Professional Documents
Culture Documents
OLEH
Nama : Musyarafa
NIM : N 111 17 058
Pembimbing : KOMPOL dr. Benyamin F L Sitio., M.Sc., Sp. THT-
Klinik KL
PENDAHULUAN
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
sirkulasi intraembrionik mulai terbentuk, selama periode singkat ini
(sekitar 21 hari) ketiga lapisan embrio yaitu endoderm, mesoderm, dan
ektoderm berkembang membentuk lempengan yang datar dan memanjang
yang mengandung notochord. Struktur seperti batang ini berasal dari
lapisan ektoderm dan memanjang sepanjang embrionic disc (potongan
embrio) mulai dari membran buccopharyngeal sampai ke membran
cloacal, dimana lapisan ektoderm dan lapisan endoderm bertemu. Periode
kedua yang berlangsung selama 35 hari (akhir minggu ke-8) yang
dinamakan periode embrionik. Selama periode ini terjadi pertumbuhan
yang cepat dan diferensiasi tingkat seluler sehingga pada saat hari ke-56
semua sistem utama dan organ telah terbentuk, dan embrio memiliki
bentuk yang dapat dinyatakan sebagai manusia. Waktu yang tersisa yaitu 7
bulan masa gestasi disebut periode fetal, dimana pertumbuhan yang cepat
hanya ditandai dengan perubahan bentuk serta perubahan posisi antara
struktur yang satu dengan yang lain.6
2.1.2 Perkembangan Telinga Dalam
Struktur telinga dalam terdiri dari labirin bagian membran berisi
cairan yang dibentuk dari lapisan ektoderm dan labirin bagian tulang (otic
capsule) yang dibentuk dari lapisan mesoderm dan neural crest.4
a. Labirin Bagian Membran
Telinga bagian dalam merupakan bagian yang pertama kali
dibentuk dan berkembang dibandingkan dengan bagian telinga
yang lain. Pada akhir minggu ke-3 masa gestasi (hari ke-22)
atau disebut juga periode 7 somit, lapisan ektoderm yang
berada di depan occipital somite mengalami penebalan pada
masing-masing sisi dari neural groove yang masih terbuka
dimana penebalan ini disebut dengan otic placode. Lapisan
mesoderm yang berada disekitar otic placode berproliferasi
sehingga perlahan-lahan membuat lapisan ektoderm yang
membentuk otic placode makin lama makin menyempit dan
membentuk otic pit dimana pada akhirnya otic placode akan
lenyap dari permukaan luar dan membentuk
4
otocyst (otic vesicle), yang akan menjadi cikal bakal
pembentukan labirin bagian membran.6 Otocyst terletak
diantara lengkung brankial kedua dan lengkung brankial ketiga
yang akan mengalami perkembangan dan perubahan bentuk
secara dramatis sehingga mencapai bentuk dewasa pada
minggu ke-10 dan mencapai ukuran dewasa pada minggu ke-20
gestasi.6
Dalam perkembangannya, otocyst lebih berkembang ke
arah panjang daripada lebar, hal ini menyebabkan otocyst dapat
dibagi menjadi tiga daerah dan terlihat jelas pada minggu ke-5
masa gestasi, yaitu daerah kranial yang akan berkembang
menjadi saluran endolimfatik (endolympatic duct), daerah
kaudal yang akan berkembang menjadi saluran koklea
(cochlear duct), dan daerah tengah atau daerah utrikulosakular
(utriculosaccular area) yang akan berkembang menjadi sistem
vestibular.6
Gambar 1.
Perkembangan dini dari telinga dalam pada minggu ke-3 dan ke-4
masa gestasi. Pembentukan otocyst dari otic placode
Daerah utrikulosakular terus berkembang sehingga pada
bagian utrikulo muncul 3 buah kantong yaitu di bagian
superior, posterior dan lateral yang akan membentuk kanalis
5
semisirkularis superior, posterior dan lateral dimana kanalis
semisirkularis superior terlebih dahulu terbentuk secara
lengkap pada minggu ke-6 kemudian diikuti oleh kanalis
semisirkularis posterior dan yang terakhir dibentuk adalah
kanalis semisirkularis lateral. Saluran koklea (cochlear duct)
juga mulai mengalami perkembangan secara cepat sehingga
membentuk 1,5 putaran pada minggu ke-8 serta telah mencapai
putaran penuh yaitu 2,5 putaran pada minggu ke-10 masa
gestasi, walaupun belum mencapai panjang keseluruhan, yang
baru akan dicapai pada minggu ke-20 masa gestasi.6 Epitel
sensoris, 3 buah krista, 2 buah makula, dan organ Corti dari
koklea dibentuk dari lapisan ektoderm otocyst. Makula
berkembang pada minggu ke-7 masa gestasi yang berasal dari
sekitar daerah tempat masuknya serabut saraf ke dalam
utrikulus dan sakulus. Membran otokonial mulai terbentuk
pada minggu ke-12 masa gestasi.6 Epitel sensoris dari koklea
mulai berkembang pada minggu ke-7, bersamaan dengan itu
saluran koklea juga mulai berkembang dan membentuk
putaran, pada dinding medial koklea lapisan dari epitel sensoris
ini mengalami perubahan menjadi bentuk seperti spiral
sebanyak 2 lapisan sepanjang koklea. Bagian spiral yang
sebelah dalam dan mempunyai ukuran lebih besar akan
berkembang menjadi sel rambut dalam (inner hair cell) dan
membran tektorial, sedangkan bagian spiral yang lebih kecil
yaitu pada bagian luar akan berkembang menjadi sel rambut
luar (outer hair cell). Sel-sel rambut ini dapat dikenali secara
jelas pada minggu ke-11 masa gestasi. 6 Organ Corti berasal dan
berkembang dari bagian dinding posterior saluran koklea
(cochlear duct), pada saat saluran koklea terus bertambah
panjang dan apabila pada waktu yang bersamaan dilakukan
potongan lintang maka terlihat bahwa struktur dalam dari
6
saluran koklea berubah bentuk, yang awalnya berbentuk
lingkaran kemudian berubah menjadi oval dan akhirnya
berubah menjadi triangular. Bagian dinding posterior saluran
koklea berkembang menjadi organ Corti, dinding anterior
berkembang menjadi sebagian dari membran Reissner dan
dinding lateral berkembang menjadi stria vaskularis.6
b. Labirin Bagian Osseus
Lapisan mesoderm yang berada disekitar labirin bagian
membran mengalami perubahan-perubahan yang berkelanjutan
sehingga menghasilkan 2 macam formasi bentuk yaitu tulang
rawan otic capsule dan ruang perilimfatik (perilymphatic
space) yang mengandung cairan perilimfe pada minggu ke-8
masa gestasi. Di dalam koklea ruang perilimfatik ini
berkembang menjadi 2 bagian yaitu skala timpani dan skala
vestibuli dimana skala timpani dibentuk terlebih dahulu. Proses
osifikasi (penulangan) dari tulang rawan otik kapsul baru
dimulai ketika labirin bagian membran mencapai ukuran
dewasa, proses penulangan dimulai sekitar minggu ke-15 masa
gestasi dan berakhir pada minggu ke-21.6
7
Gambar 2. Perkembangan labirin bagian tulang. Potongan lintang
koklea yang menggambarkan perkembangan organ Corti, labirin
tulang, dan ruang perilympatik pada minggu ke-8 sampai minggu ke-
12 masa gestasi.4
Secara klinis gangguan perkembangan telinga dalam dibagi
menjadi 2 bagian yaitu:
