You are on page 1of 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ruang lingkup perusahaan minyak dan gas banyak sekali
mengandung potensi bahaoya kebakaran dan peledakan, dimana
konsekuensi apabila terjadi kondisi kebakaran, peledakan akan
mempengaruhi semua kegiatan proses produktifitas dan aktifitas
perusahaan. Kegagalan dalam mengendalikan potensi-potensi bahaya di
industri minyak dan gas akan menimbulkan kerugian sangat besar terhadap
fasilitas yang ada maupun jiwa manusia, jika sistem keselamatan
perusahaan tidak optimal (Pertamina, 2015)
Konsekuensi apabila terjadi kondisi kebakaran, peledakan akan
mempengaruhi semua kegiatan proses produktifitas dan aktifitas
perusahaan. Kegagalan dalam mengendalikan potensi-potensi bahaya di
industri minyak dan gas akan menimbulkan kerugian sangat besar terhadap
fasilitas yang ada maupun jiwa manusia, jika sistem keselamatan
perusahaan tidak optimal. Untuk menjaga perusahaan tetap menjalankan
kegiatannya dan terhindar dari potensi-potensi bahaya tersebut, maka perlu
dibuat sistem perencanaan, pencegahan dan penanggulangannya.

Bahaya yang ada ditempat kerja dapat mengakibatkan kecelakaan


kerja yang menjadi sebab hambatan-hambatan langsung dan kerugian secara
tidak langsung, yaitu kerusakan mesin dan peralatan kerja dan terhentinya
proses produksi untuk beberapa saat. Oleh karena itu, bahaya-bahaya yang
ada ditempat kerja harus secepat mungkin dihilangkan atau dikendalikan
dengan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang ada di
perusahaan (Suma’mur, 1996).
Untuk menjaga perusahaan tetap menjalankan kegiatannya dan
terhindar dari potensi-potensi bahaya tersebut, maka perlu dibuat sistem
perencanaan, pencegahan dan penanggulangannya. Berdasarkan UU No.1
tahun 1970 disebutkan syarat-syarat keselamatan kerja yang salah satunya

1
2

untuk mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran dan mencegah


serta mengurangi bahaya peledakan, juga disebutkan untuk memberi
kesempatan atau jalan penyelamatan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-
kejadian lain yang berbahaya.

Salah satu aspek keselamatan kerja yang sangat penting adalah


emergency sistem atau sistem tanggap darurat. Besar kecilnya kerugian yang
dapat diakibatkan oleh suatu keadaan darurat industri sangat tergantung
pada keputusan, kecepatan, ketepatan dan keamanan dari tindakan yang
dilakukan. Oleh sebab itu maka persiapan dan antisipasi dari perusahaan
sendiri terhadap semua kemungkinan keadaan darurat dalam fasilitasnya
sangat diperlukan. Persiapan-persiapan yang dilakukan tentunya harus
mencakup segala sumber daya yang ada baik manusia, peralatan maupun
sistem produksi yang ada (Sauter,et,al, 1990).

Pembuatan perencanaan emergency sistem yang lengkap dan benar


adalah sangat penting didalam suatu industri untuk bisa memperkecil kerugian
bila emergency sistem tersebut terjadi kapan saja dan dimana saja dalam
daerah industri. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka emergency
response plan merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari sistem
manajemen keselamatan perusahaan. Program emergency response plan
kebakaran merupakan suatu program untuk penanggulangan kebakaran yang
berperan penting selama kejadian maupun setelah terjadi keadaan darurat
yang diperlukan untuk menyelamatkan dan mengurangi kerugian perusahaan
(Pujiasih, S. 2000).

A. Tujuan
1. Mengetahui kegiatan di PT Pertamina TBBM Boyolali.
2. Mengetahui implementasi Keselamatan Kerja di PT Pertamina TBBM
Boyolali
C. Manfaat
1. Bagi Praktikan
a. Mahasiswa mengetahui kegiatan yang ada di PT Pertamina TBBM
Boyolali
3

