurolog karena orang tua
tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya
secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini
menunjukkan munculnya penyakit degeneratif otak, tumor, multiple
stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi, yang merupakan
penyebab utama demensia.

Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindroma klinis


dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek
lainnya. Defenisi demensia menurut Unit Neurobehavior pada Boston
Veterans Administration Medical Center (BVAMC) adalah kelainan
fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya
gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu
gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi. Penyebab
pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50- 60%) dan
kedua oleh cerebrovaskuler (20%). Diperkirakan penderita demensia
terutama penderita alzheimer pada abad terakhir ini semakin
meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemi
seperti di Amerika dengan insidensi demensia 187
populasi/100.000/tahun dan penderita alzheimer 123/100.000/tahun
serta penyeba kematian keempat atau kelima.

1
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tentang penyakit Alzheimer .
2. Untuk mengetahui penyebab (etiologi) terjadinya penyakit
Alzheimer.
3. Untuk mengetahui proses (patofisiologi) terjadinya penyakit
Alzheimer.
4. Untuk mengetahui kejadian penyakit dari prevalensi, kelompok
penduduk yang berisiko, dan lain - lain.
5. Untuk mengetahui gejala klinis penyakit Alzheimer.
6. Untuk mengetahui faktor resiko penyakit Alzheimer.
7. Untk mengetahui upaya pencegahan penyakit Alzheimer.

C. Manfaat
Mampu mengetahui tentang pengertian penyakit, mengetahui
penyebab penyakit, mengetahui proses terjadinya penyakit,
mengetahui angka kejadian penyakit, mengetahui gejala klinis,
diagnosa, pengobatan dan mengetahui faktor resiko dan mengetahui
upaya pencegahan penyakit Alzheimer.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penjelasan dan Nama Penyakit


Dementia adalah sindrom mental yang ditandai dengan hilangnya
kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup gangguan
mengingat, penilaian, dan pemikiran abstrak demikian juga dengan
perubahan tingkah laku, tetapi tidak disebabkan oleh kesadaran yang
berkabut, depresi atau gangguan fungsional mental lainnya.
Alzheimer merupakan penyakit dementia primer yang sering terjadi.
Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit yang bersifat degeneraif
dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada
neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah
laku.

Kode penyakit pada Alzheimer yaitu: a. F00* Dementia pada


penyakit Alzheimer (G30.- †), b. F00.0* onse dini (G30.0†), pada usia
<65 tahun, c. F00.1* onse lanjut (G30.1†), pada usia 65 tahun atau
lebih, d. F00.2* tidak jelas penyebanya atau campuran (G30.8†), e.
F00.9* tidak dijelaskan (G30.9†).

Gambar 2. 1 Perbandingan otak normal dan Alzheimer


Sumber: https://www.alz.org/braintour/healthy_vs_alzheimers.asp

B. Penyebab Penyakit/ Etiologi


Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif
penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan
fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma,
neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer.
Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi
neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan
gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara
progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino

3
dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel
tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya
peningkatan calsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi,
adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein
abnormal yang non spesifik.

Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa


penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi
beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-
genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan
hanya sebagai pencetus faktor genetika.Sedangkan, Usia dan riwayat
keluarga adalah faktor resiko yang sudah terbukti untuk penyakit
Alzheimer. Bila anggota keluarga ada yang menderita penyakit ini,
maka diklasifikasikan sebagai familiar atau Alzheimer Disease
Familial (FAD). Penyakit Alzheimer yang timbul tanpa diketahui ada
riwayat familiarnya disebut sporadic atau Alzheimer Disease Sporadic
(ADS).
AD juga digambarkan sebagai:
1. Awitan Dini (gejala pertama yang muncul sebelum usia 65 tahun,
yaitu dalam kisaran 3060 tahun). AD awitan dini ini jarang terjadi
yaitu angka kejadiannya sekitar 5% sampai 10%. AD awitan dini
ini cenderung terjadi dalam keluarga, yang dipercayai sebagai
penyebab sebenarnya adalah karena adanya mutasi gen yang
diwasirkan secara autosomal. Sejauh ini, tiga gen awitan dini
mutasi penyebab AD telah diidentifikasi pada tiga kromosom yang
berbeda. Yaitu kromosom nomer 21, 14, dan 1.
2. Awitan Lambat (gejala pertama muncul pada usia lebih dari 65
tahun).
Para ahli mengemukakan bahwa lebih dari satu gen yang terlibat
dalam meningkatkan risiko seseorang untuk terkena AD awitan
lambat.

