You are on page 1of 32

ACARA III

PROTEIN

A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Kimia Pangan Acara III “Protein” adalah:
1. Mengetahui titik isoelektris dan kelarutan protein.
2. Mengetahui penjendalan protein susu sapi dan sari kedelai dengan CaSO4,
asam cuka, atau enzim bromelin.
B. Tinjauan Puataka
1. Tinjauan Teori
Protein merupakan komponen utama dalam sel hidup dan
memegang peran penting dalam proses kehidupan, karena disamping
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, protein merupakan
sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang
tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Protein merupakan senyawa
organik kompleks yang mempunyai bobot molekul tinggi dan merupakan
polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu
sama lain dengan ikatan peptida. Peptida dan protein merupakan polimer
kondensasi dari asam amino dengan penghilangan unsur air dari gugus
amino dan karboksil (Tika, 2010).
Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam
amino yang tersusun dari atom nitrogen, karbon, hidrogen dan oksigen,
beberapa jenis asam amino yang mengandung sulfur (metionin, sistin, dan
sistein) yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Dalam makhluk hidup,
protein berperan sebagai pembentuk struktur sel dan beberapa jenis
protein memiliki peran fisiologis. Berdasarkan bentuk molekulnya,
protein digolongkan menjadi protein globular (albumin, globulin, dan
hemoglobin) dan protein serabut (keratin pada rambut dan fibroin pada
sutra) (Bintang, 2010).
Protein merupakan polimer yang disusun oleh asam amino,
dengan jumlah yang lebih banyak dari peptida (2-50 asam amino), bahkan
mencapai ratusan. Struktur protein dapat disusun oleh sekitar 100-2.000
unit asam amino. Berat molekul protein dapat mencapai sekitar 5.500
hingga 220.000 Dalton1 (Kusnandar, 2010). Protein tersusun atas
rangkaian 20 jenis asam amino yang berikatan kovalen dalam urutan yang
khas. Semua asam amino yang ditemukan dalam protein memiliki
susunan dasar yang sama, yaitu gugus karboksil dan gugus amina yang
diikat pada atom karbon kiral (kecuali glisin). Perbedaan antar asam
amino terletak pada rantai sampingnya (gugus R) yang bervariasi dalam
hal struktur, ukuran, muatan listrik, serta kelarutannya dalam air.
Lehninger (1995) mengutarakan bahwa ada empat golongan asam amino,
yaitu golongan dengan gugus R non-polar (hidrofobik), golongan dengan
gugus R polar tapi tidak bermuatan, golongan dengan gugus R bermuatan
positif, dan golongan dengan gugus R bermuatan negatif.
Protein dapat digolongkan berdasarkan karakternya, antara lain
berdasarkan susunan molekulnya, kelarutannya, adanya senyawa lain
dalam molekul, tingkat degradasi, dan fungsinya. Menurut Kusnandar
(2010), perbedaan rantai samping asam amino dalam protein membuat
protein dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk makromolekul, yaitu
struktur primer, sekunder, tersier dan, kuartener. Struktur primer
merupakan susunan linier asam amino dalam protein. Struktur sekunder
adalah struktur polipeptida yang terlipat-lipat yang merupakan bentuk tiga
dimensi dengan cabang-cabang rantai polipeptidanya tersusun saling
berdekatan. Struktur sekunder ini memberikan bentuk α- heliks dan β-
sheet. Struktur tersier merupakan susunan dari struktur sekunder yang
satu dengan yang lainnya. Sedangkan struktur kuartener adalah struktur
protein yang melibatkan lebih dari satu rantai polipeptida yang terbentuk
oleh adanya interaksi antar beberapa rantai molekul protein berbeda
melalui ikatan-ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, interaksi
elektrostatik, dan jembatan sulfida.
Kusnandar (2010), juga memaparkan bahwa protein dapat
dikelompokan menjadi protein sederhana (simple protein), protein
konjugasi (conjugated protein), dan protein turunan (derived protein).
Protein sederhana adalah protein yang hanya mengandung residu asam
amino. Protein sederhana dapat dikelompokkan menjadi protein globular
dan protein fibrilar. Protein globular memiliki struktur molekul bulat
(spherical), seperti albumin, globulin, histon, dan protemin. Protein
fibrilar memiliki bentuk serat dan bersifat tidak larut dalam air. Protein ini
banyak mengandung asam amino prolin, hidroksiprolin, sistein, dan sistin,
yang biasanya menyusun struktur jaringan daging mamalia ataupun
unggas. Selanjutnya, protein konjugasi, yaitu protein yang berikatan
dengan molekul lainnya, seperti karbohidrat (glikoprotein), lemak
(lipoprotein), logam (metaloprotein), dan fosfor (fosfoprotein).
Sedangkan protein turunan adalah protein yang telah dimodifikasi sifat
fungsionalnya, baik secara enzimatis maupun kimia. Protein hasil
modifikasi ini dapat berubah sifat kelarutannya dalam air, sifat koagulasi,
ataupun panjang rantainya.
Laktalbumin (á-LA) adalah suatu protein (BM 14,2 kDa) yang
berikatan dengan Ca+2 dan merupakan salah satu protein utama penyusun
protein whey dalam susu sapi. Di dalam susu sapi terkandung protein
dengan kadar 30 – 35 g/l (Kim dkk, 2002). Protein susu terdiri atas dua
kelompok protein utama yakni kasein dan whey. Protein kasein terdiri atas
αs1- kasein, αs2-kasein, â-kasein, dan K-kasein (Eskin, 1990). Protein
whey disusun oleh á-Laktalbumin, â-Laktoglobulin, Immunoglobulin,
Serum Albumin, Laktoferin, dan Laktoperoksidase (Kim dkk, 2002). Susu
sapi mengandung protein yang terdiri atas 80% kasein dan 20% whey
(Eskin, 1990). Kasein dapat dipisahkan dari whey dengan cara
pengendapan pada pH 4,6 dan pemanasan pada suhu 400°C
(Boyer, 2000). Laktalbumin merupakan komponen protein dominan
penyusun protein whey. Kadar laktalbumin adalah 20% dari whey dan
3,4% dari total protein susu (Swaisgood, 1995).
pH yang menghasilkan konsentrasi keseimbangan zwitterion
asam amino yang maksimum disebut pH isoionik atau pI. Harga pH ini
adalah hampir atau sama dengan titik isoelektrik, yang didefinisikan
sebagai harga pH suatu larutan asam amino, yang asam aminonya (atau
protein) tidak bergerak dalam medan listrik. Titik isoelektrik merupakan
jumlah yang secara eksperimen ditentukan yang tergantung pada sifat
garam buffer dan ion-ion lain dalam larutan (Page, 1997).
Asam amino dalam kondisi netral (pH isoelektrik, pI, yaitu
antara 4,8 – 6,3) berada dalam bentuk ion dipolar (ion zwitter). Apabila
asam amino berada pada kondisi pH lebih kecil dari pI, maka asam amino
menjadi bermuatan positif. Apabila pH lebih besar dari pI, maka asam
amino menjadi bermuatan negatif. Titik isolistrik dapat ditentukan dengan
elektroforesis (electrophoresis), suatu proses untuk mengukur migrasi ion
dalam suatu medan listrik. Proses ini dilakukan dengan menaruh latutan
suatu asam amino berair pada suatu adsorben antara sepasang elektroda.
Dalam sel ini anion bermigrasi ke arah elektroda positif dan kation ke
arah elektroda negatif. Titik isolistrik dapat juga ditetapkan dengan titrasi
(Fessenden, 1999).
Titik isoelektrik merupakan data yang sangat penting diketahui
untuk proses pemurnian suatu protein. Jika titik isoelektrik (pI) susu
protein sudah diketahui maka strategi awal pemisahan dapat dengan
mudah dikembangkan. Pada keadaan lain, bila informasi mengenai titik
isoelektrik suatu protein tidak diketahui, beberapa percobaan pendahuluan
menggunakan kromatografi penukar ion dapat dilakukan untuk
mendapatkan titik isoelektrik protein tersebut, yang dapat digunakan
untuk proses pemisahan berikutnya. Pemisahan dan pemurnian
menggunakan kromatografi penukar ion pada prinsipnya sama dengan
isoelectric focusing berdasarkan pada perbedaan dalam sifat ionik dari
permukaan asam amino. Residu arginin, histidin, dan lisin yang terpapar
ke permukaan biasanya bermuatan positif pada pH netral. Sehingga pada
pH yang diberikan, protein akan mempunyai muatan netto keseluruhan.
Pada pH yang lebih rendah, muatan netto akan lebih positif, dan pada pH
yang lebih tinggi, muatan netto akan lebih negatif. Pada pH yang muatan
positif sama dengan muatan negatif (muatan nettonya nol) disebut titik
isoelektrik protein (pI). Untuk kromatografi penukar ion, aturan yang baik
untuk pemisahan protein yang titik isoelektriknya diketahui adalah
memilih pH kerja yaitu dengan jarak satu satuan dari pI protein. Titik
isoelektrik suatu protein dapat juga digunakan untuk meramalkan
perubahan yang terjadi akibat proses modifikasi, terutama modifikasi
terhadap residu lisin yang terpapar ke permukaan, yang banyak
mempengaruhi muatan dari protein tersebut dan secara langsung
berpengaruh terhadap titik isoelektrik protein tersebut. Semakin banyak
residu lisin yang mengalami modifikasi, akanmempengaruhi muatan
protein secara keseluruhan dan akan mempengaruhi titik isoelektrik
protein tersebut (Yandri, 2011).
Tiap jenis protein mempunyai titik isoelektrik pada pH tertentu.
Pada titik isoelektrik protein akan berikatan antara muatannya sendiri
membentuk lipatan ke dalam sehingga terjadi pengendapan yang relatif
cepat. Penambahan asam asetat pada filtrat yang telah dipanaskan berarti
