Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH EPIDEMIOLOGI
PENYAKIT ALZHEIMER
Nama Kelompok:
KEDIRI
2018
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah epidemiologi yang kami beri judul "Penyakit
Alzheimer".
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit alzheimer (penyakit pikun) ditemukan pertama kali pada
tahun 1907 oleh seorang ahli Psikiatri dan neuropatologi yang
bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur
51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta
tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu
tidak mengalami gangguan anggota gerak,koordinasi dan reflek. Pada
autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri,
dan secara nikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami
neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
1
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tentang penyakit Alzheimer .
2. Untuk mengetahui penyebab (etiologi) terjadinya penyakit
Alzheimer.
3. Untuk mengetahui proses (patofisiologi) terjadinya penyakit
Alzheimer.
4. Untuk mengetahui kejadian penyakit dari prevalensi, kelompok
penduduk yang berisiko, dan lain - lain.
5. Untuk mengetahui gejala klinis penyakit Alzheimer.
6. Untuk mengetahui faktor resiko penyakit Alzheimer.
7. Untk mengetahui upaya pencegahan penyakit Alzheimer.
C. Manfaat
Mampu mengetahui tentang pengertian penyakit, mengetahui
penyebab penyakit, mengetahui proses terjadinya penyakit,
mengetahui angka kejadian penyakit, mengetahui gejala klinis,
diagnosa, pengobatan dan mengetahui faktor resiko dan mengetahui
upaya pencegahan penyakit Alzheimer.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel
tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya
peningkatan calsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi,
adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein
abnormal yang non spesifik.
4
Dalam system saraf pusat (SSP), protein tau sebagian besar telah
dipelajari sebagai penghambat pembentuk struktural yang terikat dan
menstabilkan mikrotubulus, dan merupakan komponen penting dari
sitoskleton (kerangka penyangga interna) sel neuronal. Di dalam
neuron-neuron, mikrotubulus membentuk struktur yang membawa zat-
zat makanan dan molekul lain dari badan sel menuju ujung akson,
sehingga terbentuk jembatan penghubung dengan neuron lain. Pada
neuron seseorang yang terserang Alzheimer Disease, terjadi fosforilasi
abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan
pada protein tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara
bersama-sama. Protein tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament
heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan
kolapsnya system transpor internal, hubungan interselular adalah yang
pertama kali tidak berfungsi, dan akhirnya diikuti oleh kematian sel.
Pembentukan neuron yang kusut dan rusaknya neuron berkembang
bersamaan dengan berkembangnya Alzheimer Disease. (Ishihara dkk,
1999).
Lesi khas lain pada penyakit Alzheimer adalah plaksenilis, terutama terdiri
dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling
neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein besar disebut
protein prosekusor amiloid (APP), yang dalam keadaan normal melekat pada
membran neuronal dan berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron.
APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh protease, dan salah satu fragmennya
adalah A-beta “lengket” yang berkembang menjadi gumpalan yang dapat terlarut.
Gumpalan tersebut akhirnya tercampur dengan bagian dari neuron dansel-sel glia
(khususnya mikroglia dan astrosit). Setelah beberapa waktu, campuran A-beta
membeku menjadi fibril-fibril yang membentuk plak yang matang, padat, tidak
dapat larut,dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh (Medscape, 2000).
Kemungkinan lain adalah bahwa A-beta menghasilkan radikal bebas (suatu tipe
molekul yang mudah bereaksi dengan molekul lain, menimbukan perubahan
kimia beracun yang merusak sel-sel lain). Walaupun kekusutan dan plak tidak
khas pada AD, distribusinya menyebar dan melimpah dalam otak yang
merupakan ciri khas dari demensia tipe ini.