C. Proses Terjadinya Penyakit/Patofisiologi


Secara makroskopik, perubahan otak pada Alzheimer
Disease melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hipokampus,
serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intrakranial.
Perubahan morfologis terdiri dari dua cirri khas lesi yang pada akhirnya
berkembang menjadi degenerasi soma (badan) dan / atau akson dan
dendrit neuron. Satutan dalesi pada Alzheimer Diseasea dalah kekusutan
neuro fibrilaris, yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut,
melintir, yang sebagian besar terdiri dari protein yang disebut protein
tau.

4
Dalam system saraf pusat (SSP), protein tau sebagian besar telah
dipelajari sebagai penghambat pembentuk struktural yang terikat dan
menstabilkan mikrotubulus, dan merupakan komponen penting dari
sitoskleton (kerangka penyangga interna) sel neuronal. Di dalam
neuron-neuron, mikrotubulus membentuk struktur yang membawa zat-
zat makanan dan molekul lain dari badan sel menuju ujung akson,
sehingga terbentuk jembatan penghubung dengan neuron lain. Pada
neuron seseorang yang terserang Alzheimer Disease, terjadi fosforilasi
abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan
pada protein tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara
bersama-sama. Protein tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament
heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan
kolapsnya system transpor internal, hubungan interselular adalah yang
pertama kali tidak berfungsi, dan akhirnya diikuti oleh kematian sel.
Pembentukan neuron yang kusut dan rusaknya neuron berkembang
bersamaan dengan berkembangnya Alzheimer Disease. (Ishihara dkk,
1999).

Lesi khas lain pada penyakit Alzheimer adalah plaksenilis, terutama terdiri
dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling
neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein besar disebut
protein prosekusor amiloid (APP), yang dalam keadaan normal melekat pada
membran neuronal dan berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron.
APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh protease, dan salah satu fragmennya
adalah A-beta “lengket” yang berkembang menjadi gumpalan yang dapat terlarut.
Gumpalan tersebut akhirnya tercampur dengan bagian dari neuron dansel-sel glia
(khususnya mikroglia dan astrosit). Setelah beberapa waktu, campuran A-beta
membeku menjadi fibril-fibril yang membentuk plak yang matang, padat, tidak
dapat larut,dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh (Medscape, 2000).
Kemungkinan lain adalah bahwa A-beta menghasilkan radikal bebas (suatu tipe
molekul yang mudah bereaksi dengan molekul lain, menimbukan perubahan
kimia beracun yang merusak sel-sel lain). Walaupun kekusutan dan plak tidak
khas pada AD, distribusinya menyebar dan melimpah dalam otak yang
merupakan ciri khas dari demensia tipe ini.
D. Kejadian Penyakit
Ada sekitar 46 juta jiwa yang menderita penyakit Alzheimer di dunia, dan
sebanyak 22 juta jiwa di antaranya berada di Asia. Di negara maju seperti

5
Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut penderita
Penyakit Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat hampir 4 kali pada
tahun 2050. Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada
masyarakat di negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga
bertambah. Amerika Serikat maupun Eropa, prevalensi maksimal penderita
demensia pada usia lanjut (demensia senilis) sebesar lima persen pada populasi
yang berusia lebih 65 tahun. Berdasarkan penelitian epidemiologi di Amerika
Serikat, prevalensi penyakit Alzheimer sebesar tiga persen pada populasi berusia
60-74 tahun, 18,7% pada populasi berusia 75-84 tahun, dan 47,2% pada populasi
berusia lebih dari 85 tahun. Sehingga diperkirakan pada tahun 2040 terdapat 14
juta penderita Alzheimer dan akan menjadi penyebab kematian nomor empat di
Amerika Serikat

Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk terbanyak


ke-4 di dunia. Dampak keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain
terjadinya penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta
peningkatan angka harapan hidup penduduk Indonesia. Di Indonesia, usia harapan
hidup meningkat dari 68,6 tahun (2004) meningkat menjadi 72 tahun (2015).
Usia harapan hidup penduduk Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat,
sehingga persentase penduduk Lansia terhadap total penduduk diproyeksikan
terus meningkat. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2014, jumlah Lansia di
Indonesia mencapai 20,24 juta orang atau sekitar 8,03% dari seluruh penduduk
Indonesia. Data tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan
hasil Sensus Penduduk tahun 2010 yaitu 18,1 juta orang atau 7,6% dari total
jumlah penduduk.

Demensia Alzheimer adalah gangguan penurunan fisik otak yang


mempengaruhi emosi, daya ingat dan pengambilan keputusan dan biasa disebut
pikun. Kepikunan seringkali dianggap biasa dialami oleh lansia sehingga
Alzheimer seringkali tidak terdeteksi, padahal gejalanya dapat dialami sejak usia
muda (early on-set demensia) dan deteksi dini membantu penderita dan
keluarganya untuk dapat menghadapi pengaruh psiko-sosial dari penyakit ini
dengan lebih baik.

Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia > 65
tahun, tetapi dapat juga menyerang orang yang berusia sekitar 40 tahun. Berikut
adalah peningkatan persentase Penyakit Alzheimer seiring dengan pertambahan
usia, antara lain: 0,5% per tahun pada usia 69 tahun, 1% per tahun pada usia 70-74
tahun, 2% per tahun pada usia 75-79 tahun, 3% per tahun pada usia 80-84 tahun,
dan 8% per tahun pada usia >85 tahun. Estimasi jumlah penderita Penyakit
Alzhemeir di Indonesia pada tahun 2013 mencapai satu juta orang. Jumlah itu
diperkirakan akan meningkat drastis menjadi dua kali lipat pada tahun 2030, dan
menjadi empat juta orang pada tahun 2050. Bukannya menurun, tren penderita

6
Alzheimer di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Penyakit alzheimer
merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi 2
kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 58 tahun disebut
sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 58
tahun disebut sebagai late onset.

Penyakit alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai
setelah berusia 40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan
insidensi berdasarkan umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000
pada usia > 80 tahun. Angka prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar
300 pada kelompok usia 60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan
10.800 pada usia 80 tahun. Diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 2 juta
penduduk penderita penyakit alzheimer. Sedangkan di Indonesia diperkirakan
jumlah usia lanjt berkisar, 18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi
penyakit alzheimer belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan jenis kelamin,
prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin
refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari
beberapa penelitian tidak ada perbedaan terhadap jenis kelamin.
E. Gejala Klinis
Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahanlahan,
sehingga pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini
mulai muncul. Terdapat beberapa stadium perkembangan penyakit alzheimer
yaitu:
a. Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
1. Memory : new learning defective, remote recall mildly impaired
2. Visuospatial skills : topographic disorientation, poor complex contructions
3. Language : poor woordlist generation, anomia
4. Personality : indifference,occasional irritability
5. Psychiatry feature : sadness, or delution in some o Motor system : normal
6. EEG : normal
7. CT/MRI : normal
8. PET/SPECT : bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion.
 Pada stadium I, tanda dan ciri-ciri penyakit Alzheimer adalah:
1. Sering lupa nama tempat dan benda.
2. Sering lupa dengan percakapan yang belum lama dibicarakan.
3. Sering menanyakan pertanyaan yang sama atau menceritakan cerita
yang sama berulang kali.
4. Sering merasa lebih sulit untuk membuat keputusan.
5. Sering merasa bingung atau linglung.
6. Sering tersesat di tempat yang sering dilewati.
7. Sering salah menaruh barang di tempat yang tidak seharusnya, misalnya
menaruh piring di mesin cuci.

