You are on page 1of 51

Pertemuan ke 13

Esterifikasi
 Reaksi pembentukan ester dengan reaksi langsung antara
asam karboksilat dengan suatu alkohol.
 Reaksi ini juga sering disebut esterifikasi Fischer.
 Ester adalah suatu senyawa yang mengandung gugus -
COOR dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril.
 Suatu ester dapatdibentuk dengan reaksi esterifikasi
berkatalis asam.
 Reaksi esterifikasi merupakan reaksi dapat balik reversible
 variabel yang mempengaruhi reaksi esterifikasi .
1. suhu
2. perbandingan zat pereaksi
3. Pencampuran katalis
4. waktu reaksi.
 kegunaan ester dalam industri maupun kehidupan sehari-
hari adalah sebagai: pelarut, butil asetat , pelarut dalam
industri cat, sebagai zat wangi
 berperan pada saat pembuatan biodiesel dan untuk esterifi
kasi fenol sintesis aspirin.
Variabel yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi
yaitu.
1. Suhu
karena sifat dari reaksi eksotermis dan suhu dapat mempengaruhi harga
konstanta kecepatan reaksi.
2. perbandingan zat pereaksi
karenakan sifatnya yang re1ersible maka salah satu perekatan harus di buat
berlebih agar optimal saat pembentukan ester.
3. Pencampuran
dengan adanya pengadukan pada saat pencampuran molekul-
molekul pereaktan dapat mengalami tumbukan yang lebih sering sehinggareaksi
dapat berjalan secara optimal.
4. Katalis
danya katalisator dalam reaksi dapat mempercepat jalannya suatureaksi.
kereakifan dari katalis bergantung dari jenis dan konsentrasiyang digunakan.
5. Waktu reaksi
Jika waktu bereaksi lama maka kesempatan molekul-molekul pertumbukan
semakin sering
Penggolongan Esterifikasi