b. Mahasiswa mengetahui implementasi Keselamatan kerja di PT


Pertamina TBBM Boyolali
c. Mahasiswa mampu menganalisis penelapan keselamatan kerja di
PT Pertamina TBBM Boyolali
2. Bagi Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja:
a. Menambah referensi bagi perpustakaan Diploma 4 Keselamatan
dan Kesehatan Kerja..
b. Mempererat hubungan dengan PT Pertamina TBBM Boyolali
c. Memperoleh link baru untuk menempatkan lulusan D4 K3.
d. Mendapatkan referensi baru berupa Hard File dari laporan yang
dikumpulkan mahasiswa.
.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Tempat Kerja
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja pada Bab I pasal 1 ayat 1, "Tempat Kerja"
ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tempat kerja
untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-
sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2 termasuk tempat
kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang
merupakan bagian-bagian atau berhubung dengan tempat kerja tersebut.
2. Bahaya (Hazard)
Bahaya adalah sumber atau situasi yang mempunyai daya potensial
untuk mengakibatkan cidera atau gangguan kesehatan, kerusakan alat,
kerusakan lingkungan tempat kerja atau kombinasi dari hal-hal tersebut
Cross (1998). Sedangkan menurut Dzulkifli (2005) Bahaya adalah faktor
intrinsik yang melekat pada sesuatu baik barang atau kondisi. Bahaya
sebenarnya tidak dapat menimbulkan dampak/konsekuensi atau tidak
berkembang menjadi accident tanpa adanya kontak /eksposure dengan
struktur baik berupa badan manusia maupun peralatan (Cross, 1998)
Potensi bahaya merupakan suatu keadaan yang memungkinkan atau
berpotensi terhadap terjadinya kejadian kecelakaan berupa cidera,
penyakit, kematian, kerusakan, atau kemampuan melaksanakan fungsi
operasional yang telah ditetapkan (Tarwaka, 2008).
3. Kebakaran
Menurut Depnakertrans, kebakaran adalah api yang tidak
dikehendaki. Api tersebut dapat berupa api yang kecil maupun besar,
selama
keberadaannya tidak dikehendaki, maka api tersebut disebut kebakaran.

4
5

Menurut NFPA, kebakaran merupakan peristiwa oksidasi dimana


bertemunya 3 buah unsur, yaitu bahan yang dapat terbakar, oksigen yang
ada dalam udara dan sumber energi atau panas yang berakibat
menimbulkan kerugian harta benda, cidera dan bahkan kematian.
Sedangkan menurut Tarwaka (2012) kebakaran merupakan
bencana atau petaka yang paling sering dihadapi dan bisa digolongkan
baik sebagai bencana alam ataupun bencana yang disebabkan oleh
perbuatan manusia itu sendiri.
4. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan (accident) adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan
yang meningkatkan bahaya fisik terhadap seseorang atau kerusakan pada
harta benda dan biasanya akibat dari terkena suatu sumber energi
misalnya: mekanik, listrik, dan lain-lainnya (PT. Freeport Indonesia,
1995).
Sedangkan kecelakaan menurut Suma’mur (1996) Kecelakaan
adalah kejadian yang tidak terduga tidak diharapkan. Tidak terduga oleh
karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-
lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan karena peristiwa
kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling
ringan sampai yang paling berat.
Ada berbagai macam teori penyebab terjadinya suatu kecelakaan,
salah satunya adalah teori domino yang dikemukakan oleh Heinrich (1998)
dan disempurnakan oleh Bird and Germain (2001) menyatakan bahwa
suatu kecelakaan tidak datang dengan sendirinya. Terjadinya kecelakaan
merupakan hasil dari tindakan dan kondisi yang tidak aman dan kedua hal
tersebut selanjutnya akan tergantung pada seluruh macam faktor.
Gabungan dari berbagai faktor inilah dalam kaitan urut-urutan tertentu
akan menyebabkan kecelakaan.
5. Keadaan Darurat
Menurut industri, Keadaan Darurat adalah kejadian yang tidak
diinginkan di dalam daerah atau unit itu sendiri yang disebabkan oleh
6

sesuatu dari dalam atau luar, dimana sumber daya manusia dan sarana dari
unit tersebut mampu untuk menanggulangi akibat dari kondisi yang tidak
normal itu dengan prosedur yang ada. Keadaan darurat dapat didefinisikan
sebagai sebuah sub rangkaian dari semua kejadian-kejadian yang
mengancam jiwa manusia, kesehatan, harta benda dan/atau lingkungan dan
dengan demikian menciptakan sebuah kebutuhan untuk ditanggapi dan
diatasi. Tanggung jawab utama dari tanggap darurat adalah merencanakan
suatu tindakan menuju kearah pencegahan sebelumnya terjadinya
peningkatan ke kondisi krisis. Tidak akan ada waktu untuk merencanakan
detail tindakan ketika terjadinya keadaan darurat (Pertamina (Persero),
2010).
6. Pre Fire Planning
Pre-fire planning merupakan kegiatan tertentu atau khusus dimana
dilakukan berdasarkan survey, penggalian fakta-fakta temuan lapangan,
analisa yang sistematis, dan mendalam, tata urutan pengerjaan yang runut
serta adanya fasilitas yang memadai. Adanya pre-fire planning ini akan
membuat pihak emergency response team perusahaan lebih siap dalam
menghadapi kebakaran. Dengan Pre-Fire planning ini dapat diperkirakan
kondisi terburuk yang mungkin terjadi dan bagaimana langkah-lankah
penanggulangannya. Response time akan lebih efektif lagi, sehingga dapat
meminimalisir kerugian dan dampak yang ditimbulkan. Selain itu akan
dicapai operasi penanggulangan yang efektif, efisen dan cepat
(Brunacini,1995).
7. Pelaksanaan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran
a. Tujuan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran
Menurut Kelly pada tahun 1989, dalam pembuatan emergency respon
plan ini terdapat beberapa tujuan, yaitu :
1) Mencegah cidera atau korban jiwa
2) Mengurangi kerugian atau kerusakan harta benda
dan lingkungan
3) Menjamin kelangsungan operasional perusahaan
7