D. Kejadian Penyakit
Ada sekitar 46 juta jiwa yang menderita penyakit Alzheimer di dunia, dan
sebanyak 22 juta jiwa di antaranya berada di Asia. Di negara maju seperti
5
Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut penderita
Penyakit Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat hampir 4 kali pada
tahun 2050. Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada
masyarakat di negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga
bertambah. Amerika Serikat maupun Eropa, prevalensi maksimal penderita
demensia pada usia lanjut (demensia senilis) sebesar lima persen pada populasi
yang berusia lebih 65 tahun. Berdasarkan penelitian epidemiologi di Amerika
Serikat, prevalensi penyakit Alzheimer sebesar tiga persen pada populasi berusia
60-74 tahun, 18,7% pada populasi berusia 75-84 tahun, dan 47,2% pada populasi
berusia lebih dari 85 tahun. Sehingga diperkirakan pada tahun 2040 terdapat 14
juta penderita Alzheimer dan akan menjadi penyebab kematian nomor empat di
Amerika Serikat
Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia > 65
tahun, tetapi dapat juga menyerang orang yang berusia sekitar 40 tahun. Berikut
adalah peningkatan persentase Penyakit Alzheimer seiring dengan pertambahan
usia, antara lain: 0,5% per tahun pada usia 69 tahun, 1% per tahun pada usia 70-74
tahun, 2% per tahun pada usia 75-79 tahun, 3% per tahun pada usia 80-84 tahun,
dan 8% per tahun pada usia >85 tahun. Estimasi jumlah penderita Penyakit
Alzhemeir di Indonesia pada tahun 2013 mencapai satu juta orang. Jumlah itu
diperkirakan akan meningkat drastis menjadi dua kali lipat pada tahun 2030, dan
menjadi empat juta orang pada tahun 2050. Bukannya menurun, tren penderita
6
Alzheimer di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Penyakit alzheimer
merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi 2
kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 58 tahun disebut
sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 58
tahun disebut sebagai late onset.
Penyakit alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai
setelah berusia 40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan
insidensi berdasarkan umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000
pada usia > 80 tahun. Angka prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar
300 pada kelompok usia 60-69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan
10.800 pada usia 80 tahun. Diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 2 juta
penduduk penderita penyakit alzheimer. Sedangkan di Indonesia diperkirakan
jumlah usia lanjt berkisar, 18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi
penyakit alzheimer belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan jenis kelamin,
prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin
refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari
beberapa penelitian tidak ada perbedaan terhadap jenis kelamin.
E. Gejala Klinis
Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahanlahan,
sehingga pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini
mulai muncul. Terdapat beberapa stadium perkembangan penyakit alzheimer
yaitu:
a. Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
1. Memory : new learning defective, remote recall mildly impaired
2. Visuospatial skills : topographic disorientation, poor complex contructions
3. Language : poor woordlist generation, anomia
4. Personality : indifference,occasional irritability
5. Psychiatry feature : sadness, or delution in some o Motor system : normal
6. EEG : normal
7. CT/MRI : normal
8. PET/SPECT : bilateral posterior hypometabolism/hyperfusion.
Pada stadium I, tanda dan ciri-ciri penyakit Alzheimer adalah:
1. Sering lupa nama tempat dan benda.
2. Sering lupa dengan percakapan yang belum lama dibicarakan.
3. Sering menanyakan pertanyaan yang sama atau menceritakan cerita
yang sama berulang kali.
4. Sering merasa lebih sulit untuk membuat keputusan.
5. Sering merasa bingung atau linglung.
6. Sering tersesat di tempat yang sering dilewati.
7. Sering salah menaruh barang di tempat yang tidak seharusnya, misalnya
menaruh piring di mesin cuci.
7
8. Kesulitan dalam merangkai kata-kata dalam berkomunikasi.
9. Tidak tertarik untuk melakukan aktivitas yang dulunya sangat disukai
10. Lebih senang berdiam diri dan enggan mencoba hal baru
11. Sering mengalami perubahan suasana hati yang berubah-ubah
8
7. Tidak mampu lagi beraktivitas normal akibat hilangnya ingatan mengenai
tahapan melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, makan, dan buang
air besar.
3. Malas berolahraga
Pasalnya, minim waktu berolahraga dapat meningkatkan risiko Anda
terhadap berbagai penyakit kronis yang memengaruhi fungsi otak.
