Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi manusia dalam melaksanakan kehidupannya. Pendidikan yang berkualitas baik mampu mendukung pembangunan dimasa mendatang dan mampu mengembangkan potensi peserta didik (Desnylasari,2015). Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas pendidikan sangat menentukan kualitas kehidupan bangsa dan negara sehingga mutu pendidikan merupakan komitmen untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia (Arumsari,2013). Tujuan utama pendidikan adalah untuk menumbuhkan lulusan yang memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif ( Xu dan Wenqi, 2010). Salah satu upaya pemerintah dalam penyempurnaan serta peningkatan kualitas pendidikan adalah mengadakan perombakan dan pembaharuan kurikulum yang berkesinambungan ( Lestari, 2014). Kurikulum yang saat ini digunakan ialah kurikulum 2013 (K13) meskipun tidak semua sekolah meneraplannya. Kurikulum 2013 merupakan penyederhanaan kurikulum yang disiapkan untuk membuat peserta didik memiliki kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan yang jauh lebih baik, lebih kreatif, inovatif dan produktif (Rezeki,2013). Kurikulum 2013 berfokus pada berfokus pada pendekatan ilmiah, menekankan pengalaman pribadi melalui proses mengamati, bertanya, menalar, mencoba (pembelajaran berbasis observasi) dan berkomunikasi (Sumatri, 2015). Pendidikan kimia memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam menghasilakan sumber daya manusia yang kritis, inovatif dan produktif ( Na’imah, 2015). Menurut Heatami (2011) mata pelajaran kimia adalah pelajaran yang dianggap membosankan dan menakutkan bagi sebagian besar siswa karena dianggap merupakan mata pelajaran yang terdiri dari rumus-rumus kimia dan hitungan. Menakutkan karena terdapat beberapa pokok bahasan yang memerlukan kemampuan matematis yang tinggi, seperti stoikiometri, termokimia, laju reaksi, kesetimbangan kimia, koligatif larutan, buffer, hidrolisis, kelarutan dan elektrolisis. Membosankan karena sebagian besar terdiri dari pokok bahasan yang memerlukan pemahaman dengan menghapal serta mengingat sifat-sifat zat, baik sifat fisik maupun sifat kimia, seperti kimia organic, struktur atom, koloid biokimia, dan kimia unsur. Pembelajaran mata pelajaran apapun termasuk mata pelajaaran kimia memang bias membosankan bila diberikan secara monoton dengan hanya menjejali siswa, siswa pasif menerima apa adanya yang diberikan guru. Berdasarkan kurikulum 2013, materi hidrolisis garam merupakan materi dalam pembelajaran kelas XI MIA di semester II. Kompetensi dasar dari dimensi pengetahan yaitu menganalisis garam-garam yang mengalami hidrolisis, sedangkan kompetensi dasar dari dimensi keterampilannya yaitu merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan untuk menetukan jenis garam yang mengalami hidrolisis (Permendikbud No.59 tahun 2014). Utuk menguasai kompetensi dasar ini, dibutuhkan suatu media pembelajaran yang berisi tentang kemampuan siswa untuk merancang percobaan, dan melakukan percobaan hidrolisis garm melalu pendekatan saintifik. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu bahan ajar adalah melalui pengadaan materi pelajaran bermutu dan dapat dimulai dari penyediaan modul pembelajaran. Modul pembelajaran yang baik harus mampu menyajikan materi ajar sesuai dengan tuntunan kurikulum, menikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dan dapat menjembatani pembelajaran agar kompetensi yang telah ditetapkan dapat tercapai (Situmorang,2014). Pengembangan modul kimia yang diintegrasikan dengan model pembelajaran inovatif telah banyak dilakukan ditingkat satuan pendidikan(Kurniawati dan dhamas, 2013; Kusuma dan Kuroso, 2010). Pengembangan modul yang diintegrasikan dengan model pembelajaran inovatif bertujuan agar pembelajaran menjadi menyenangkan, dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik dan dapat menjadikan peserta didik untuk belajar aktif agar pembelajaran berpusat pada siswa (Student Centered. Pengembangan modul juga harus berdasarkan prasyarat dari bahan berwenang