4) Untuk mengidentifikasi Emergency Scenario


5) Untuk mengidentifikasi tugas dan perlengkapan yang diperlukan
untuk penanggulangan
6) Untuk menentukan suatu organisasi penanggulangan yang
lengkap dan baik
7) Memberikan pedoman dalam melakukan latihan dan training.
b. Unsur Unsur Terjadinya Kebakaran
Menurut National Fire Protection Association (NFPA), kebakaran tidak
terjadi begitu saja. Ada tiga elemen yang menjadi penyebabnya, antara
lain:
1) Oksigen
a) Normalnya udara mengandung oksigen 20%
b) Dapat dilepaskan oleh zat kimia pengoksidasi seperti pupuk nitrat.
2) Bahan bakar
Dapat berupa bahan apa saja yang dapat terbakar:
a) Dalam bentuk padat, semakin kecil bentuknya, semakin
mudahlah bahan tersebut menyala
b) Dalam bentuk cair, semakin rendah titik nyalanya, semakin
mudahlah bahan tersebut menyala
c) Dalam bentuk gas dengan konsentrasi yang diperlukan dalam
batas penyalaan.
3) Penyalaan
Yang disebabkan oleh berbagai sumber yang akan menaikkan
temperatur di atas titik nyala atau titik pencetusan, meliputi:
a) Puntung rokok
b) Percikan listrik dan hubungan singkat
c) Listrik statik
d) Perlengkapan yang memanas dan bantalan yang mengalami panas
berlebihan
e) Pipa pemanas
f) Percikan api dari operasi pengelasan dan pembakaran.
c. Penyebab Kebakaran
Menurut Departemen Tenaga Kerja, terdapat 3 faktor terjadinya
kebakaran, yaitu:
1) Faktor Manusia
8

Manusia sebagai faktor penyebab terjadinya kebakaran, antara


lain:
2) Faktor Pekerja
a) Tidak mau tahu atau kurang mengetahui prinsip dasar
pencegahan kebakaran
b) Menempatkan barang atau menyusun barang yang mudah
terbakar tanpa menghiraukan norma-norma pencegahan
kebakaran
c) Pemakaian tenaga listrik yang berlebihan
d) Kurang memiliki rasa tanggung jawab atau adanya unsur
kesengajaan
3) Faktor Pengelola
a) Sikap pengelola yang tidak memperhatikan keselamatan kerja
b) Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pekerja
c) Sistem dan prosedur kerja tidak diterapkan dengan baik
terutama dalam kegiatan penentuan bahaya dan penerangan
bahaya
d) Tidak adanya standar atau kode yang dapat diandalkan.
4) Faktor Teknis
a) Melalui proses fisik atau mekanis seperti timbulnya panas
akibat kenaikan suhu atau timbulnya bunga api terbuka
b) Melalui proses kimia, yaitu terjadinya suatu pengangkutan,
penyimpanan, penanganan barang atau bahan kimia berbahaya
tanpa memperhatikan petunjuk yang telah ada (MSDS)
c) Melalui tenaga listrik karena hubungan arus pendek sehingga
menimbulkan panas atau bunga api dan dapat menyalakan atau
membakar komponen lain.
5) Faktor Alam
a) Petir adalah salah satu penyebab terjadinya kebakaran
b) Letusan gunung berapi dapat menyebabkan kebakaran hutan
dan juga perumahan yang dilalui oleh lahar panas.
d. Peristiwa-Peristiwa Penyebab Kebakaran
Menurut Suma’mur (1987) peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan
terjadinya kebakaran adalah sebagai berikut:
1) Nyala api dan bahan-bahan yang pijar Kemungkinan terbakar atau
tidak tergantung dari:
a) Sifat benda padat tersebut yang mungkin sangat mudah
terbakar atau sulit terbakar
9

b) Besarnya zat padat tersebut jika sedikit, tidak timbul cukup


panas untuk terjadinya kebakaran
c) Keadaan zat padat, seperti mudahnya kertas atau kayu-kayu
lempengan tipis terbakar karena relatif luasnya permukaan
yang bersinggungan dengan oksigen
d) Cara menyalakan zat padat, misalnya di atas atau sejajar
dengan nyala api.
2) Penyinaran
Terbakarnya suatu bahan yang mudah terbakar oleh benda
pijar atau nyala api tidak perlu atas dasar persentuhan. Semua
sumber panas memancarkan gelombang elektromagnetis yaitu
sinar inframerah. Jika gelombang ini mengenai benda, maka pada
benda tersebut dilepaskan energi yang berubah menjadi panas.
Benda tersebut menjadi panas dan jika suhunya terus naik, maka
pada akhirnya benda tersebut akan menyala.
3) Peledakan uap atau gas
Setiap campuran gas atau uap yang mudah terbakar saat
bereaksi dengan oksigen akan menimbulkan nyala api. Jika kadar
gas atau uap berada dalam batas untuk menyala atau meledak dan
terkena benda pijar atau nyala api maka pembakaran yang terjadi
akan meluas dengan cepat. Batas-batas kadar tersebut tergantung
pada jenis uap atau gas. Kecepatan api yang menjalar tergantung
pada sifat zat, suhu dan tekanan udara. Kecepatan ini menentukan
besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh peledakannya.
4) Percikan Api
Percikan api yang bertemperatur cukup tinggi dapat
menyebabkan terbakarnya campuran gas, uap, debu dan udara.
Percikan api tidak dapat membakar benda padat, dikarenakan
energi dan panas yang ditimbulkan dari percikan api akan
menghilang di sekitar benda padat. Percikan api dapat terbentuk
melalui listrik statis yang dihasilkan dari gesekan dua benda yang
bergerak, di antara benda yang bergerak dan udara, dan di antara
cairan atau gas yang bukan penghantar listrik dengan pipa yang
dilaluinya, seperti pada saat pengisian bahan bakar minyak.
10