1. Gangguan perkembangan pada labirin tulang dan labirin membrane
2. Gangguan perkembangan pada Labirin membran.
Abnormalitas dari telinga bagian dalam dapat disebabkan oleh
perkembangan yang terhambat ataupun perkembangan yang
menyimpang dimana faktor-faktor yang terlibat dan dapat
menimbulkan hal ini sangat bervariasi berupa faktor genetik, maupun
faktor teratogenik.6
Gambaran histopatologis yang sering dijumpai pada tuli kongenital
adalah displasia kokleasakular yang diakibatkan oleh terhambatnya
perkembangan bagian kaudal dari otocyst, sehingga sebagian atau
seluruh bagian dari organ Corti tidak terbentuk, yang pertama kali
digambarkan oleh Scheibe pada tahun 1892. Saluran koklea dan
sakulus mengalami kolaps, dan stria vaskularis mengalami degenerasi
sedangkan utrikulus dan kanalis semisirkularis normal.6
Gangguan perkembangan pada labirin tulang dan labirin membran
kebanyakan disebabkan oleh perkembangan yang terhambat pada
minggu ke-4 dan minggu ke-8 pada masa gestasi. Labirin aplasia
menyeluruh (Michel malformation) merupakan abnormalitas yang
sangat berat dan sangat jarang terjadi dimana diduga akibat dari
kegagalan otocyst untuk berkembang. Koklea aplasia, hipoplasia, dan
pemisahan saluran koklea (cochlear duct) yang tidak sempurna
merupakan kelainankelainan atau abnormalitas akibat dari
perkembangan koklea yang terhambat pada minggu ke-5, 6, dan 7 pada
masa gestasi. Displasia dari kanalis semisirkularis disebabkan oleh
kegagalan penyatuan epitel sentral dimana kanalis semisirkularis
lateral yang paling sering terkena. Hal ini disebabkan karena kanalis
semisirkularis lateral merupakan yang terakhir berkembang.6
8
2.1.3 Anatomi Telinga Dalam
Telinga dalam atau labirin terdiri dari labirin bagian tulang dan
labirin bagian membran. Labirin bagian tulang terdiri dari kanalis
semisirkularis, vestibulum dan koklea, sedangkan labirin bagian
membrane terletak di dalam labirin bagian tulang terdiri dari kanalis
semisirkularis, utrikulus, sakulus dan koklea.7
9
Koklea merupakan saluran tulang yang menyerupai cangkang siput
dan bergulung 21/2 putaran, dengan panjang kurang lebih 35 mm dengan
pusatnya yang disebut modiolus dan juga merupakan tempat keluarnya
lamina spiralis. Dari lamina spiralis menjulur ke dinding luar koklea suatu
membran basilaris. Pada tempat perlekatan membran basilaris ke dinding
luar koklea terdapat penebalan periosteum yang dikenal sebagai
ligamentum spiralis. Di samping itu juga terdapat membran vestibularis
(Reissner) yang membentang sepanjang koklea dari lamina spiralis ke
dinding luar. Kedua membran ini akan membagi saluran koklea tulang
menjadi tiga bagian yaitu ruang atas (skala vestibuli), ruang tengah
(duktus koklearis/skala media), dan ruang bawah yang disebut skala
timpani. Antara skala vestibuli dengan duktus koklearis dipisahkan oleh
membran vestibularis (Reissner). Antara duktus koklearis dengan skala
timpani dipisahkan oleh membran basilaris. Skala vestibuli dan skala
timpani mengandung perilimfe dan di dindingnya terdiri atas jaringan ikat
yang dilapisi oleh selapis sel gepeng yaitu sel mesenkim, yang menyatu
dengan periosteum disebelah luarnya. Skala vestibuli berhubungan dengan
ruang perilimfe vestibularis dan akan mencapai permukaan dalam fenestra
ovalis. Skala timpani menjulur ke lateral fenestra rotundum yang
memisahkannya dengan ruang timpani. Pada apeks koklea skala vestibuli
10
dan timpani akan bertemu melalui suatu saluran sempit yang disebut
helikotrema.7,8
11
(K+) rendah. Cairan perilimfe pada skala vestibuli berasal dari plasma
darah yang terdapat pada barrier hemato-perilimfatik, sedangkan cairan
perilimfe pada skala timpani berasal dari CSF.9 Cairan endolimfe adalah
cairan yang memiliki komposisi ion yang hampir sama dengan cairan
intraseluler dan mengisi membran auditorius dan labirin vestibularis.
Endolimfe dibentuk oleh sel – sel sekret pada stria vaskularis dan oleh sel
– sel gelap di dekat akhir dari krista ampularis pada duktus semisirkularis
dan dinding utrikulus. Endolimfe diabsorpsi pada sakus endolimfatikus.
Komposisi cairan ini adalah tinggi kalium (K+) dan rendah natrium (Na+).
