You are on page 1of 30

MAKALAH

BELANJA MODAL DAERAH


&
BELANJA HIBAH : Bantuan Operasional Sekolah

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas “ Manajemen Keuangan Sektor


Publik”

Oleh:

Lia Ayu Novitasari NIM. 2016SA064

PROGRAM S1 AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI AAS
2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
BELANJA MODAL DAERAH & BELANJA HIBAH : Bantuan Operasional
Sekolah guna memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan Sektor Publik.
Kami menyadari bahwa didalam penyusunan makalahini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah
kami dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari kami semoga makalah ini dapat bermanfaat,
baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang yang membaca makalah ini sebagai
tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Surakarta, 2 Desember 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………...…………………………….. i

KATA PENGANTAR…………….………………………...................... ii

DAFTAR ISI…………………….………................................................. iii

BELANJA MODAL DAERAH………………………………………... 1

BELANJA HIBAH : Bantuan Operasional Sekolahlitar........………….... 15

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………........ 23

3
BAB 18

BELANJA MODAL DAERAH

A. PENDAHULUAN

Otonomi Daerah menjadikan adanya pembagian wewenang antara


pemerintah pusat dan daerah namun pemerintah daerah tetap harus
menyinkronkan kebijakan diambil dengan kebijakan yang pemerintah pusat
ambil. Sinkronisasi kebijakan ini menjadikan adanya keselarasan program-
program prioritas yang dialokasikan dalam anggaran pemerintah pusat dan
daerah. Saat ini ni pemerintah pusat memprioritaskan alokasi anggaran untuk
pembangunan infrastruktur. Prioritas pembangunan infrastruktur ini dapat
dilihat dari besarnya dan kenaikan belanja modal pemerintah pusat. Prioritas
pembangunan infrastruktur ini menjadikan pemerintah daerah
mengalokasikan dana yang besar untuk belanja modal.

Bank Dunia pada akhir tahun 2011 mengingatkan kepada pemerintah


Indonesia bahwa belanja modal dapat berpengaruh terhadap kinerja berbagai
badan pemerintah karena apabila Pemerintah Indonesia mampu untuk
melakukan belanja modal secara bijaksana, maka diharapkan akan mampu
memberikan multipliereffect dalam perekonomian nasional. Berdasarkan
laporan terbaru Bank Dunia, tahun 2015 pemerintah Indonesia meningkatkan
belanja modal dalam jumlah yang signifikan sehingga dapat mendukung
pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga dan dapat mempercepat
pertumbuhan pada tahun 2016 apabila realisasi belanja modal terus diperbaiki
karena pada saat ini penyerapan belanja modal olch pemerintah masih rendah.
Alokasi belanja modal mengalami kenaikan tiap tahunnya. Namun bila
dibandingkan dengan belanja pegawai, jumlah belanja pegawai jauh lebih
besar dibandingkan belanja modal. Hal tersebut menimbulkan dugaan bahwa

4
saat ini pemerintah tidak lagi mementingkan pemenuhan kebutuhan publik,
melainkan hanya melakukan solusi jangka pendek atas permasalahan
penyerapan tenaga kerja dengan cara menambah jumlah pegawai negeri atau
memperbaiki struktur penghasilannya.

Berdasarkan agency theory di sektor publik, kinerja pemerintah dinilai


melalui anggaran yang dibuatnya, sehingga diharapkan pengeluaran
pemerintah yang menyentuh pada fungsi pelayanan kepada masyarakat, yang
berwujud dalam belanja modal, harus mendapatkan porsi yang relatif besar.
Namun, apabila kita lihat dari sudut pandang manajemen keuangan, seorang
manajer sebuah pemerintah daerah, contohnya adalah seorang kepala daerah,
ternyata menghadapi kondisi yang cukup berat dalam mengelola sebuah
belanja modal dari sisi pendanaannya maupun dalam pengalokasiannya.

B. BELANJA DAERAH

Apabila ingin mengetahui pengertian belanja daerah maka ada


beberapa peraturan perundang undangan yang diacu, yaitu Undang-Undang
(UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 telah direvisi dua kali yaitu disempurnakan dengan Permendagri
Nomor 59 Tahun 2007 dan yang terbaru adalah Permendagri Nomor 21 Tahun
2011. Dari ketiga peraturan perundang-undangan tersebut dapat ditarik
pengertian mengenai belanja daerah yaitu kewajiban pemerintah daerah yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Sedangkan pengertian belanja
daerah menurut Halim (2002) adalah semua pengeluaran pemerintah daerah
pada suatu periode anggaran

5
Dalam penggunaannya, belanjadaerah diprioritasken untuk
melaksanakakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi
atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan perundangan. Apabila berbicara mengenai
klasifikasi belanja daerah menurut kelompok belanja, maka Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 membaginya dalam kelompok berikut ini:

Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung


Belanja pegawai Belanja pagawai
Belanja bunga Belanja barang dan jasa
Belanja subsidi Belanja modal
Belanja hibah
Belanja bantuan sosial
Belanja bagi hasil
Bantuan keuangan
Belanja tak terduga

Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak dipengaruhi


secara langsung oleh ada tidaknya program dan kegiatan SKPD, sedangkan
belanja langsung merupakan belanja yang dipengaruhi secara langsung oleh
adanya program dan kegiatan SKPD yang kontribusinya terhadap pencapaian
prestasi kerja dapat diukur.