Dalam hal ini bahan bakar dengan berat jenis lebih besar
adalah berbahaya, oleh karena bahan yang ringan akan cepat
menguap dan tak terjadi pembakaran. Termasuk percikan api yang
timbul akibat gesekan dua permukaan juga sangat berbahaya,
seperti pengerindaan logam bukan besi.
5) Terbakar sendiri
Kebakaran sendiri dapat terjadi pada kumpulan bahan bakar
mineral yang padat atau zat-zat organik, apabila peredaran udara
cukup besar untuk terjadinya proses oksidasi, tetapi tidak cukup
untuk mengeluarkan panas yang terjadi. Peristiwa-peristiwa ini
dipercepat oleh tingkat kelembaban.
6) Reaksi kimiawi
Reaksi-reaksi kimia tertentu menghasilkan cukup panas yang
dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran. Misalnya fosfor
kuning yang teroksidasi sangat cepat bila bersinggungan dengan
udara dan asam nitrat yang mengenai bahan-bahan organik akan
menimbulkan nyala api. Zat-zat yang bersifat mengoksidasi
seperti hidrogen peroksida, klorat, perklorat,borat, perborat,
dan lain-lain yang membebaskan oksigen pada pemanasan,
dengan aktif meningkatkan proses oksidasi dan menyebabkan
terbakarnya bahan-bahan yang dapat dioksidasi. Walaupun tidak
ada panas yang datang dari luar, bahan yang mengoksidasi dapat
mengakibatkan terbakarnya zat-zat organik, terutama jika bahan
organik tersebut dalam bentuk partikel atau jika kontak terus-
menerus dengan zat yang mengoksidasi tersebut.
7) Peristiwa-peristiwa lain
Gesekan antara dua benda dapat menimbulkan panas, yang
semakin banyak menurut besarnya koefisien gesekan. Jika panas
yang timbul lebih besar dari kecepatan hilangnya panas ke
lingkungan, maka kebakaran mungkin terjadi
e. Klasifikasi Kebakaran
National Fire Protection Association (NFPA)
mengklasifikasikan kebakaran menjadi 4 kelas, antara lain:
1) Kelas A
11

Merupakan kebakaran yang disebabkan bahan padat kecuali


logam yang meninggalkan arang dan abu. Unsur bahan padat
tersebut biasanya mengandung karbon, seperti kertas, plastik, karet,
busa dan lain-lain sejenisnya. Untuk situasi demikian, yang cocok
sebagai media pemadam adalah air karena air menyerap
kalor/panas dan dapat menembus sampai bagian dalam.
2) Kelas B
Merupakan kebakaran yang disebabkan bahan cair dan gas
yang mudah terbakar yang mengandung hidrokarbon dari produk
minyak bumi dan turunan kimianya, seperti: minyak, alkohol,
bensin, dan lain-lain sejenisnya. Media pemadam yang cocok adalah
jenis busa karena akan menutup permukaan cairan yang mengapung
di permukaan. Sedangkan untuk bahan gas, media pemadam yang
cocok adalah jenis tepung kimia kering atau CO2 karena akan
terjadi proses substitusi oksigen dan atau memutuskan reaksi rantai.
3) Kelas C
Merupakan kebakaran yang disebabkan listrik yang
bertegangan seperti: peralatan elektronik rumah tangga, komputer,
televisi, transmisi listrik dan lain-lain sejenisnya. Media pemadam
yang cocok adalah jenis bahan kering, yaitu tepung kimia atau CO2.
4) Kelas D
Merupakan kebakaran yang disebabkan bahan logam. Media
pemadam yang digunakan harus dirancang khusus yang dapat
berfungsi menutup permukaan bahan yang terbakar dengan cara
menimbun, misalnya metal-x, foam. Tidak dianjurkan menggunakan
media pemadam seperti air atau yang lainnya karena akan
menimbulkan bahaya. Dipadamkan dengan peledakan bahan
peledak di tengah-tengah kebakaran. Secara kimia pemadaman
dapat dilakukan dengan memakai bahan- bahan yang menyerap
hidroksit (OH) dari rangkaian rantai reaksi pembakaran. Bahan-
bahan tersebut dapat dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu:
a) Logam alkali berupa tepung kimia kering (dry chemical)
b) Ammonia berupa tepung kimia kering
c) Halogen berupa gas dan cairan
12