Konsentrasi kalium 144 mEq/L dan natrium 13 mEq/L. Skala media
memiliki potensial istirahat sekitar 80 mV yang menurun dari basis ke
apeks. Potensial endokoklear ini dihasilkan stria vaskularis di dinding
lateral koklea.6,8
Membran basilaris adalah struktur fibrosa yang berlapis – lapis dari
lamina spiral pars osseus ke ligamen spiral. Elastisitas membran basilaris
bervariasi di sepanjang koklea dari kekakuan dan kelebarannya. Membran
basilaris tampak kaku dan sempit di daerah basis koklea. Pada daerah ini
merupakan daerah yang sensitif terhadap frekuensi tinggi. Sedangkan
ujung lain dari membran, yaitu pada apeks koklea, tampak lebih fleksibel
dan luas dan paling sensitif terhadap frekuensi rendah.7
Organ Corti merupakan rumah dari sel sensoris pendengaran.
Organ Corti terletak di sepanjang membran basilaris, dan menonjol dari
basis ke apeks koklea. Ukuran organ Corti bervariasi secara bertahap dari
basis koklea ke apeks koklea. Organ Corti terdiri atas sel – sel penyokong
dan sel – sel rambut. Sel rambut merupakan sel sensoris yang
menghasilkan impuls saraf dalam menanggapi getaran membran basilaris.
Di organ Corti terdapat 1 deret sel rambut dalam dan 3 sampai 5 deret sel
rambut luar. Ada sekitar 3500 sel rambut dalam dan 12000 sel rambut luar.
Sel – sel ini berbeda secara morfologi, bentuk dari sel rambut dalam
seperti botol dan ujung syarafnya berbentuk piala yang menyelubunginya,
sedangkan bentuk dari sel rambut luar seperti silinder dan ujung syarafnya
hanya pada basis sel yang terletak bebas di perilimfe pada organ Corti.8 Sel
12
rambut dalam dan luar ini memegang peranan penting pada perubahan
energi mekanik menjadi energi listrik. Fungsi sel rambut dalam sebagai
mekanoreseptor utama yang mengirimkan sinyal syaraf ke neuron
pendengaran ganglion spiral dan pusat pendengaran, sedangkan fungsi sel
rambut luar adalah meningkatkan atau mempertajam puncak gelombang
berjalan dengan meningkatkan aktivitas membran basilaris pada frekuensi
tertentu. Peningkatan gerakan ini disebut cochlear amplifier yang
memberikan kemampuan sangat baik pada telinga untuk menyeleksi
frekuensi, telinga menjadi sensitif dan mampu mendeteksi suara yang
lemah. Ujung dari sel rambut terdapat berkas serabut aktin yang
membentuk pipa dan masuk ke dalam lapisan kutikuler (stereosilia).
Stereosilia dari sel rambut dalam tidak melekat pada membran tektorial
dan berbentuk huruf U sedangkan stereosilia dari sel rambut luar kuat
melekat pada membran tektorial atasnya dan berbentuk huruf W.9
13
Gambar 2.8. Sel rambut, organ Corti dan sel rambut luar dan dalam dilihat
dengan mikroskop elektron.9
2.4. Fisiologi Pendengaran
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang ditransmisikan ke
liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga membran timpani
bergetar. Amplitudo getaran membran timpani sesuai dengan intensitas
bunyi. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran (maleus,
inkus, stapes) yang berhubungan satu sama lain. Ketika gelombang
mencapai basis stapes, ia akan menggetarkan fenestra ovale yang
merupakan perlekatan dari basis stapes ke koklea. Lalu getaran tersebut
akan mendorong cairan perilemfe pada skala vestibuli yang ada di koklea
di auris interna. Adanya pendesakan cairan perilimfe di skala vestibuli,
akan terjadi peningkatan tekanan di skala vestibuli tersebut. Tekanan ini
kemudian akan diteruskan ke skala timpani melalui helikotrema. Cairan
pada skala timpani ikut terdesak. Hal ini mengakibatkan tekanan pada
skala timpani meningkat, kemudian desakan cairan timpani akan
mendorong fenestra rotundum yang terdapat di sebelah lateral dari skala
timpani ke arah lateral. Karena sifat compliance/kelenturan fenestra
rotundum, maka setelah terdesak ke lateral, ia akan kembali ke posisi
semula sehingga tekanan akan terpantulkan kembali ke skala timpani,
helikotrema, kemudian ke skala vestibuli, begitu seterusnya. Getaran
diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe dan
membrana basilaris ke arah bawah. Puncak gelombang yang berjalan di
sepanjang membran basilaris yang panjangnya 35 mm tersebut, ditentukan
oleh frekuensi gelombang suara. Membran basilaris yang terletak dekat
telinga tengah lebih pendek dan kaku, akan bergetar bila ada getaran
dengan nada rendah. Hal ini dapat diibaratkan dengan senar gitar yang
pendek dan tegang, akan beresonansi dengan nada tinggi. Getaran yang
bernada tinggi pada perilimfe skala vestibuli akan melintasi membran
basilaris bagian basal. Sebaliknya nada rendah akan menggetarkan bagian
membran basilaris di daerah apex. Getaran ini kemudian akan turun ke
perilimfe skala timpani, kemudian keluar melalui foramen rotundum ke
14
telinga tengah untuk diredam (Ingber 2006). Membran basilaris
merupakan membran yang membatasi skala timpani dengan skala media.