Belanja modal dibagi menjadi beberapa jenis belanja berdasarkan


Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan antara lain :

 Belanja Modal Tanah: seluruh pengeluaran untuk perolehan hak atas

6
 Belanja Modal Peralatan dan Mesin: seluruh pengeluaran untuk
pembelian alat-alat dan mesin yang nantinya digunakan untuk kegiatan.

 Belanja Modal Gedung dan Bangunan: seluruh biaya untuk pembangunan


gedung dan bangunan.

 Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan: seluruh pengeluaran untuk


pembangunan sarana dan prasarana jaringan pengairan, jaringan
instalasidistribusi listrik dan jaringan telekomunikasi serta jaringan lain
yang berfungsi sebagai prasarana dan sarana fisik distribusi instalasi.

 Belanja Modal fisik lainnya: se luruh biaya dalam rangka pengadaan/


pembangunan belanja fisik lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan
dalam belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan j
aringan (jalan, dan irigasi) dan belanja modal non fisik. Conto: belanja
modal fisik lainnya antara lain kontrak sewa beli, pengadaan/pembelian
barang-barang kesenian, penbelian hewan ternak, dan pergadaan buku-
buku.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia


Nomor 52 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016, pemerintah daerah harus
memprioritaskan alokasi belanja modal untuk pembangunan dan
pengem.bangan sarana dan prasarana yang terkait langsung dengan
peningkatan pelayanan dasar kepada masyarakat dalam APBD Tahun
Anggaran 2016. Sedangkan alokasi anggaran untuk barang milik daerah
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi keuangan daerah.

Belanja modal merupakan belanja yang dapat mendorong


perturnbuhan ekonomi secara riil. Infrastruktur yang dibiayai dengan belanja
modal nantinya akan mempercepat roda perekonomian sehingga kegiatan

7
perekonomian dapat berjalan dengan lancar dikarenakan distribusi barang dan
jasa dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efelrtif. Namun pada
kenyataannya realisasi belanja modal pada akhir tahun sering kali tidak
mencapai target yang dianggarkan dalam APBD. Sedangkan realisasi belanja
pegawai sering kali melebihi target yang dianggarkan. Ini menunjukkan pada
akhir tahun anggaran pemerintah daerah lebih memprioritaskan untuk
memenuhi target belanja melalui peningkatan belanja pegawai daripada
memenuhi target belanja modal

Belanja modal bersifat investasi dikarenakan manfaat yang diberikan


dari belanja modal bersifat jangka panjang sehingga pemerintah harus lebih
prioritaskan belanja modal terutama untuk pembangunan infrastruktur
ketimbang belanja yang bersifat kosumtif. Belanja yang bersifat konsumtif
memangakan mempercepat pertumbuhan ekonomi namun dalam jangka
pendek sedangkan belanja untuk pembangunan infrastruktur akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang

C. PERMASALAHAN DAN SOLUSI KEGIATAN BELANJA MODAL

Kegiatan dalam rangka penganggaran dan realisasi belanja modal


bukan suatu pekerjaan yang mudah, segenap persoalan sering kali muncul di
setiap tahap kegiatan. Ada pun kegiatan yang dimaksud terbagi menjadi tiga
tahapan, yaitu 1) tahap perencanaan; 2) tahap pelaksanaan; dan 3) tahap
penatausahaan

D. MASALAH YANG MUNCUL PADA TAHAP PERENCANAAN DAN


SOLUSINYA

Permasalahan dalam kegiatan belanja modal yang sering muncul pada


tahap perencanaan antara lain adalah sebagai berikut

a. Masalah penetapan alokasi anggaran

8
Secara umum, proporsi untuk belanja modal daerah sebelum tahun 2015
di Indonesia memiliki kecenderungan yang makin turun dari total
belanjanya, sebaliknya untuk belanja pegawai yang tetap memiliki
kecenderungan yang makin naik. Hal-hal seperti inilah yang harus mu
dipikirkan oleh seorang manajer di daerah, mengingat belanja modal
sendiri tidak saja diasumsikan, namun telah didukung oleh banyak hasil
penelitian yang menunjukkan adanya kaitan langsung pada pertumbuhan
perekonomian di daerah. Solusi yang harus diambil oleh scorang
manajer di daerah dalam menyusun anggaran adalalh dengan melihat
aspirasi dan kebutuhan publik secara nyata, serta melakukan moratorium
penerimaan pegawai di pemerintah daerah untuk sementara waktu agar
belanja sebelumnya dialokasikan untuk belanja pegawai dapat
dialokasikan untuk belanja yang lebih memberikan efek jangka panjang
yaitu belanja modal.

b. Masalah penetapan mata anggaran

Dalam kegiatan penganggaran sering timbul masalah dalam


penganggaran sering timbul masalah dalam penetapan mata anggaran.
Banyak kegiatan yang seharusnya masuk ke dalam mata anggaran
belanja modal dimasukkan ke anggaran belanja barang atau sebaliknya.
Contoh kasus ada di salah satu kabupaten di Jawa Tengahuntuk tahun
anggaran 2010, saat rencana hibah dalam bentuk sapi ke Pokmas
dialokasikan menggunakan dana belanja modal dan bukan
menggunakan mata anggaran belanja barang sehingga harus dilakukan
koreksi oleh BPK. Solusi yang perlu diambil adalah dilakukan
pemilihan personel yang memang paham terhadap proses penganggaran,
paham terhadap masalah akuntansi pemerintah, dan paham terhadap
sifat barang yang akan dibeli serta filosofi transaksinya agar tidak terjadi
kesalahan dalam mengklasifikasikan belanja daerah