menambahkan konsentrasi dari ion H+ yang kemudian akan mengadakan
reaksi dengan muatan negatif protein yang berasal dari gugus hidroksil
bebasnya. Semakin banyak konsentrasi H+ yang ditambahkan maka
semakin banyak pula penurunan pH dari filtrat sehingga titik
isoelektriknya semakin dekat. Apabila pH isoelektrik sudah tercapai maka
muatan yang saling berlawanan akan saling menetralkan sehingga akan
terbentuk gumpalan. Semakin kecil pH buffer asetatnya, semakin banyak
endapannya. Karena pH yang kecil akan banyak membentuk endapan
berarti selisih muatan listriknya antara yang positif dan negatif sama.
Sehingga, tidak dapat bergerak dan membentuk endapan atau warna keruh
(Triyono, 2010).
Suhardi (1991), menyatakan tiap-tiap asam amino mempunyai
titik isoelektris yang berbeda-beda. Titik isoelektris adalah saat dimana
pada pH asam amino berada pada bentuk amfoter (zwitter ion), dan pada
saat titik isoelektris ini kelarutan protein menurun dan mencapai angka
terendah, protein akan mengendap dan menggumpal. Pada saat titik
isoelektris ini jumlah kation dan anion yang terbentuk sama banyaknya.
Sejalan dengan pendapat (Soeharsono, 1989), yang menyatakan
berdasarkan struktur molekulnya, pada dasarnya asam amino merupakan
senyawa yang bermuatan ganda atau zwitter ion, keadaan ini mudah
berubah karena dipengaruhi oleh keadaan sekitar atau pH lingkungan.
Pada pH rendah (suasana asam) asam amino akan bermuatan positif
sedangkan pada pH tinggi (suasana basa) akan bermuatan negatif. Pada
pH 4,8– 6,3 (pH isoelektris) asam amino akan berada pada keadaan
dipolar atau ion zwitter. Pada keadaan ini kelarutan protein dalam air
paling kecil sehingga protein akan menggumpal dan mengendap.
Enzim adalah protein tidak beracun namun mampu mempercepat
laju reaksi kimia dalam suhu dan derajat keasaman yang sesuai. Enzim
akan menghasilkan produk yang sangat spesifik sehingga dapat
diperhitungkan dengan mudah. Pada saat ini dan bahkan di masa yang
akan datang, enzim menjadi primadona industri karena melalui
penggunaannya, energi dapat dihemat dan akrab dengan lingkungan. Saat
ini penggunaan enzim dalam industri makanan dan minuman, industri
tekstil, industri kulit dan kertas di Indonesia semakin meningkat
(Lipi, 2013). .
Bromelin adalah enzim yang diekstrak dari buah nanas (Ananas
comosus). Bromelin diisolasi dari buah nanas dengan menghancurkan
daging buah untuk mendapatkan ekstrak kasar enzim bromelin
(Hairi, 2010). Bromelin ini berbentuk serbuk amori dengan warna putih
bening sampai kekuning-kuningan, berbau has, larut sebagian dalam
aseton, eter, dan CHCl3 (Fajrin, 2012).
Bromelin termasuk ke dalam golongan sufrihidil yang
mengandung enzim proteolitik. Selain itu juga mengandung peroksida,
asam fosfat, beberapa protease inhibitor, dan organik yang mengikat
kalsium. Enzim bromelin menghidrolisis protein yang mengandung ikatan
peptida menjadi asam amino yang lebih sederhana. Dalam hal ini sistein
endopeptidase secara khusus memotong ikatan peptida pada gugus
karbonil seperti yang ditemukan dalam ariginin atau asam amino aromatik
yaitu fenilalanin atau tirosin (Gautam dkk, 2010).
Enzim bromelain termasuk golongan glikoprotein yaitu protein
yang mengandung satu bagian oligosakarida pada tiap molekul, yang
terikat secara kovalen dengan rantai polipeptida enzim tersebut. Adapun
deretan asam amino disekitar lokasi aktifnya: -Cys – Gly – Ala – Cys –
Trp-Asn – Gly – Asp – Pro – Cys – Gly – Ala – Cys – Cys – Trp. Sistein
(Cys) menunjukkan tempat lokasi aktifnya (Gautam dkk, 2010). Enzim
bromelin merupakan enzim protease seperti halnya renin (renet), papain
dan fisin yang mempunyai sifat menghidrolisis protein. Hidrolisis yang
terjadi dengan enzim protease adalah putusnya ikatan peptida dari ikatan
substrat, di mana enzim protease bertugas sebagai katalisator di dalam sel
dan bersifat khas (Suhermiyati dan Setyawati, 2005).
Kelarutan terendah protein susu kedelai tanpa penambahan fitat
dijumpai pada pH sebesar 4,5, hal ini ditandai dengan berat protein tahu
yang tinggi yaitu 8,131 gram. Sehingga diperkirakan pH 4,5 adalah yang
paling mendekati titik isoelektrik protein kedelai. Pada pH diatas dan
dibawah titik tersebut dijumpai penurunan berat protein tahu. Proses
koagulasi yang maksimal terjadi pada pH titik isoelektrik yakni pH
sebesar 4,5 yang ditandai dengan kelarutan protein terendah atau kadar
protein produk tahu tertinggi. Pada pH isoelektrik muatan gugus amino
dan karboksil bebas dalam molekul asam amino akan saling menetralkan,
sehingga muatan molekul protein tersebut menjadi nol, dan apabila
dilakukan elektrolisis tidak akan terjadi perpindahan molekul protein.
Tiap jenis protein memiliki titik isoelektrik pada pH tertentu dan pada pH
tersebut protein akan mengendap dengan cepat. Sifat ini digunakan dalam
berbagai proses pemisahan dan pemurnian protein (Poedjiadi, 1994).
Penambahan asam asetat dalam larutan protein dapat
menyebabkan denaturasi protein. Hal ini terjadi karena asam asetat tidak
dapat terionisasi sempurna dengan sifat keelektronegatifannya yang lebih
kecil dibandingkan asam klorida Penambahan asam asetat dengan nilai
pH 4,5 memberikan hasil yang optimum terhadap kadar protein isolat
kacang hijau, karena dengan nilai pH tersebut mendekati titik isoelektrik
asam amino cistin yang terkandung dalam kacang hijau yaitu berkisar 4,3.
Penambahan asam asetat pada filtrat yang telah dipanaskan berarti
menambahkan konsentrasi dari ion H+ yang kemudian akan mengadakan
reaksi dengan muatan negatif protein yang berasal dari gugus hiroksil
bebasnya. Semakin banyak konsentrasi H+ yang ditambahkan maka
semakin banyak pula penurunan pH dari filtrat sehingga titik
isoelektriknya semakin dekat. Apabila pH isoelektrik sudah tercapai maka
muatan yang saling berlawanan akan saling menetralkan sehingga akan
terbentuk gumpalan. Semaikn kecil pH buffer asetatnya, semakin banyak
endapannya. Karena pH yang kecil akan banyak membentuk endapan
berarti selisih muatan listriknya antara yang positif dan negatif sama.
Sehingga, tidak dapat bergerak dan membentuk endapan atau warna keruh
(Setiyorini dkk, 2014).
Protein yang terdenaturasi akan mengendap karena gugus-gugus
yang bermuatan positif dan negatif dalam jumlah yang sama atau netral
atau dalam keadaan titik isoelektrik. Pada denaturasi terjadi pemutusan
ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dan ikatan garam hingga molekul
protein tidak punya lipatan lagi. Pengembangan molekul protein yang
terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai
polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus
reaktif yang sama atau berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup
banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka
protein akan mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan antara gugus-
gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, akan terbentuklah
gel. Sedangkan bila cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi itu,
maka protein akan mengendap (Winarno,1992).
Protein akan mengalami denaturasi apabila dipanaskan pada suhu
500°C sampai 800°C. Laju denaturasi protein dapat mencapai 600 kali
untuk tiap kenaikan 10oC. Koagulasi ini hanya terjadi apabila larutan
protein berada pada titik isoelektriknya. Protein yang terdenaturasi pada
titik isoelektriknya masih dapat larut pada pH di luar titik isoelektrik
tersebut. Air ternyata diperlukan untuk proses denaturasi oleh panas
(Poedjiadi, 1994).
Pemasakan menyebabkan protein dalam bahan pangan
mengalami koagulasi sehingga menjadi keras dan menyatu. Hal ini dapat
dengan jelas terlihat pada proses penggorengan telur dengan panas yang
rendah. Cairan putih telur yang transparan perlahan berubah menjadi
putih dan padat saat suhu panas telah tercapai. Jika telur dimasak atau
digoreng terlalu lama atau suhu terlalu tinggi akan menjadi keras dan liat.
Hal yang sama terjadi pada pemasakan daging. Ketika suhu pemanasan
meningkat, protein akan mengeras. Pemasakan yang terlalu lama akan
menyebabkan daging menjadi liat. Pada suhu pemanasan sampai 70oC
terjadi peningkatan keliatan daging (DeMan, 1997).
Mekanisme penggumpalan karena asam adalah reaksi antara
muatan positif ion H+ dengan muatan negatif dari gugus fungsional
protein sehingga protein saling berikatan membentuk gel. Untuk
membantu proses denaturasi protein, sampel dipanaskan hingga
mendidih. Denaturasi menyebabkan protein mengalami perubahan
struktur sekunder, tersier, dan kuartener. Lapisan molekul protein bagian
dalam yang bersifat hidrofobik akan berbalik ke arah luar sedangkan
bagian luar yang bersifat hidrofilik akan terlipat ke dalam sehingga
kelarutan protein berkurang (Harmayani dkk, 2009).
Ca(OH)2 dapat menyebabkan suatu larutan bersifat basa
(mempertinggi pH). Kelarutan protein akan semakin besar apabila pH
semakin besar diatas titik isoelektrisnya. Menurut Ciptadi (1980)
kelarutan protein akan semakin besar di dalam bahan pelarut bilamana
pelarut tersebut mempunyai pH 8-8,5. Namun pada pH diatas 10
kelarutan protein akan menurun.
