You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit Alzheimer kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau demensia
senil jenis Alzheimer. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
penyakit ini, pada otak pasien yang meninggal akibat penyakit Alzheimer terjadi penurunan
sampai 90% kadar enzim yang berperan dalam pembentukan asetikolin, kolin
asetiltransferase. Dengan demikian, dengan tidak adanya asetilkolin paling tidak ikut
berperan menyebabkan penyakit Alzheimer seperti : mudah lupa dan mengalami penurunan
fungsi kognitif. Pada para pengiap penyakit ini, neurotransmitter lain juga tampaknya
berkurang.
Penyakit Alzheimer biasanya timbul pada usia setelah 65 tahun dan menimbulkan
demensia senilis. Namun penyakit ini dapat muncul lebih dini dan menyebabkan demensia
prasenilis. Pada 1% sampai 10% kasus, biasanya diderita 0 % bayi, angka prevalensi
berhubungan erat dengan usia. Bagi individu diatas 65 tahun penderita dapat mencapai 10%,
sedang usia 85 tahun angka ini meningkat mencapai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi
lansia, maka penyakit Alzheimer menjadi penyakit yang bertambah banyak.

1.2 Rumusan masalah


1) Apa saja konsep medis dari pasien dengan gangguan Alzheimer ?
2) Bagaimana konsep keperawatan pada pasien dengan gangguan Alzheimer ?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui apa saja konsep medis dari pasien dengan gangguan Alzheimer
2) Untuk mengetahui bagaimana konsep keperawatan pada pasien dengan gangguan
Alzheimer

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif, yang mematikan sel
otak sehingga mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir, dan perubahan
perilaku. (Wahyudi Nugroho, 2002, hal 176)
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang bersifat degeneratif dan progresif pada otak
yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori,
berpikir, dan tingkah laku. (Sylvia, A. Price, 2006, hal 1134)
Penyakit alzheimer adalah penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan
menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas. (Arif
Muttaqin, 2008, hal 364)
Kesimpulannya, penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif yang menyerang sel
otak secara progresif yang mengakibatkan penurunan daya ingat, gangguan memori, berpikir
tingkah laku dan kelumpuhan yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.

2.2 Etiologi
Penyebab degenrasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui. Sampai
sekarang belum satupun penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative
penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi
flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari
degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan
fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor
pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan
sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium
intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat
produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika,
tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan)
juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.

2
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh
adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi
radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit
alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-
genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus
factor genetika.

2.3 Patofisiologi
Proses penuaan yang terjadi pada otak dapat berupa penurunan berat otak, pelebaran sulci
serebral, penyempitan gyrus dan pembesaran ventrikel-ventrikel.
Terjadinya penyakit Alzheimer ini disebabkan karena adanya proses degeneratif dan
hilangnya kemampuan selektif sel-sel dalam korteks serebral. Hilangnya sel-sel otak baik di
kortikal maupun struktur subkortikal misalnya sel cholinergik mengakibatkan menurunnya
produksi neurotransmiter acethylcoline sampai dengan 75 %.
Hal ini yang kemudian menimbulkan gangguan kognitif. Neuro transmiter lain yang
mengalami penurunan adalah nerophinephrine, dopamin, serotinin.
Secara mikroskopik pasien alzheimer ditemukan adanya lesi pada jaringan otak yang berupa
“Neuritic Plague, Neurofibrillary tangles” serta adanya degenerasi granulo vaskuler. Neuritic
Plague mengelilingi sel-sel saraf terminal baik akson maupun dendrit yang mengandung
amiloid protein. Penumpukan Neuritic Plague pada frontal korteks dan hipokampus
mengakibatkan penurunan fungsi. Neurofibrillary Tangles merupakan massa fibrosa pada sel
saraf. Disamping itu kemungkinan degeneratif sel otak juga terjadi akibat proses
metabolisme. Dimana pada pasien dengan alzheimer umumnya usia lanjut dan terjadi
penurunan metabolisme sekitar 25 %. (Tarwoto, 2007, hal 181-182)

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan daya ingat (memori) yang
terjadi secara bertahap, termasuk :
1. Kesulitan menemukan atau menyebutkan kata yang tepat