Gerakan membran basilaris ke atas akan membengkokkan stereosilia ke
arah stereosilia yang lebih tinggi pada fase depolarisasi mengakibatkan
terjadinya peregangan pada serabut tip link di puncak stereosilia. Ketika
tip link meregang langsung membuka saluran mekanoelekrik transduksi
(MET) pada membran stereosilia dan menimbulkan aliran arus K+ ke
dalam sel sensoris. Aliran kalium timbul karena terdapat perbedaan
potensial endokoklea +80 mV dan potensial intraseluler negatif pada sel
rambut, sel rambut dalam -40 mV dan sel rambut luar -70 mV. Hal tersebut
menghasilkan depolarisasi intraseluler yang menyebabkan kation termasuk
kalium dan kalsium mengalir ke dalam sel rambut. Masuknya ion K+ akan
mengubah potensial listrik dalam sel rambut dan mendepolarisasi sel, pada
akhirnya sel rambut memendek dengan mempengaruhi motor sel rambut
luar atau prestin.7,9 Ketika membran basilaris bergerak turun, stereosilia
membengkok ke arah stereosilia yang terpendek pada fase hiperpolarisasi
mengakibatkan terjadinya pengenduran pada serabut tip link di puncak
stereosilia maka saluran MET akan tertutup. Bila stereosilia tegak lurus,
pembukaan saluran MET tak akan berpengaruh. Tip link ini seperti saluran
elastik yang bisa mengendalikan buka tutupnya saluran MET. Ion K+
keluar dari sel rambut luar ke dalam ruang ekstraseluler di sekitar sel
rambut luar kemudian masuk ke sel pendukung. Rangsangan suara diubah
menjadi getaran membran basilaris, dan mengarahkan pada pembukaan
dan penutupan saluran MET pada stereosilia kemudian menghasilkan
respon elektrokimia dan akhirnya akan mepresentasikan suara pada saraf
pendengaran.7,9 Serabut-serabut serabut saraf koklearis berjalan menuju
inti koklearis dorsalis dan ventralis. Sebagian besar serabut inti melintasi
garis tengah dan berjalan naik menuju kolikulus inferior kontralateral,
namun sebagian serabut tetap berjalan ipsilateral. Penyilangan selanjutnya
pada lemniskus lateralis dan kolikulus inferior. Dari kolikulus inferior
15
jaras pendengaran berlanjut ke korpus genikulatum dan kemudian ke
korteks pendengaran pada lobus temporalis.9
2.5. Gangguan Pendengaran
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural serta tuli campur
(mixed deafness). Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat
menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam
menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli
retrokoklea.3
World Health Organization (WHO) mengenai angka gangguan
pendengaran dan ketulian menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada
tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%) dari total penduduk dunia, tahun 2005
sekitar 278 juta (4,2%) dan mengalami peningkatan pada tahun 2013
menjadi sekitar 360 juta (5,3%) penduduk dunia, 328 juta penduduk (91%)
merupakan orang dewasa dan 32 juta (9%) adalah anak-anak.2
16
Gambar 11. Tekanan di berbagai lapisan bumi13
2. Tekanan Absolut
Tekanan absolut merupakan tekanan total yang dialami seorang
atau ATA.13
3. Tekanan Gauge
Seperti yang telah dijelaskan, tekanan hidrostatik pada pada penyelam
secara umum diukur dengan suatu tekanan atau depth gauge. Seperti alat
ukur yang telah dijelaskan tekanan pada permukaan laut dan mengabaikan
masing gas disebut sebagai tekanan parsial (bagian atas tekanan). Tekanan
campuran. Setiap gas memiliki proporsi yang sama dengan tekanan total
17
campuran, seperti proporsinya dalam komposisi campuran. Misalnya,
oksigen adalah 0,21 ATA dan udara pada 1 ATA mengandung nitrogen
air yang disebut sebagai squeeze, sedangkan barotrauma pada saat naik ke
tengah mengembang dan secara pasif akan keluar melalui tuba auditiva. Jika
perbedaan tekanan antara rongga telinga tengah dan lingkungan teralu besar, maka
tuba auditiva akan menciut. Untuk memenuhi regulasi tekanan yang adekuat,
terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dengan tekanan atmosfir yang besar
timbul perasaan penuh dalam telinga dan pada ekstensi maksimal berubah menjadi
nyeri.14
Pada saat pesawat mulai naik, akan terjadi perubahan tekanan udara yang
tiba-tiba, dimana akan timbul tekanan positif pada rongga telinga tengah dan
negatif pada bagian luar membran timpani. Hal ini akan menimbulkan penonjolan
keluar dari membrane timpani (bulging), sedangkan saat pesawat akan mendarat
akan terjadi keadaan yang sebaliknya akan timbul tekanan negatif pada liang
telinga tengah dengan tekanan positif pada bagian luar telinga akibatnya terjadi
18
eusthacius untuk dapat mengalirkan udara yang terperangkap di telinga tengah
Barotrauma telinga luar, tengah dan dalam. Barotrauma telinga ini bisa
Barotrauma telinga luar berhubungan dengan dunia luar, maka pada waktu
menyelam, air akan masuk ke dalam meatus akustikus eksternus. Bila meatus
akustikus eksternus tertutup, maka terdapat udara yang terjebak. Pada waktu
Peristiwa ini mulai terjadi bila terdapat perbedaan tekanan air dan tekanan udara
dalam rongga kanalis akustikus eksternus sebesar ± 150 mmHg atau lebih, yaitu
terjadi pada saat ascent maupun descent, baik penyelaman maupun penerbangan.
valsava yang dipaksakan. Bila terjadi perubahan dalam kavum timpani akibat
19
barotrauma maka daerah kavum timpani akan mengalami edema dan akan
menekan stapes yang terletak pada foramen ovale dan membran pada foramen
seperti paru-paru, usus, dan telinga. Namun, yang paling sering adalah
dan perbedaan tekanan. Jika blast shock wave berjalan dari satu
20
yang menghubungkan kedua medium, yang mengakibatkan perdarahan
tekanan puncak fase positif, lokasi ledakan, serta jarak korban terhadap
Insiden cedera ledakan primer juga lebih tinggi pada ledakan dalam
ruang tertutup.16
2. Cedera Pada Telinga/Cedera Pada Sistem Auditorius
Telinga merupakan organ yang paling sensitif mengalami
21
membran timpani. Perforasi membran timpani terutama terjadi pada
spesifik, barotrauma juga dapat ditemukan riwayat ventilasi tekanan positif yang
lebih keadaan sebagai berikut yaitu karies, inflamasi periapikal akut maupun
kronik, kista gigi residual, sinusitis, maupun riwayat operasi gigi dalam waktu
dekat. Riwayat infeksi telinga tengah maupun luar juga dapat menjadi penanda
barotrauma telinga tengah maupun luar. Pada sinus barotrauma biasanya pasien
pada sinus atau telinga tengah, penyakit dekompresi, dan emboli gas arteri.
Barotrauma yang terjadi pada saat penurunan disebut squeeze. Gejala Knilis pada
berikut:
1. Barotrauma saat turun (Squeeze) Telinga Luar
Barotrauma pada telinga luar dapat terjadi bila telinga bagian luar mengalami
obstruksi, sehingga volume gas tertutup yang ada akan dikompresi atau dikurangi
selama proses turun ke dalam air. Hal ini dapat terjadi pada pemakaian tudung
yang ketat, wax pada liang telinga, pertumbuhan tulang atau eksostosis atau
23
swelling dan hematom pada kulit yang melapisi saluran telinga bagian luar.