7
8. Kesulitan dalam merangkai kata-kata dalam berkomunikasi.
9. Tidak tertarik untuk melakukan aktivitas yang dulunya sangat disukai
10. Lebih senang berdiam diri dan enggan mencoba hal baru
11. Sering mengalami perubahan suasana hati yang berubah-ubah

b. Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)


1. Memory : recent and remote recall more severely impaired
2. Visuospatial skills : spatial disorientation, poor contructions
3. Language : fluent aphasia
4. Calculation : acalculation
5. Personality : indifference, irritability
6. Psychiatry feature : delution in some
7. Motor system : restlessness, pacing
8. EEG : slow background rhythm
9. CT/MRI : normal or ventricular and sulcal enlargeent
10. PET/SPECT : bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion.
 Pada stadium II, tanda dan ciri-ciri penyakit Alzheimer adalah:
1. Sulit mengingat nama keluarga atau teman-teman terdekatnya.
2. Meningkatkan rasa kebingungan dan disorientasi, misalnya jadi sering
tersesat dan tidak tahu jam berapa sekarang.
3. Perubahan suasana hati yang terjadi secara cepat.
4. Perilaku impulsif, repetitif, atau obsesif.
5. Mulai mengalami delusi dan halusinasi.
6. Masalah dengan berkomunikasi.
7. Kesulitan melakukan tugas tata ruang, seperti menilai jarak.

c. Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)


1. Intelectual function : severely deteriorated
2. Motor system : limb rigidity and flexion poeture
3. Sphincter control : urinary and fecal
4. EEG : diffusely slow
5. CT/MRI : ventricular and sulcal enlargeent
6. PET/SPECT : bilateral parietal and frontal hypometabolism/hyperfusion
 Di stadium III, tanda dan ciri-ciri penyakit Alzheimer adalah:
1. Kesulitan makan dan menelan (disfagia).
2. Kesulitan untuk mengubah posisi atau bergerak tanpa bantuan
3. Penurunan atau kenaikan berat badan yang drastis.
4. Sering ngompol atau buang air besar tidak disengaja.
5. Kesulitan berkomunikasi.
6. Perubahan emosi dan sifat.

8
7. Tidak mampu lagi beraktivitas normal akibat hilangnya ingatan mengenai
tahapan melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, makan, dan buang
air besar.

F. Faktor Resiko Penyakit


Untuk faktor resiko terjadinya penyakit Alzheimer adalah:
1. Faktor Usia
Meski penyebab pastinya belum diketahui, demensia umum terjadi
pada orang-orang usia lanjut. Demensia telah lama dikaitkan dengan
penurunan fungsi kognitif otak sebagai efek samping penuaan alami.
Itu sebabnya semakin tua usia Anda, semakin besar risiko Anda
mengalami demensia. Diperkirakan 1 dari 14 lansia berusia 65 tahun
hidup dengan demensia, dan pada 1 dari 6 orang usia 80 tahun ke atas.
Sehingga pada usia tersebut kemungkinan besar dapat melemahkan
sistem kekebalan tubuh dan kemampuannya untuk memperbaiki sel-sel
yang rusak — termasuk sel-sel saraf di otak. Usia tua juga
menyebabkan kerja jantung untuk memompa darah segar tidak lagi
seoptimal dulu. Otak yang tidak mendapatkan cukup darah segar lama-
lama bisa mengalami penyusutan, yang kemudian memengaruhi
fungsinya.
2. Pola makan yang tidak atau kurang sehat
Pola makan secara tidak langsung juga ikut berperan terhadap risiko
demensia di masa depan. Kebanyakan makan makanan berlemak,
yang terlalu banyak garam, juga terlalu banyak asupan gula dapat
menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang memengaruhi
kesehatan jantung, pembuluh darah, dan otak yang menjadi pemicu
demensia.