yaitu Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) dan kurikulum yang berlaku(Mardapi,2007). Selain itu, salah satu strategi yang dianggap dapat mengubah keabstrakan dalam pembelajaran kimia adalah Project Based Learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis Proyek. Project Based Learning merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran dengan melibatkan kerja proyek. Pembelajaran Project Based Learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dan bekerja sama untuk memecahkan permasalahan kemudian menyajikan hasil pekerjaan mereka kepada audience untuk diperesentasikan. Siswa secara aktif terlibat dalam proses pendefenisian masalah, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan aktivitas investigative lainnya(Rose,2014). Pembelajaran berbasis proyek memungkinkan guru san siswa untuk bekerja sama. Melalui pembelajaran berbasis proyek, guru berhasil meningkatakan keutuhan belajjr siswa tiap pertemuan dan siswa diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan mengekspresikan keingintahuan dan ketertarikan alami mereka serta menjadi menjadi seorang pemecah masalah(Mitchell, 2009). Penelitian yang dilakukan (Schneider et al., 2002) telah mendapat hasil bahwa penggunaan Project Based Learning (PjBL) berhasil meningkatkan kinerja peserta didik selama pembelajaran. Dalam penelitian Rezeki (2015), penerapan model PjBl pada materi redoks meningkatkan hasil belajar kimia siswa dari 41,67% menjadi 77, 78 %. Menurut penelitian Dianasari (2015), respon siswa terhadap penggunaan modul berbasis proyek pada mata pelajaran istalasi penerangan listrik di SMK Negeri 7 Surabaya memperoleh kriteria yang sangat kuat dengan skor total 82,96% dan terdapat peningkatan peningkatan hasil belajar menggunakan modul pembelajaran berbasis proyek pada mata pembelajaran ini. Dimana hasil belajar siswa menggunakan modul pembelajaran berbasis proyek mendapatkan rata-rata nilai yang cukup baik dengan rata-rata nilai yang cukup baik dengan rataan pretest sebesar 42,97 dan posttest sebesar 86,19. Sedangkan menurut penelitian Susanti(2013), menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif setelah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis proyek pada materi nutrisi yaitu dengan rata-rata N_gain yang dinormalisasi sebesar 0,69. Dan peningkatan sikap siswa sebesar 0,46. Sehingga pembelajaran berbasis proyek juga lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan kreatif dan sikap siswa. Sedangkan untuk pembelajaran kimia, Menurut penelitian Rose (2014), strategi pembelajaran project based learning dengan bantuan modul cukup efektif diterapkan dalam pembelajaran kimia pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan ditinjau dari hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dengan ketuntasan belajar sekitar 68,50%. Metode pembelajan berbasis proyek mengacu pada filosofis konstruktivisme, yaitu pengetahuan merupakan hasil kognitif melalui suatu aktivitas siswa meliputi keterampilan maupun sikap ilmiah siswa sehingga siswa dapat mengkontruksikan pengetahuannya sendiri dan bermakna melalui pengalaman yang nyata. Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan (problem) yang sangat menantang dan menuntut siswa untuk merancang,memcahkan masalah, membuat keputusan,melakukan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara secara mandiri(Siwa, 2013). Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan kualitas pembelajaran kimia, salah satunya upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengajarab modul yang berbasis proyek mata pelajaran kimia khususnya pada materi Hidrolisis garam. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengembangkan pembelajaran menjadi lebih inovatif degan menggunakan pembelajaran kimia berbasis proyek dengan modul SMA sederajat pada materi Hidrolisis, sehingga penulis akan melakukan penelitian yang berjudul Pengembangan Modul Kimia yang Inovatif Berbasis Proyek Untuk Kelas XI SMA pada Pokok Bahasan Hidrolisis Garam Sesuai dengan Kurikulum 2013.