3
2. Tidak mampu mengenali objek
3. Lupa cara menggunakan benda biasa dan sederhana, seperti pensil
4. Lupa mematikan kompor, menutup jendela, atau menutup pintu
5. Suasana hati dan kepribadian dapat berubah
6. Agitasi, masalah dengan daya ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat
menimbulkan perilaku yang tidak biasa. (Wahyudi Nugroho, 2002, hal 177)
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.
Secara umum didapatkan: Atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus
temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer,
sistem somatosensorik tetap utuh, berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif
umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga
bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang
berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan
pengertian berbahasa..
3. CT Scan
Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain
alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan
pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat
spesifik pada penyakit ini. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel
berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental.
4. MRI
Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior
horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.
Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah
subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna
basalis dan fissura sylvii. MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit

4
alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari
hipokampus.
5. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang
non spesifik
6. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan:
Penurunan aliran darah, metabolisme O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take
I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan
fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi
7. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan
ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
8. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia
lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan
hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara
selektif.
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas.
1. Pengobatan Simptomatik
a. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan
kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori

5
dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa
obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ
normal dan penderita Alzheimer.
b. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan
thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan
transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis.
Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral,
menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo
selama periode yang sama.
c. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi
kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada
penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
d. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik
alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu,
didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
e. Haloperidol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi)
dan tingkah laku. Pemberian oral haloperidol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan
memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya
diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
f. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan
bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat
meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan
dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat
memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
2. Terapi Nonfarmakologi

6
a. Support nutrisi dan cairan
b. Diet cair atau lunak
c. Fisioterapi
d. Istirahat yang cukup
e. Terapi musik
f. Terapi rekreasi

7
Asuhan keperawatan pada pasien Alzheimer

I. Pengkajian
Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, status perkawinan,
golongan darah, dan hubungan pasien dengan penanggung jawab.
b. Riwayat kesehatan
Riwayat penyakit dahulu yaitu penyakit apa saja yang pernah diderita pasien, baik
penyakit yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit Alzheimer,
maupun yang tidak.
Riwayat penyakit sekarang yaitu penyakit yang diderita pasien saat ini, dalam kasus
ini penyakit Alzheimer.Riwayat penyakit keluarga yaitu penyakit yang pernah
diderita anggota keluarga yang lain, baik yang dapat menjadi faktor pendukung
terjadinya penyakit Alzheimer maupun yang tidak.
c. Aktifitas istirahat
Gejala: Merasa lelah
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,
ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara
program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang telah
biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
d. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli
(merupakan factor predisposisi).
e. Pengkajian psikososial
1) Sosialisasi lansia pada saat sekarang.
Pada umumnya lansia dengan alzheimer memiliki sosialisasi yang menurun
dikarenakan fungsi kognitif yang melemah dan memunculkan prilaku, tanda-
tanda tidak menyenangkan dalam sosialisasi.

8
2) Sikap pada orang lain
Sikap lansia dengan alzheimer biasanya berubah menjadi buruk, gangguan
kognitif, binggung serta mengingat menyebabkan sikap curiga, bermusuhan dan
prilaku tidak tepat yang lebih sering.
3) Harapan dalam melakukan sosialisasi
f. Masalah emosional/ Integritas ego dengan Deppresion Scale
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi
terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan
objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan
multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk
melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa
membacanya) , sering khawatir, menunjukakan kegelisahan, kecendrungan
mengurung diri, menyatakan banyak pikiran atau ada masalah keluarga.
g. Pengkajian spiritual
1) Kegiatan keagamaan, mungkin akan terlihat berubah pada lansia. Lansia akan
cenderung mendalami spiritual keagamaannya, namun terkadang berlebihan
karena terjadinya disorientasi waktu.
2) Konsep/keyakinan klien tentang kematiann.
Lansia umumnya cenderung pasrah dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan
tentang kematiannya.
3) Harapan klien
h. Pengkajian Fungsional lansia dengan Indeks Katz atau Modifikasi Dari Barthel
Indeks. pengkajian ini berfungsi menilai kemampuan lansia dalam melakukan ADL
1) Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
2) Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan
dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap
rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.