9
c. Adanya intervensi dari pihak legislative

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses penyusunan anggaran sering


kali pihak eksekutif tidak dapat lepas dari pengaruh atau putusan dari
legislatif karena mekanisme penyusunan dan penetapan anggaran
berdasarkan undang-undang memang melibatkan pihak eksekutif dan
legislatif. Namun yang intervensi yang mengindikasikan adanya
pelanggaran hukum dan kepentingan pribadi (vest interest,. Intervensi
ini akan berdampak pada kerugian bagi kepentingan publik. Sebagai
contohnya adalah kasus buku di Kab. Sleman pada tahun 2004-2005
yaitu adanya mark-up harga buku serta ketidaksesuaian fisik yang
melibatkan mantan Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Sleman. Solusi
satu-satunya yang perlu diambil oleh orang manajer di pemerintah
daerah terkait adanya intervensi dari pihak legislatif tersebut adalah
berupa keberanian untuk menolak intervensi apabila terdapat indikasi
pelanggaran hukum dan kerugian Negara.

d. Kesalahan penetapan mekanisme pengadaarn

Sering kali dalam pembuatan rencana umum pengadaan, tidak jarang


pihak panitia anggaran kurang memahami karakteristik barang yang
akan dibeli, mekanisme proses pengadaan barang/jasa pemerintah, dan
ketidakmampuan menghadapi kebijakan dari otoritas yang lebih tinggi
walaupun ada indikasi pelarnggaran hukum. Hal tersebut akan berakibat
pada timbulnya ketidakefektifan dan inefisiensi dalam pengadaan
belanja modal. Sebagai contoh dari kondisi tersebut adalah pada
pengadaan obat di sebuah RSUD, saat obat yang akan diadakan
walaupurı termasuk dalam SK Menkes namun tetap dilakukan
pelelangan meskipun dimungkinkan untuk dilakukan Contoh lainnya
adalah adanya kegiatan pengadaan yang ditetapkan dengan penunjukan

10
langsung walaupun kriteria, justifnkasi, dan aspek legal dari sebuah
penunjukan langsung tidak tepat dan berindikasi pada pelanggaran
hukum. Contoh kasusnya adalah pengadaan buku di Kabupaten Sleman
dengan penunjukan langsung walaupun kriteria penunjukan langsung
tidak dipenuhi. Solusi yang harus dimiliki oleh manajer di pemerintahan
daerah adalah:

1. Selektif dalam pemilihan personel yang akan duduk dalam


anggaran, yaitu personel yang paham dalam proses pengadaan
Barang dan jasa pemerintah, paham terhadap proses bisnis
darientitas pemerintah yang akan diadakan, serta paham terhadap
barang yang akan dibeli serta peraturan perundang-undangan yang
menaunginya; dan

2. keberanian untuk menolak intervensi berbagai pihak yang memiliki


indikasi pelanggaran hukum dan merugikan negara

e. Ketidakpatuhan terhadap arahan dan kebijakan umum belanja modal

Seperti yang telah dipelajari bersama, bahwa dalam Permendagri Nomor


13 Tahun 2006 telah mengklasifikasikan belanja daerah menurut urusan
pemerintahan, yang dibedakan menjadi dua urusan, yaitu urusan wajib
dan urusan pilihan. Urusan wajib inilah yang seharusnya mendapatkan
prioritas dari daerah untuk masuk ke dalam arahan umum kebijakan
belanja, yang salah satunya adalah belanja modal yang setiap tahun
dijabarkan dalam APBD. Namun pada kenyataannya, dalam penyusunan
anggaran di suatu entitas pemerintahan masih sering mengabaikan
masalah urusan wajib di atas, dan beralih kepada kegiatan lain yang
kurang mengarah kepada kepentingan publik

f. Kelemahan dalam studi kelayakan

11
Hal yang cukup penting dalam sebuah penganggaran belanja modal
adalah dilakukan oleh pemerintah daerah ternyata tidak dapat
dimanfaatkan mengenai studi kelayakannya. Banyak sekali realisasi
belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah ternyata tidak
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan menimbulkan
kerugian negara. Solusi yang perlu diambil oleh seorang manajer di
pemerintahan daerah sebelum menyusun dan menetapkan sebuah
anggaran belanja modal adalah dengan meneliti secara detail dan secara
ahli mengenai studi kelayakan yang dihasilkan oleh pihak independen
dan profesional. Selain itu, Rapat Anggaran Eksekutif (gabungan
instansi teknis) tidak hanya bekerja secara formalitas.

E. MASALAH YANG MUNCUL PADA TAHAP PELAKSANAAN DAN


SOLUSINYA

Permasalahan dalam kegiatan belanja modal yang sering muncul pada tahap
pelaksanaan antara lain adalah sebagai berikut

a. Masalah kebenaran formal kegiatan pengadaan

Dalam sebuah kegiatan belanja modal sering dijumpai adanya kondisi


misalnya bukti penerimaan hasil pekerjaan hanya dibuat secara
formalitas antara panitia penerima barang dan pihak rekanan. Hal ini
biasanya terjadi pada akhir tahun anggaran, saat bukti yang dibuat
hanya sekadar untuk memenuhi kewajiban pertanggungjawaban
kegiatan secara formal tanpa melihat dan menguji hasil pekerjaan yang
diserahkan oleh rekanan apakah sesuai dengan spesifikasi pekerjaan
yang telah ditetapkan di kontrak awal. Perlakuan yang mengarah pada
aspek formalitas ini ditujukan agar dana yang sudah dianggarkan tidak
hangus, dan rekanan dapat segera dibayarkan. Solusi dari
permasalahan di atas adalah cengan memberikan kewenangan kepada