3. Malas berolahraga
Pasalnya, minim waktu berolahraga dapat meningkatkan risiko Anda
terhadap berbagai penyakit kronis yang memengaruhi fungsi otak.
Misalnya saja, penyakit jantung, gangguan sirkulasi darah, kelebihan
berat badan atau obesitas, hingga diabetes — semua hal ini
merupakan faktor risiko dari demensia. Selain itu, orang dewasa
yang memasuki usia senja dan tidak berolahraga secara teratur akan
lebih mungkin mengalami masalah dengan memori atau kemampuan
berpikir.Oleh karena itu, mulailah biasakan beraktivitas fisik
minimal 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu

9
(total 150 menit dalam seminggu). Tidak perlu berolahraga yang
berat. Anda bisa memulainya dengan jalan kaki keliling komplek,
bersepeda, atau berenang. Biasakan juga untuk tidak terlalu lama
duduk. Ketika bekerja di kantor, luangkan waktu untuk melakukan
peregangan atau bangkit dari kursi untuk jalan-jalan sebentar (entah
itu untuk ambil minum atau ke toilet).

D. Pola makan tidak sehat


Pola makan Anda selama ini secara tidak langsung juga ikut
berperan terhadap risiko demensia di masa depan. Kebanyakan
makan makanan berlemak, yang terlalu banyak garam, juga terlalu
banyak asupan gula dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan
yang memengaruhi kesehatan jantung, pembuluh darah, dan otak
yang menjadi pemicu demensia.

E. Aktif merokok
Penelitian dalam Jurnal Plos One tahun 2015 menunjukan bahwa
perokok aktif berisiko hingga 30% lebih tinggi untuk mengalami
demensia daripada non-perokok. Semakin lama Anda terbiasa
merokok dan semakin banyak batang rokok yang Anda habiskan,
maka risiko demensia ikut meningkat. Merokok dapat merusak
pembuluh darah tubuh, mengganggu sirkulasi darah, dan
meningkatkan risiko Anda terhadap penyakit jantung. Faktor-faktor
inilah yang menyebabkan kenapa perokok lebih mungkin untuk
mengalami demensia daripada orang yang tidak merokok.
F. Cedera kepala
Barang kejedot sedikit atau benturan yang lumayan keras, Anda
mungkin sudah sering mengalaminya. Namun, cedera kepala tidak
boleh disepelekan. Cedera kepala yang parah dapat mengakibatkan
kerusakan otak. Dilansir dari laman Everyday Health, studi tahun
2014 menunjukan bahwa orang yang berusia 55 tahun ke atas yang
menderita cedera otak berisiko lebih tinggi mengalami demensia,
sementara bahkan cedera otak ringan bisa meningkatkan risiko
terjadinya demensia pada lansia 65 tahun ke atas.
G. Depresi
Faktor risiko lainnya dari demensia adalah depresi. Meski begitu,
kaitan antar keduanya sangatlah kompleks. Satu studi bahkan
melaporkan bahwa depresi dapat menggandakan risiko demensia.
Depresi diduga kuat menjadi penyebab demensia di usia lanjut
lantaran gejala depresi yang membuat seseorang menarik diri dari
lingkungan sekitarnya. Isolasi sosial lama-kelamaan dapat
berdampak negatif pada fungsi dan kesehatan otak.Selain itu, apabila

10
Anda mengalami depresi dan memiliki penyakit stroke, hal ini juga
akan meningkatkan risiko demensia hingga 5 kali lipat. Sementara
apabila Anda memiliki depresi dan hipertensi, risiko demensia Anda
bisa meningkat hingga 3 kali lipat.

