Professional Documents
Culture Documents
“KESELAMATAN PASIEN”
Oleh : A11-A
KELOMPOK 12
2019/2020
1
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
3. Bagaimanakah cara untuk meningkatkan keselamatan pasien dengan menggunakan
metode peningkatan kualitas?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap
kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian
Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera dan
Kejadian Potensial Cedera.
3. Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien.
4. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden
yang belum sampai terpapar ke pasien.
5. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah
terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
6. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang
sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
7. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera
yang serius.
8. Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan
insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden
keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran
4
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka
karena jatuh) (Cecep, 2013).
5
Standarnya adalah rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri
sebagai berikut:
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber
daya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukanevaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah rumah sakit harus mendisain proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan
dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
sesuai dengan”Sembilan Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis
5. Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien
Standarnya adalah:
a. Pimpinan dorong dan jamin implementasi program keselamatan pasien
melalui penerapan “9 Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program mengurangi Kejadian Tidak Diharapkan.
c. Pimpinan dorong dan tumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan
pasien
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta tingkatkan
keselamatan pasien.
6
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien dengan kriteria
sebagai berikut:
1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden,
3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden,
6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan
8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien.
6. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
Standarnya adalah:
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas.
b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf 13 serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien
7
2. Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
3. Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)
guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.
7. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf Untuk Mencapai Keselamatan Pasien
Standarnya adalah:
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat dengan kriteria
sebagai berikut:
1. Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada (Depkes RI, 2006).
8
1. Istilah human factor atau ergonomik umumnya digunakan mendeskripsikan
interaksi antara tiga aspek saling berhubungan: individu di tempat kerja, tugas
yang dibebankan untuk individu tersebut, dan tempat kerjanya. Human factor
merupakan ilmu yang menggunakan banyak disiplin misalnya anatomi,
fisiologi, fisika, dan biomekanik untuk mengetahui bagaimana orang bertindak
di bawah kondisi-kondisi yang berbeda. Human factor didefinisikan sebagai
studi yang mencakup semua faktor yang membuatnya lebih mudah untuk
melakukan pekerjaan dengan cara yang benar.
2. Definisi yang lain dari human factor adalah studi dari hubungan saling terkait
antara manusia, instrumen, dan alat yang mereka gunakan di tempat kerjanya,
maupun di lingkungan dimana mereka bekerja.
3. Semua orang bisa mengaplikasikan pengetahuan human factor dimanapun
mereka bekerja. Pada tatanan pelayanan kesehatan, pengetahuan human factor
bisa membantu proses desain yang membuat menjadi lebih mudah bagi perawat
maupun dokter untuk melakukan pekerjaannya dnegan benar.
4. Aplikasi human factor sangatlah relefan dengan patient safety yang tertanam
dalam disiplin human factor, yang merupakan ilmu dasar dari keselamatan.
Human factor bisa menunjukkan kepada kita bagaimana meyakinkan orang lain
jika kita melakukan praktik berdasarkan keselamatan, berkomunikasi baik
dengan tim, dan menyerah terimakan tanggungjawab kepada profesi tenaga
kesehatan lain.
5. Banyak pelayanan kesehatan yang tergantung pada manusia yaitu dokter dan
perawat yang menyediakan pelayanan. Orang yang ahli pada human factor
meyakini bahwa kesalahan bisa dikurangi dengan memfokuskan pada pemberi
pelayanan kesehatan dan mempelajari bagaimana mereka saling berinteraksi
dan bagaimana hubungan mereka dengan lingkungannya.
6. Prinsip human factor bisa diadaptasi pada berbagai lingkungan, Pada tatanan
pelayanan kesehatan misalnya mengobservasi penyebab yang mendasari dari
efek samping yang berhubungan dengan miskomunikasi dan tindakan tenaga
kesehatan ataupun pasien didalam sistem. Banyak yang
berpikir jika kesulitan komunikasi antara tim tenaga kesehatan terjadinya
berdasarkan fakta dari masing-masing tenaga memiliki sejumlah tugas yang
harus dilakukan pada satu waktu.
9
7. Ilmu human factor menunjukkan bahwa yang paling penting bukan jumlah
tugasnya namun sifat tugasnya yang sedang dilakukan. Dokter mungkin
menceritakan kepada mahasiswanya langkah sederhana dari operasi saat dokter
tersebut melakukan operasi namun jika kasusnya tergolong sulit, dokter bedah
tersebut tidak dapat melakukannya karena membutuhkan konsentrasi yang
lebih. Pemahaman dari human factor dan ketaatan terhadap prinsip human
factor saat ini menjadi dasar penting untuk mendisiplinkan patient safety.