9
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan
(mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin
kurus (tahap lanjut).
3) Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang
kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa
langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan
kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain
untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat
makan.
i. Status mental dengan SPSMQ dan MMSE
SPSMQ
No Pertanyaan Benar Salah
1 Tanggal berapa sekarang?
2 Hari apa sekarang ?
3 Apa nama tempat ini?
4 Alamat anda
5 Berapa umur anda
6 Kapan anda lahir (minimal tahun)
7 Siapa nama presiden sekarang
8 Siapa nama presiden sebelumnya
9 Siapa nama ibu anda
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, semua secara menurun

Kesimpulan :
- Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
- Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
- Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
- Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
10
Pada klien dengan Alzheimer biasanya memiliki hasil SPSMQ dari kerusakan
intelektual ringan hingga kerusakan intelektual berat, tergantung keparahan kerusakan
otak.
No Aspek Nilai Nilai Kriteria
kognitif maksimal klien
klien
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar:
tahun/musim/tanggal/hari/bulan
2 Orientasi 5 Dimana anda sekarang?
Negara Indo/provinsi/kota/panti
werda/wisma
3 Registrasi 3 Sebutkan 3 objek (oleh pemeriksa) 1detik
utk mengatakan masing2 objek,
kemudian tanyakan kepada klien ketiga
objek tadi (utk disebutkan)
4 Perhatian 5 Minta klien utk memulai dari angka 100
dan kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali (93,
kalkulasi 86,79,72,65)
5 Mengingat 3 Minta klien utk mengulangi ketiga objek
pada no 2 (registrasi) tadi, bila benar 1
point utk masing2 objek
6 Bahasa 9 Tunjukkan pada klien suatu benda dan
tanyakan namanya pada klien (misal jam
tangan atau pensil)
Minta kepada klien utk mengulang kata
berikut “tdk ada, jika, dan, atau,tetapi”
bila benar nilai 2 point. Bila pertanyaan
benar 2-3 buah, misal : tidak ada, tetapi
maka nilai 1 point.

11
Minta klien utk mengikuti perintah
berikut yg tdd 3 langkah: “ambil kertas di
tangan anda, lipat dua dan taruh di lantai”
- Ambil kertas
- Lipat dua
- Taruh di lantai
Perintahkan pada klien utk hal berikut
(bila aktivitas sesuai perintah nilai 1
point).
- Tutup mata anda
Perintahkan pada klien utk menulis satu
kalimat dan menyalin gambar.
- Tulis satu kalimant
- Menyalin gambar

Total nilai

Kesimpulan MMSE:
> 23 : aspek koqnitif dari fungsi mental baik
18-22 : kerusakan aspek fungsi mental ringan
≤ 17 : terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat

Gejala : Pengingkayan terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,


dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau
kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil
keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku (diobservasi oleh orang
terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam
ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau
hipoksia yang berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta
aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).

12
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan
kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau
percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau
bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis
bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus).
j. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan
sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain

k. Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh
personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
II. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai
dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada
tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan
a. B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernafasan :Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi
makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
1) Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas.
2) Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
3) Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru

13
4) Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
b. B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga
gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
c. B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
dengan pengkajian pada sistem lainnya.
1) Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran:Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga
bergantung pada perubahan status kognitif klien.
3) Pengkajian fungsi serebral
(a) Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang
berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan
penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
(b) Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf
kranial I-XII :
- Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan
fungsi penciuman
- Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu
sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer
mengalami keturunan ketajaman penglihatan
- Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada
saraf ini
- Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
- Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
- Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses
senilis serta penurunan aliran darah regional
- Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan
dengan perubahan status kognitif

14
- Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
- Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
(c) Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan
penurunan pada fungsi motorik secara umum.
Tonus Otot. Didapatkan meningkat. Keseimbangan dan Koordinasi.
Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan
ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
(d) Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks
postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke
depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam
berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke
belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
(e) Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami
penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang
ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan
disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.

III. Diagnosa Keperawatan


1) Ketidakefektifan koping b.d persepsi kontrol yang tidak adekuat
2) Hambatan komunikasi verbal b.d gangguan emosi
3) Hambatan interaksi social b.d gangguan proses pikir

IV. Intervensi
Diagnose keperawatan 1
NOC : koping, ketidakefektifan

15
No Kriteria Hasil 1 2 3 4 5
1 Mengidentifikasi pola koping
yang tidak efektif
2 Menyatakan perasaan akan
control diri
3 Adaptasi perubahan hidup
NIC : Peningkatan Koping
1. Bantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan jangka oendek dan jangka panjang yang
tepat.
2. Dukung hubungan pasien dengan orang yang memiliki ketertarikan dan tujuan yang
sama.
3. Bantu pasien untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif.
4. Berikan penilaian mengenai dampak dari situasi kehidupan pasien terhadap peran dan
hubungan yang ada.
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan.
6. Beriakn suasana penerimaan.

