You are on page 1of 17

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Habitat merupakan ruang dimana organisme hidup. Bentuk komunitas disuatu
tempat ditentukan oleh keadaan dan sifat-sifat individu sebagai reaksi terhadap
faktor lingkungan yang ada, dimana individu ini akan membentuk populasi
didalam komunitas tersebut. Komunitas secara dramatis berbeda-beda dalam
kekayaan spesiesnya (species richness), jumlah spesies yang mereka miliki.
Mereka juga berbeda dalam hubungannya dalam kelimpahan relatif (relative
abundance) spesies. Beberapa komunitas terdiri dari beberapa spesies yang umum
dan beberapa spesies yang jarang, sementara yang lainnya mengandung jumlah
spesies yang sama dengan jumlah spesies yang ditemukan. Keanekaragaman jenis
seringkali disebut heterogenitas jenis, yaitu karakteristik unik dari komunitas
suatu organisasi biologi dan merupakan gambaran struktur dari komunitas.
Komunitas yang mempunyai keanekaragaman tinggi lebih stabil dibandingkan
dengan komunitas yang memiliki keanekaaragaman jenis rendah. Analisa vegetasi
adalah salah satu cara untuk mempelajari tentang susunan (komposisi) jenis dan
bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan). Analisi vegetasi dibagi atas tiga
metode yaitu : (1) mnimal area, (2) metode kuadrat dan (3) metode jalur atau
transek. Salah satu metode dalam analisa vegetasi tumbuhan yaitu dengan
menggunakan metode transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang
luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan
transek. Maka dari itu untuk mengetahui subhabitat vegetasi yang ada di hutan
sekunder Universitas Riau, praktikum kali ini membahas tentang karakteristik
habitat dengan metode jalur atau transek.

1
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Mempelajari cara menggambar diagram profil yang menunjukkan
karakteristik suatu habitat
2. Mempelajari cara meliput variasi suhu lingkungan, baik secara spasial
dan temporal dalam sebuah habitat
3. Mempelajari cara membuat deskripsi tertulis tentang karakteristik
suatu habitat berdasarkan parameter-parameter yang diamati dan
dicatat dilapangan.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi tertentu yang dapat
mendukung kehidupan suatu spesies secara normal. Menurut Odum (1993),
habitat merupakan suatu kawasan berhutan maupun tidak berhutan yang menjadi
tempat ditemukannya organisme tertentu. Sehingga, setiap habitat satwaliar akan
didukung oleh komponen biotik dan abiotik yang disesuaikan dengan kebutuhan
satwaliar tersebut, seperti air, udara, iklim, vegetasi, mikro dan makrofauna juga
manusia (Alikodra 2002). makhluk hidup tidak dapat lepas dari lingkungannya
baik itu makhluk hidup lainnya (biotik) maupun makhluk tak hidup (abiotik).
Dengan interaksi antara kedua komponen tersebut, ekosistem akan selalu tumbuh
berkembang sehingga menimbulkan perubahan ekosistem (Latifah 2005).

Di dalam lingkungan terjadi interaksi kisaran yang luas dan kompleks.


Ekologi merupakan cabang ilmu biologi yang menggabungkan pendekatan
hipotesis deduktif, yang menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk
menguji penjelasan hipotesis dari fenomena-fenomena ekologis (Supriatno 2001).

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan antara komponen
komponen tersebut terjadi pengambilan dan perpindahan energi, daur materi dan
produktivitas (Supriatno 2001).

Ekologi mempunyai tingkatan pengkajian yaitu unsure biotik dan abiotik.


Lingkungan meliputi komponen abiotik seperti suhu, udara, cahaya dan nutrient.
Yang juga penting pengaruhnya kepada organisme adalah komponen biotik yakni
semua organisme lain yang merupakan bagian dari lingkungan suatu individu
(Rahardjanto 2001).

Semua faktor lingkungan dapat bertindak sebagai faktor pembatas bagi suatu
organisme, baik secara bersamaan ataupun sendiri-sendiri. Beberapa faktor
lingkungan yang sering menjadi faktor pembatas bagi organisme secara umum
adalah :

1. Cahaya Matahari

3
Cahaya Matahari merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena
sebagai sumber energi utama bagi seluruh ekosistem. Struktur dan fungsi dari
suatu ekosistem sangat ditentukan oleh radiasi matahariyang sampai pada
ekosistem tersebut. Cahaya matahari, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak
dapat menjadi faktor pembatas bagi organisme tertentu.