f. Tahap-tahap Perencanaan
Berikut ini adalah tahap-tahap Perencanaan menurut Kelly (1989)
yaitu :
1) Survei bahaya
a) Dengan cara menentukan potensi bahaya, menentukan jenis
emergency system
b) Program pengendalian bahaya
c) Inventarisasi sumber daya diantaranya organisasi, personil,
prosedur operasi, peralatan dan sarana
2) Membentuk tim tanggap darura
a) Anggota-anggota tim
b) Memilih tim alternative
c) Mencantumkan alamat dan nomor telp dari anggota
d) Menetapkan pusat komando pengendalian
e) Mencantumkan tim bantuan pihak luar
3) Menetapkan prosedur pengendalian
a) Alur organisasi
b) Prosedur komunikasi ( tanda bahaya dan komunikasi
individu)
c) Prosedur evakuasi
d) Prosedur operasi penanggulangan (kebakaran, pencemaran
rescue)
e) Prosedur pengadaan peralatan dan sarana
f) Prosedur rehabilitasi (pasca keadaan darurat)
g) Prosedur investigasi dan pelaporan
4) Pelatihan
a) Pelatihan bagi seluruh pekerja dengan cara : memahami situasi
darurat, mengerti prosedur-prosedur pengendalian dan
memahami tanggung jawab masing-masing
b) Pelatihan praktek dengan cara : uji coba latihan berkala
c) Evaluasi pelatihan (kritik, tanya jawab dan saran)
5) Menjaga prosedur tetap Up – To – Date
a) Buku pedoman (panduan) tanggap darurat harus tersedia
disemua tempat kerja
b) Menjaga agar prosedur dan perencanaan tanggap darurat
tetap up to date
c) Revisi alamat dan nomor telepon para anggota tim
d) Revisi peta bangunan atau proses dan alamat instansi yang bisa
dihubungi
6) Pedoman Pelaksanaan Kesiagaan dan Tanggap Darurat
13

Untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang dapat


menimbulkan keadaan darurat, diperlukan suatu sistem
komprehensif yang mampu memantau, mengkoordinasikan, dan
memberikan saran serta pengendaliannya (Kelly, 1989).
Tidak ada suatu kegiatan apapun yang bisa bebas dari
bencana.Keadaan darurat dapat terjadi kapan saja dan setiap saat,
selain itu akan menimbulkan kerugian dari mulai manusia, harta,
benda dan lingkungan. Cara terbaik untuk mengurangi kerugian
yaitu dengan adanya perencanaan awal menghadapi situasi darurat
(Kelly, 1989).
Untuk dapat menghadapi kemungkinan tersebut maka harus
dilakukan beberapa hal diantaranya yaitu :
a) Membuat dan memelihara proseduruntuk identifikasi
terjadinya kecelakaan dan keadaan darurat
b) Membuat prosedur tanggap darurat
c) Merevisi dan mengkaji prosedur tanggap darurat yang sudah ada
d) Menguji prosedur tanggap darurat yang sudah ada.
Membuat prosedur pemulihan emergency respon atau
bencana untuk mengembalikan kegiatan operasi perusahaan
secara cepat dan aman. (Kelly,1989).
Selain adanya perencanaan dan pelaksanaan tanggap
darurat hal yang harus diperhatikan yaitu pengelolaan dari
emergency tersebut. Dengan adanya pengelolaan maka
meyakinkan semua keadaan darurat dapat diatasi dengan cepat,
tepat dan aman. Dapat menekan kerugian yang tidak diinginkan
dengan menanggulanginya sedini mungkin serta menjamin
koordinasi dalam penanggulangan keadaan darurat (Kelly,
1989).
7) Elemen-Elemen Sistem Tanggap Darurat Kebakaran
Emergency/disaster planning pada prinsipnya terdiri dari
beberapa elemen yang dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini :
Gambar 1: Siklus berurutan Baseline Assessment, Prevention,
Preparedness, Response, dan Recovery.
14

BASELINE
ASSESSMENT

RECOVERY PREVENTION

RESPONSE PREPAREDNESS

a) Baseline Assesment

Baseline Assesment adalah sebuah rangkaian penilaian terhadap


aspek-aspek kesiapan menghadapi emergency atau disaster yang
meliputi aspek sumber daya manusia peralatan dan sistem. Tujuan dari
baseline assessment adalah untuk memberikan gambaran kepada
manajemen atas kondisi terakhir aspek-aspek tersebut dari perusahaan
(Kelly, 1989).

Baseline Assesment merupakan tugas manajemen yang penting


dimana dapat memberikan kontribusi secara langsung untuk efektifitas
pengambilan keputusan, perencanaan dan fungsi control bagi sistem
penanggulangan emergency yang terorganisir. Dengan data yang
terkumpul dari tiga aspek tersebut diatas maka perusahaan akan melihat
posisi kesiapan perusahaan dalam menghadapi emergency atau disaster.
Dengan demikian baseline assessment menjadi dasar dalam
15

menentukan perencanaan emergency atau disaster lebih jauh guna


menuju perbaikan yang terus menerus (Kelly, 1989).