12
bagian keuangan pemda untuk melakukan verinkasi kebenaran
substansional apabila dirasakan memang dipe:iukan sebeium
melakukan pembayaran. Di samping itu, Inspektorat Pemerintah
Daerah harus mulai difungsikan secara optimal dalam proses
pelaksanaan pengadaan belanja modal sebagai langkah preventif agar
kualitas keluaran dari proses belanja modal dapat sesuai dengan yang
direncanakan.

b. Adanya korupsi dalam pengadaan belanja modal

Korupsi merupakan masalah utama dalam proses pengadaan


belanja modal di Indonesia. Hampir 80% dari seluruh kasus yang
ditangani oleh KPK bersumber dari penyimpangan yang muncul dalam
kegiatan belan modal, berupa pengadaan barang/jasa pemerintah.
Banyak sekali contoh- contoh kasus korupsi dalam pengadaan barang
dan jasa di Indonesiea selain salah satunya adalah kasus pengadaan
buku ajar di Kabupaten Slerman. Korupsi di Indonesia merupakan
fenomena gunung es, dengan sedikit penampak an di permukaan
namun sangat besar sekali kasus korupsi yang terjadi namun tidak
terdeteksi.

Solusi yang harus ditempuh oleh seorang manajer di


pemerintahan daerah untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
melakukan langkah-langkah sebagai berikut

1) Memberikan honorarium yang wajar kepada panitia pengadaan

2) Menerapkan reformasi birokrasi dengan cara memberlakukan


system reward dan punishment secara nyata dan tegas melakukan
kegiatan represif maupun preventif dalam mengawasi kegiatan
pengadaan belanja modal.

13
3) Mengoptimalkan peranan Inspektorat Pemerintah Daerah dalam
indikasi adanya tindak pidana korupsi di dalam kegiatan
pengadaan belanja modal

4) Membuka kotak pengaduan kepada masyarakat apabila timbul


indikasi pidana korupsi didalam kegiatan pengadaan belanja
modal.

c. Masalah penyerapan anggaran

Rendahnya realisasi belanja modal di daerah salah satunya


dikarenakan ketidakpastian transfer dana dari pemerintah pusat serta
keterlambatan penetapan petunjuk teknis. Selain itu, keterlambat
penetapan Peraturan Daerah (Perda) menjadikan pemerintah daerah
menunda untuk membelanjakan belanja modal sehingga realisasi
belanja modal tahun aggaran lebih rendah daripada yang dianggarkan.
Keterbatasan waktu untuk penyerapan anggaran dikarenakan
terlambatnya penetapan Perda dan petunjuk teknis menjadikan
keterlambatan dimulainya proyek dan penyelesaian proyek Namun,
realisasi belanja modal yang lebih rendah daripada anggaran bisa
dikarenakan adanya efisiensi dalam menggunakan anggaran belanja
modal.

Masalah penyerapan anggaran menjadi topik yang menarik


untuk dibahas di setiap akhir tahun anggaran, tidak terkecuali terjadi
pula untuk kegiatan pengadaan belanja modal. Pada awal tahun sampai
dengan akhir semester pertama, persentase penyerapannya sangat kecil
yaitu di bawah 50% namun pada dua bulan menjelang akhir tahun
anggaran semua instansi pemerintah seperti berpacu untuk menyerap
atau menghabiskan seluruh anggaran yang tersedia, dengan melakukan
kegiatan yang sedikit "dipaksakan". Seolah-olah apabila anggaran

14
diserap sernua, maka kinerja seorang pimpinan instansi dinilai bagus.
Berdasarkan fenomena penyerapan anggaran itu, terdapat beberapa
kondisi yang menyebabkan anggaran tidak dapat diserap seluruhnya,
yaitu

1) adanya rasa ketakutan dari para pelaku pengadaan belanja modal


terhadap aspek hukum, dari jenis pengadaan yang dasar hukumnya
belum jelas atau memiliki multitafsir

2) adanya perasaan dari para pelakku pengadaan bahwa pendapatan


yang diterima dengan risiko yang ditanggung di dalam proses
pengadaan belanja modal tidak seimbang

3) banyak pelaku pengadaan yang belum memiliki sertifikat keahlian


untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah;

4) anggaran disusun secara tidak realistis (asal jadi);

5) kegagalan pelelangan belanja modal; dan

6) keterbatasan rekanan yang mampu mengerjakan proyek di suatu


wilayah dengan syarat target waktu penyelesaian yang hamper
bersamaan.

Solusi yang perlu dipertimbangkan oleh seorang manajer


pemerintahan daerah dalam mengatasi penyebab di atas antara lain
dengan cara berikut ini:

1) Penyeleksian secara ketat terhadap personel yang akan duduk di


dalarm panitia anggaran

2) Pengiriman sebanyak-banyaknya personel untuk mengikuti


pendidikan dan pelatihan pengadaan barang/jasa pemerintah

15
dengan harapan agar makin banyak personel yang mampu dan
memiliki sertifikat keahlian untuk duduk di dalam kepanitiaan
pengadaan barang/jasa pemerintah.