2. Suhu Udara

Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan langsung maupun


tidak langsung terhadap suatu organisme. Suhu berperan dalam mengontrol
proses-proses metabolisme dalam tubuh serta berpengaruh terhadap faktor-faktor
lainnya terutama suplai air.

3. Air

Air merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena semua


organisme hidup memerlukan air. Air dalam biosfer ini jumlahnya terbatas dan
dapat berubah-ubah karena proses sirkulasinya. Siklus air dibumi sangat
berpengaruh terhadap ketersediaan air tawar pada setiap ekosistem pada akhirnya
akan menentukan jumlah keragaman organisme yang dapat hidup dalam
ekosistem tersebut.

4. Ketinggian Tempat

Ketinggian suatu tempat diukur mulai dari permukaan air laut. Semakin
tinggi suatu tempat, keragaman gas-gas udara semakin rendah sehingga suhu suhu
udara semakin rendah.

5. Kuat arus

Kuat arus dalam suatu perairan sungai sangat menentukan kondisi substrat
dasar sungai, suhu air, kadar oksigen, dan kemampuan organisme untuk
mempertahankan posisinya diperairan tersebut. Semakin kuat arus air, semakin
berat organisme dalam mempertahankan posisinya. (Harjosuwarno 1990).

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur
proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital, yang
secara kolektif disebut metabolism, hanya berfungsi di dalam kisaran suhu yang
relatif sempit, biasanya antara 0-40o C (Otto 1926).

4
Setiap organisme mempunyai habitat sesuai dengan kebutuhannya. Apabila
ada gangguan yang menimpa pada habitat akan menyebabkan terjadinya
perubahan pada komponen habitat, sehingga ada kemungkinan habitat menjadi
tidak cocok bagi organisme yang menggunakannya (Indriyanto 2006).

Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan.


Antara faktor biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang
merupakan salah satu penyebab perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat
disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur tangan manusia (Latifah
2005).

Hubungan tersebut di atas, pada umumnya terjadi antara masyarakat tumbuh-


tumbuhan dengan habitat dan lingkungannya (lingkungan abiotik), antara
tumbuhan dengan tumbuhan, antara tumbuhan dengan biota lain, dan antara
tumbuhan dengan manusia (lingkungan biotik). Hubungan masyarakat tumbuhan
dengan lingkungan abiotik terbentuk antara tumbuh-tumbuhan dengan tanah/lahan
sebagai substrat atau habitat, fisiografi dan topografi tanah (konfigurasi
permukaan bumi), dan lingkungan iklim (cahaya matahari, suhu, curah hujan dan
kelembaban, dan udara atmosfir) (Arijani 2006).

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari


beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya
sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Surasana
1990).

Analisis vegetasi ialah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi
vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan.
Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan
tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan
tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan
tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang
struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Michael 1994).

5
Dengan demikian pada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat suatu
luas tertentu, dan daerah tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari vegetasi
secara keseluruhan yang disebut luas minimum. Unit penyusun vegetasi
(komunitas) adalah populasi, sedangkan unit penyusun populasi adalah semua
individu yang berada di tempat praktikan dilakukan. Oleh karena itu, dalam
penelitian mengenai vegetasi tumbuhan dilakukan dilakukan dengan cara
mengamati individu-individu yang terdapat dalam populasi tersebut. Kajian
mengenai vegetasi mengungkapkan sifat dari setiap populasi sehingga dapat
menggambarkan vegetasi berdasarkan karakteristik suatu populasi tersebut
(Surasana 1990).

6
III. METODE
3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum kali ini kami lakukan di hutan sekunder Arboretrum Universitas


Riau. Adapun praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu, 10 Maret 2019
pada pukul 06.45 sampai 16.00.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat – alat yang kami gunakan dalam praktikum kali ini adalah
meteran 100 cm, tali raffia 200 m (transek), meteran tukang, thermometer,
penggaris besi, alat tulis dan millimeter blok.

3.3 Cara Kerja

Adapun cara kerja dari acara kali ini adalah :

1. Lokasi yang bersifat heterogen atau memiliki beberapa sub habitat


dikunjungi.

2. Pengamatan secara umum dilakukan terhadap lokasi yang dikunjungi.

3. Transek sepanjang 200 meter direntangkan sepanjang area melewati


beberapa sub habitat yang ada.

4. Masing – masing sub habitat yang dilewati oleh transek dinamai.

5. Sub habitat yang dilalui oleh transek kemudian dihitung panjangnya dan
jumlah pohon yang ada dihitung 5 meter dari transek direntangkan,

6.Gambar berupa grafik untuk profil habitat 1 dibuat.