Penentuan titik isoelektris ditujukan untuk mengetahui pH
isoelektris protein bahan pangan. Titik isoelektris ditentukan berdasarkan
nilai kelarutan terendah dari protein dalam bahan pangan. Percobaan ini
dilakukan dengan penambahan Kasein Na-asetat, setelah itu diukur
dengan pH meter (Nafi, 2006).
Aktivitas bromelin ditentukan pada pH dan temperatur yang
optimal, dengan berbagai substrat seperti kasein, gelatin, dan substrat
sintetis. Dalam beberapa penelitian, bromelin dari batang mempunyai
kisaran BM 26-37, pH optimal 6-7, dan suhu optimal 50-60°C. Bromelin
dari buah memiliki BM 24,5-32,5; pH optimal 3-8; dan suhu optimal 37-
70oC (Bai dkk, 2012).
2. Tinjauan Bahan
Susu adalah sumber penting dari semua nutrisi dasar yang
dibutuhkan untuk mamalia termasuk manusia. Susu dari berbagai
mamalia seperti sapi, kerbau, kambing, domba, unta, dll. Digunakan
untuk tujuan nutrisi yang berbeda, misalnya, memberi makan kepada
yang muda dan menyiapkan beberapa produk nutrisi seperti krim susu,
mentega, yogurt, ghee, susu asam , dll (Webb dkk, 1974).
Karena susu umumnya dipandang sebagai makanan bergizi
dengan banyak vitamin, mineral, lemak, protein dll sehingga digunakan
untuk tujuan minum. Ada berbagai sumber sampel susu yang tersedia,
namun informasi yang cukup mengenai keberadaan vitamin mereka,
terutama protein, lemak, dll. Susu diproses menjadi berbagai produk susu
seperti krim, mentega, yogurt, kefir, es krim, dan keju. Proses industri
modern menggunakan susu untuk memproduksi kasein, protein whey,
laktosa, susu kental, susu bubuk, dan banyak aditif makanan dan produk
industri lainnya. Makalah ini mendeteksi laktosa, kasein hadir dalam susu
(Abou, 2010).
Kasein adalah protein mencerna lambat dan itu tergantung di
dalam susu di kompleks yang disebut misel. Komposisi susu bervariasi
dengan tahap lokasi, usia dan berkembang biak. Susu adalah sifat koloid
karena adanya protein. Protein adalah molekul berat, mereka membentuk
koloid ketika tersebar di media air. Fungsi utama protein dalam sel hidup
adalah untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemeliharaan. Kandungan
nitrogen susu didistribusikan di antara casein 76%, ketika protein dan
nitrogen non-protein adalah 6% (Coni dkk, 1995). Struktur protein terdiri
dari rantai polipeptida asam amino yang disatukan oleh hubungan peptida.
Di seluruh dunia, ada lebih dari enam miliar konsumen susu dan produk
susu. Lebih dari 750 juta orang tinggal di rumah tangga petani susu. Ini
digunakan dalam cat untuk media yang larut dalam air cepat kering.
Kelembaban berbasis kasein diformulasikan dari campuran kasein, air,
kapur terhidrasi dan natrium hidroksida (Webb, 1974).
Protein kedelai adalah bahan makanan populer yang digunakan
di seluruh dunia untuk sifat gizi dan fungsinya. Ini telah memperoleh
perhatian yang cukup besar karena peran potensial dalam meningkatkan
faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular (CVD) terutama setelah
disetujui oleh FDA. Persetujuan mereka didasarkan pada studi klinis yang
menunjukkan bahwa setidaknya 25 g protein kedelai per hari menurunkan
kolesterol total dan LDL. Beberapa studi klinis menunjukkan bahwa
protein kedelai dan isoflavon-nya melindungi kepadatan tulang, tetapi ini
belum ditetapkan dengan pasti. Protein kedelai dianggap sebagai protein
lengkap karena menyediakan semua asam amino esensial untuk nutrisi
manusia. Namun, beberapa sumber ilmiah tidak setuju pada ini sebagai
ukuran terbaik dari protein lengkap. Protein kedelai pada dasarnya identik
dengan kacang polong lainnya dan merupakan salah satu sumber protein
diet yang paling murah. Klaim ini telah menyebabkan pengembangan
makanan kedelai baru dan teknologi baru serta perbaikan / modifikasi
metode lama persiapan (Adepoju dkk, 2012).
Enzim bromelin merupakan salah satu jenis enzim protease yang
mampu menghidrolisis ikatan peptida pada protein menjadi molekul yang
lebih kecil yaitu asam amino sehingga mudah di cerna tubuh. Enzim
bromelin terdapat dalam semua jaringan tanaman nenas. Sekitar setengah
dari protein dalam nenas mengandung protease bromelin. Di antara
berbagai jenis buah, nenas merupakan sumber protease dengan
konsentrasi tinggi dalam buah yang masak. Enzim bromelin tergolong
dalam kelompok enzim protease sulfhidril yang dapat menghidrolisa
protein menghasilkan asam amino sederhana yang larut dalam air. Sisi
aktif enzim bromelin ini mengandung gugus sistein dan histidina yang
penting untuk aktivitas enzim tersebut,sehingga enzim ini secara khusus
memotong ikatan peptida pada gugus karbonil seperti yang ditemukan
dalam arginin atau asam amino aromatik yaitu fenilalanin atau tirosin.
Enzim bromelin ini menghidrolisis ikatan peptida di bagian tengah rantai
peptida, sehingga digolongkan endopeptidase (Purwaningrum, 2017).
Susu adalah minuman lengkap nutrisi yang di dalamnya terdiri
dari beberapa komponen yang penting untuk pemenuhan gizi manusia
antara lain: air 87,1%, protein 3,4 % (kasein dan whey), lemak 3,9 %,
karbohidrat 4,9 %, mineral 0,7 %. Protein bisa dimodifikasi dengan tujuan
untuk memperbaiki sifat fungsionalnya. Peningkatan sifat fungsional
protein susu dapat dilakukan dengan cara kimia, enzim dan modifikasi
fisik (Mulvihill and Fox, 1994).
Susu kedelai memiliki kadar protein dan komposisi asam amino
yang hampir sama dengan susu sapi dan tidak .mengandung kolesterol,
karena itu susu kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi",
demikian klaim keunggulan susu kedelai dibuat. Kandungan protein di
dalam susu kedelai sebenamya dipengaruhi oleh varietas kedelai, jumlah
air yang ditambahkan,'jangka waktu dan kondisi penyimpanan serta
perlakuan panas. Semakin banyak jumlah air yang digunakan untuk
mengencerkan susu kedelai, maka akan semakin sedikit kadar protein
yang diperoleh (Nirmagustina dan Rani, 2013).
Posisi dominan kedelai dan produk terkait dengan kualitas gizi
tinggi terutama berkenaan dengan protein dan asam amino. Komposisi
kimia meliputi kadar air, protein, Nitrogen larut Index ( NSI ), protein
7S/11S, Protein Dispersbility Index ( PDI ), asam amino, lipoxygenase,
Trypsin Inhibitor ( TI ), minyak, asam lemak, serat, gula dan isoflavon.
Hal ini dibuat seluruhnya dari makanan kedelai dan digunakan sebagai
bahan dalam makanan berprotein tinggi termasuk makanan susu,
suplemen gizi, sistem daging, susu formula, minuman nutrisi, krim sup,
saus dan makanan ringan . Ini juga merupakan sumber protein yang baik
pengganti susu. Susu kedelai dapat terdiri dari air murni, ekstrak kedelai,
gula dan garam. Susu kedelai memiliki protein 3-4 %, 1,5-2,0 % lemak
dan karbohidrat 8-10 % (Gandhi, 2009).
Natrium kaseinat dan fosfolipid merupakan bahan alami yang
dapat berperan sebagai pengemulsi. Pengemulsi dibutuhkan untuk
menstabilkan produk pangan seperti emulsi dan buih karena mempunyai
kemampuan menempatkan diri pada antarmuka dengan cara membentuk
lapisan di sekeliling globula lemak atau udara. Pengemulsi, karena
sifatnya bersifat ampifilik (mempunyai afinitas terhadap air dan fase non
polar), teradsorpsi dan membentuk lapisan pada permukaan globula
minyak. Natrium kaseinat merupakan campuran dari protein fleksibel
dengan berat molekul rendah (Estiasih, 2012).
Protein merupakan komponen utama dalam berbagai makanan
alami, yang menentukan tekstur keseluruhan, misalnya keempukan
produk daging atau ikan, dan sebagainya. Protein terisolasi sering
digunakan dalam makanan sebagai unsur kandungan (ingredient) karena
sifat atau fungsi uniknya, antara lain kemampuannya menghasilkan
penampilanm tekstur atau stabilitas yang diinginkan. Misalnya, protein
digunakan sebagai agen pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi
(emulsifier), pembentuk busa (foaming agent) dan pengental (thickener).
Beberapa protein makanan merupakan enzim yang mampu meningkatkan
laju reaksi biokimia tertentu, baik yang menguntungkan maupun yang
merugikan merusak. Di dalam analisis makanan, mengetahui kadar total,
jenis, struktur molekul dan sifat fungsional dari protein sangat penting
(Herawati, 2000).
Protein dapat juga dipisahkan satu dari yang lain oleh
elektroforesis berdasakan tanda dan jumlah muatan listrik pada gugus R
dari gugus terminal amino dan terminal karboksilat yang bermauatan.
Seperti peptide sederhana, rantai polipeptida protein mempunyai titik
isoelektrik yang khas, yang akan mencerminkan jumlah relatif gugus R
asam dan basa. Pada setiap pH tertentu, suatu campuran protein akan
mengandung beberapa gugus yang bermuatan total negatif, beberapa yang
bermuatan total positif, dan beberapa yang tidak bermuatan. Jiak
campuran ini ditempatkan di dalam medan listrik, protein bermuatan
positif akan bergerak menuju elektroda bermuatan negatif, dan protein
bermauatan negatif akan bergerak menuju elektroda bermuatan positif,
serta tak bermuatan akan tinggal diam (Lehninger, 1982).
C. Metodologi
1. Alat
a. Gelas ukur
b. Hotplate
c. Labu Takar
d. Pengaduk
e. pH meter
f. Pipet volume
g. Propipet
h. Stopwatch
i. Tabung reaksi
j. Termometer
2. Bahan