G. Diagnosis Penyakit Alzheimer


Alzheimer yang terdiagnosis sejak dini dapat membuat penderita
memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan persiapan serta
perencanaan untuk masa depan. Satu hal yang lebih penting lagi adalah
mendapatkan penanganan yang lebih cepat.Sebenarnya cara paling
akurat dalam mendiagnosis penyakit Alzheimer adalah melalui autopsi
yang memungkinkan pemeriksa melihat jaringan otak penderita. Dokter
akan mencurigai pasien menderita penyakit Alzheimer jika pertanyaan
yang dijawab oleh pasien seputar gejala, riwayat kesehatan dirinya dan
keluarga (termasuk obat yang dikonsumsi), serta gaya hidup mengarah
kepada penyakit selain Alzheimer. Selain mengajukan pertanyaan-
pertanyaan terkait hal-hal di atas, dokter juga kemungkinan akan
melakukan :

a. Pemeriksaan darah di laboratorium.


Pemeriksaan ini dilakukan guna mengetahui apakah ada kondisi lain
selain penyakit Alzheimer yang menyebabkan pasien mengalami
penurunan daya ingat atau kebingungan, misalnya seperti defisiensi
vitamin atau gangguan tiroid.
b. Pemeriksaan mental
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir,
daya ingat, serta fungsi mental pasien yang dibandingkan dengan
orang yang seumur serta sama tingkat pendidikannya.
c. Pemindaian otak
Pemeriksaan ini dilakukan guna mendeteksi adanya kelainan atau
perubahan di dalam otak dan memastikan disebabkan oleh penyakit
Alzheimer dan bukan kondisi lain, seperti cedera berat, stroke, atau
tumor. Metode pemindaian otak bisa dilakukan dengan CT scan,
MRI, pemeriksaan cairan serebrospinal, dan tomografi emisi
positron.

H. Pencegahan Penyakit Alzheimer


Setiap orang pastinya tidak ingin ataupun ingin jauh dari berbagai
macam penyakit yang membahayan kesehatan, Penyakit jantung
sering dikaitkan dengan risiko mengidap penyakit Alzheimer. Jika

11
seseorang memiliki risiko tinggi terkena penyakit jantung, maka
dirinya pun lebih rentan terkena penyakit Alzheimer.
Pencengahan di bagi menjadi 3 yaitu pencengahan primer,
sekunder dan tersier.
1. Pencengahan Primer
a. Konsumsi makanan sehat yang kadar lemak dan
kolesterolnya rendah. Tingkatkan asupan serat, seperti
buah-buahan dan sayur-sayuran.
b. Berhenti merokok dan batasi konsumsi minuman keras.
c. Penderita stroke, diabetes, hipertensi, atau kolesterol tinggi,
diharapkan teratur dalam mengonsumsi obat yang
disarankan oleh dokter, serta menjalani nasihat dari dokter
mengenai pola hidup sehat.
d. Jika mengalami kelebihan berat badan atau obesitas,
berusahalah untuk menurunkan berat badan secara aman.
e. Rutin memeriksakan tekanan darah, serta kadar kolesterol
dan gula secara teratur agar Anda selalu waspada.
f. Berolahraga secara rutin sedikitnya dua setengah jam tiap
minggu, seperti bersepeda atau berjalan kaki.
2. Pencengahan Sekunder
a. Penggunaan obat-obatan. Golongan obat yang biasa
digunakan untuk terapi penyakit Alzheimer/ pikun adalah
cholinesterase inhibitor (misalnya Donepezil), Memantine,
antidepresan, hingga obat anti cemas dan insomnia.
b. Terapi lingkungan. Dalam hal ini menyangkut bagaimana
cara membuat penderita Alzheimer merasa lebih nyaman.
Misalnya dengan meletakkan benda-benda penting dalam
hidup (dompet, kunci) di tempat yang sama setiap harinya.
Pastikan juga penderita Alzheimer membawa ponsel
kemanapun saat bepergian.
c. Pemeriksaan dokter secara rutin.
d. Perubahan gaya hidup. Lakukan olahraga secara rutin dan
tingkatkan asupan nutrisi harian penderita. Beberapa
vitamin yang bisa membantu penyakit Alzheimer adalah
Omega-3, curcumin, ginkgo, dan vitamin E.