Misalnya saja, penyakit jantung, gangguan sirkulasi darah, kelebihan
berat badan atau obesitas, hingga diabetes — semua hal ini
merupakan faktor risiko dari demensia. Selain itu, orang dewasa
yang memasuki usia senja dan tidak berolahraga secara teratur akan
lebih mungkin mengalami masalah dengan memori atau kemampuan
berpikir.Oleh karena itu, mulailah biasakan beraktivitas fisik
minimal 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu
9
(total 150 menit dalam seminggu). Tidak perlu berolahraga yang
berat. Anda bisa memulainya dengan jalan kaki keliling komplek,
bersepeda, atau berenang. Biasakan juga untuk tidak terlalu lama
duduk. Ketika bekerja di kantor, luangkan waktu untuk melakukan
peregangan atau bangkit dari kursi untuk jalan-jalan sebentar (entah
itu untuk ambil minum atau ke toilet).
E. Aktif merokok
Penelitian dalam Jurnal Plos One tahun 2015 menunjukan bahwa
perokok aktif berisiko hingga 30% lebih tinggi untuk mengalami
demensia daripada non-perokok. Semakin lama Anda terbiasa
merokok dan semakin banyak batang rokok yang Anda habiskan,
maka risiko demensia ikut meningkat. Merokok dapat merusak
pembuluh darah tubuh, mengganggu sirkulasi darah, dan
meningkatkan risiko Anda terhadap penyakit jantung. Faktor-faktor
inilah yang menyebabkan kenapa perokok lebih mungkin untuk
mengalami demensia daripada orang yang tidak merokok.
F. Cedera kepala
Barang kejedot sedikit atau benturan yang lumayan keras, Anda
mungkin sudah sering mengalaminya. Namun, cedera kepala tidak
boleh disepelekan. Cedera kepala yang parah dapat mengakibatkan
kerusakan otak. Dilansir dari laman Everyday Health, studi tahun
2014 menunjukan bahwa orang yang berusia 55 tahun ke atas yang
menderita cedera otak berisiko lebih tinggi mengalami demensia,
sementara bahkan cedera otak ringan bisa meningkatkan risiko
terjadinya demensia pada lansia 65 tahun ke atas.
G. Depresi
Faktor risiko lainnya dari demensia adalah depresi. Meski begitu,
kaitan antar keduanya sangatlah kompleks. Satu studi bahkan
melaporkan bahwa depresi dapat menggandakan risiko demensia.
Depresi diduga kuat menjadi penyebab demensia di usia lanjut
lantaran gejala depresi yang membuat seseorang menarik diri dari
lingkungan sekitarnya. Isolasi sosial lama-kelamaan dapat
berdampak negatif pada fungsi dan kesehatan otak.Selain itu, apabila
10
Anda mengalami depresi dan memiliki penyakit stroke, hal ini juga
akan meningkatkan risiko demensia hingga 5 kali lipat. Sementara
apabila Anda memiliki depresi dan hipertensi, risiko demensia Anda
bisa meningkat hingga 3 kali lipat.
11
seseorang memiliki risiko tinggi terkena penyakit jantung, maka
dirinya pun lebih rentan terkena penyakit Alzheimer.
Pencengahan di bagi menjadi 3 yaitu pencengahan primer,
sekunder dan tersier.
1. Pencengahan Primer
a. Konsumsi makanan sehat yang kadar lemak dan
kolesterolnya rendah. Tingkatkan asupan serat, seperti
buah-buahan dan sayur-sayuran.
b. Berhenti merokok dan batasi konsumsi minuman keras.
c. Penderita stroke, diabetes, hipertensi, atau kolesterol tinggi,
diharapkan teratur dalam mengonsumsi obat yang
disarankan oleh dokter, serta menjalani nasihat dari dokter
mengenai pola hidup sehat.
d. Jika mengalami kelebihan berat badan atau obesitas,
berusahalah untuk menurunkan berat badan secara aman.
e. Rutin memeriksakan tekanan darah, serta kadar kolesterol
dan gula secara teratur agar Anda selalu waspada.
f. Berolahraga secara rutin sedikitnya dua setengah jam tiap
minggu, seperti bersepeda atau berjalan kaki.