a. Aquades
b. Asam asetat 0,01 N
c. Asam asetat 0,1 N
d. Asam asetat 1 N
e. Enzim bromelin (sari buah nanas)
f. Kasein murni
g. Larutan Ca(OH)2 10%
h. Larutan NaOH 1 N
i. Susu sapi
j. Sari kedelai
3. Cara Kerja

a. Pembuatan Larutan Kasein Natrium Asetat

0,25 gram kasein murni

Pemasukan kedalam labu takar 50


ml

20 ml
aquades dan
Penambahan
5 ml NaOH 1
N

Pelarutan hingga sempurna

5 ml asam
Penambahan
asetat 1 N

Pengenceran dengan aquades


hingga tanda tera

Penggojogan hingga homogen

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Larutan Kasein


Natrium Asetat
b. Titik Isoelektris dan Kelarutan Protein

Penyiapan 9 tabung reaksi

Tabung 1 diisi 8,4 ml aquades + 0,6 ml asam asetat 0,01 N


Tabung 2 diisi 7,75 ml aquades + 1,25 ml asam asetat 0,01 N
Tabung 3 diisi 8,75 ml aquades + 0,25 ml asam asetat 0,1 N
Tabung 4 diisi 8,5 ml aquades + 0,5 ml asam asetat 0,1 N
Tabung 5 diisi 8 ml aquades + 1 ml asam asetat 0,1 N
Tabung 6 diisi 7 ml aquades + 2 ml asam asetat 0,1 N
Tabung 7 diisi 5 ml aquades + 4 ml asam asetat 0,1 N
Tabung 8 diisi 1 ml aquades + 8 ml asam asetat 0,1 N
Tabung 9 diisi 7,4 ml aquades + 16 ml asam asetat 1 N

