You are on page 1of 11

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM DASAR-DASAR EKOLOGI


ACARA V
PENGENALAN EKOSISTEM HUTAN

Disusun oleh

1. Muhammad Iqbal P. (18/430470/PN/15787)


2. Adi Sudarmaji (18/430511/PN/15828)
3. Noviani Dwi Ulya (18/430520/PN/15837)
4. Okty Aisyah (18/430538/PN/15855)
5. Elleazar Immanuel M (18/430526/PN/15843)
6. M.Hanifaturrohmah (18/431986/PN/15880)

Gol/Kel : A4/6

Asisten : 1. Bima Hadiayompamungkas’


2. Marcel Tuah P.P.
3. Nidha Nikmah Choirunnisa

LABORATORIUM MANAJEMEN PRODUKSI TANAMAN

SUB LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
I. PENDAHULUAN

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antar


makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekologi hutan adalah cabang dari
ekologi yang mempelajari tentang ekosistem hutan. Ekosistem adalah suatu
satu kesatuan yang terdiri dari semua organisme disuatu tempat yang saling
berinteraksi dengan lingkungan fisik. Sehingga ekosistem hutan adalah
kumpulan dari komponen biotik dan abiotik yang berkaitan satu sama lain
dan saling berinteraksi sehingga membentuk suatu unit fungsional. Apabila
terjadi perubahan pada salah satu komponen maka akan menyebabkan
perubahan pada komponen lainnya. Perubahan yang terjadi dapat
mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada baik dalam kesatuan struktur
maupun fungsional. Ekosistem terdapat dua macam,yaitu ekosistem terestrial
(daratan) dan akuatik. Ekosistem hutan termasuk dalam ekosistem
terestrial.Keberadaan ekosistem hutan memiliki peran yang penting dalam
pemanasan global yang terjadi di bumi. Deforestasi dan degradasi hutan dapat
menyebabkan emisi karbon ke atmosfer yang akan mempengaruhi perubahan
iklim dan lingkungan (Lu et.al 2014). Oleh karena itu kelestarian ekosistem
hutan perlu dijaga agar dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap
lingkungan.
Pengenalan terhadap ekosistem hutan dapat dilakukan dengan cara
mengidentifikasi hubungan timbal balik antara komponen biotik dan abiotik
didalamnya,selain itu rantai makanan,daur materi, dan arus energi yang
terjadi didalamnya sehingga mempengaruhi komponen penyusunnya.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari
komponen-komponen penyusun ekosistem hutan dan untuk mengetahui
perbedaan komponen penyusun ekosistem hutan dengan ekosistem lainnya.
II. PEMBAHASAN