3) Pengarahan kepada Pejabat Pembuat Komitmen agar membuat


harga perhitungan sendiri (HPS) secara benar sesuai dengan
keahliannya

4) Penganggaran pembcrian honor yang memadai kepada para


panitia pengadaan dengan mempertimbangkan risiko yang
dihadapi

5) Pemerintah pusat harus memperccpat kepastian transfer kepada


daerah sehingga pemerintah daerah dapat mempercepat belanja
modal, misalnya mempercepat dimulainya proses lelang. Selain
itu Kementerian teknis sebaiknya tidak terlalu ketat dalam
menyusun petujuk teknis dan lebih baik berlaku dalam jangka
waktu lebih dari 1 tahun dikarenakan jangka waktu pelaksanaan
proyek yang lama

F. MASALAH YANG MUNCUL PADA TAHAP PENATAUSAHAAN DAN


SOLUSINYA

Masalah terakhir yang sering muncul dalan realisasi suatu angga ran,
terrnasuk belanja modal, adalah pada penatausahaan atas transaksi yang
ditimbulkan atau secara spesifik menyangkut masalah perlakuan akuntansi
(accounting treatment) yang sering mendapatkan koreksi dari Badan
Pemeriksa Keuangan. Jenis kesalahan pada accounting treatment yang
biasanya terjadi adalah pada penetapan mata anggarannya, misalnya ada
belanja modal yang seharusnya didanai dengan menggunakan dana belanja
modal ternyata didanai dari belanja barang atau sebaliknya. Sedangkan

16
permasalahan lain yangjuga sering muncul adalah pada ketersediaan bukti
kepemilikan suatu aset, misalnya sertifikat tanah yang sering belum lengkap.
Hal ituiah yang menyebabkan pemda sulit memperoleh opini wajar tanpa
pengecualian (WTP) atas laporan keuangannya dari Badan Pemeriksa
Keuangan. Solusi yang perlu diambil oleh manajer di pemerintahan daerah
untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan cara sebagai berikut:

a. Penyusunan suatu sistem penatausahaan pengadaan belanja modal yang


mewajibkan adanya prosedur verifikasi berjenjang dari pihak yang
memiliki kewenangan sebelum memasukkan data di sistem akuntansi
pemda

b. Adanya pendidikan dan pelatihan secara memadai dan berkelanjutan


kepada para operator sistem akuntansi pemda.

c. Pembenahan sistem pengarsipan dan pemenuhan infrastruktur


penyimpanan terhadap dokumen pengadaan belanja modal, agar selalu
dapat disimpan dan diadministrasikan dengan baik.

BAB 19

BELANJA HIBAH: BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH

A. PENDAHULUAN

17
Dalam rangka pelaksanaan urusan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat maupun dacrah, pemerintah pusat dan daerah akan
melaksanakan fungsi program, dan kegiatan yang berwujud dalam
pengeluaran belaija. Belanja merupakan semua kewajiban pemerintah yang
diakui sebagai pengurang kekayaan bersih (ekuitas dana) dalam periode tahun
anggaran yang berjalan. Dalam belanja ini, pemerintah tidak akan
mendapatkarı pembayaran kembal baik pada tahun anggaran berjalan maupun
pada tahun anggaran berikutnya. Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri (Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, pengeluaran daerah diprioritaskan untuk belanja yang
bersifat mengikat dan belanja yarg bersifat wajib. Belanja yang bersifat
mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan terus-menerus, misalnya
belanja pegawai. Sedangkan belanja wajib merupakan belanja untuk
menjamin kelangsungan pemenuhan pendanaan dasar masayarakat, misalnya
untuk bidang pendidikan dan kesehatan.

Belanja untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat harus


diprioritaskan pemerintah karena negara berkewajiban melayari setiap warga
dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam pelayanan
publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32
Tahun 2011 tentarg Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan sosial hibah
adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada
pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat
organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetaplksat
peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara
terus-menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan
pemerintah daerah.

18
Hibah dapat diberikan dalam bentuk uang, barang, maupun jasa. Hibah
dalam bentuk uang dianggarkan olch Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
(PPKD) dalam kelompok helanja tidak larngsung, yang penyalurannya
dilakukan melalui transfer dana kepada penerima hibah sesuai dengan
peraturan perundarg-undangan. Hibah dalam bentuk barang modal
dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dalam keiompok belanja langsung, yang kemudian dicatat
dan dilaporkan sebagai aset pemerintah daerah pada tahun anggaran
berkenaan dan pada saatnya diserahkan kepada penerima hibah dengan
terlebih dahulu dilakukan penghapusan aset. Hibah dalam bentuk jasa
dianggarkan dalam bentukprogram dan kegiatan oleh SKPD dalam kelompok
belanja langsung, dilakukan melalui kegiatan SKPD bersangkutan, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu jenis belanja hibah yang
paling banyak diperbincangkan masyarakat adalah dana "Bantuan Operasional
Sekolah" (BOS). Selain BOS yang sumber dananya berasal dari APBN, ada
juga BOSDA yang sumber dananya berasal dari APBD provinsi maupun
APBD kabupaten/kota. Jenis belanja hibah inilah yang akan kita bahas dalam
uraian selanjutnya

B. BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah dan pemerintah daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya. Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah dacrah, dan
masyarakat. Konsekuensi dari amanat UU tersebut adalah pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta
didik pada tingkat dasar (SD dan MI, SMP dan MTs), serta satuan pendidikan
lain yang sederajat