Kondisi seperti ini dapat ditemukan pada saat menyelam dengan kedalaman
sedikitnya 2 meter.13,22
adanya obstruksi pada telinga luar (seperti penutup telinga) dapat menimbulkan
suatu ruang udara yang dapat berubah volumenya sebagai respon terhadap
menurun dan menyebabkan membran timpani terdorong keluar (ke arah meatus
eksterna). Hal ini dapat menyebabkan nyeri dan perdarahan kecil pada membran
timpani.23
Blok atau obstruksi pada telinga luar mungkin dapat mencegah suatu
penyamaan tekanan saat menyelam. Oleh karena itu, penutup telinga tidak boleh
digunakan saat menyelam. Gejala yang ditemukan dapat berupa perdarahan pada
telinga luar hingga perdarahan pada membran timpani. Tidak ada terapi spesifik
yang diperlukan dan penyelamam dapat dilakukan kembali ketika jaringan telah
sembuh.24
24
Membran Timpani merupakan pembatas antara saluran telinga luar dan ruang
telinga tengah. Pada saat penyelam turun, tekanan air meningkat diluar gendang
telinga, untuk menyeimbangkan tekanan ini, maka tekanan udara harus mencapai
bagian dalam dari gendang telinga, melalui tuba eustakius. Ketika tabung
eustakius ditutupi oleh mukosa, maka telinga tengah memenuhi empat syarat
terjadinya barotrauma (adanya gas dalam rongga, dinding yang kaku, ruang
telinga akan terdorong ke dalam, awalnya akan terjadi penekanan gas yang
berada pada telinga tengah, sehingga pada batasan tertentu terjadi tekanan pada
telinga tengah lebih rendah dari tekanan air diluar, menciptakan vakum relatif
dalam ruang telinga tengah. Tekanan negatif ini menyebabkan pembuluh darah
pada gendang telinga dan lapisan pertama telinga tengah akan terjadi kebocoran
dan akhirnya dapat pecah. Jika terus menurun, selain pecahnya gendang telinga
yang menyebabkan udara atau air dapat masuk kedalam telinga tengah untuk
nyeri akibat terjadi peregangan pada gendang telinga. Rasa sakit sering dirasakan
dengan berhenti untuk menyelam yang lebih dalam dan segera naik beberapa
meter secara perlahan. Jika penyelaman ke bawah terus berlanjut, meskipun ada
rasa sakit, dapat terjadi pecahnya gendang telinga. Ketika pecah terjadi, nyeri
25
akan berkurang dengan cepat. Kecuali penyelam memakai pakaian diving dengan
topi keras, rongga telinga tengah dapat terkena air ketika pecahnya gendang
telinga tersebut. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi telinga tengah, dan
disarankan agar tidak menyelam sampai kerusakan yang terjadi sembuh. Pada saat
dalam. Barotrauma pada telinga tengah terjadi tidak harus disertai dengan
jaringan lunak berbentuk tabung yang berasal dari belakang hidung hingga ruang
telinga tengah. Kerusakan yang terjadi bergantung pada tingkat dan kecepatan dari
26
tekanan dan rasa nyeri. Pada tekanan yang lebih tinggi, tuba eustakius mungkin
tertutup oleh tekanan negatif dari telinga tengah. Hal ini dapat terjadi pada
kedalaman 3,9 kaki dibawah laut. Peningkatan yang lebih tinggi lagi dapat
terlalu terlihat pada kasus ini. Tergantung pada luas cederanya, pada otoskopi
dapat terlihat injeksi pembuluh darah atau perdarahan pada membran timpani,
kembali normal.24
3. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Dalam
Terjadi bila pada saat penyelam naik ke permukaan dengan cepat sehingga
tekanan pada membran timpani diteruskan pada tingkap bulat dan lonjong
sehingga meningkatkan tekanan telinga dalam. Ruptur tingkap bulat dan lonjong
dapat terjadi dan mengakibatkan gangguan telinga dalam sehingga gejala yang
pembuluh darah arteri labirin yang mensuplai darah pada koklea. Dimana fungsi
koklea sangat sensitif terhadap pembuluh darah yang memberi suplai ke koklea.
Adanya emboli pada arteri labirin yang mensuplai koklea akan mengganggu
27
fungsi dari koklea. Emboli, trombus, penurunan aliran darah atau vasospasme
tiba-tiba dan besar pada teling tengah dapat diteruskan ke telinga dalam,
vertigo berat dan ketulian. Terdapat dua mekanisme teori unutk menjelaskan
telinga dalam : implosif dan eksplosif. Pada teori implosif, tekanan diteruskan
pendengaran bergerak menuju telinga dalam pada tingkap lonjong. Tekanan ini
Jika penyelam melakukan manuver politzer dan tuba eustakius terbuka secara
sehingga tingkap bundar rusak. Sedangkan pada teori ekslosif, penyelam tidak
dengan cairan pada telinga dalam, maka tekanan ini akan diteruskan ke telinga
dalam, dan menyebabkan tingkap bundar ataupun tingkap lonjong telinga dalam
pecah.23,24
4. Barotrauma saat turun (Squeeze) Sinus Paranasalis
Barotrauma pada sinus terjadi bila pasase yang menghubungkan sinus dan
ruangan lainnya tertutup karena mukosa maupun jaringan. Gejala yang ditemukan
adalah adanya nyeri pada sinus yang terkena dan pendarahan dari hidung yang
28
Barotrauma yang terjadi pada saat penyelam naik dari kedalaman secara cepat
dapat terjadi dan mengakibatkan nyeri yang sama dengan squeeze. Sebagai
mengakibatkan kurangnya suplai darah pada nervus facialis karena tekanan pada
sampai 30 menit untuk gejala dapat terjadi, dan fungsi nervus facialis kembali ke
Gejala berupa tinnitus, vertigo dengan mual dan muntah, hilang pendengaran,
akan muncul ketika menyelam. Biasanya barotrauma telinga tengah telah terjadi,
tetapi membran timpani mungkin terlihat normal. Tuli berupa tuli sensorineural,
fisis secara umum harus dilakukan dengan menekankan pada telinga, sinus, dan
leher serta paru-paru, kardiovaskular, dan sistem neurologi. Inspeksi dan palpasi
29
ekstremitas, dan pergerakan sendi. Pada sinus, inspeksi mukosa nasal untuk polip,
perdarahan atau lesi. Palpasi dan transluminasi sinus untuk memeriksa adanya
perdarahan. Perkusi gigi atas dengan spatel untuk melihat adanya nyeri tekan pada
sinus. 29,28,30
Pada telinga inspeksi secara hati-hati membran timpani, lihat apakah ada
timpani. Pemeriksaan fisis dapat ditemukan retraksi, eritema, dan injeksi atau
perdarahan pada membran timpani. Gejala yang lebih berat berupa otitis,
dapat ditemukan penonjolan ringan ke arah luar atau ke dalam dari gendang
belakang gendang telinga. Palpasi untuk mencari nyeri tekan pada tuba eustakius.