Pada pengamatan ekosistem hutan Wanagama dilakukan pada hari


sabtu, 16 Maret 2019. Hutan Wanagama termasuk dalam ekosistem terestrial.
Hutan Wanagama I dinilai sebagai salah satu contoh suksesi hutan hasil
rehabilitasi lahan kritis di Indonesia. Awalnnya,Wanagama merupakan bukit
gundul yang gersang dan tandus (Purnomo dan Usmadi,2017). Berdasarkan
hasil pengamatan yang telah dilakukan hutan Wanagama terdiri dari faktor
biotik berupa flora seperti pohon melinjo (Gnetum genom),pohon mahoni
(Swietenia mahagoni),lumut (Bryopsida), Bandotan (Angeratum
conyzoides L.) ,rumput-rumputan,dan paku-pakuan (Filicophyta).
Sedangkan faktor biotik berupa fauna terdiri dari nyamuk (Culicidae),siput
(Gastropoda),burung (Aves),ulat (Spodoptera sp.),lebah (Anthopila),dan
lipan (Scolopendra). Faktor abiotik terdiri dari cahaya
matahari,udara,tanah,suhu,kelembapan,dan batuan.
Cahaya matahari adalah sumber tenaga bagi semua organisme di
bumi. Tumbuhan hijau memerlukan cahaya matahari untuk fotosintesis yang
akan menghasilkan energi berupa karbohidrat dari bahan CO2 dan air.
Udara mengandung gas oksigen yang dimanfaatkan oleh makhluk
hidup untuk bernafa,sedangkan tumbuhan memanfaatkan gas
karbondioksida di udara untuk proses fotosintesis. Selain itu udara
menyediakan unsur hara yang dapat diserap tanaman melalui proses tertentu
seperti nitrogen.
Tanah berfungsi sebagai tempat hidup semua organisme yang ada di
bumi. Tanah merupakan sumber nutrisi bagi organisme,karena di dalam
butir-butir tanah terdapat makanan bagi organisme. Warna tanah dapat
menentukan tingkat kesuburan tanah. Hal ini dapat dilihat apabila tanah
berwarna coklat kehitaman maka banyak mengandung bahan organik yang
subur dan cocok untuk menanam tumbuhan.
Kelembapan udara laju transpirasi pada tanaman. Apabila kelembapan
udara rendah maka transpirasi akan meningkat. Hal ini memacu akar untuk
menyerap lebih banyak air dan mineral dari dalam tanah. Meningkatnya
penyerapan nutrien oleh akar akan meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Pada daerah dataran tinggi akan memiliki kelembapan yang lebih tinggi
daripada daerah dataran rendah (Raharjeng,2015). Kelembapan di hutan
Wanagama mencapai 80% karena terletak di daerah dataran tinggi.
Suhu suatu lingkungan akan mempengaruhi bentuk ekosistem yang
terdapat di dalamnya. Suhu optimum adalah suhu yang paling ideal untuk
pertumbuhan dan kehidupan makhluk hidup,sedangkan suhu minimum
adalah suhu paling rendah bagi makhluk hidup untuk bertahan hidup. Suhu
0
di hutan Wanagama mencapai 26 C.
Selain itu terdapat komponen abiotik berupa batuan. Komponen biotik
yang terdapat di dalam ekosistem hutan akan menjadi pelaku terjadinya arus
energi dan daur materi di hutan Wanagama.
Daur materi adalah siklus perubahan dan perpindahan materi yang
terjadi dalam suatu rantai makanan. Daur materi terdiri dari daur
karbon,daur oksigen, daur nitrogen,daur air,sulfur,dan fosfor (Laili

dkk,2016). Materi berupa H2O atau air dan CO2 atau karbondioksida akan
diserap oleh tumbuhan menjadi energi berupa karbohidrat melalui proses
fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Reaksi fotosintesis secara
sederhana seperti berikut :
6 H2O + 6 CO2 C6H12O6 + 6 O2
Materi tersebut akan berpindah dari makhluk hidup yang satu dengan
yang lain dan suatu saat akan kembali ke bumi. Setelah mengalami berbagai
proses dan akan kembali menjadi H2O dan CO2,materi yang ada dapat
dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan hijau untuk proses
fotosintesis,selanjutnya akan memasuki tubuh organisme lain, terus
menerus,membentuk siklus.
Siklus yang terjadi di hutan wanagama adalah siklus oksigen.