1 ml larutan
kasein
penambahan
natrium
asetat

penggojogan

Pengamatan kekentalan dan endapan setelah digojog, setelah 10


menit dan setelah 30 menit

Pengukuran pH larutan pada larutan yang paling keruh dan


banyak terdapat endapan

Gambar 3.2 Diagram alir pengukuran Titik Isoelektris dan


Kelarutan Protein
D. Hasil dan Pembahasan

Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Titik Isoelektris dan Kelarutan Protein


Asam asetat waktu
N Aquades
0,01 0 10 30 pH
o (ml) 0,1 N 1N
N P K P K P K
1 8,4 0,6 ml - - - - - - - - 5,9
2 7,75 1,25 - - - - - - - - 5,6
3 8,75 - 0,1 ml - - + - + - + 5,3
4 8,5 - 0,5 ml - - + - + - + 5,0
5 8 - 1 ml - x ++ x ++ xx ++ 4,7
6 7 - 2 ml - x ++ x ++ xxx +++ 4,4
7 5 - 4 ml - x ++ x ++ xx +++ 4,1
8 1 - 8 ml - - + - + x ++ 3,8
9 7,4 - - 1,6 ml - + - + x ++ 3,5
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan:
pH = 4,1 merupakan titik isoelektris
K = Kekeruhan (+)
P = Presipitasi (x)
(+) : agak keruh (x) : sedikit endapan
(++) : keruh (xx) : cukup mengendap
(+++) : sangat keruh (xxx) : banyak endapan
Titik isoelektris adalah suatu nilai pH dimana protein memiliki
jumlah muatan negatif yang sama dengan jumlah muatan positifnya, atau
protein bermuatan netral atau tidak bermuatan. Titik isoelektris msrupakan
suatu ukuran penting pada suatu keasama atau kebasaan asam amino. Titik
isoelektrik bisa dikatakan dimana pH asam amino dalam keadaan amfoter dan
kelarutan protein menurun sehingga mengalami penjendalan. Harus bersifat
amfoter berarti molekul tersebut harus mempunyai gugus-gugus fungsional
yang bersifat asam dan basa, sebagaimana ditemukan pada asam amino
(Yandri, 2011).
Presipitasi adalah suatu proses pengendapan yang dilakukan
padaantigen terlarut oleh antibodi sehingga pada akhirnya antigen terlarut
tersebut tidak bergerak dan semakin mudah untuk ditangkap oleh sel fagosit.
Presipitasi juga bisa dikatakn sebagai segala sesuatu yang jatuh dari atas dan
mengendap di bagian bawahnya seperti salju atau hujan. Presipitasi protein
adalah pengendapan yang terjadi karena penggumpalan yang parsial.
presipitasi disebabkan oleh berkurangnya kelarutan protein (perubahan fisik)
yang terjadi karean perubahan kimia. Seperti halnya denaturasi protein,
presipitasi juga disebabkan oleh faktor kimia dan fisika. Semua faktor yang
terjadi pada denaturasi juga terjadi pada presipitasi protein. Semua faktor
yang dapat menimbulkan denaturasi protein, juga dapat menyebabkan
perubahan kelarutan protein. Dengan demikian presipitasi protein merupakan
fenomena fisika yang disebabkan oleh perubahan struktur kimia. Presipitasi
disebabkan oleh pengembangan molekul protein akibat unfolding atau
membukanya heliks-heliks protein. Presipitasi juga terjadi akibat
terganggunya kesetabilan koloid yang disebabkan oleh menurunnya muatan
elektrostatik protein sehingga gaya gravitasi akan lebih dominan
dibandingkan gaya tolak-menolak antar molekul. Kesimpulannya adalah
presipitasi protein merupakan fenomena berkurangnya kelarutan suatu protein
yang disebabkan oleh perubahan struktur kimia (Felix, 1988).
Pada praktikum pengamatan titik iso elektris dan kelarutan protei,
menggunakan sembilan tabungg reaksi. Masing-masing memiliki campuran
kasein asetat, aquades dengan berbagai volume yaitu (8,4, 7,75, 8,75, 8,5, 8,
7, 5, 1, 7,4) ml, dan dengan asam asetat dengan volume dan konsentrasi yang
berbeda. Sampel yang digunakan adalah kasein dengan diberi beberapa
perlakuan yang berbeda, yaitu dengan perbedaan volume aquades dan asam
asetat. Selain perbedaan volume, normalitas dari asam asetat juga dibedakan.
Protein merupakan polipeptida yang terdiri dari rantaian asam amino yang
dihubungkan oleh ikatan peptida. Titik isoelektris menunjukkan harga pH
dimana molekul protein tidak mengadakan migrasi pada medan listrik.
Protein yang mengandung sejumlah proporsi yang lebih besar asam amino
basa biasanya mempunyai titik isoelektrik tinggi, sedangkan yang
mengandung bagian asam amino asam yang lebih banyak mempunyai titik
isoelektrik yang lebih rendah (Poedjiadi, 1994).
Pengamatan dilakukan pada menit ke 0, ke 10, dan menit ke 30.
Waktu yang digunakan dalam pengamatan kelarutan dan presipitasi protein
ini 0 menit, 10 menit dan 30 menit. Digunakan waktu tersebut untuk
mengetahui bagaimana kondisi awal larutan protein sebelum didiamkan yaitu
pada menit ke 0, kemudian setelah 10 menit diamati lagi kekeruhan dan
presipitasinya, karena perubahan kondisi larutan ini tidak akan terjadi
seketika namun memerlukan waktu. Setelah menit ke 30 kemudian diamati
kekeruhannya dan didapatkan kekeruhan dan presipitasi terbesar pada tabung
no 6 dengan aquades 7 ml, asam asetat 2 ml konsentrasi 0,1N pada pH 4,4.
Dari praktikumini didapat titik isoelektris pada pH 4,4. Titik isoelektris
ditandai dengan banyaknya endapan dan berwarna keruh yang terbentuk
ketika aquades dan asam asetat digojok. Titik isoelektris dilihat dari adanya
banyak endapan dan berwarna sangat keruh. Kasein merupakan protein yang
memiliki harga pH titik isoelektrik sebesar 4,6 (Coni dkk, 1995). Pada
percobaan ini, hasil yang didapat hampir mendekati pH menurut teori
referensi. Dimana kasein mudah sekali mengendap pada pH 4,6-5,0 dan
memiliki kelarutan yang rendah pada kondisi asam. pH dapat mempengaruhi
struktur kasein. Kasein-kasein ini berkumpul membentuk kasein misel
sehingga membentuk agregat kompleks dari monomer ikatan kalsium fosfat
yang dapat dirubah dengan variasi pH rendah. Kasein akan mengendap pada
titik isoelektriknya yang menyebabkan kalsium tidak larut dan berinteraksi/
berikatan dengan kasein (Rahayu dkk, 2013).
Bromelin adalah enzim yang diekstrak dari buah nanas (Ananas
comosus). Bromelin diisolasi dari buah nanas dengan menghancurkan daging
buah untuk mendapatkan ekstrak kasar enzim bromelin (Hairi, 2010).
Bromelin ini berbentuk serbuk amori dengan warna putih bening sampai
kekuning-kuningan, berbau has, larut sebagian dalam aseton, eter, dan CHCl3
(Fajrin, 2012). Enzim bromelain termasuk golongan glikoprotein yaitu
protein yang mengandung satu bagian oligosakarida pada tiap molekul, yang
terikat secara kovalen dengan rantai polipeptida enzim tersebut. Adapun
deretan asam amino disekitar lokasi aktifnya: -Cys – Gly – Ala – Cys – Trp-
Asn – Gly – Asp – Pro – Cys – Gly – Ala – Cys – Cys – Trp. Sistein (Cys)
menunjukkan tempat lokasi aktifnya (Gautam dkk, 2010). Enzim bromelin
merupakan enzim protease seperti halnya renin (renet), papain dan fisin yang
mempunyai sifat menghidrolisis protein. Hidrolisis yang terjadi dengan enzim
protease adalah putusnya ikatan peptida dari ikatan substrat, di mana enzim