7. Transek 2 kemudian ditarik secara parallel dengan panjang yang sama


dan diberi perlakuan yang sama pula.

8. Pengukuran suhu dilakukan secara terjadwal mulai dari jam 08.00,


10.00, 12.00, 14.00 dan 16.00.

9. Grafik transek 1 dan 2 dibandingkan.

7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Tabel 4.1 Perbandingan profil sub habitat Transek 1 dan Transek 2.

Hutan
Semak Lahan Sekunder Sungai Hutan
Transek (m) Terbuka (m) (m) Jalan(m) Relief Homogen Danau

Transek
1 62 50 80 5 3 - - -

Transek
2 - - 41,5 12,65 14,1 95,75 36

Tabel 4.2 Tabel parbandingan suhu sub habitat Transek 1 dan Transek 2.

Waktu
Transek Lokasi
08:00 10:00 12:00 14:00 16:00

Air 26 30 30 10 30

Lahan
28 38 30 26 28
1 Tertutup

Lahan
29 32 35 32 34
Terbuka

Air 28 28 30 31 30

Lahan
22 24 30 30 31
2 Tertutup

Lahan
30 31 30 30 28
Terbuka

8
250
Grafik Perbandingan Subhabitat

200

150

100

50

0
Transek 1 Transek 2
Semak (m) Lahan Terbuka Hutan Sekunder (m) Sungai (m)
Jalan(m) Relief Hutan Homogen Danau

Gambar 4.1 Gambar Grafik Perbandingan Profil Habitat Transek 1 dan Transek 2.

Chart Title
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
Air Lahan Lahan Air Lahan Lahan
Tertutup Terbuka Tertutup Terbuka
1 2

Waktu 8:00 Waktu 10:00 Waktu 12:00


Waktu 14:00 Waktu 16:00

Gambar 4.2 Gambar Grafik Perbandingan Suhu Sub Habitat Transek 1 dan
Transek 2.

9
4.2 Pembahasan

Praktikum ekologi pada hari Minggu, tanggal 10 Maret 2019 membahas


tentang habitat yang berlokasi di Arboretrum Universitas Riau dimulai dari pukul
06.45 – 16.30 WIB.

Dilokasi kelompok besar dibagi menjadi dua kelompok kecil, masing-masing


membuat satu transek. Dari hasil pembuatan transek I dan transek II
didapatkan 3 jenis subhabitat, yaitu perairan, lahan terbuka dan lahan tertutup.
Keragaman jenis subhabitat yang didapat menunjukkan bahwa bentang ruang
habitat ini bersifat heterogen (diskontinum), karena banyak terdapat batas-batas
atarhabitat bagi organisme yang mendiami subhabitat masing-masing. Pada
daerah yang dijadikan transek juga terdapat perbedaan ketinggian (relief),pada
bentang lahan dan juga tidak terdapat adanya bangunan. Adanya heterogen seperti
ini menyebabkan adanya perbedaan struktur atau karakter fisik dalam masing-
masing subahbitat, termasuk dari kondisi suhu yang nantinya akan sangat
memengaruhi jenis organisme yang mendiami habitat tersebut.

Praktikum yang kami lakukan kali ini dimulai dengan menarik transek dari
titik 0 di sekitaran semak dekat rumah setempat. Transek sepanjang 200 meter
melewati sub habitat semak sepanjang 62 meter, sungai sepanjang 5 meter, hutan
sekunder sepanjang 80 meter, jalan sepanjang 3 meter dan lahan terbuka
sepanjang 50 meter.

Pada habitat pertama yaitu lahan tertutup pada transek 1 terdapat banyak
tumbuhan – tumbuhan paku, semak – semak, dan pepohonan yang berjarak
kurang lebih 5 meter dari transek yang kami tarik. Pada sub habitat pertama yang
kami lewati yaitu semak terdapat 3 batang pohon yang berjarak 35 meter, 38
meter dan 35 meter dihitung dari jarak 0 transek ditarik. Dihitung dalam jarak 5
meter dari titik ahir transek berakhir di sub habitat semak terdapat perairan sungai
yang tenang dan tidak berarus, Sub habitat inilah yang memisahkan antara sub
habitat semak dan hutan sekunder di seberang sungai tersebut.