29,28,30
Teed:29
30
2. Teed 1– kongesti sekitar umbo, terjadi ketika perbedaan tekanan 2 pound/inci 2
(PSI)
2-3 PSI
5. Teed 4– perdarahan luas pada telinga tengah disertai gelembung darah yang
6. Teed 5 – seluruh telinga tengah diisi oleh darah yang berwarna gelap
(deoksigenasi).
Pada gambar di atas, membran timpani tampak kebiruan karena ada darah
pada telinga tengah. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan untuk memventilasi
telinga tengah yang diikuti oleh fungsi abnormal dari tuba eustakius. Barotrauma
otitik biasanya terjadi pada saat pesawat mendarat atau pada penyelam. Tidak ada
pengobatan khusus pada kasus ini. Jika terdapat infeksi yang terkait pada
membantu.31
31
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita barotrauma adalah
1. Darah Lengkap
emboli gas.
5. PTA
PTA dilakukan untuk menentukan apakah terjadi tuli konduktif atau tuli
sensorineural.
6. Timpanometri
7. OAE
32
2.6 PENATALAKSANAAN
Penanganan prehospital dapat dipertimbangkan termasuk menstabilkan ABC
mempertahankan oksigenase dan perfusi yang adekuat. Pasien harus diberi aliran
oksigen yang besar dan infus dengan akses vena yang besar untuk memelihara
tekanan darah dan nadi. Intubasi dapat dilakukan pada pasien dengan jalan nafas
yang tidak stabil atau hipoksia persisten meski dengan oksigen 100%. Pipa
pasien dengan shok untuk memantau volume dan hidrasi pasien, juga pada pasien
DCS yang tidak dapat mengosongkan kandung kemih karena kerusakan saraf
meter (2,8 ATA) adalah pilihan utama pada banyak kasus PD (Penyakit
terapi diperpanjang sampai 100 menit dengan diselingi tiap 20 menit bernapas 5
menit udara biasa. Setelah ini dilakukan dekompresi dari 18 meter ke 9 meter
33
gelembung larut kembali dalam plasma sesuai Hukum Henry. O2 yang digunakan
oksigenasi jaringan yang rusak dan iskemik. Dalam kasus darurat yang jauh dari
Walaupun dapat dan telah dilakukan, mengenakan kembali alat selam dan
menurunkan penyelam di dalam air untuk rekompresi, namun cara ini tidak dapat
dirinya sendiri, tidak dapat dilakukan intervensi medis bila ia memburuk dan
terbatasnya suplai gas. Oleh karena ini usaha untuk mengatasi PD sering kali tidak
berhasil dan malahan beberapa pebderita lebih memburuk keadaannya. Bila terjadi
tuli mendadak akibat oklusi arteri labirin, sebaiknya dilakukan terapi hiperbarik.
Interval waktu Antara saat kejadian dan gejala sangat penting dalam pemberian
yang mendasari Toricelli yang digunakan untuk menentukan tekanan udara 1 atm
adalah 760 mmHg. Tekanan udara dalam komposisi unsur-unsur udara yang
terkandung di dalamnya mengandung nitrogen (N2) 79% dan Oksigen (O2) 21%.
34
mengandung oksigen (O2) 100%. Terapi hiperbarik juga didasarkan pada teori
mengelilingi tubuh manusia masuk ke tubuh melalui pertukaran gas. Fase fase
difusi. Dengan kondisi tekanan oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler
optimal.
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah perawatan medis di mana pasien
tinggi (ruang hiperbarik). Kondisi lingkungan HBOT dalam tekanan udara lebih
besar daripada tekanan di jaringan (1 ATA). Situasi ini dapat dialami oleh
seseorang pada saat menyelam atau di ruang udara bertekanan tinggi (RUBT)
yang dirancang baik untuk kasus penyelaman atau perawatan penyakit klinis.
Individu yang menerima pengobatan HBOT adalah suatu kondisi pada individu
yang berada di ruang tekanan tinggi (1 ATA) dan menghirup oksigen 100%.
kedalaman 33 kaki, tekanan akan naik 1 atm. Seorang ahli terapi hiperbarik,
Laksma Dr. dr. M. Guritno S, SMHS, DEA yang memiliki pengetahuan mendalam
tentang oksigen hiperbarik di Prancis selama lima tahun menjelaskan bahwa ada
dua jenis terapi hiperbarik, efek mekanis dan fisiologis. Efek fisiologis dapat
35
HBOT memiliki mekanisme untuk memodulasi nitric oxide (NO) dalam sel
endotel. Dalam sel-sel endotel ini juga meningkatkan faktor pertumbuhan endotel
dan bersama-sama dengan VEGF akan merangsang sintesis kolagen dalam proses
adalah untuk penyembuhan luka. Pada luka adalah bagian tubuh yang mengalami
edema dan infeksi. Pada bagian ini terdapat edema radikal bebas dalam jumlah
disimpulkan bahwa luka, HBOT berfungsi untuk menurunkan infeksi dan edema ..
Adapun cara HBOT pada prinsipnya diawali dengan pemberianO2 100%,
sekitar luka. Kondisi ini akan memicu peningkatan fibroblast, sintesis kolagen,
36
sehingga daerah tersebut akan mengalami reperfusi iskemia. Sebagai tanggapan,
akan ada peningkatan NO hingga 4-5 kali, disertai dengan pemberian oksigen
hiperbarik 2-3 ATA selama 2 jam. Hasilnya cukup memuaskan, yaitu luka
penyembuhan jaringan. Terapi ini adalah yang paling banyak dilakukan pada
pasien dengan diabetes mellitus yang memiliki luka yang sulit disembuhkan
keracunan karbon monoksida, emboli udara, gangren, infeksi jaringan lunak sudah
nekrotik, cangkok dan flap kulit, luka bakar, abses intrakranial dan anemia.