sumber : google.com

Siklus oksigen di dalam ekosistem merupakan perpindahan senyawa


oksigen yang ada di atmosfer. Faktor utama pendukung terjadinya siklus

oksigen adalah proses fotosintesis. Dalam proses fotosintesis senyawa H 2O

dan CO2 diubah menjadi oksigen dan glukosa. Oksigen hasil fotosintesis
akan masuk ke atmosfer dan menggantikan oksigen yang digunakan oleh
organisme. Oksigen yang ada di atmosfer diserap oleh organisme melalui
respirasi dan pembusukan. Pada saat terjadi peristiwa respirasi dan
pembusukan terjadi proses penyerapan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida. Pada ekosistem hutan terjadi proses fotosintesis oleh
tanaman seperti rumput-rumputan,pohon mahoni ataupun melinjo lalu akan
menghasilkan oksigen dan glukosa. Oksigen hasil fotosintesis akan
dimanfaatkan oleh komponen flora dan fauna yang lain untuk proses
respirasi dan pembusukan yang dilakukan oleh dekomposer. Oksigen selain
diproduksi oleh tanaman yang berfotosintesis juga dihasilkan dari
pemecahan O3. Pemecahan O3 menjadi O2 sudah menjadi keseimbangan
alam,namun pada kondisi tidak normal pemecahan O3 dipercepat dengan
adanya senyawa CFC dan sejenisnya mengakibatkan terjadi penipisan O3 di
atmosfer. Penipisan O3 pada lapisan ozon yang berlebihan berdampak pada
sinat ultra violet matahari langsung mengenai permukaan bumi
(Cahyono,2017).
Energi bergerak melalui komunitas suatu ekosistem dalam satu arah
tunggal dengan memanfaatkan suatu rantai (jarring-jaring) makanan dimana
terdapat yang memakan,yang dimakan,dan kombinasi keduanya. Populasi
memperoleh suatu peran ‘okupasional’ dalam ekosistem dalam pengertian
hubungannya dengan keseluruhan aliran energi (makanan) dalam rantai
makanan. Produsen adalah kelompok pertama dalam rantai
makanan,biasanya terdiri dari tumbuhan-tumbuhan hijau,yang
mengkonversi sebagian energi dari matahari (melalui fotosintesis) mennjadi
molekul-molekul organik yang digunakan dan disimpan dalam jaringannya.
Konsumen adalah hewan-hewan yang memakan tumbuh-tumbuhan hujai
dan juga memakan satu sama lain. Konsumen primer adalah herbivore,yang
memakan tumbuh-tumbuhan produsen primer. Konsumen sekunder
memakan konsumen primer,diikuti oleh konsumen tersier, kuartener, dan
seterusnya dalam rantai makanan. Dekomposesr (pengurai) berupa
bakteri,fungi,tumbuhan,atau hewan yang memakan organisme mati dan
melepaskan zat-zat organik yang dihasilkan dari organisme itu ke rantai
makanan (Fried and Hademenos,2006). Rantai makanan yang terjadi pada
ekosistem hutan Wanagama adalah sebagai berikut :

RUMPUT
SIPUT

DEKOMPOSER

BURUNG
Rumput berfungsi sebagai produsen yang dapat melakukan
fotosintesis, siput berperan sebagai konsumen tingkat pertama yang
mendapatkan energi dari rumput sebagai produsen,sedangkan burung
berperan sebagai konsumen tingkat kedua yang memangsa
siput,sedangkan dekomposer berfungsi sebagai pengurai yang akan
memakan organisme yang mati untuk melepaskan zat organik yang ada
didalamnya.

pH (potensial Hydrogen) adalah skala ukuran yang digunakan


untuk mengukur aktivitas ion hidrogen (pembentuk asam) dalam tanah.
Kondisi pH tanah adalah satu dari sejumlah kondisi lingkungan yang
mempengaruhi kualitas pertumbuhan tanaman. Tanah yang mendekati
pH netral atau sedikit asam, umumnya dianggap ideal untuk
kebanyakan tanaman. pH yang terdapat di hutan wanagama berkisar
antara 6,5 – 7,5. Ph tersebut sangat baik dalam perkembangan dan
pertumbuhan tumbuhan yang terdapat di hutan wanagama.

Sebuah ekosistem didefinisikan sebagai komunitas makhluk hidup


dan non-hidup yang bekerja sama. Ekosistem tidak memiliki batas
yang jelas, dan mungkin sulit untuk melihat di mana satu ekosistem
berakhir dan yang lain dimulai. Dalam rangka untuk memahami apa
yang membuat setiap ekosistem yang unik, perlu melihat faktor-faktor
biotik dan abiotik dalam diri ekosistem. Faktor biotik adalah semua
organisme yang hidup dalam suatu ekosistem. Faktor biotik Ini
mungkin tumbuhan, hewan, jamur, dan setiap makhluk hidup lainnya.
Faktor abiotik adalah semua hal-hal tak-hidup dalam ekosistem.

Faktor abiotik datang dalam bentuk semua jenis dan dapat


bervariasi diantara ekosistem yang berbeda. Misalnya, faktor abiotik
yang ditemukan di ekosistem perairan mungkin hal-hal seperti
kedalaman air, pH, cahaya matahari, kekeruhan (kekeruhan jumlah
air), salinitas (konsentrasi garam), nutrisi yang tersedia (nitrogen,
fosfor, dll) dan oksigen yang terlarut (jumlah oksigen terlarut dalam
air). Variabel abiotik yang ditemukan di ekosistem darat dapat
mencakup hal-hal seperti hujan, angin, temperatur, ketinggian, tanah,
polusi, nutrisi, pH, jenis tanah, dan sinar matahari. Sedangkan faktor
biotik meliputi produsen , konsumen , dan pengurai.

Pada ekosistem hutan , identik dengan beraneka ragam jenis flora.