Selanjutnya, transek ditarik melalui hutan sekunder dan didapatkan data


bahwa ada 7 batang pohon yang terukur berjarak 63 meter, 68 meter, 75 meter, 85
meter, 86 meter dan 94 meter dari titik 0 transek ditarik. Sepanjang 3 meter gap

10
atau jalan terhitung dalam jalur transek, dengan titik awal ukur dari akhir transek
yang melewati hutan sekunder.

Transek yang kami tarik berakhir di lahan terbuka dengan jarak 50 meter,
terhitung dari titik akhir gap atau jalan yang membatasi antara hutan sekunder dan
lahan terbuka. Sepanjang jalur transek yang melewati lahan terbuka terdapat 2
batang pohon yang diukur 5 meter dari transek yang ditarik. Masing – masing
pohon berjarak 182 meter dan 185 meter diukur dari titik 0 awal transek mulai
ditarik.

Jika dibandingkan dengan transek 2 yang melewati beberapa sub habitat yang
berbeda dengan yang ditarik oleh kelompok lain, ditemukan ada sub habitat hutan
sekunder sepanjang 41, 5 meter, gap atau jalan sepanjang 12, 65 meter, relief
sepanjang 14,1 meter, hutan homogeny sepanjang 95,75 meter dan danau
sepanjang 36 meter dihitung dari titik 0 mereka menarik transek.

Dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa masing – masing area


yang berbeda memiliki ragam sub habitat yang berbeda pula. Perbedaan tersebut
mempengaruhi ragam fauna dan vegetasi yang ada serta mempengaruhi
persebaran masing – masing organisme. Karena adanya gap atau pembatas yang
panjangnya berbeda pada setiap transek, kami menyimpulkan bahwa transek 1
memiliki rentang gap yang jauh lebih kecil dibandingkan transek 2. Hal ini
berdampak pada keragaman yang terdapat di masing – masing area karena pada
area 1 gap sangat kecil sehingga memungkinkan organisme – organisme mobile
yang kecil serta benih – benih dari pohon yang terbang bias melewati gap yang
tidak seberapa jauh tersebut.

Setelah kami selesai menarik transek dan mengukur masing – masing letak
pohon yang ada, kami melanjutkan praktikum dengan mengukur suhu di tiga sub
habitat yaitu perairan, hutan sekunder dan lahan terbuka. Pada pukul 08.00 WIB
pagi tercatat suhu perairan yaitu 26oC, suhu hutan sekunder 28oC dan suhu lahan
terbuka 29oC untuk transek 1. Sedangkan untuk transek 2 tercatat suhu perairan
yaitu 28oC, suhu hutan sekunder 22oC dan suhu lahan terbuka 30oC.

Pada pukul 10.00 WIB pagi tercatat suhu perairan yaitu 30oC, suhu hutan
sekunder 38oC dan suhu lahan terbuka 32oC untuk transek 1. Sedangkan untuk

11
transek 2 tercatat suhu perairan yaitu 28oC, suhu hutan sekunder 24oC dan suhu
lahan terbuka 31oC. Selanjutnya pada pukul 12.00 WIB pagi tercatat suhu
perairan yaitu 30oC, suhu hutan sekunder 30oC dan suhu lahan terbuka 35oC untuk
transek 1. Sedangkan untuk transek 2 tercatat suhu perairan yaitu 30oC, suhu
hutan sekunder 30oC dan suhu lahan terbuka 30oC.

Setelah break selama 2 jam, kami melanjutkan mengukur suhu sub habitat
pada pukul 14.00 WIB siang tercatat suhu perairan yaitu 10oC, suhu hutan
sekunder 26oC dan suhu lahan terbuka 32oC untuk transek 1. Sedangkan untuk
transek 2 tercatat suhu perairan yaitu 31oC, suhu hutan sekunder 30oC dan suhu
lahan terbuka 30oC. Lalu pada pukul 16.00 WIB sore tercatat suhu perairan yaitu
30oC, suhu hutan sekunder 28oC dan suhu lahan terbuka 34oC untuk transek 1.
Sedangkan untuk transek 2 tercatat suhu perairan yaitu 30oC, suhu hutan sekunder
31oC dan suhu lahan terbuka 28oC.

Berdasarkan perbandingan tersebut kami menyimpulkan bahwa suhu air pada


area transek 1 lebih rendah jika dibandingkan dengan transek 2. Hal ini dapat
disebabkan oleh pertama, pengaruh letak area transek 1 yang tertutup dan
perairannya yang tidak terpapar lansung dengan matahari. Kedua, aktivitas
manusi pada transek 1 lebih minim jika dibandingkan dengan transek 2, sehingga
menyebabkan sub habitat perairan di transek 2 lebih tinggi dan konstan di atas
jika dibandingkan dengan transek 1.