 Penggolongan berdasarkan pada zat-zat yang berperan


dalam proses esterifikasi :
1. Esterifikasi alcohol + asam
 asam pekat supaya H+ sukar diionisasi
 H pembentuk H2O berasal dari alcohol dan OH berasal
dari asam
2. Esterifikasi terhadap senyawa tak jenuh
 Proses berlangsung secara adisi dan terbagi menjadi:
a. Acethylene
b. Ketene
3. Esterifikasi terhadap asam anorganik
Sejumlah ester dibuat berasal dari asam anorganik seperti
nitrat, sulfon dan phosphor.
Penggolongan Esterifikasi
4. Esterifikasi turunan asam organic (4 jenis):
a. Asidolisa
Ester + Asam ---Ester baru + Asam baru
b. Interesterifikasi
Ester + Ester ---Ester baru + Ester baru
c. Alkoholisa
Ester + Alkohol --- Ester baru + Alkohol baru
d. Esterifikasi terhadap asam anhydride
Anhidrid + Alkohol ---- Ester + Asam
ESTERIFIKASI DALAM INDUSTRI
 Esterifikasi dalam industry yang berkembang adalah
esterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel.
 Bertambahnya jumlah populasi di dunia
mengakibatkan kebutuhan akan energi semakin
meningkat
 Untuk mengurangi ketergantungan pada sumber
energi yang tidak terbarukan dicari sumber-sumber
energi lainnya sebagai bahan bakar alternatif.
 Alternatif ini harus mengoptimalkan potensi sumber
daya lokal supaya harganya lebih murah dan
terjangkau.
Sejarah Biodiesel
 Transesterifikasi minyak sayur dilakukan pada awal 1853
oleh ilmuwan E. Duffy and J. Patrick,
 mesin diesel berukuran 10 ft (3 m) silinder besi dengan
roda gaya pada bagian dasar, Agustus 1893.
 Mesin ini dijadikan prototipe Diesel's vision karena
menggunakan tenaga minyak kacang tanah.
 Sebuah bahan bakar yang bukan termasuk biodiesel,
karena tidak diproses secara transesterifikasi.
 Tetapi karena penggunaan petrodiesel dinilai lebih
menguntungkan pada saat itu.
 Perkembangan biodiesel dari minyak nabati kurang
berkembang.
 Pada tahun 1970-an minyak nabati di Eropa telah digunakan
sebagai bahan bakar motor diesel menggantikan minyak solar.
 minyak nabati diolah menjadi biodiesel dan mulai
dikembangkan sejak pertengahan tahun 1980-an.
 Terutama di Jerman dan Austria, biodiesel diproduksi dari
minyak rapeseed.
 Akan tetapi, sampai pertengahan tahun 1990-an produksi
biodiesel dari rapeseed di Jerman dinilai masih belum ekonomis.
 Tanpa subsidi dari pemerintah, biodiesel di Jerman tidak
mampu bersaing dengan minyak solar .
 Sejak itu, mulailah dikembangkan biodiesel dari minyak goreng
jelantah (used frying oil) dan dari sisa lemak hewani.
 biodiesel dari minyak goreng jelantah telah di
produksi di negara Eropa, Amerika dan Jepang.
 Biodiesel dari minyak goreng jelantah di Austria
dikenal dengan nama AME (Altfett Methyl Ester).
 di Jerman selain dikenal dengan AME juga
mendapat nama Fritten diesel,
 di Jepang dikenal dengan e-oil.
 Indonesia dengan keanekaragaman sumber daya alamnya
memiliki potensi yang sangat tinggi dalam memenuhi
pasokan biodiesel dunia.
 sebagai penghasil minyak sawit terbesar kedua setelah
Malaysia dengan produksi CPO sebesar 8 juta ton pada
tahun 2002.
 Dengan mempertimbangkan aspek kelimpahan bahan
baku, teknologi pembuatan, dan independensi Indonesia
terhadap energi diesel, maka merupakan potensi
pengembangan biodiesel sebagai suatu alternatif yang
dapat dengan cepat diimplementasikan.
Spesifikasi biodiesel
 Biodiesel berbentuk cairan berwarna kuning cerah sampai
kuning kecoklatan.
 Biodiesel tidak dapat bercampur dengan air, mempunyai titik
didih tinggi dan mepunyai tekanan uap yang rendah.
 Biodiesel terdiri dari senyawa campuran methyl ester dari rantai
panjang asam-asam lemak dari minyak tumbuh-tumbuhan yang
memiliki flash point 150 °c ,density 0.88 g/cm³,dibawah density
air.
 Biodiesel tidak memiliki senyawa toksik dan tidak mengandung
sulfur serta biodegradable, sehingga penanganannya jauh lebih
mudah dan lebih sederhana dibandingkan bahan solar minyak
bumi.
Keuntungan Menggunakan Biodiesel
a. Merupakan sumber energy biodegradable dan ketersediaan bahan bakunya
terjamin.
b. Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya
kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin).
c. Memiliki viscositas tinggi sehingga mempunya sifat pelumasan yang lebih
baik dari solar, hal ini dapat membantu memperpanjang umur mesin.
d. Dapat diproduksi secara local dan skala kecil.
e. Mempunyai kandungan sulfur yang rendah
f. Menurunkan tingkat opasiti asap
g. Menurunkan emisi gas buang
h. Pencampuran dengan petroleum diesel mampu meningkatkan biodegrability
petroleum diesel sampai 500%.
i. Minyak nabati sebagai sumber bahan baku dapat dipenuhi.
Proses pembuatan Biodiesel
 Metil ester dapat dibuat dari minyak lemak nabati
dengan reaksi esterifikasi atau transesterifikasi
atau gabungan keduanya.
Reaksi Esterifikasi
 Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam
lemak bebas dengan alkohol membentuk ester dan
air.
 Reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm,
sehingga memerlukan pasokan kalor dari luar.
 Temperatur untuk pemanasan tidak terlalu tinggi
yaitu 55-60 oC (Kac, 2001).
Reaksi Esterifikasi
 Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan
alkohol membentuk ester.
 Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat.
 Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -
CO2R dengan R dapat berupa alkil maupun aril.
 Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat dapat balik (Fessenden, 1981).
 Reaksi esterifikasi mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung
di dalam trigliserida menjadi metil ester.
 membentuk campuran metil ester dan trigliserida.
 Reaksi esterifikasi menurut J. Van Gerpen, dkk (2004) ditunjukkan
pada reaksi dibawah ini.
 FFA + methanol → methyl ester + water
 Reaksi esterifikasi berkatalis asam berjalan lebih lambat,
namun metode ini lebih sesuai untuk minyak atau lemak
yang memiliki kandungan asam lemak bebas relatif tinggi .
 Karena, FFA yang terkandung di dalam trigliserida akan
bereaksi dengan methanol membentuk metil ester dan air.
 Semakin berkurang FFA, methanol akan bereaksi dengan
trigliserida membentuk metil ester.
 Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa esterifikasi
berkatalis asam dapat digunakan pada bahan baku minyak
bermutu rendah atau memiliki kandungan asam lemak
bebas tinggi.
Reaksi Esterifikasi
 Reaksi esterifikasi dapat dilakukan sebelum atau
sesudah reaksi transesterifikasi.
 Reaksi esterifikasi biasanya dilakukan sebelum reaksi
transesterifikasi jika minyak yang diumpankan
mengandung asam lemak bebas tinggi (>0.5%).
 Dengan reaksi esterifikasi, kandungan asam lemak
bebas dapat dihilangkan dan diperoleh tambahan
ester.
 Esterifikasi umumnya dilakukan untuk membuat
biodiesel dari minyak berkadar FFA tinggi (berangka
asam  5 mg-KOH/g).
 Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan
menjadi metil ester.
 Tahap esterifikasi biasanya diikuti dengan tahap
transesterifikasi, tetapi sebelum produk esterifikasi
diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan katalis
asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih
dahulu (Soerawidjaja, 2006).
 Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat,
seperti asam sulfat, asam sulfonat, asam sulfonat organik atau resin
penukar kation asam kuat.
 Asam-asam tersebut biasa dipilih dalam praktek industrial .
 Proses esterifikasi adalah reaksi reversibel dimana asam lemak
bebas (free fatty acid/FFA) dikonversi menjadi alkil ester melalui
katalis asam (HCl atau umumnya H2SO4).
 Ketika konsentrasi asam lemak bebas dalam minyak tinggi, seperti
dalam CPO parit, esterifikasi simultan dan reaksi transesterifikasi
melalui katalis asam dapat berpotensi untuk mendapatkan
konversi biodiesel yang hampir sempurna.
Reaksi Esterifikasi
Secara umum reaksi esterifikasi adalah sebagai berikut :
Reaksi Transesterifikasi
 Reaksi Transesterifikasi sering disebut reaksi
alkoholisis,
 Reaksi alkoholisis, reaksi antara trigliserida dengan
alkohol menghasilkan ester dan gliserin.
 Alkohol yang sering digunakan adalah metanol,
etanol, dan isopropanol.
Reaksi Transesterifikasi