12
3. Pencengahan Tersier
a. Rehabilitasi merupakan salah satu fasilitas pelayanan
penunjang untuk mendukung pulihnya fungsi-fungsi
motorik pasien setelah mengalami suatu tindakan medis di
rumah sakit.
b. Terapi Alzheimer
Terapi yang dapat diberikan untuk pasien Alzheimer yaitu
terapi farmakologis dengan penggunaan obat-obatan dan
terapi non farmakologis. Terapi farmakologis pada pasien
Alzheimer difokuskan pada tiga domain: mempertahankan
fungsi kognitif, perilaku dan gejala kejiwaan. Sedangkan
terapi non farmakologi dilakukan untuk mempertahankan
fungsi kognitif yang masih ada dengan berbagai macam
program kegiatan yang dapat diberikan, antara lain terapi
relaksasi dan latihan fisik untuk menyehatkan kerja otak,
serta senam otak.
1. Terapi non-farmakologis
Merupakan cara terapi menggunakan pendekatan
selain obatobatan. Terapi non-farmakologis sering
digunakan dengan tujuan mempertahankan atau
meningkatkan fungsi kognitif, kemampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, atau kualitas hidup
secara keseluruhan. Mereka juga dapat digunakan
dengan tujuan mengurangi gejala perilaku seperti
depresi, apatis, mengembara, gangguan tidur. Terapi
nonfarmakologis diperlukan untuk lebih
mengevaluasi efektivitas mereka dalam kehidupa
sehari-hari (Alzheimer’s Association, 2015). Prinsip
- prinsip dasar dalam pengobatan pasien dengan
Alzheimer meliputi:
Kegiatan yang mencakup mengenai kegiatan dan
lingkungan pasien rehabilitasi. Lingkungan yang
dimaksud adalah lingkungan keluarga dan
masyarakat serta lingkungan alam. Dalam konteks
kegiatan pada pasien meliputi kegiatan kreatif
seperti olahraga, kegiatan keseharian secara
konsisten. Dalam konteks lingkungan yang
mencakup keluarga dan masyarakat adalah
menggunakan pendekatan halus pada pasien,
berempati 22 pada pasien, serta dalam konteks
lingkungan alam adalah memberikan lingkungan
yang aman dan nyaman.

13
2. Terapi Farmakologis Perawatan farmakologis
merupakan sebuah cara terapi dengan menggunakan
obat untuk memperlambat atau menghentikan suatu
penyakit atau mengobati gejalanya. Efektivitas obat
ini bervariasi dari orang ke orang. Namun, tidak ada
perawatan yang tersedia saat ini untuk penyakit
Alzheimer, hingga saat ini obat hanya
memperlambat atau menghentikan kerusakan
neuron yang menyebabkan gejala Alzheimer dan
akhirnya membuat penyakit menjadi fatal. Jenis
obat-obatan yang biasanya diresepkan oleh dokter
untuk penyakit Alzheimer adalah rivastigmine,
galantamine, donepezil, dan memantine. Keempat
obat ini mampu meredakan gejala demensia dengan
cara meningkatkan kadar dan aktivitas kimia di
dalam otak (Tim Alodokter, 2015).
Rivastigmine, galantamine, dan donepezil
biasanya digunakan untuk menangani penyakit
Alzheimer dengan tingkat gejala awal hingga
menengah. Sedangkan memantine biasanya
diresepkan bagi penderita Alzheimer dengan gejala
tahap menengah yang tidak dapat mengonsumsi
obat-obatan lainnya. Memantine juga dapat
diresepkan pada penderita Alzheimer dengan gejala
yang sudah memasuki tahap akhir (Tim Alodokter,
2015).
Umumnya, orang-orang yang aktif secara sosial, fisik, dan mental
tidak akan mudah terkena penyakit Alzheimer. Berdasarkan hal tersebut,
melakukan kegiatan yang menyenangkan dapat menstimulasi gerak tubuh
dan pikiran.