8. Ahli human factor menggunakan pandangan berbasis praktik dan prinsip dalam
mendesain cara untuk membuatnya lebih mudah dalam melakukan tindakan
seperti:
- mengorder medikasi
- serah terima informasi
- memindahkan pasien, dan
- skema terkait pengobatan dan pesanan lainnya secara elektronik.
Jika tugas-tugas ini dibuat lebih mudah untuk praktisi pelayanan
kesehatan, maka dapat menyediakan asuhan pelayanan yang lebih aman. Hal ini
membutuhkan solusi desain yang terdiri dari software (sistem pengorderan
lewat komputer), hardware (infus pump), alat (skalpel, siringe), dan tata letak
termasuk pencahayaan dan lingkungan kerja.
9. Sebagai catatan human factor tidak secara langsung terkait manusia seperti
namanya “human factor”. Namun lebih kepada pemahaman akan keterbatasan
manusia dan mendesain tempat kerja maupun peralatan yang kita gunakan
sehingga bisa digunakan oleh berbagai sifat manusia dan juga performance.
Mengetahui bagaimana lelah, stres, komunikasi yang jarang, pengetahuan dan
skill yang inadekuat berdampak pada keprofesionalan kesehatan, dan hal ini
penting karena akan membantu kita memahami karakteristik predisposisi yang
mungkin berhubungan dnegan kejadian yang tidak diharapkan maupun error.
10. Manusia juga mudah mengalami distraksi yang mana merupakan kekuatan
maupun kelemahan. Distraksi membantu kita memperhatikan saat sesuatu yang
tidak biasa sedang terjadi. Kita juga sangat baik menyadari dan merespon situasi
secara cepat dan beradaptasi terhadap situasi maupun informasi baru. Namun,
distraksi ini memungkinkan kita kepada error, karena distraksi
membuat kita kekurangan perhatian pada aspek yang paling penting terkait
10
tugas atau situasi. Sebagai contoh adalah mahasiswa keperawatan mengambil
darah dari pasien. Saat mahasiswa sedang proses membersihkan setelah
pengambilan darah, pasien disebelah meminta bantuan. Mahasiswa tersebut
berhenti terhadap tindakan yang dilakukan dan melakukan bantuan dan
melupakan melabel tabung darah. Atau perawat yang melakukan medikasi dari
order telepon dan mengalami interupsi dari kolega yang bertanya disampingnya,
perawat mungkin akan salah mendengar, atau gagal mengecheck medikasi atau
dosis sebagai dampak dari adanya distraksi.
B. Faktor Lingkungan
Lingkungan kerja adalah lingkungan yang mempengaruhi pembentukan perilaku
seseorang dalam bekerja. Lingkungan kerja tersebut dapat dibagi dua yaitu
lingkungan fisik seperti bangunan dan fasilitas yang disediakan serta letak gedung
dan prasarananya. Sedangkan lingkungan non fisik adalah rasa aman dari bahaya,
aman dari pemutusan kerja, loyalitas baik kepada atasan maupun sesama rekan kerja
dan adanya rasa kepuasan kerja dikalangan karyawan. (Wursanto, 2005:288).
Lingkungan merupakan tempat manusia untuk beraktivitas yang mana akan
berkaitan dengan segala tingkah laku manusia. Keselamatan pasien sangat
11
diperngaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Sebagai seorang tenaga medis yang
akan memberikan penanganan dan ikut serta meningkatkan keselamatan pasien,
maka lingkungan disekitar pasien harus dipastikan aman. Aman yang dimaksud
ialah tidak ada risiko adanya kecelakaan, ketidaknyamanan ataupun
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan yang
berhubungan dengan resiko pasien, laporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko. Faktor
manusia dan lingkungan sangat mempengaruhi keselamatan pasien karena manusia dan
lingkungan akan menjadi dunia social dan tempat pasien untuk bertingkah laku dan dapat
membahayakan keselamatan pasien. Selain itu, untuk menjaga keselamatan pasien dapat
dilakukan peningkatan kualitas layanan kesehatan mulai dari tenaga medis, fasilitas demi
kenyamanan dan kesehatan pasien itu sendiri.
3.2 Saran
Sebagai tenaga medis yang akan selalu berhubungan dengan pasien sebaiknya
mengutamakan keselamatan pasien dan berusaha memberikan penanganan terbaik agar
pasien lekas sembuh dengan keselamatan yang terjaga penuh tanpa adanya hal-hal yang
tidak diinginkan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Azizah. 2017. Pengaruh Lingkungan dan Manusia terhadap Patient Safety. Diakses melalui
https://www.scribd.com/document/352410111/Pengaruh-Faktor-Lingkungan-Dan-
Manusia-Pada-Keselamatan-Pasien pada 16 Pebruari 2019
Tribun Bali. 2017. Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kerja. Diakses melalui :
http://bali.tribunnews.com/2017/05/14/keselamatan-pasien-dan-faktor-manusia
15