 Trigliserida bereaksi dengan alkohol membentuk ester dan


gliserin.
 Kedua produk reaksi ini membentuk dua fasa.
 Fasa gliserin terletak dibawah dan fasa ester alkil diatas.
 Ester dapat dimurnikan lebih lanjut untuk memperoleh
biodiesel yang sesuai dengan standard yang telah
ditetapkan, sedangkan gliserin dimurnikan sebagai produk
samping pembuatan biodiesel.
 Gliserin merupakan senyawaan penting dalam industri.
 Gliserin banyak digunakan sebagai pelarut, bahan
kosmetik, sabun cair, dan lain-lain.
Proses Pembuatan Biodiesel

 Proses diawali dengan esterifikasi untuk menghilangkan asam lemak bebas


sekaligus menambah perolehan biodiesel.
 Reaksi ini dapat dilakukan dengan katalis homogen maupun heterogen.
 Esterifikasi dengan katalis homogen menghasilkan produk yang bersifat asam
 sebelum reaksi transesterifikasi, kelebihan asam ini harus dinetralkan
 Penetralan dilakukan dengan penambahan basa atau menggunakan resin
penukar anion.
 Penetralan menggunakan basa menghasilkan garam yang dapat menjadi
pengotor, hal ini tidak terjadi pada penetralan menggunakan penukar ion.
 Reaksi esterifikasi menghasilkan produk samping berupa air.
 Air harus dipisahkan sebelum reaksi transesterifikasi.
 Pemisahan ini dapat dilakukan dengan penguapan atau menggunakan
absorber.
Proses Pembuatan Biodiesel

 Umpan masuk reaktor transesterifikasi berupa trigliserida,


ester, dan pengotor.
 Trigliserida direaksikan dengan metanol menghasilkan
ester dan gliserin.
 Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan dua tahap untuk
mendapatkan konversi tinggi.
 Pada reaksi dua tahap, pemisahan gliserin dilakukan
diantara kedua reaksi.
 Pemisahan gliserin ini berguna untuk menggeser
kesetimbangan ke kanan sehingga konversinya menjadi
lebih tinggi.
Proses Pembuatan Biodiesel
 Reaksi transesterifikasi menghasilkan produk samping
berupa gliserin.
 Ester dan gliserin tidak saling larut sehingga dapat
dipisahkan dengan dekantasi.
 Fasa ester dimurnikan lebih lanjut untuk mendapatkan
biodiesel yang sesuai dengan standard mutu yang
disyaratkan.
 Fasa ester masih mengandung pengotor-pengotor, seperti :
sisa katalis, garam, metanol, dan pengotor lainnya.
 Pemurnian fasa ester alkil dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu pencucian dengan air atau menggunakan
penukar ion.
Contoh Proses Produksi Esterifikasi
 Salah satu factor keunggulan biodiesel, dapat diproses dalam skala industry
besar dan dapat diproses dalam skala kecil/ industry kecil.
 Untuk mempermudah proses pemahaman dalam hal ini kami mengambil
contoh pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel.
1. a. Tambahkan bleaching earth ke dalam minyak jelantah sebanyak 5% dari
berat minyak, kemudian aduk hingga merata.
b. Tunggu sekitar 1 jam hingga kotoran minyak jelantah mengendap,
kemudian saring minyak jelantah dengan kertas saring.
c.Fungsi dari bleaching earth adalah sebagai koagulan, sehingga kotoran
mudah mengendap.
2. Timbang NaOH padat sebanyak 1% dari berat minyak jelantah .
NaOH berfungsi sebagai katalis reaksi trans esterifikasi.
3. Ukur volume methanol yang akan digunakan sebesar 30% dari volume minyak
jelantah.
Contoh Proses Produksi Esterifikasi

 d. Reaksikan methanol dengan NaOH, dan diaduk hingga merata.


 e. Reaksikan methanol+NaOH dengan minyak jelantah dan dijaga
suhunya sekitar 60-65 C selama 1 jam,aduk secara cepat
dengan menggunakan magnetic stirrer/mixer selama reaksi
berlangsung agar reaksinya homogen. Suhu operasi jangan sampai
melebihi 70 C karena reaksi yang terjadi bukan lagi reaksi trans
esterifikasi melainkan reaksi penyabunan.
 f. Setelah reaksi terjadi akan terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas
adalah Fatty acid methyl ester (FAME) atau biodiesel, sedangkan
lapisan bawah adalah gliserin. Pisahkan kedua lapisan dengan
menggunakan corong pemisah.
 g. Cuci biodiesel dengan menggunakan air untuk menghilangkan
ekses methanol, kemudian pisahkan di dalam corong pemisah.
Tinjauan Thermodinamika