I. Pengobatan Penyakit Alzheimer


Saat ini, belum ada obat yang pasti untuk menyembuhkan penyakit
Alzheimer. Namun, ada dua jenis pengobatan yang bisa membantu menunda
kematian sel otak dan memperlambat penurunan kognitif.
 Penghambat kolinesterase
Obat-obatan ini mencakup donepezil, rivastigmine, dan galantamin
Bekerja dengan meningkatkan kadar neurotransmitter yang terlibat
dalam fungsi otak. Obat-obatan ini tampaknya sangat bermanfaat
bagi orang-orang yang menderita demensia stadium awal hingga
menengah. Efek samping yang bisa terjadi berupa diare, mual, dan
muntah.

14
 Memantin
Obat ini melindungi sel-sel otak terhadap aktivitas glutamat yang
tidak normal, sejenis neurotransmitter yang terlibat dalam fungsi
otak. Diyakini bahwa glutamat dalam kadar yang tinggi bisa
menyebabkan kerusakan sel-sel otak. Memantin membantu
memperlambat kerusakan demensia bagi orang-orang yang
menderita demensia stadium menengah hingga berat dengan
mengatur aktivitas glutamat. Kadang-kadang dokter bisa meresepkan
memantin bersama dengan penghambat kolinesterase untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik. Efek samping yang bisa terjadi
berupa pusing dan rasa cemas.
Dokter juga mungkin meresepkan obat untuk membantu memperbaiki
gejala kesehatan yang ada, seperti insomnia, rasa cemas, depresi,
halusinasi, dan delusi, dll. Selain itu, ada terapi non-obat lainnya yang
efektif bagi para penderita demensia. Terapi ini mencakup terapi
orientasi realitas, pelatihan kognitif, stimulasi multi-indera, psikologis,
dan perilaku. Terapi ini bisa meningkatkan suasana hati dan perilaku
pasien, meningkatkan fungsi kerja dan keterampilan yang tersisa, serta
membantu kemandirian mereka dalam hidup sehari-hari.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit alzheimer sangat sukar di diagnosa hanya berasarkan
gejalagejala klinik tanpa dikonfirmasikan pemeriksaan lainnya seperti
neuropatologi, neuropsikologis, MRI, SPECT, PET. Sampai saat ini penyebab
yang pasti belum diketahui, tetapi faktor genetik sangat menentukan (riwayat
keluarga), sedangkan faktor lingkungan hanya sebagai pencetus ekspresi
genetik. Pengobatan pada saat ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan,
hanya dilakukan secara empiris, simptomatik dan suportif untuk menyenagkan
penderita atau keluarganya.

B. Saran
Diharapkan setelah adanya tugas tentang Alzheimer ini dapat mengerti,
memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit alzheimer yang pada akhirnya
mampu melakukan segala bentuk pencegahan demi menekan angka insidensi
penyakit alzheimer ini. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan lebih banyak
menggali kembali informasi tentang hal yang terkait dengan itu untuk mengetahui
dan memperoleh informasi yang lebih dalam lagi tentang penyakit pikun
(Alzheimer).

16
DAFTAR PUSTAKA

BR Reed. Alzheimer disease: age antibodi onset and SPECT pattern of reginal
cerebral blood flow, Archieves of Neurology, 1990(47):628-633
E.Mohr. Clonidine treatment of alzheimer disease. Archive of Neurology,
1989(46): 376-378
Fratiglioni L. Clinical diagnosis of alzheimer disease and other dementia in
population survey. Arc.Neurol. 1992(49):927-932
Price, Sylvia A, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep klinis
Proses-Proses penyakit. Jakarta: EGC
Saunders, WB. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Sharon, Fish. 1994. Penyakit Alzheimer: Bagaimana Menjaga Diri Anda
dan Orang yang Anda Kaihi. Jakarta: Gunung Mulia.
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan
Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC

17

You might also like