protease bertugas sebagai katalisator di dalam sel dan bersifat khas
(Suhermiyati dan Setyawati, 2005).
Cara kerja dari enzim bromelin adalah menghidrolisis ikatan peptida
pada protein menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam amino sehingga
mudah di cerna tubuh. Enzim bromelin terdapat dalam semua jaringan
tanaman nenas. Sekitar setengah dari protein dalam nenasmengandung
protease bromelin. Enzim bromelin ini menghidrolisis ikatan peptida di
bagian tengah rantai peptida, sehingga digolongkan endopeptidase. Pengaruh
enzim bromelin terhadap susu kedelai dan susu sapi apabila dicampurkan
akan terjadi penjendalan dan kekeruhan karena didalam susu terdapat adanya
protein, yang mengkibatan protein mengendap atau terdenaturasi
(Purwaningrum, 2017).
Menurut Podjiadi (2006), protein akan mengalami koagulasi apabila
dipanaskan pada suhu 50oC stsu lebih. Koagulasi ini hanya terjadi apabila
larutan protein berada pada titik isolistriknya. Protein yang terdenaturasi pada
titik isolistriknya masih dapat larut pada pH di luar titik isolistriknya. Air
tenyata diperlukan untuk proses denaturasi oleh panas. Di samping oleh pH,
suhu tinggi, dan ion logam berat, denaturasi dapat pula terjadi oleh adanya
gerakan mekanik, alkohol, eter, dan detergen.
Penambahan larutan asam asetat berfungsi untuk membantu
pembentukan senyawa natrium kaseinat yang larut dalam suasana netral.
Penambahan asam mengakibatkan penambahan ion H+sehingga akan
menetralkan protein dan menuju tercapainya pH isoelektrik. Pada titik
isoelektris ini kasein bersifat hidrofobik, kasein akan berikatan antar
muatannya sendiri membentuk lipatan ke dalam sehingga terjadi
pengendapan yang relatif cepat. Penambahan asam dapat menghilangkan
muatan listrik dari partikel kasein karena asam akan mengikat kalsium dan
kalsium kaseinat, sehingga kasein menjadi terlepas dan terbentuk endapan
(Poedjiadi, 2006).
Larutan Lasein Natrium Asetat merupakan bahan alami yang dapat
ditambahkan pada uji titik isoelektris yang fungsinya berperan sebagai
pengemulsi. Menjadikan sampel terjadi kekeruhan dan pengendapan sehingga
dapat diketahui titik isoelektris dari sampel. Pengemulsi dibutuhkan untuk
menstabilkan produk pangan seperti emulsi dan buih karena mempunyai
kemampuan menempatkan diri pada antarmuka dengan cara membentuk
lapisan di sekeliling globula lemak atau udara. Pengemulsi, karena sifatnya
bersifat ampifilik (mempunyai afinitas terhadap air dan fase non polar),
teradsorpsi dan membentuk lapisan pada permukaan globula minyak.
Natrium kaseinat merupakan campuran dari protein fleksibel dengan berat
molekul rendah (Estiasih, 2012).
Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Penjedalan Protein Susu Sapi dan Sari Kedelai
Intesitas
No Bahan Inkubasi
P K
Susu sapi
+ (CaOH)2 10% Suhu ruang 15 menit x +
1 + asam asetat 1 N Suhu ruang 15 menit xx +
+ enzim bromelin 40oC 15 menit xxx +
+ kontrol 80oC + asam asetat xxx ++
Sari kedelai
+ (CaOH)2 10% Suhu ruang 15 menit xx +++
2 + asam asetat 1 N Suhu ruang 15 menit xx +++
+ enzim bromelin 40oC 15 menit - +
+ kontrol 80oC + asam asetat xxx +++
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan :
pH: 4,4 berdasarkan percobaan
K = Kekeruhan (+)
P = Presipitasi (x)
(+) : agak keruh (x) : sedikit endapan
(++) : keruh (xx) : cukup mengendap
(+++) : sangat keruh (xxx) : banyak endapan
Penjendalan protein adalah dimana proses dimana protein
menggumpal karena penambahan seperti asam dan pemanasan. Penjendalan
protein adalah terkoagulasinya protein atau perubahan fisik protein menjadi
tidak larut atau pemadatan akibat pemanasan. Penjendalan protein
dipengaruhi oleh asam, enzim proteolitik, dan pemanasan. Dalam praktikum
ini, larutan yang digunakan adalah Ca(OH)2, bromelin, dan asam cuka.
Ca(OH)2 bersifat basa mengakibatkan kelarutan sampel bertambah. Bromelin
merupakan jenis enzim proteolitik dan asam cuka bersifat asam akan
membuat susu mengalami penjendalan. Perlakuan inkubasi mengakibatkan
penjendalan protein berlangsung lebih cepat.
Karakteristik dari susu sapi adalah memiliki beberapa komponen
yang penting untuk pemenuhan gizi manusia antara lain: air 87,1%, protein
3,4 % (kasein dan whey), lemak 3,9 %, karbohidrat 4,9 %, mineral 0,7 %.
Protein bisa dimodifikasi dengan tujuan untuk memperbaiki sifat
fungsionalnya. Peningkatan sifat fungsional protein susu dapat dilakukan
dengan cara kimia, enzim dan modifikasi fisik
(Mulvihill and Fox, 1994).
Susu kedelai memiliki kadar protein dan komposisi asam amino
yang hampir sama dengan susu sapi dan tidak mengandung kolesterol, karena
itu susu kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi", demikian
klaim keunggulan susu kedelai dibuat. Kandungan protein di dalam susu
kedelai sebenamya dipengaruhi oleh varietas kedelai, jumlah air yang
ditambahkan, 'jangka waktu dan kondisi penyimpanan serta perlakuan panas.
Semakin banyak jumlah air yang digunakan untuk mengencerkan susu
kedelai, maka akan semakin sedikit kadar protein yang diperoleh
(Nirmagustina dan Rani, 2013).
Protein susu terdiri dari 80% kasein, laktalbumin 18%, dan
laktoglobulin 0,05–0,07%. Kasein merupakan suatu substansi yang berwarna
putih kekuningan yang didapat dalam kombinasi dengan Ca sebagai kalsium
kasein dalam bentuk partikel kecil bersifat gelatin dalam suspense. Kasein
dapat diendapkan dengan menggunakan asam-asam encer, rennin, dan
alkohol. Kasein yang diendapkan dengan alkohol adalah ca-caseinat, dan
yang diendapkan dengan rennin terbentuk para casein (Muchtadi dkk, 2010).
Pada praktikum kali ini pengamatan penjendalan protein susu sapi
dan sari kedelai dengan berbagai perlakuan. Pada penambahan (CaOH)2 10%
yang diinkubasi suhu ruang 15 menit, pada sampel susu sapi presipitasi ada
sedikit endapan dan kekeruhannya agak keruh, sedangkan untuk susu kedelai
presipitasinya cukup endapan dan kekeruhannya sangat keruh. Pada hal ini
membuktikan susu terjadi denaturasi paling besar pada susu kedelai dan susu
sapi juga mengalami denaturasi yang ditandai dwngan pengendapan dan
kekeruhan protein. Menurut Anggraini dkk (2013), mekanisme Ca(OH)2
dalam menjendalkan suatu protein yakni dengan merusak konformasi
protein. Hal tersebut disebabkan karena kalsium hidroksida merupakan salah
satu senyawa ionik yang muatanya divalen.
Pada penambahan asam asetat 1 N sehu ruang 15 menit dengan
sampel susu sapi mendapat presipitasi cukup endapan dan kekeruhannya agak
keruh, sedangkan pada susu kedelai presipitasinya cukup mengendap dan
kekeruhannya sangat keruh. Dengan hal terebut membiktikan bahwa
perlakuan penambahan asam asetat menyebabkan denaturasi protein. Hal ini
sesuai teori menurut (Simangunsong, 2016) penambahan asam asetat dalam