 Selama proses esterifikasi dan transesterifikasi reaksi


berlangsung dalam kondisi endotherm.
 Karena membutuhkan panas dari luar, selama proses
digunakan heater dan turbin pengaduk pada
reactor.
Tinjauan Kinetika Reaksi
 Asam lemak bebas dalam minyak lemak nabati direaksikan dengan
basa membentuk sabun.
 Semua asam lemak bebas dikonversi menjadi sabun, sehingga minyak
nabati yang masuk reaktor transesterifikasi bebas asam lemak bebas.
 Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan satu tahap atau dua tahap,
pada reaksi dua tahap dilakukan pemisahan gliserin di tengah-tengah
reaksi, hal ini dilakukan agar kesetimbangan reaksi bergeser ke kanan,
sehingga konversi yang diperoleh lebih tinggi.
 Katalis asam berguna untuk mempercepat reaksi
 Semakin tinggi suhu yang diterima akan semakin mempercepat reaksi.
Tetapi batas suhu maksimum yang diperbolehkan hanya sampai 700C,
 apabila suhu pada saat reaksi melebihi 700C. yang terbentuk bukan
reaksi esterifikasi dan transesterifikasi, melainkan reaksi penyabunan.
Cara mengolah minyak nabati menjadi biodiesel
melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi
 Proses menghasilkan metil ester/ biodiesel dan menghasilkan
hasil sampingan glyiserin yang juga memiliki nilai ekonomis
yang tinggi.
 Alur proses bisa didahului dengan esterifikasi lalu
transesterifikasi ataupun sebaliknya.
 Produk yang dihasilkan yaitu biodiesel merupakan produk yang
sangat menjanjikan dibandingkan dengan solar.
 Selain memiliki keunggulan lebih juga yang paling penting
bahan bakar ini lbih ramah lingkungan.
 Indonesia memiliki potensi yang sangat besar sebagai penghasil
biodiesel.
 Jika berhasil diimplementasikan dan diterapkan akan mampu
menjadi salah satu pendongkrak ekonomi negara kita.
Trigliserida terbentuk dari ester dari
gliserol dengan tiga molekul asam lemak, dengan
bentuk reaksi sebagai berikut :
 Jika kandungan ketiga asam lemak dalam trigliserida yang
terbentuk adalah sama (R1=R2=R3), maka trigliserida
tersebut merupakan trigliserida sederhana.
 Tetapi, jika salah satu asam lemak penyusunnya tidak
sama, maka trigliserida tersebut merupakan trigliserida
campuran.
 Sifat jenuh atau tidak jenuh dari asam lemak dapat dilihat
dari ada tidaknya ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon.
 Jika pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap,
maka asam lemak tersebut disebut asam lemak tidak
jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada
rantai hidrokarbonnya, maka disebut asam lemak jenuh.
Asam Lemak Bebas