Prosedur pemberian HBOT dilakukan pada tekanan 2-3 ATA-90 dengan O2
efeksamping biasanyaakan sistem saraf pusat seperti onset mual, berkedut otot-
otot wajah dan perifer serta kejang. Sedang menurut Lorrain Smith, efek samping
digunakan untuk merawat pasien dengan dekompresi. Hingga saat ini fasilitas
37
- RSAL Halong, Ambon;
- RS Petromer, Sorong.
Terapi oksigen hiperbarik dilakukan di ruang hiperbarik (ruang hiperbarik)
dibagi menjadi dua, yaitu: Multiplace dan monoplace. Beberapa ruang dapat
digunakan untuk beberapa pasien pada saat yang sama, sedangkan di monoplace
hanya digunakan untuk pengobatan satu pasien saja. Tidak perlu menggunakan
masker atau sarung tangan di dalam ruangan kecuali dalam kasus keracunan
karbon monoksida atau penghirupan asap. Di dalam ruangan, pasien ruang dapat
melakukan aktivitas apa pun seperti mendengarkan musik, membaca, atau bahkan
oksigen 100% lebih besar dari tekanan oksigen murni terus menerus ke tubuh,
dengan tekanan 2 atmosfer absolut (ATA) hingga 3 ATA. Untuk perawatan luka
kaki air laut (FSW) - 13,7m air laut (MSW) atau 1:38 sesuai dengan bar atau 2, 36
(ATA). Dosis yang digunakan dalam pengobatan HBOT tidak boleh lebih dari 3
ATA karena tidak aman untuk pasien dengan status lemah selain terkait dengan
lamanya pengobatan diperlukan, juga mengatakan bahwa tekanan di atas 2,5 ATA
hingga 120 menit sekali atau dua kali sehari disesuaikan dengan kondisi jaringan
pengobatan (untuk kebugaran dan kecantikan) atau lebih sesuai dengan kondisi.
Pengobatan HBOT bekerja untuk:
38
1. Meningkatkan konsentrasi oksigen dalam jaringan di seluruh tubuh, bahkan
adalah salah satu anti-oksidan dalam pertahanan tubuh terhadap radikal bebas
dan bertujuan untuk mengatasi infeksi dengan meningkatkan kerja sel darah
yang dapat memberikan suatu disfungsi neurologik adalah 3 jam. Hal ini di
saat 3 sampai 5 jam setelah terjadi oklusi. Obat-obatan yang dapat diberikan
39
selama rekompresi adalah infuse cairan (dekstran, plasma) bila ada dehidrasi atau
syok, steroid (deksamethason) bila ada edema otak, obat anti pembekuan darah
(heparin), digitalis bila terjadi gagal jantung, anti oksidan (vitamin E, C, beta
telinga tengah, atau dengan melakukan perasat Valsava selama tidak terdapat
infeksi di jalan napas atas. Tetapi bila terdapat tanda-tanda ketulian dan vertigo,
pemberian steroid harus dimulai. Apabila cairan yang bercampur darah menetap di
yang kotor. Pasien dilarang untuk menyelam sampai telinga tengah sembuh dan
pasien dapat dengan mudah menyesuaikan tekanan pada telinga tengah. Jika
terjadi perforasi, pasien harus menunggu hingga perforasi sembuh dan membran
sampai gejala menghilang. Bila pasien menderita infeksi traktus respiratorius atas,
diindikasikan terapi serupa tetapi tuba eustakius tidak boleh diinflasi sampai
40
infeksi teratasi sempurna. Harus diberikan antibiotika bila terdapat faringitis atau
penyembuhan terjadi secara spontan, tetapi pasien dianjurkan diperiksa ulang dan
dicegah masuknya air ke dalam telinga sampai ia normal kembali. Bila pasien
tetap harus terbang dalam keadaan pilek, pasien dianjurkan minum preparat
3-4 jam pada penerbangan yang lama. Disamping itu ia dianjurkan membawa
lubang hidung tepat sebelum naiknya dan pada waktu mulai turunnya pesawat.
1,33.34
dikontrol dengan NSAIDs atau obat analgesik narkotik. Pada barotrauma telinga
tengah, pengobatan didasarkan pada skala Teed. Untuk kasus ringan (Teed 0-2) :
selama 3 hari) dan oral (pseudoephedrine 60-120 mg dua atau tiga kali sehari).
1,33.34
Untuk kasus Sedang (Teed 3-4) pengobatan sama dengan diatas, tapi dapat
ditambahkan dengan oral steroid, seperti prednisone 60 mg/hari selama 6 hari lalu
diturunkan hingga 7-10 mg per hari. Jika membran timpani ruptur atau air
Tylenol dengan kodein (asetaminofen 300 mg dengan kodein fosfat 30 mg) 1-2
41
Dokter umum dapat mendiagnosa dan mengobati gangguan ini dengan
ahli THT, dengan opsi bedah miringotomi, meskipun kebanyakan kasus membaik
secara spontan.35
2.7 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk barotrauma adalah adanya infeksi pada telinga
ataupun pada sinus. Penyakit infeksi dapat berupa otitis eksterna, otitis media
maupun sinusitis. Pada barotrauma, gejala yang muncul disertai dengan adanya
riwayat perubahan tekanan yang dialami oleh penderita baik oleh karena
menyelam ataupun riwayat bepergian dengan pesawat terbang. Selain itu, pada
2.8 KOMPLIKASI
2.9 PROGNOSIS
tapi umumnya dapat sembuh dalam dua atau tiga hari. Barotrauma biasanya
2.10 PREVENTIF
pada waktu pilek dan menggunakan teknik pembersihan yang tepat. Jika terasa
nyeri, agaknya tuba eustakius telah menciut. Yang harus dikerjakan jika ini terjadi
42
pada saat menyelam adalah hentikan menyelam atau naiklah beberapa kaki dan
mencoba menyeimbangkan tekanan kembali. Hal ini tidak dapat dilakukan jika
sedang terbang dalam pesawat komersial, maka perlu untuk mencegah penciutan
dekongestan semprot hidung atau oral.. Tindakan preventif terdiri atas nasal spray
Selain itu, usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu
BAB III
KESIMPULAN
yang tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara, yang diakibatkan oleh kegagalan
43
tuba eustachius untuk menyamakan tekanan dari bagian telinga tengah dengan
adekuat dan terjadi paling sering selama turun dari ketinggian atau naik dari
bawah air saat menyelam. Dapat terjadi saat menyelam dan saat penerbangan.