larutan protein dapat menyebabkan denaturasi protein. Hal ini terjadi karena
asam asetat tidak dapat terionisasi sempurna dengan sifat
keelektronegatifannya yang lebih kecil.
Pada penambahn enzim bromelin dan inkubasi 40°C 15 menit,
dengan sampel susu sapi presipitasinya banyak endapan dan kekeruhannya
agak keruh, sedangkan pada sampel susu kedelai presipitasinya tidak ada
endapan dan kekeruhannya agak keruh. Dengan percobaan tersebut
membuktikan bahwa penambahn enzim bromelin menyebabkan denaturasi
pada susu sapi, tetapi pada susu kedelai yang seharusnya terjadi denaturasi
yang lebih besar dari pada susu sapi mengalami tidak terjadi endapan dan
kekeruhannya sedikit. Protein yang terdapat pada susu sapi maupun sari
kedelai mengalami denaturasi akibat panas dan aktivitas enzim sehingga
kelarutannya kecil dan mengendap. Ezim bromelin tidak dapat menguraikan
protein jika tidak adanya panas. Enzim bromelin mempunyai kandungan
kalsium yang tinggi, sehingga mampu untuk menggumpalkan protein
(Anggraini dkk, 2013). Enzim merupakan salah satu koagulan yang
menyebabkan koagulasi pada protein (Winarno, 2008).
Pada sampel diberi kontrol dan diinkubasi pada suhu 80°C ditambah
dengan asam asetat, pada sampel susu sapi presipitasinya banyak endapan dan
kekeruhannya keruh, pada sampel susu kedelai presipitasinya banyak endapan
dan kekeruhannya sangat keruh. Hal ini membuktikan dengan ph 4,4 dititik
isoelektrisnya susu sapi maupun kedelai mengalami denaturasi protein karena
terjadi endapan dan kekeruhan yang banyak dari penambahan yang lain.
Mekanisme dari penggumpalan protein dengan penambahan asam asetat
yakni dengan menurunkan pH yang akan menyebabkan protein mencapai titik
isoelektrik sehingga mengalami penjendalan (Harmayani dkk, 2009). Dari
beberapa perlakuan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Ca(OH)2,
enzim bromelin, asam asetat dan suhu merupakan faktor yang menyebabkan
denaturasi protein sehingga dapat menyebabkan kekeruhan dan pengendapan
protein.
Menurut teori, tingkat kekeruhan berbanding terbalik dengan
banyaknya jumlah endapan. Semakin banyak jumlah endapan maka tingkat
kekeruhan semakin rendah (Buana, 2008). Hal ini dikarenakan kasein dan
komponen lain dalam susu sudah menggumpal menjadi endapan, sehingga
yang tersisa di bagian bawah hanyalah air dan sedikit komponen yang lain.
Pada susu yang ditambah kalsium hidroksida kekeruhan susu agak keruh.
Sedangkan pada susu yang ditambah enzim bromelin tingkat kekeruhan susu
agak keruh. Hal ini tidak sesuai dengan teori yaitu ababila susu yang
ditambah kalsium hidroksida menghasilkan endapan yang sedikit dan tingkat
kekeruhan sangat keruh sedangkan pada susu sapi sudah sesuai dengan teori
apabila yang ditambah enzim bromelin menghasilkan banyak endapan tetapi
tingkat kekeruhannya agak keruh.
Menurut (Syah dkk, 2012) faktor yang dapat mempengaruhi
penjendalan protein dianataranya jenis koagulan, konsentrasi koagulan, dan
suhu koagulasi yang berbeda menghasilkan penjedalan yang berbeda.
Dampak negatif yang ditimbulkan karena penjendalan protein diantaranya
protein kehilangan aktivitas biologi, pengendapan protein, protein kehilangan
beberapa sifat fungsional. Adapun dampak positifnya yaitu denaturasi panas
pada inhibitor tripsin dalam legum dapat meningkatkan tingkat ketercernaan
dan ketersediaan biologis protein legume, protein yang terdenaturasi sebagian
lebih mudah dicerna, sifat pembentuk buih dan emulsi lebih baik daripada
protein asli, penaturasi oleh panas merupakan prasyarat pembuatan gel
protein yang dipicu panas, pembuatan tahu, pembuatan keju, pembuatan
edible film.
Dampak negatif penjendalah protein dalam bidang pangan adalah
salah-satunya penjendalan susu, yang mengakibatkan kandungan protein susu
hilang. Indikator kerusakan dari bahan pangan terutama susu, baik susu
hewani maupun nabati dapat dilihat dari kandungan protein yang ada di
dalam susu. Jika susu itu rusak maka akan terjadi penjendalan yang
disebabkan protein terdenaturasi sehingga merusak komponen-komponen
yang ada dalam susu. Banyak faktor yang mempengaruhi kerusakan susu
tersebut, seperti suhu yang tidak sesuai, pH karena keasaman susu,
penambahan alkohol, dan logam berat. Namun, yang sering terjadi dalam
kehidupan sehari-hari adalah karena terjadi perubahan suhu karena
pemanasan yang tidak sesuai dan susu yang disimpan terlalu lama tanpa ada
perlakuan pengawetan makan susu tersebut akan basi karena di dalam susu
kondisinya akan berubah menjadi asam (Winarno, 2008).
Sedangkan untuk dampak positif dalam penjendalan protein dapat
diaplikasikan dalam bidang pangan. Aplikasi dalam dunia pangan dalam
acara 3 ini adalah pada pembuatan protein wijen dimana protein wijen
diekstraksi alkali atau garam dan endapan isoelektrik menurut Onsaard
(2012), pembuatan jus alfalfa kualitas yang tinggi gizi terutama dalam hal
crude protein (15 sampai 20%), vitamin (A, D, E, K, C, B1, B2, B6, B12,
Niacin, asam Panthothanic, dan lain) dan berbagai jenis mineral seperti
fosfor, kalsium, sulfur, magnesium, dan lain-lain dalam Gachovska dkk
(2006), pembuatan edible film yang dapat digunakan untuk produk makanan
serbaguna untuk mengurangi hilangnya kelembaban, untuk membatasi
penyerapan oksigen, untuk mengurangi migrasi lipid, untuk meningkatkan
sifat mekanik penanganan, untuk memberikan perlindungan fisik, atau untuk
menawarkan alternatif untuk kemasan komersial bahan menurut Bourtoom
(2007), dan pembuatan protein whey yang dipisahkan dan dimurnikan dengan
menggunakan berbagai teknik menghasilkan konsentrasi yang berbeda dari
protein whey (Hoffman, 2004).
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum Acara II protein dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Titik isoeliktris merupakan titik yang ditandai dengan pH yang bersifat
amfoter dan kelarutannya berkurang, berwarna keruh dan terdapat
endapan. Titik isoelektris pada praktikum kali ini terdapat pada tabung ke
6 dengan penambahan aquades 7 ml, asam asetat 0,1N 2 ml dengan pH
titik isoelektris 4,4.
2. Pada praktikum ini dapat diketahui bahwa penambahan CaSO4, asam
cuka, atau enzim bromelin dapat menyebabkan terjadinya penjendalan,
yang merupakan faktor dari penjendalan tersebut. Perlakuan pemanasan
dapat mempercepat terjadinya penjendalan protein. Penjendalan tertinggi
pada sampel susu sapi adalah pada perlakuan dengan kontrol . Sedangkan
pada sampel sari kedelai, penjendalan tertinggi kontrol dengan tingkat
kekeruhan sangat keruh dan terdapat banyak endapan. Faktor yang
mempengaruhi penjendalan protein adalah perlakuan asam, basa, enzim,
dan pemanasan.
DAFTAR PUSTAKA