Diagnosa Keperawatan 2
NOC: Komunikasi Mengekspresikan

No Kriteria Hasil 1 2 3 4 5
1 Menggunakan bahasa yang
tertulis
2 Menggunakan foto dan gambar
3 Kejelasan berbicara
4 Menggunakan bahasa isyarat
NIC:Peningkatan komunikasi kurang bicara
1. Monitor proses kognitif, anatomis dan fisiologis terkait dengan kemampuan bicara
(misalnya memori pendengaran dan bahasa)

16
2. Sediakan metode alternative untuk berkomunikasi dengan berbicara (misalnya
menulis di meja, menggunakan kartu, kedipan mata, papan komunikasi dengan
gambar dan huruf, tanda dengan tangan atau postur dan mengguankan computer).
3. Sediakan metode alternative menulis atau membaca, dengan cara yang tepat.
4. Sesuaikan gya komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien.
5. Jaga lingkungan yang terstruktur dan pertahankan rutinitas klien.

Diagnose keperawatan 3
NOC : hubungan caregiver-pasien
No Kriteria Hasil 1 2 3 4 5
1 Komunikasi efektif
2 Kesabaran
3 Pengasuhan dan penguatan
NIC : Dukungan keluarga
1. Yakinkan keluarga bahwa pasien sedang di berikan perawatan terbaik
2. Dengarkan kekhawatiran, perasaan dan pernyataan dari keluarga
3. Fasilitasi komunikasi akan kekhawatiran/perasaan antara pasien dan keluarga atau
antar anggota keluarga
4. Tingkatkan hubungan saling percaya dengan keluarga
5. Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif yang di gunakan keluarga

V. Implementasi
Nama klien : Tn.Yanto
Diagnosa medis : Alzheimer

Tgl D jam Tindakan keperawatan Respon TTD


X Klien
23- 1 08. 1. Bantu pasien dalam
06- 00 mengidentifikasi tujuan jangka
201 oendek dan jangka panjang
8 yang tepat.

17
2. Dukung hubungan pasien
dengan orang yang memiliki
ketertarikan dan tujuan yang
sama.
3. Bantu pasien untuk
menyelesaikan masalah
dengan cara yang konstruktif.
4. Berikan penilaian mengenai
dampak dari situasi kehidupan
pasien terhadap peran dan
hubungan yang ada.
5. Gunakan pendekatan yang
tenang dan memberikan
jaminan.
6. Beriakn suasana penerimaan.
2 1. Monitor proses
kognitif,anatomis dan
fisiologis terkait dengan
kemampuan bicara(misalnya
memori pendengaran dan
bahasa)
2. Sediakan metode alternative
untuk berkomunikasi dengan
berbicara(misalnya menulis di
meja,menggunakan
kartu,kedipan mata,papan
komunikasi dengan gambar
dan huruf,tanda dengan tangan
atau postur dan mengguankan
computer).
3. Sediakan metode alternative

18
menulis atau membaca,dengan
cara yang tepat.
4. Sesuaikan gya komunikasi
untuk memenuhi kebutuhan
klien.
5. Jaga lingkungan yang
terstruktur dan pertahankan
rutinitas klien.
3 1. Yakinkan keluarga bahwa
pasien sedang di berikan
perawatan terbaik
2. Dengarkan kekhawatiran,
perasaan dan pernyataan dari
keluarga
3. Fasilitasi komunikasi akan
kekhawatiran/perasaan antara
pasien dan keluarga atau antar
anggota keluarga
4. Tingkatkan hubungan saling
percaya dengan keluarga
5. Hargai dan dukung mekanisme
koping adaptif yang di
gunakan keluarga

19
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif, yang
mematikan sel otak sehingga mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan
berpikir, dan perubahan perilaku.
Penyebab degenrasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui. Sampai
sekarang belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga teori utama
mengenai penyebabnya, yaitu virus lambat, proses autoimun, dan keracunan aluminium.
1.2 Saran
Apabila anggota keluarga megalami gejala-gejala seperti diatas, harus segera di
konsultasikan kepada dokter agar masalahnya dapat segera teratasi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC


Muttaqin, Arif. 2002. Asuhan Keprawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
Salemba Medika
Nugroho, Wahyudi. 2002. Keperawatan Gerontik & Geriatik. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Tarwoto dan Wartonah, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
Sagung Seto

21

You might also like