Pelaksanaan baseline assessment harus dilakukan secara


terencana dan disusun dengan baik. Langkah-langkah penyusunan
baseline assessment harus direncanakan secara rinci. Berikut ini adalah
aktivitas proses penyusunan baseline assessment :

(1) Mengidentifikasi kebutuhan dan informasi dan sumber- sumber


data yang kemungkinan berpotensi menyebabkan emergency

(2) Mengidentifikasi Critical Products, Service dan Operation.


Mengidentifikasi sumber daya dan kemampuan internal
perusahaan

(3) Mengidentifikasi sumber daya eksternal. Melakukan analisa


vulnerability (kerentanan) dan fasilitas pabrik

(4) Mengumpulkan data dari sistem yang ada. Data yang perlu
diperhatikan antara lain :

(a) Kebijakan HSSE

(b) Prosedur HSSE

(c) Program-Program HSSE

(d) Prosedur Emergency

(e) Prosedur Security

(f) Prosedur Keuangan dan Purchasing

(g) Risk Management Plan

(h) Program-Program Asuransi

(i) Process Safety Assessment

(j) Fire Protection Plan


16

(k) Mutual Aid Agreement

(l) Regulasi Pemerintah dan Pemerintah Daerah

(m) Menganalisa data dan mengintepretasikan data

Data yang terkumpul dianalisa dan lakukan intepretasi data


secara akurat. Aktifitas ini dilakukan oleh tim atau komite keadaan
darurat yang di berikan otoritas secara penuh untuk melakukan
kajian baseline assessment dalam rangka pembuatan sistem
tanggap darurat yang komprehensif, lengkap dan dapat
diaplikasikan secara efektif.

(5) Laporan baseline assessment yang berisi kesimpulan dan


rekomendasi dari hasil temuan untuk para perencana dan
pengambil keputusan. Dengan demikian Baseline Assesment adalah
suatu proses pengkajian yang sistematis dan terdokumentasi
dengan baik untuk memverifikasi suatu sistem manajemen yang
dimiliki oleh perusahaan terhadap suatu ukuran tertentu yang
dilakukan dengan cara mengumpulkan data, menganalisa,
mengevaluasi serta memberikan rekomendasi atas hasil assessment
yang dilakukan (Kelly, 1989).

Hasil dari baseline assessment ini merupakan dokumen


yang komprehensif bagi perusahaan berkaitan dengan subyek yang
diinginkan dalam hal ini adalah keadaan darurat. Dengan demikian
baseline assessment merupakan titik awal perusahaan melakukan
penyusunan emergency system atau memodifikasi emergency
system yang ada di perusahaan sebelum melakukan langkah-
langkah selanjutnya (Kelly, 1989)

Hasil dari baseline assessment dapat dijadikan refrensi


untuk memperbaiki sistem prevention, preparedness, response dan
recovery yang sudah dimiliki oleh perusahaan. Kajian baseline
assessment juga sangat berguna bagi perusahaan yang telah
17

beroperasi baik yang telah memiliki keadaan darurat maupun yang


belum memlilikinya sehingga perusahaan dapat menyusun keadaan
darurat yang lebih akurat dan

Tujuan dari dilakukannya baseline assessment dalam


kerangka penyusunan keadaan darurat ini adalah untuk
memberikan gambaran kepada manajemen status kekinian dari
fasilitas emergency yang dimiliki, fasilitas fire protection di pabrik,
kajian terhadap keselamatan pabrik , kemampuan sumber daya
manusia , efektifitas serta aspek kesisteman dalam menghadapi
emergency, (Kelly, 1989).

b) Prevention

Prevention terkonsentrasi pada formulasi dan implementasi dari


suatu kebijakan jangka panjang dan program-program untuk mencegah
dan meminimalisir kondisi darurat atau disaster. Dampak dari
emergency yang disebabkan oleh kecelakaan teknologi ini mungkin
tidak sepenuhnya dapat dicegah. Namun dampak yang lebih luas dari
emergency atau disaster dapat dikurangi dengan mengimplementasikan
tindakan-tindakan pencegahan (prevention) yang efektif. Prosedur
pencegahan merupakan aspek penting dalam sebuah Keadaan Darurat
yang komperhensif (Kelly, 1989).

Pada prinsipnya tindakan pencegahan lebih berfokus pada


peralaatan atau instalasi dan material-material yang berbahaya dalam
suatu industri. Banyak insiden yang kemudian meningkat menjadi
kondisi darurat dikarenakan adanya penyimpangan dari kondisii
normal. Jika penyebab- penyebab dan akibat potensial dari suatu
penyimpangan tersebut dapat diidentifikasi di awal maka tingkat
keparahan dari suatu emergency system dapat dikendalikan (Kelly,
1989)
18

Banyak perusahaan memposisikan prosedur prevention pada


dokumen lain bukan memposisikan pada emergency plan. Hal ini tentu
bukan persoalan, yang terpenting adalah implementasi dari prosedur
prevention yang ada. Prosedur prevention ini seperti fire prevention,
inspection, preventive maintenance dan prosedur lainnya yang
bertujuan sebagai pencegahan baik dari sisi engineering peralatan atau
sistem yang ada di perusahaan maupun sisi administrasi (Kelly, 1989).