19
BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk
penyediaan pendanaan biaya operasional nonpersonalia bagi satuan
pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar, yang secara umum
bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan
pendidikan dalam rangka wajib belajar sembilan tahun yang bermutu. Namun
ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang bisa dibiayai
dengan dana BOS. BOS dilatarbelakangi kewajiban negara untuk
menyediakan akses bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan seperti
yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yaitu "Setiap warga negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan yang bemutu dan pemerintah wajib
memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi." Pada
saat pemerintah pusat mengeluarkandana BOS, pemerintah pusat sebelumnya
mengeluarkan kebijakan mengenai kenaikan harga BBM yang menjadikan
daya beli masyarakat menurun. Daya beli masyarakat yang menurun dapat
memberikan dampak negatif terhadap akses masyarakat untuk mendapatkan
pendidikan sehingga pemerintah mengambil kebijakan realokasi sebagian
dana subsidi BBM untuk program BOS

Secara umurn program BOS bertujuan untuk :

a. meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam


rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.

b. berperan dalam mempercepat pencapaian Standar Pelayanan Minimal


(SPM) pada sekolah-sekolah yang belum memenuhi SPM, dan
pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada sekolah-sekolah
yang sudah memenuhi SPM

Sedangkan tujuan khusus program BOS yaitu

20
a. membebaskan pungutar bagi seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri
terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf
internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI)

b. membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan


dalam bentuk apa pun, di sekolah negeri meupun swasta; dan

c. meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta

Berdasarkan PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan


pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah
pemerintah daerah, dan masyarakat. Dalam peraturan tersebut biaya
pendidikan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu biaya satuan pendidikan, biaya
penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, serta hiaya pribadi peserta
didik. Penjelasannya adalah sebagai berikut

a. Biaya satuan pendidikan adalah biaya penyelenggaraan pendidikar: pada

1) Biaya investasi yang merupakan biaya penyediaan sarana dan tingkat


satuan pendidikan yang meliputi berikut ini prasarana, pengembangan
sumber daya manusia, dan modal kerja

2) Biaya operasi, terdiri dari biaya personalia dan biaya nonpersoralia.


Biaya personalia terdiri dari gaji pendidik dan tenaga kependidikan
lain serta tunjangan-tunjangan yang melekat pada gaji. Biaya habis
pakai, dan biaya tidak langsung berupa daya listrik, air, jas. Biaya
nonpersonalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lem
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain-lain.

21
3) Bantuan biaya pendidikan yaitu dana pendidikan yang diberikan
kepada peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu
membiayei pendidikannya

4) Beasiswa adalah bantuan dana pencidikan yang diberikan kepada


peserta didik yang berprestasi

b. Biaya penyclenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan adalah biaya


penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan oleh pemerintah
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara/
satuan pendidikan yang didirikan masyarakat.

c. Biaya pribadi peserta didik adalah biaya personal yang meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa
mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan

Dengan adanya program BOS yang terkait pendidikan dasar Sembilan


tahun, setiap pengelola program pendidikan harus memperhatikan hal- hal
berikut

a. BOS harus menjadi sarana penting untuk meningkatkan akses dan mutu
pendidikan dasar sembilan tahun yang bermutu

b. Dengan adanya BOS, tidak boleh ada siswa miskin yang putus sekolah
karena tidak mampu membayer iuran/pungutan yang dilakukan oleh
sekolah.

c. Anak lulusan sekolah setingkat SD, harus diupayakan kelangsungan


pendidikannya ke sekolah setingkat SMP. Tidak boleh ada tamatan SD/
setara yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke SMP/setara.

d. Kepala sekolah mencari dan mengajak siswa SD/setara yang akan lulus
dan yang berpotensi tidak melanjutkan sekolah untuk ditampung di SMP/

22
setara. Demikian juga bila ditemukan ada anak putus sekolah yang masih
berminat melanjutkan pendidikan agar dapat diajak kembali ke bangku
sekolah.

e. Kepala sekolah harus mengelola dana BOS secara transparan dan


akuntabel.

f. BOS tidak menghalangi peserta didik, orang tua yang mampu, atau
walinya memberikan sumbangan sukarela yang tidak mengikat kepada
sekolah Sumbangan sukarela dari orang tua siswa harus bersifat ikhlas,
tidak terikat waktu, dan tidak ditetapkan jumlahnya, serta tidak ada
intimidasi bagi yang tidak menyurnbang

PP Nomor 48 Tahun 2008 juga menyebutkan bahwa dalam rangka


penyelenggaraan pendidikan dasar sembilan tahun, tanggung jawab
pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait biaya satuan pendidikan
adalah sebagai berikut :

a. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap


pendanaan biaya investasi dan biaya operasi satuan pendidikan bagi
sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat/pemerintah daerah
sampai terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan.

b. Sekolah yang diselenggarakan pemcrintah pusat/pemerintah daerah


pemerintah daerah, pendanaan tambahan juga dapat bersumber dari
menjadi bertaraf internasional, selain dari pemerintah pusat dan
masyarakat, bantuan pihak asing yang tidak mengikat, dan/atau sumber
lain yang sah

c. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat membantu pendanaan


biaya nonpersonalia sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat

23
Peserta didik, orang tua, den/atau wali peserta didik bertanggung jawab atas:

a. biaya pribadi peserta didik, misalnya uang saku/uang jajan, buku dan alat-
alat tulis, dan lain sebagainya; dan

b. pendanaan sebagian biaya investasi pendidikan dan/atau sebagian biaya


operasi pendidikan tambahan yang diperlukan untuk pengembangan
sekolah menjadi bertaraf internasional

C. MEKANISME PENYALURAN DANA BOS

Penyaluran dana BoS tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, peran
Dinas Pendidikan provinsi sangat dominan. Dana BOS dialokasikan dalam
DIPA provinsi melalui dana dekonsentrasi. Mekanisme yang demikian
memiliki keuntungan darisegi kecepatan penyaluran dan adanya keseragam
antara sekolah negeri dengan sekolah swasta karena dana sama-sam a
ditransfer langsung ke sekolah sekolah penerima BOS dari pengelola dana
dekonsentrasi BOS di Dinas Pendidikan provinsi. Namun demikian,
mckanisme ini dianggap belum sejalan dengan amanat PP Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota yang antara lain
menyatakan bahwa pemerintah daerah kabupaten/ kota menyelenggarakan
urusan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang terkait
dengan pelayanan dasar (basic services) bagi masyarakat, termasuk di
dalamnya pendidikan dasar. Mekanisme ini juga menunjukkan kurangnya
sinkronisasi program Bos dengan program pemerintah kabupaten/kota karena
kurangnya keterlibatan pemerintah kabupaten/kota.