2. Pencengahan Sekunder
a. Penggunaan obat-obatan. Golongan obat yang biasa
digunakan untuk terapi penyakit Alzheimer/ pikun adalah
cholinesterase inhibitor (misalnya Donepezil), Memantine,
antidepresan, hingga obat anti cemas dan insomnia.
b. Terapi lingkungan. Dalam hal ini menyangkut bagaimana
cara membuat penderita Alzheimer merasa lebih nyaman.
Misalnya dengan meletakkan benda-benda penting dalam
hidup (dompet, kunci) di tempat yang sama setiap harinya.
Pastikan juga penderita Alzheimer membawa ponsel
kemanapun saat bepergian.
c. Pemeriksaan dokter secara rutin.
d. Perubahan gaya hidup. Lakukan olahraga secara rutin dan
tingkatkan asupan nutrisi harian penderita. Beberapa
vitamin yang bisa membantu penyakit Alzheimer adalah
Omega-3, curcumin, ginkgo, dan vitamin E.
12
3. Pencengahan Tersier
a. Rehabilitasi merupakan salah satu fasilitas pelayanan
penunjang untuk mendukung pulihnya fungsi-fungsi
motorik pasien setelah mengalami suatu tindakan medis di
rumah sakit.
b. Terapi Alzheimer
Terapi yang dapat diberikan untuk pasien Alzheimer yaitu
terapi farmakologis dengan penggunaan obat-obatan dan
terapi non farmakologis. Terapi farmakologis pada pasien
Alzheimer difokuskan pada tiga domain: mempertahankan
fungsi kognitif, perilaku dan gejala kejiwaan. Sedangkan
terapi non farmakologi dilakukan untuk mempertahankan
fungsi kognitif yang masih ada dengan berbagai macam
program kegiatan yang dapat diberikan, antara lain terapi
relaksasi dan latihan fisik untuk menyehatkan kerja otak,
serta senam otak.
1. Terapi non-farmakologis
Merupakan cara terapi menggunakan pendekatan
selain obatobatan. Terapi non-farmakologis sering
digunakan dengan tujuan mempertahankan atau
meningkatkan fungsi kognitif, kemampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, atau kualitas hidup
secara keseluruhan. Mereka juga dapat digunakan
dengan tujuan mengurangi gejala perilaku seperti
depresi, apatis, mengembara, gangguan tidur. Terapi
nonfarmakologis diperlukan untuk lebih
mengevaluasi efektivitas mereka dalam kehidupa
sehari-hari (Alzheimer’s Association, 2015). Prinsip
- prinsip dasar dalam pengobatan pasien dengan
Alzheimer meliputi:
Kegiatan yang mencakup mengenai kegiatan dan
lingkungan pasien rehabilitasi. Lingkungan yang
dimaksud adalah lingkungan keluarga dan
masyarakat serta lingkungan alam. Dalam konteks
kegiatan pada pasien meliputi kegiatan kreatif
seperti olahraga, kegiatan keseharian secara
konsisten. Dalam konteks lingkungan yang
mencakup keluarga dan masyarakat adalah
menggunakan pendekatan halus pada pasien,
berempati 22 pada pasien, serta dalam konteks
lingkungan alam adalah memberikan lingkungan
yang aman dan nyaman.
13
2. Terapi Farmakologis Perawatan farmakologis
merupakan sebuah cara terapi dengan menggunakan
obat untuk memperlambat atau menghentikan suatu
penyakit atau mengobati gejalanya. Efektivitas obat
ini bervariasi dari orang ke orang. Namun, tidak ada
perawatan yang tersedia saat ini untuk penyakit
Alzheimer, hingga saat ini obat hanya
memperlambat atau menghentikan kerusakan
neuron yang menyebabkan gejala Alzheimer dan
akhirnya membuat penyakit menjadi fatal. Jenis
obat-obatan yang biasanya diresepkan oleh dokter
untuk penyakit Alzheimer adalah rivastigmine,
galantamine, donepezil, dan memantine. Keempat
obat ini mampu meredakan gejala demensia dengan
cara meningkatkan kadar dan aktivitas kimia di
dalam otak (Tim Alodokter, 2015).