Perbandingan antara suhu hutan sekunder transek 1 dan transek dua tidak
terlalu menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Sedangkan untuk lahan
terbuka, suhu di area transek 1 lebuh tinggi jika dibandingkan dengan suhu di area
transek 2. Kami mengambil kesimpulan bahwa perbedaan suhu yang tinggi ini
disebabkan oleh intensifnya aktivitas manusia di area transek 1. Saat kami
menarik transek, kami melewati perkemahaan yang merupakan bentuk nyata
aktivitas manusia yang mempengaruhi tingginya suhu dilingkungan tersebut.
Salah satu contoh aktivitas yang ada adalah seperti memasak, membakar dan
mencuci.

Lahan terbuka pada area transek 1 merupakan bekas kebun pohon akasia yang
telah ditebang. Kami berkesimpulan bahwa penebangan kebun tersebut

12
mempengaruhi habitat tersebut beserta organisme yang hidup di dalamnya.
Terbukti kami hanya menemukan beberapa pohon dan semak perdu yang tersebar
dengan minimnya aktivitas hewan.

Berdasarkan praktikum kali ini kami menarik kesimpulan bahwa, masing –


masing habitat memiliki sub habitat yang berbeda – beda dengan keberagaman
fauna dan vegetasi yang berbeda pula. Aktivitas manusia sangat mempengaruhi
baik habitat maupun sub habitatnya. Suhu di perairan cenderung lebih dingin di
bagian hutan tertutup dengan aliran air yang tenang dan minimnya aktivitas
manusia. Kesimpulan terakhir yang kami dapatkan adalah kebanyakan aktivitas
yang dilakukan manusia cenderung berdampak negative seperti membuang
sampah sembarangan, menebang dan menyalakan api disekitaran lahan. Maka dari
itu, kami sadar bahwa menjaga lingkungan adalah tugas wajib bagi kita bersama.
Karena sebanyak apapun hal baik yang kita lakukan terhadap lingkungan, masih
ada oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab dan dapat merusak lingkungan
yang kita cintai.

13
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Dari praktikum ini maka dapat disimpulkan bahwa ada metode untuk analisa
vegetasi hutan sekunder menggunakan metode transek. Tipe ruang subhabitat
yang didapat dari hasil pembuatan transek ini, yaitu diskontinuum atau heterogen.
Ini dikarenakan sepanjang transek 100 m terdapat gab atau kesenjangan di dekat
lahan terbuka terdapat jalan yang lebarnya 10 m.

Dari transek yang telah dibuat, didapatkan adanya habitat tertutup,habitat


terbuka, dam Perairan .Antara transek I dan transek II terdapat perbedaaan
transek, yaitu pada transek ke dua tidak ditemui transek berupa jalan setapak dan
hutan sekunder II. Perbedaan suhu antar masing-masing subhabitat tampak jelas.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pola tutupan(kanopi) masing-masing lahan,
jenis atau tipe vegetasi, keberadaan badan air, dan perbedaan relief serta
perbedaan terkenanya cahaya matahari ke sub-sub habitat sepanjang transek.

5.2 Saran

Praktikum yang dilakukan kali ini sudah berlansung dengan lancer dan
Alhamdulillah tercapai tujuan kita bersama dalam melaksanakan praktikum
Namun hal yang harus digaris bawahi adalah jalur dari base camp ke lokasi yang
acak. Jadi setiap praktikan mengandalkan jalur sendiri dan efektivitas dalam
pengumpulan data terhambat karena masing – masing praktikan menempuh jalur
yang terlalu jauh berbeda.

14
DAFTAR PUSTAKA
Arrijani, dkk. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional

Gunung Gede Pangrango. Biodiversitas 7(2): 147-153.

Harjosuwarno, S. 1990. Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan. Fakultas

Biologi UGM:Yogyakarta.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara: Bandar Lampung.

Latifah, S. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. USU Reository:Sumatera Utara.

Michael,P.1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan

dan Laboratorium. UI Press: Jakarta.

Otto, Soemarwoto.1926.Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan.

Djambatan: Jakarta.

Rahardjanto, A. 2001. Ekologi Tumbuhan. UMM Press: Malang.

Supriatno, B. 2001. Pengantar Praktikum Ekologi Tumbuhan. FMIPA

Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.

Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB: Bandung.

15
LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur kerja praktikum karakteristik tanah

Gambar Gambar

Keterangan Keterangan

Gambar Gambar

Keterangan Keterangan

16
17

You might also like