Manifestasi klinis yang timbul berupa nyeri pada telinga, rasa tidak nyaman pada
salah satu atau kedua telinga, penurunan pendengaran ringan, rasa penuh pada
telinga, pusing, hingga keluarnya cairan dari dalam telinga yang menunjukan
terjadi yaitu infeksi telinga akut, hilangnya pendengaran, ruptur atau perforasi dari
gendang telinga dan vertigo. Pada kasus yang ringan prognosis akan lebih baik
karena kondisi ini dapat sembuh dalam 2-3 hari, namun pada kasus yang berat
44
ALGORITMA PENANGANAN BAROTRAUMA
Terapi oksigen hiperbarik 3 jam pertama Terapi obat-obatan 3-5 jam berikutnya dengan:
Infus cairan (dextran, plasma) bila dehidrasi atau syok
Steroid (dexametasone) bila edema otak
Anti platelet (heparin)
Digitalis, bila terjadi gagal jantung
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams Boeis Higler. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. ECG, 1997.
2. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007.
3. Caisson disease of bone. Gregg PJ, Walder N. 2010.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3757375 (diakses 13 Februari 2019).
4. Decompression Sickness. 2011. http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/Caisson's+disease (diakses 13 Februai 2019)
5. Picture of ear anatomy. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002077.htm
6. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga, Hidung,
Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta FKUI, 2007: 10-14, 65-74.
7. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001.
h. 49-62
8. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam:
Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997:
88-118
9. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from
URL: http://www.pediatrics.org . (diakses 13 Februari 2019)
10. Aly, Rusly, dr. Barotrauma. Banda Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
2010;35-8.
11. Direction of Commander, Naval Sea Systems of Command. Mixed Gas Surface Supplied
Diving Operations in US Navy Diving Manual Revision 6. 2011; 180-199.
12. Tamiri T. Seigel J, Knupfer G, eds. Explosions in Encyclopedia of Forensic Science,
Three Volume Set. 2000: Academic Press; p. 732-734, 761-767
13. Edmonds, Carl MD, et al. Physics Diving Chapter 2 dalam Diving Medicine for SCUBA
Divers 5th Edition. Australia: National Library of Australia. 2013; 11-28.
14. Ajeng, Darmafindi dan Indriawati Ratna. Pengaruh Frekuensi Penggunaan Pesawat
Terbang dengan Kejadian Barotrauma. Yogyakarta: Bagian Fisiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2011.;1-6.
15. Ear Barotrauma. 2012; http://www.medtogo.com/ear-lung-barotrauma.html (diakses 13
Februari 2019)
16. Diah, E. Trauma Ledakan. Avalaible from URL http://www.localhost.com. (diakses 13
Februari 2019)
46
17. Centers for Disease Control and Prevention. Explosions and Blast Injuries: A Primer for
Clinicians. Updates June 14, 2006. Available on:
http://www.bt.cdc.gov/masscasualties/explosions.asp. (diakses 13 Februari 2019)
18. Leung SH, Cheung KY, Yau HH, Kam CW. Case Report : Blast Injury. Hon kong Journal
Of Emergency Medicine. 2002: 46-51.
19. Born, Departement of Orthopaedic Surgery, Rhode Islands Hospital, Brown University,
Medical Office Center. Blast Trauma: The Fourth Weapon of Mass Destruction. Updates
October 5, 2005. Available on: http://www.fimnet.fi/sjs/articles/SJS42005-279.pdf
20. Tamiri T. Seigel J, Knupfer G, eds. Explosions in Encyclopedia of Forensic Science,
Three Volume Set. 2000: Academic Press; p. 732-734, 761-767
21. Direction of Commander, Naval Sea Systems of Command. Mixed Gas Surface Supplied
Diving Operations in US Navy Diving Manual Revision 6. 2011; 180-199.
22. Edmonds, Carl MD, et al. Ear Barotrauma Chapter 9 dalam Diving Medicine for SCUBA
Divers 5th Edition. Australia: National Library of Australia. 2013; 90-107.
23. Bentz, BG. Barotrauma. American Hearing Research Foundation. 2012
24. Becker, G. Medical Aspect of Scuba Diving. Current concepts in otolaryngology. P. 40-54
25. Bailey, BT. Head & Neck Surgery Otolaryngology. Londong : Lippincott Williams &
Wilkins . 2006. P.4-5
26. Edmonds, Carl MD, et al. Sinus Barotrauma Chapter 10 dalam Diving Medicine for
SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of Australia. 2013; 108-112.
27. Mirza, S. etc. Otic Barotrauma from Air Travel. UK : The Journal of Laryngology &
Otology. 2005.
28. Lalwani, AK. Current Diagnosis & Treatment : Otolaryngology Head and Neck Surgery.
2nd Edition. NY: The McGraw Hill Companies. 2007. P. 57
29. Saputra, YE. Mekanisme Ledakan Bom. 20 Januari 2008. www.chemistry.org
30. MedlinePlus. Ear Barotrauma.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001064.htm (diakses 13 Februari 2019)
31. Metin, TO. Diagnosis in Othorhinolaryngology- An Illustrated Guide. Turkey : Springer.
2009. P. 33: Sciencers Publisher; 2010
32. Shebert P, Comparative High Pressure Biology, New Hampshire USA
33. DePalma RG, Burris DG, Champion HR, et all. Blast Injuries. Updates March 32, 2005.
Available on: N Engl J Med 2005; 352:1335-1342. www.nejm.org (diakses 13 Februari
2019)
34. Ballenger, JJ. Etc. Ballenger’s Otorhinolaryngology: Head and Neck Surgery. USA:
PMPH-USA. 2009. P. 215-6
35. Menner, AL. A Pocket Guide to The Ear. New York : Thieme Stuttgart. 2003. P. 85
47