Berdasarka hasil pengamatan di hutan wanagama , flora yang
mendominasi adalah pohon mahoni . Dibalik banyaknya pohon mahoni
yang tumbuh , ternyata pohon mahoni memiliki manfaat dalam
ekosistem hutan wanagama yaitu dapat mengurangi polusi udara
sekitar 47% - 69% sehingga disebut sebagai pohon pelindung sekaligus
filter udara dan daerah tangkapan air. Daun-daunnya bertugas
menyerap polutan-polutan di sekitarnya. Sebaliknya, dedaunan itu
akan melepaskan oksigen (O2) yang membuat udara di sekitarnya
menjadi segar. Ketika hujan turun, tanah dan akar-akar pepohonan itu
akan mengikat air yang jatuh, sehingga menjadi cadangan air.

Dominansi flora pada ekosistem lainnya misalnya pada ekosistem


pesisir pantai yang dilakukan pengamatan di Pantai Samas, Bantul,
Yogyakrta . Pada ekosistem ini , flora yang mendominasi adalah
tanaman cemara udang . Dominansi tanaman cemara udang di pesisir
pantai lebih ditekankan pada fungsinya yaitu berfungsi untuk menahan
tsunami dan untuk memecah angin pantai. Oleh karena itu, tanaman
cemara udang lebih banyak terdapat di daerah pesisir pantai.
III. PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum Pengenalan


Ekosistem Hutan adalah:

1. Banyaknya jenis organisme yang terdapat pada ekosistem hutan lebih


beragam dibandingkan dengan ekosistem lahan pesisir pantai.
2. Komponen abiotik sangat menentukan kelangsungan hidup suatu
ekosistem, karena sangat mempengaruhi proses-proses biologis, kimia,
maupun fisik pada masing-masing ekosistem tersebut.
3. Yang termasuk ke dalam komponen abiotik adalah suhu, intensitas
cahaya, ketinggian tempat, jenis tanah, pH tanah, kesuburan tanah,
kelembaban, kemiringan, curah hujan, dan warna tanah.
4. Tiap-tiap organisme yang terdapat pada ekosistem hutan dan ekosistem
padang rumput mempunyai peranannya masing-masing.
5. Komponen ekosistem yang lengkap harus mencakup produsen,
konsumen, pengurai, dan komponen abiotik.
6. Hubungan antara organisme yang satu dengan organisme yang lainnya
dan semua komponen lingkungannya sangat kompleks dan bersifat
timbal balik.
7. Ekosistem sendiri mempunyai keteraturan sebagai perwujudan dari
kemampuan ekosistem untuk memelihara diri sendiri, mengatur diri
sendiri, dan dengan sendirinya mengadakan keseimbangan kembali
yang disebut dengan homeostatis.

III.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa hutan merupakan


tempat tinggal bagi banyak organisme yang saling berinteraksi membuat
suatu ekosistem. Maka kita sebagai mahluk sosial jangan pernah
merusakhutan sembarangan karenaakan merusak suatu ekosistem.
Ekosistem yang rusak suatu saat akan menimbulkan bencana bagi diri kita
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono,T.2017. Penyehatan Udara.Penerbit ANDI,Yogyakarta.

Fried,G.H. and Hademenos, G.J.2006.Schaum’s Outlines of Theory and Problems


of Biology (Schaum’s Outlines Biologi, alih bahasa : Damaring). Edisi
Kedua. Erlangga,Jakarta.

Laili,N.,H. Noviani,Wahyudi.2016. Aliran energi dan daur materi. Universitas


Islam Negeri Ar-Raini. Aceh . Halaman : 3-4.

Lu,D.,Q. Chen,G. Wang,L. Liu,G. Li,and E. Moran. 2014. A survey of remote


sensing-based aboveground biomass estimation methods in forest
ecosystem. International Journal of Digital Earth.9(1) : 63-105.

Purnomo, D.W. dan D. Usmadi. 2017. Pengaruh struktur dan komposisi vegetasi
dalam menentukan nilai konservasi kawasan rehabilitasi di hutan Wanagama
I dan sekitarnya. Jurnal Biologi Indonesia. 8(2) : 255-267.

Raharjeng,A.R.P.2015.Pengaruh faktor abiotil terhadap hubungan kekerabatan


tanaman Sansiviera trifasciata L. Jurnal Biota. 1(1) : 33-41.
Dokumentasi

You might also like