Pada fase prevention ini, pengenalan terhadap bahaya juga harus


dilakukan. Metode untuk mengidentifikasi bahaya sangat beragam dan
mempunyai karakter serta tujuan masing-masing. Beberapa metode
yang biasa dilakukan seperti Hazops, What If, PHA, Fault Tree
Analysis, FMEA dan masih banyak lagi.Beberapa aspek perlu
diperhatikan dalam prosedur prevention ini. Aspek-aspek tersebut
antara lain :

(1) Prosedur Inspeksi

(2) Prosedur Maintenance

(3) Prosedur HSSE

Untuk setiap prosedur diatas perlu dijelaskan secara rinci


bagaimana melakukan inspeksi, melaksanakan maintenance dan
melakukan pekerjaan secara selamat. Sebagai contoh, inspeksi maupun
testing terhadap fire protection equipment harus dilakukan secara
berkala sesuai dengan standar yang ditetapkan (Kelly, 1989).

Beberapa peralatan atau komponen yang harus di inspeksi seperti :


(1) Pipa

(2) Pompa

(3) Fire Truck

(4) Tangki dan Countainer


19

(5) Vessel

(6) Fire Suppression System

(7) Alarm System dan Detection

(8) Portable Fire Extinguisher (APAR)

(9) Hydrant

(10) Hose dan Nozzle

(11) Sprinkler System

(12) Fire Water

Masing-masing peralatan fire protection tersebut memiliki standar


frekuensi yang harus dilakukan dan prosedur melakukan maintenance
terhadap fire protection equipment. Baik mengikuti standar
internasional maupun standar manufaktur (Kelly, 1989).

c) Preparedness

Elemen Preparedness menitik beratkan pada kesiapan menghadapi


emergency atau disaster dari sisi kesiapan personil peralatan dan sistem.
Hal-hal yang perlu ada dalam preparedness meliputi :

(a) Prosedur training dan kemampuan mengevaluasi training yang


telah dilakukan

(b) Drill dan exercise untuk para key personnel dalam struktur
emergency

(c) Peralatan yang dibutuhkan dalam emergency

(d) Record karyawan, pelanggan, vendor, informasi keuangan dan


record penting lainnya merupakan catatan yang perlu dilindungi
jika terjadi emergency. Selain variable tersebut diatas, perlu pula
Dicantumkan dalam preparednes procedure salah satunya adalah
mutual aid. Mutual aid adalah suatu perjanjian kerja sama untuk
20

saling berbagi sumber daya penanggulangan emergency seperti


peralatan, material, personil, informasi, dan bantuan keuangan yang
mungkin selama terjadi kondisi emergency. Perjanjian kerja sama
mutual aid ini harus dilampirkan dalam emergency planning (Kelly,
1989).

Untuk menghindari kebingungan dan konflik dalam kondisi


emergency atau disaster, maka dalam perjanjian kerja sama (mutual
aid) perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini :

(a) Dalam perjanjian tersebut perlu dijelaskan jenis bantuan yang


akan diberikan, sebesar apa level bantuan yang akan di berikan
oleh masing-masing pihak

(b) Perlu mengidentifikasi rantai komando untuk mengaktivasi


perjanjian

(c) Perlu dijelaskan prosedur komunikasi dalam perjanjian


mutual aid tersebut

(d) Tanggung jawab dan peran

Dalam prosedur preparedness perlu juga dijelaskan secara


terinci aspek training dan driil yang harus dilakukan di lingkungan
perusahaan terutama bagi personil tim keadaan darurat. Namun
sebelum kegiatan training sebaiknya perlu diadakan sosialisasi
berkaitan dengan preosedur penanggulangan emergency.

Dengan sosialisasi ini setiap orang atau departemen mengetahui


apa yang menjadi peran dan tanggung jawabnya dalam kondisi
emergency tersebut. Selain itu pelaksanaan training juga akan
berjalan dengan lebih baik dibandingkan jika sosialisasi tidak
dilakukan (Kelly, 1989).