Abou Donia MA., Abou-Arab AAK., Enb A, El-Senaity MH., AbdRabou NS.
2010. Chemical composition of raw milk and the accumulation.
Adepoju, P. A., A. O. Longe., O. B. Odeinde., G. N. Elemo., O. L. Erukainure.
2012. Investigation into the coagulating properties of acid and enzyme
coagulated soy protein precipitate. Food and Public Health. 2(5): 127-
130
Anggraeni, Putri, dkk. 2013. Hidrolisis selulosa eceng gondok (Eichhornia
Crassipe) menjadi glukosa dengan katalis arang aktif tersulfonasi. Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri. Vol. 2 No. 3 Hal 63-69. Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Bai, S., Kumar, RM., Kumar, D.J., Mukesh, Balashanmugam P, Kumaran. Bala
M.D., dan Kalaichelvan, P.T. 2012. Cellulase Production by Bacillus
subtilis isolated from Cow Dung. Department of Biotechnology. KSR
College of Arts.
Bintang, Maria. 2010. Biokimia-Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Bourtoom, T. 2007. Effect of some process parameters on the properties of edible
film prepared from starch. Paper presented in The 9th Agro- Industrial
Conference: Food Innovation. Bangkok.
Boyer, R.F. 2000. Modern Experimental Biochemistry. San Fransisco : Addison
Wesley Longman.
Buana L, Siahaan D dan Adiputra. 2008. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit. Medan.
Ciptadi, W. 1980. Umbi Ketela Pohon sebagai Bahan Pangan Industri. Fateta
Institute Pertanian Bogor. Hlm 2-22
Coni E, Bocca A, Ianni D, Caroli S. 1995. Preliminary evaluation of the factors
influencing the trace element content of milk and dairy products. Food
Chem. 52(2):123-130.
DeMan, M John. 1997. Kimia Makanan. Bandung : ITB
Eskin, M. 1990. Biochemistry of Food, London : Academic Press.
Estiasih, Teti, Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Fajrin E. 2012. Penggunaan Enzim Bromelin Pada Pembuatan Minyak Kelapa
(Cocos nucifera) Secara Enzimatis. [Skripsi]. Makassar: Universitas
Hasanuddin.
Felix F. 1988. Characterization of Proteins. Clifton: The Humana Press Inc.
Fessenden, Ralp. 1999. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Gachovska, T. K., S. Kumar, H. Thippareddi, F. Williams. 2006. Ultraviolet and
pulsed electric field treatment have additive effect on inactivation of E.
coli in apple juice. Electrical Engineering. Departement of P. F. William
Publication, University of Nebraska, Lincoln.
Gandhi, A. 2009. Quality of soybean and its food product. International Food
Research Journal 16: 11-19 (2009)
Gautam dkk. 2010. Comparative study of extraction, purification and estimation
of bromelain from stem and fruit of pineapple plant. Thai J. Pharm. Sci.
Vol 34(1):1.
Hairi M. 2010. Pengaruh Umur Buah Nanas dan Konsentrasi Ekstrak Kasar
Enzim Bromelin Pada Pembuatan Virgin Coconut Oil dari Buah Kelapa
Typical (Cocos nucifera L.) [Skripsi]. Malang: Jurusan Kimia Fakultas
Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang
Harmayani, Eni dkk. 2009. Pemanfaatan kultur Pediococcus acidilactici F-11
penghasil bakteriosin sebagai penggumpal pada pembuatan tahu. Jurnal
Penelitian. UGM. Vol 6 (1), 10-20.
Herawati, T. 2000. Pemuliaan Tanaman Lanjutan. Program Pengembangan
Kemampuan Peneliti Tingkat S1 Non Pemuliaan Dalam Ilmu Dan
Teknologi Pemuliaan. Universitas Padjadjaran, Bandung
Hoffman, Jay. 2004. Protein – Which Is Best?. Journal of Sports Science and
Medicine. 3, 118-130.
Kim, J, dkk. 2002. Separation of Whey Protein by Anion Exchange Membrane.
Korean Journal Chem Eng 20(3): 538-541.
Lehninger. 1995. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
LIPI. 2011. Enzim. Pusat Penelitian Bioteknologi
Mulvihill, D. M and P. F. Fox. 1994. Developments in The Production of Milk
Proteins. In New and Developing Sources of Food Proteins Ed by B. J. F
Hudson: 1- 23. Springer. London.
Nafi, M. Dian dkk, 2007. Praksis Pembelajaran Pesantren, Jogjakarta: Instite For
Nirmagustina, Dwi Eva dan Hertini Rani. 2013. Pengaruh jenis kedelai dan
jumlah air terhadap sifat fisik, organoleptik dan kimia susu kedelai.
Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Volume 18 No.2
Onsaard, E. 2012. Sesame protein. International Food Research Journal. 19(4):
1287-1295.
Page, David. 1997. Prinsip-Prinsip Biokomia. Jakarta: Erlangga
Poedjiadi, Anna, 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia
PRESS
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press
Purwaningrum, Indah. 2017. Potensi enzim bromelin sari buah nanas (ananas
comosus l.) dalam meningkatkan kadar protein pada tahu. Jurnal
Teknologi Laboratorium. Vol.6, No.1. ISSN: 2338 – 5634.
Setiyorini, A Sulis., Juni , Sumarmono., R. Singgih Sugeng Santosa. 2014.
Pengaruh bahan pengasam dan kondisi susu yang berbeda terhadap daya
leleh, waktu leleh, dan kemuluran keju tipe mozzarella. Jurnal Ilmiah
Peternakan. 2(1): 17-23
Simangunsong, E. 2016. Distribusi Spasial Bivalvia Berdasarkan Tipologi
Habitat di Teluk Lada Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soeharsono, M.T. 1989. Biokimia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Suhardi. 1991. Kimia dan Teknologi Protein. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi
UGM.
Suhermiyati S dan Setyawati JS. 2005. Potensi limbah nanas untuk peningkatan
kualitas limbah lkan tongkol sebagai bahan pakan unggas. Purwokerto:
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Sudirman. Animal Production.
vol. 10(3):174-178.
Swaisgood. 1996. Milk Proteins.
Syah, Dahrul, dkk. 2012. pengaruh koagulan dan kondisi koagulasi terhadap profil
protein curd kedelai serta korelasinya terhadap tekstur. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan. Vol. XXIII, Hlm: 97-98
Tika, I Nyoman. 2010. Penuntun praktikum Biokimia. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha Trining and Development ITD Amhers MA, Forum
Pesantren Yayasan Salasih
Triyono, Agus. 2010. Mempelajari pengaruh penambahan beberapa asam pada
proses isolasi protein terhadap tepung protein isolat kacang hijau
(Phaseolus radiatus L.). Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 4-5
Webb BH, Johnson AH, Alford JA. 1974. Fundmental of Dairy Chemistry. 2nd
Ed. Westport, CT: AVI Publishing Co; Chapter I
Winarno, F.G. 1992. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT.
Gramedia Utama.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yandri A.S. 2011. Pengaruh modifikasi kimia terhadap titik isoelektrik (pi) enzim
hasil modifikasi. J. Sains MIPA. Vol. 17. No. 3. Hal.: 92 – 98
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 3.3 Sampel Susu Gambar 3.4 Pemassukkan


kedalam gelas beaker

Gambar 3.5 Susu Kedelai Gambar 3.6 Perlakuan


Kontrol

You might also like