Rivastigmine, galantamine, dan donepezil
biasanya digunakan untuk menangani penyakit
Alzheimer dengan tingkat gejala awal hingga
menengah. Sedangkan memantine biasanya
diresepkan bagi penderita Alzheimer dengan gejala
tahap menengah yang tidak dapat mengonsumsi
obat-obatan lainnya. Memantine juga dapat
diresepkan pada penderita Alzheimer dengan gejala
yang sudah memasuki tahap akhir (Tim Alodokter,
2015).
Umumnya, orang-orang yang aktif secara sosial, fisik, dan mental
tidak akan mudah terkena penyakit Alzheimer. Berdasarkan hal tersebut,
melakukan kegiatan yang menyenangkan dapat menstimulasi gerak tubuh
dan pikiran.
14
Memantin
Obat ini melindungi sel-sel otak terhadap aktivitas glutamat yang
tidak normal, sejenis neurotransmitter yang terlibat dalam fungsi
otak. Diyakini bahwa glutamat dalam kadar yang tinggi bisa
menyebabkan kerusakan sel-sel otak. Memantin membantu
memperlambat kerusakan demensia bagi orang-orang yang
menderita demensia stadium menengah hingga berat dengan
mengatur aktivitas glutamat. Kadang-kadang dokter bisa meresepkan
memantin bersama dengan penghambat kolinesterase untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik. Efek samping yang bisa terjadi
berupa pusing dan rasa cemas.
Dokter juga mungkin meresepkan obat untuk membantu memperbaiki
gejala kesehatan yang ada, seperti insomnia, rasa cemas, depresi,
halusinasi, dan delusi, dll. Selain itu, ada terapi non-obat lainnya yang
efektif bagi para penderita demensia. Terapi ini mencakup terapi
orientasi realitas, pelatihan kognitif, stimulasi multi-indera, psikologis,
dan perilaku. Terapi ini bisa meningkatkan suasana hati dan perilaku
pasien, meningkatkan fungsi kerja dan keterampilan yang tersisa, serta
membantu kemandirian mereka dalam hidup sehari-hari.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit alzheimer sangat sukar di diagnosa hanya berasarkan
gejalagejala klinik tanpa dikonfirmasikan pemeriksaan lainnya seperti
neuropatologi, neuropsikologis, MRI, SPECT, PET. Sampai saat ini penyebab
yang pasti belum diketahui, tetapi faktor genetik sangat menentukan (riwayat
keluarga), sedangkan faktor lingkungan hanya sebagai pencetus ekspresi
genetik. Pengobatan pada saat ini belum mendapatkan hasil yang memuaskan,
hanya dilakukan secara empiris, simptomatik dan suportif untuk menyenagkan
penderita atau keluarganya.
B. Saran
Diharapkan setelah adanya tugas tentang Alzheimer ini dapat mengerti,
memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit alzheimer yang pada akhirnya
mampu melakukan segala bentuk pencegahan demi menekan angka insidensi
penyakit alzheimer ini. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan lebih banyak
menggali kembali informasi tentang hal yang terkait dengan itu untuk mengetahui
dan memperoleh informasi yang lebih dalam lagi tentang penyakit pikun
(Alzheimer).
16
DAFTAR PUSTAKA
BR Reed. Alzheimer disease: age antibodi onset and SPECT pattern of reginal
cerebral blood flow, Archieves of Neurology, 1990(47):628-633
E.Mohr. Clonidine treatment of alzheimer disease. Archive of Neurology,
1989(46): 376-378
Fratiglioni L. Clinical diagnosis of alzheimer disease and other dementia in
population survey. Arc.Neurol. 1992(49):927-932
Price, Sylvia A, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep klinis
Proses-Proses penyakit. Jakarta: EGC
Saunders, WB. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Sharon, Fish. 1994. Penyakit Alzheimer: Bagaimana Menjaga Diri Anda
dan Orang yang Anda Kaihi. Jakarta: Gunung Mulia.
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan
Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC
17