Pada Minyak Sawit


 Kadar asam lemak bebas dihitung sebagai presentase
berat (b/b) dari asam lemak bebas yang terkandung
dalam minyak sawit mentah (CPO) dimana berat
molekul asam lemak bebas tersebut dianggap sebesar
256 (sebagai asam palmitat).
 Mutu minyak sawit juga dipengaruhi oleh kadar asam
lemak bebasnya,
 jika kadar asam lemaknya bebasnya tinggi, maka akan
timbul bau tengik di samping juga dapat merusak
peralatan karena mengakibatkan timbulnya korosi.
 Selain trigliserida, minyak nabati biasanya
mengandung sekitar 5-8% asam lemak bebas (free
fatty acid).
 Asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak
nabati dapat mengikat ion natrium, sehingga dapat
menurunkan keaktifan natrium hidroksida sebagai
katalis reaksi transesterifikasi.
 untuk menghindari terjadinya deaktivasi katalis pada
proses pembuatan alkil ester asam lemak, asam lemak
bebas yang terkandung dalam minyak nabati harus
terlebih dahulu disingkirkan.
Metil Ester Asam Lemak Sebagai Komponen
Biodiesel
 Biodiesel adalah senyawa ester alkil dari minyak nabati dengan alkohol yang
dihasilkan melalui proses transesterifikasi/esterifikasi dan mempunyai sifat
fisika mendekati minyak solar/diesel.
 Biodiesel (methyl ester) terbentuk melalui reaksi antara senyawa ester (CPO)
dengan senyawa alkohol (metanol) sehingga terbentuk senyawa ester baru
(methyl ester).
 Bahan bakar biodiesel bersifat ramah lingkungan karena menghasilkan emisi
gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan dengan diesel/solar, yaitu
a. bebas sulfur,
b. bilangan asap (smoke number) yang rendah;
c. memiliki octane number yang lebih tinggi sehingga pembakaran lebih
sempurna (clear burning);
d. memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin; dan
e. dapat terurai (biodegradabe) sehingga tidak menghasilkan racun (non
toxic).
 Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam
lemak dengan rantai karbon antara C6 - C22.
 Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak
nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai
karbon C14 - C20, sehingga mempunyai peluang untuk
dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel.
 Metil ester asam lemak memiliki rumus molekul Cn-
1H2(n-r)-1CO–OCH3 dengan nilai n yang umum
adalah angka genap antara 8 sampai dengan 24 dan
nilai r yang umum 0, 1, 2, atau 3.
Metil ester asam lemak
Kelebihan metil ester asam lemak dibanding
asam lemak lainnya
1. Ester dapat diproduksi pada suhu reaksi yang lebih
rendah.
2. Gliserol yang dihasilkan dari metanolisis adalah
bebas air.
3. Pemurnian metil ester lebih mudah dibanding
dengan lemak lainnya karena titik didihnya lebih
rendah.
4. Metil ester dapat diproses dalam peralatan karbon
steel dengan biaya lebih rendah daripada asam
lemak yang memerlukan peralatan stainless steel.
 Metil ester asam lemak tak jenuh memiliki bilangan
setana yang lebih kecil dibanding metil ester asam
lemak jenuh (r = 0).
 Meningkatnya jumlah ikatan rangkap suatu metil ester
asam lemak akan menyebabkan penurunan bilangan
setana.
 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk
komponen biodiesel lebih dikehendaki metil ester
asam lemak jenuh seperti yang terdapat dalam fraksi
stearin minyak sawit.
 Pembuatan biodiesel
 Bila bahan baku yang digunakan adalah
 minyak mentah yang mengandung kadar asam
 lemak bebas (FFA) tinggi (yakni lebih dari 2% -
 Ramadhas dkk. (2005)), maka perlu dilakukan
 proses praesterifikasi untuk menurunkan kadar
 asam lemak bebas hingga sekitar 2%.
 Laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur
molekul reaktan dan radikal yang terbentuk dalam
senyawa antara.
 Data tentang laju reaksi serta mekanismenya disusun
berdasarkan karakter kinetiknya, sedangkan data tentang
perkembangan reaksi dinyatakan sebagai konstanta
kesetimbangan.
 Laju esterifikaasi asam karboksilat tergantung pada
halangan sterik dalam alkohol dan asam karboksilat.
 Kekuatan asam dari asam karboksilat hanya mempunyai
pengaruh yang kecil dalam laju pembentukan ester.
 Secara umum laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat
sebagai berikut:
1. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol
sekunder, dan paling lambat alkohol tersier.
2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi.
3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi
lambat, tetapi mempunyai batas konversi yang tinggi
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung
mempercepat reaksi atau tidak terlalu berpengaruh
terhadap laju reaksi
Reaksi Transesterifikasi