Atas dasar kelemahan yang ada pada mekanisme penyaluran se


sebagaimana diuraikan di atas, pemerintah pusat pada tahun 2011 mengubah
penyaluran dana Bos peran pemerintah kabupaten/kota menjadi sangat besar.

24
Dana dan kas umum negara ditransfer ke rekening kas umum daerah
kabupaten/kota (masuk dalam APBD kabupaten/kota). Sclanjutnya, untuk
pentransferan dana ke sekolah-sekolah penerima, dilakukan melalui transfer
langsung ke sekolah melalui PPKD untuk sekolah swasta, sedangkan untuk
sekolah negeri penyaluran dana BOS dilakukan melalui SKPD yang
mengelola dana BOS (Dinas Pendidikan kabupaten/kota). Perubahan
mekanisme di atas tenyata menimbulkan masalah baru berupa terlambatnya
penyaluran karena belum siapnya pemerintah kabupaten/kota menyesuaikan
dengan perubahan ini.

Selain dana BOS yang dananya berasal dari APBN, Melalui anggaran
Kementrian Pendidikan Nasional maupun melalui dana transfer, terdapat juga
dana BOS Daerah (BOSDA) yang dananya berasal dari APBD provinsi
maupun APBD kabupaten/kota. BOSDA yang akan lesih banyak dibahas
dalam tulisan ini adalah BOSDA provinsi. BOSDA adalah program bantuan
operasional sekolah yang diberikan oleh pemerintah provinsi kepada SD dan
SMP yang secara umum bertujuan untuk memenuhi kecurangan dan
melengkapi BOS yang dialokasikan olch pemerintah pusat melalui anggaran
pendapatan dan belanja negara dan ditujukan untuk menjamin
peryelenggaraan pendidikan dasar sembilan tahun. Pemerintah provinsi
memberikan dana BOSDA kepada pemerintah kabupaten/kota pada alokasi
belanja hibah yang akan masuk dalam APBD kabupaten/kota, yang
selanjutnya pemerintah kabupaten/kota akan menyalurkan dana BOSDA
tersebut kepada satuan pendidikan (sekolah) penerima BOSDA mengikuti
mekanisme peryaluran dana BOS.

D. PERMASALAHAN DANA BOS

Walaupun dana BOS ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2005, namun
dalam pelaksaraannya masih terdapat permasalahan-permasalahan yang harus

25
terus diperbaiki. Permasalahan imum yang terjadi misalnya dalam penyaluran
dana BOS adalah sebagai berikut :

1. Masalah Penganggaran yang Mengakibatkan Terlambatnya Penyaluran

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, untuk penyaluran dana EOS


tahun 2011 terjadi perubahan mekanisme yang pada tahun sebelumnya
dana Bos ini merupakan anggaran Kementerian Pendidikan Nasional yang
dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan provinsi melalui dana dekonsentrasi
sekarang menjadi dana transfer deri APRN kepada APBD kabupaten/kota.
Dengan adanya perubahan ini, pemerintah kabupaten/kota harus
menganggarkan adanya penerimaan atas dana transfer lersebut serta
menganggarkan adanya belanja sekolah swasta, dan belanja langsung di
SKPD (Dinas Pendidikan kabupaten/kota) untuk kegiatan penyaluran dana
BOS kepada hibah di SKPKD untuk sekolah negeri

Peraturan Menteri Keuangan yang menetapkan alokasi sementara


bantuan operasional sekolah bagi pemerintah kabupaten/kota yang
diterbitkan pada tanggal 27 Desember 2010, sedangkan pada tanggal
tersebut APBD tahun 2011 telah selesai dibahas dan disusun, sehingga
alokasi dana BOS ini belum tercantum dalam APBD tahun 2011 Untuk
menjembatani hambatan tersebut, Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Pendidikan Nasional menerbitkan Surat Edaran (SE) bersama pada tanggal
28 Desember 2010 tentang Fedoman Pengelolaan Dara BOS dalam APBD
TA 2011, yang antara lain berisi bahwa pelaksanaan dana BOS tahun
anggaran 2011 merupakan pengalihan dari anggaran Kementerian
Pendidikan Nasional menjadi dana transfer ke daerah, sehingga
memcrlukan persiapan yang memadai baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah Pemerintah terkait dengan penyiapan perangkat
peraturan perundang undangan, sedangkan pemerintah daerah terkait

26
dengan pengelolaan dana BOS dalam APBD dan kesiapan SKPD
pendidikan dan sekolah dalam melaksanakan kegiatan tersebut.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (2) PP Nomor 5 dan Pasal 162
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang dengan Permendagri 21 Tahun
2011.