 Reaksi transesterifikasi secara umum merupakan reaksi


alkohol dengan trigliserida menghasilkan methyl ester dan
gliserol dengan bantuan katalis basa.
 Alkohol yang umumnya digunakan adalah methanol dan
ethanol.
 Reaksi ini cenderung lebih cepat membentuk metyl ester
dari pada reaksi esterifikasi yang menggunakan katalis
asam.
 Namun, bahan baku yang akan digunakan pada reaksi
transesterifikasi harus memiliki asam lemak bebas yang
kecil (< 2 %) untuk menghindari pembentukan sabun.
 Penggunaan katalis basa dalam jumlah ekstra dapat
menetralkan asam lemak bebas di dalam trigliserida.
 Sehingga, semakin banyak jumlah katalis basa yang
digunakan, maka metil ester yang terbentuk akan
semakin banyak.
 Transesterifikasi adalah proses transformasi kimia
molekul trigliserida yang besar, bercabang dari
minyak nabati dan lemak menjadi molekul yang lebih
kecil, molekul rantai lurus, dan hampir sama dengan
molekul dalam bahan bakar diesel.
 Minyak nabati atau lemak hewani bereaksi dengan
alkohol (biasanya metanol) dengan bantuan katalis
(biasanya basa) yang menghasilkan alkil ester (atau
untuk metanol, metil ester) (Knothe et al., 2005).
Perbedaan antara transesterifikasi dan esterifikasi
 Reaksi antara trigliserida dan akohol dengan katalis
asam pada pembuatan biodiesel kerap disebut sebagai
reaksi esterifikasi.
 Sedangkan, jika menggunakan katalis basa, disebut
sebagai reaksi transesterifikasi
Perbedaan antara transesterifikasi dan esterifikasi

 Tidak seperti esterifikasi yang mengkonversi asam lemak bebas


menjadi ester, pada transesterifikasi yang terjadi adalah
mengubah trigliserida menjadi ester.
 Perbedaan antara transesterifikasi dan esterifikasi menjadi
sangat penting ketika memilih bahan baku dan katalis.
 Transesterifikasi dikatalisis oleh asam atau basa, sedangkan
esterifikasi, bagaimanapun hanya dikatalisis oleh asam
(Nourredine, 2010).
 Pada transesterifikasi, reaksi saponifikasi yang tidak diinginkan
bisa terjadi jika bahan baku mengandung asam lemak bebas
yang mengakibatkan terbentuknya sabun. Lotero et al. (2005)
merekomendasikan bahan baku yang mengandung kurang dari
0,5% berat asam lemak saat menggunakan katalis basa untuk
menghindari pembentukan sabun.
 Transesterifikasi trigliserida dengan katalis basa
homogen merupakan aspek kimia biodiesel yang
paling penting.
 Spesies reaktif dalam transesterifikasi menggunakan
katalis basa homogen alkoksida yang terbentuk ketika
alkohol dan katalis bereaksi.
 Alkoksida yang sangat reaktif kemudian terlibat dalam
serangan nukleofilik pada gugus karbonil dari asam
lemak sehingga memungkinkan serangan nukleofilik
oleh alkohol melalui oksigen yang bersifat
elektronegatif.
 Alkohol yang paling umum digunakan adalah metanol dan etanol,
terutama metanol, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling
tinggi (reaksinya disebut metanolisis).
 Produk yang dihasilkan (jika metanol) lebih sering disebut sebagai
metil ester asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME), sedangkan
jika etanol yang digunakan sebagai reaktan, maka akan diperoleh
campuran etil ester asam lemak (fatty acid ethyl ester/FAEE) (Lam et
al., 2010).
 Dengan minyak berbasis bio (minyak nabati) maka hubungan
stoikiometrinya memerlukan 3 mol alkohol per mol TAG (3:1), tetapi
reaksi biasanya membutuhkan alkohol berlebih berkisar 6:1 hingga
20:1, tergantung pada reaksi kimia untuk transesterifikasi katalis
basa dan 50:1 untuk transesterifikasi katalis asam (Zhang et al.,
2003).
 Laju reaksi transesterifikasi sangat dipengaruhi oleh
suhu reaksi.
 Umumnya reaksi dilakukan pada suhu yang dekat
dengan titik didih metanol (60-70oC) pada tekanan
atmosfer.
 Dengan menaikkan lagi dari suhu tersebut, maka akan
lebih banyak lagi metanol yang hilang atau menguap

You might also like