2. Masalah Besaran Dana BOS per Siswa

Dana BOS merupakan dana bantuan operasional kepada satuan


pendidikan (sekolah) yang besarannya dihitung berdasarkan jumlah siswa
yang ada di sekolah tersebut dengan menggunakan Standar Biaya
Operasional Nonpersonalia yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Sesuai dengan Peraturan Menteri Pencidikan dan
Kebudayaan Republile indonesia Nomor 161 Tahun 2014 centang Petunjuk
Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana Bantuan
Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2015, tiap siswa SD/SDLB
mendapatkan dana sebesar Rp800.000/tahun dan SMP/SMPLB/SMPT/Satap
sebesar Rp1.000.000/tahun. Nantinya dana ini akan disalurkan kepada
sekolah memang sangat memudahkan perhitungannya. Namun, hal ini
dirasakan kurang adil karena biaya operasional di masing-masing sekolah di
tiap wilayah berbeda, padahal dengan adanya dana BOS ini, sekolah dilareng
melakukan pungutan kepada peserta didik. Dengan penyeragaman ini,
ternyata masih terdapat sekolah yang melakukan purgutan kepada peserta
didik dengan alasan kebutuhan biaya operasional di sekolah tersebut masih di
atas standar biaya operasional yang ditetapkan. Besaran biaya untuk daerah
yarg sulit akses transportasinya tentu akan berbeda dengan kebutuhan biaya
untuk sekolah di daerah yang mudah diakses. Sekolah yang sebelum adanya
dana BOS telah menerapkan standar pendidikan yang cukup tinggi (sekolah
mahal) tentu memiliki standar biaya operasional yang lebih tinggi daripada
sekolah yang menerapkan standar pendidikan minimal

27
Untuk itu, sebaiknya masing-masing Dinas Pendidikan kabupaten/kota
menetapkan standar biaya operasional sekolah misalnya berdasarkan regional
berdasarkan kemampuan pemenuhan standar pendidikan nasional, atau
berdasarkan kriteria-kriteria lain yang sesuai

3. Masalah Penggunaan dan Pertanggungjawaban Dana BOS yang Dianggap


Kurang Transparan

Program dana BOS diberikan kepada sekolah dengan menerapkan


manajemer berbasis sekolah (MBS), yaitu dana BOS diterima oleh sekolah
secara utu dan dikelola secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan
Dewan Guru Sekolah. Jadi pada dasarnya MBS secara umum bertujuan untul
memberdayakan sekclah melalui pemberian kewenangan (otonomi), pember
an failitas yang lebih besar untuk mengelola sumber daya sekolah, dan
mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan
mutu pendidikan di sekolah Melalui program BOS, warga sekolah diharapkan
dapat lebih mengembangkan sekolah dengan memperhatikan hal-hal berikut :

a. Sekolah mengelola dana secara profesional, transparan, dan dapat


dipertanggungjawabkan

b. BOS harus menjadi sarana penting peningkatan peraberdayaan sekolah


dalam rangka peningkatan akses, mutu, dan manajemen sekolah

c. Sekolah harus memiliki Rencana Jangka Menengah yang disusun untuk


periode empat tahunan.

d. Sekolah harus menyusun Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalam bentuk


Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). Dana BOS merupakan
bagian integral di dalam RKAS tersebut.

28
e. Rencana Jangka Menengah dan RKAS harus disetujui dalam rapat dewan
pendidik setelah memperhatikan pcrtimbangan Komite Sekolah dan
disahkan oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota (untuk sekolah negeri)
atau yayasan (untuk sekolah swasta)

Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai per masalahan dalam


pengelolaan dan pertanggungjawaban dana BOS, seperti sekolah tidak
mencantumkan penerimaan BOS, sekolah tidak menggratiskan biaya
operasional sekolah pada peserta didiknya, dan dana BOS digunakan tidak
sesuai dengan alokasi awalnya. Selain itu, masalah lain adalah kurangnya
pelibatan Komite Sekolah sebagai alat kontrol dalam pengelolaan dana BOS.
Komite Sekolałı yang seharusnya dibentuk dengan unsur-unour dari
stakeholder sekolah, yaitu guru dan orang tua murid, pada kenyataannya
banyak orang tua murid yang tidak mengetahui keberadaan dan fungsi Komite
Sekolah. Ketidaktahuan ini bisa merupakan sikap apatis dari orang tua siswa
itu sendiri, tetapi bias juga merupakan kesengajaan dari pihak Kepala Sekolah
dan Pejabat Sekolah lainnya. Akibatnya pertanggungjawaban penggunaan
dana BOS menjadi tidak transparan, sehingga berpotcnsi terjadi
penyelewengan Pemerintah pusat melihat banyaknya daerah-daerah yang
terlambat menyalur kan dana BOS pada tahun 2011, sehingga mclalui
Kementerian Pendidikan Nasional kembali mengubah mekanisme penyaluran
dana bantuan rasional sekolah (BOS) untuk tahun 2012, yaitu melalui
pemerintah provinsi dan tidak lagi melalui kabupaten/kota. Sistem/nekanisme
penyaluran dana BOS tahun 2011 dianggap tidak dapat berjalan dengan baik.
Kebijakan dengan asas desentralisasi tersebut dianggap rumit birokrasinya,
terutama saat penyaluran ke sckolah negeri. Melalui mekanisme baru ini
diharapkan penyaluran dana BOS akan lebih cepat di mana dana BOS
ditransfei oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dari kas umum negara
(KUN) ke kas umum daerah (KUD) provinsi.

29
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul.2016.Manajemen Keuangan Sektor Publik.Jakarta:Salemba Empat.

30

You might also like