Emergency system juga berisikan prosedur untuk training


penanggulangan emergency yang meliputi seluruh bahaya yang
21

ditetapkan dalam keadaan darurat. keadaan darurat maupun drill ini


selain harus spesifik sesuai dengan hazard dan scenario emergency
yang mungkin muncul, training dan drill juga harus sesuai dengan
regulasi yang telah ditetapkan oleh lembaga terkait (BP Migas dan
OSHAS 18001). Training ataupun drill yang minimum harus
dilakukan adalah :

(a) First Aid & Medical Evacuation

(b) Fire Fighting

(c) Emergency Response Drill

(d) On-Scene Commander

(e) Spill Response

(f) Evacuation Drill

(g) Pre-Fire Planning

(h) Fire and Safety Audit

(i) Emergency Reporting Procedure

(j) Hazardouz Materials Spills & Response

(k) Mutual Aid Coordination

d) Response

Tentunya cara merespon setiap kondisi emergency atau bencana


akan berbeda. Tergantung dari skala kejadiannya maupun jenis bencana
yang terjadi. Kualitas penanggulangan akan sangat tergantung dari
kualitas persiapan yang dilakukan. Fase penanggulangan bertujuan
untuk menstabilkan dan mengendalikan bencana yang terjadi. Jika suatu
emergency atau disaster terjadi maka tindakan penanggulangan secara
efektif harus dilakukan (Kelly, 1989).
22

Elemen-elemen esensial dalam fase ini seperti komunikasi dan


koordinasi, evakuasi, shutdown, pencarian korban dan penyelamatan,
emergency first aid, damage control, security dan sebagainya. Pada
prinsipnya dalam operasi penanggulangan emergency ini di perlukan
komunikasi dan koordinasi antar depatermen dalam perusahaan maupun
dalam organisasi emergency. Sehingga untuk menjamin efektifitas
operasi penanggulangan emergency ini eperlu dilakukan drill yang
besifat periode (Kelly, 1989).

Titik berat drill ini bukan hanya untuk tim penanggulangan di


lapangan saja tetapi juga bagi manajemen. Kepentingan untuk
manajemen ini tidak lain ialah untuk agar pada tingkat manajemen
juga memahami prosedur penanggulangan emergency Sehingga
yang diharapkan adalah operasi penanggulangan dapat efektif dan
tentunya dapat menekan dampak kerugian akibat emergency
(Kelly,1989).

Untuk melakukan operasi penanggulangan secara efektif, terutama


jika yang di hadapi adalah kebakaran maka perlu juga dijelaskan Pre-
Fire Planning dan Fire Command System untuk mempertajam elemen
response (Kelly, 1989).

e) Recovery

Fase ini direncanakan untuk mengembalikan fasilitas, lingkungan


dan perangkat lainnya pada status fungsionalnya. Pada fase inilah
analisa dampak dan minimalisasi dampak emergency atau bencana
harus dituangkan dalam perencanaan recovery yang efektif dan
dilaksanakan secara konsisten. Beberapa subyek penting yang patut
direncanakan dalam fase recovery ini seperti Incident Investigation,
Damage Assessment, Clean Up, dan Restoration, Business and
Interruption, Claim Procedures dan lainnya (Kelly, 1989).
23

Dalam melakukan tindakan recovery perlu diperhatikan hal- hal


yang berkaitan dengan syarat-syarat claim pada pihak asuransi. Dengan
demikian perlu persiapan untuk melakukan tindakan recovery sehingga
akan diperoleh dokumentasi kerugian yang tepat. Tindakan persiapan
recovery meliputi :

(a) Menugaskan personil untuk mengawasi


tindakan pembersihan dan perbaikan

(b) Menyiapkan prosedur penilaian kerusakan

(c) Membuat daftar prioritas peralatan yang perlu diganti atau di


perbaiki

(d) Menyiapkan prosedur khusus untuk mengajukan work order,


purchase order dan sebagainya

(e) Menentukan areal tertentu untuk menempatkan peralata maupun


perlengkapan yang rusak sampai dengan investigasi selesai
dilakukan

(f) Menyiapkan prosedur perhitungan untuk menjamin akurasi


perhitungan kerugian.

Tindakan review terhadap emergency planning yang dimiliki


perusahaan (Kelly, 1989).

Dari peran diatas dapat dikatakan bahwa fungsi emergency/disaster


planning sangat sentral bagi setiap industri. Kenyataan kekinian
memperlihatkan bahwa banyak kejadian emergency bahkan disaster
tidak terselesaikan secara baik. Sehingga terkesan manajemen
penanganan atau penanggulangan emergency kurang professional
(Kelly,1989).

B. Perundang-undangan
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
24

2. Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang


Ketenagakerjaan.
3. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan
Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja..
4. Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan
5. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan.
6. Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika di Tempat Kerja.
7. Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan
Kebakaran di Tempat Kerja.
8. Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar
Nasional Indonesia (SNI) No SNI-04-0225-2000 Mengenai
Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat
Kerja.
.
BAB III
HASIL

A. Pelaksanaan
Kegiatan kunjungan dilakukan oleh mahasiswa semester V Diploma
4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran UNS
dilaksanakan pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 2 April 2018
Waktu : 09.00 - selesai
Lokasi : PT. Pertamina TBBM Boyolali
Alamat : Jalan Raya Solo-Semarang Km.18 Teras, Boyolali, Jawa Tengah
Keberangkatan menggunakan satu buah bus dan satu mobil milik
dosen pengampu. Peserta kunjungan yaitu kelas A yang berjumlah 49
mahasiswa dan didampingi dosen pengampu mata kuliah Keselamatan
Kerja yaitu Bapak Sri Suryo dan Bapak Haris Setiawan.
B. Deskripsi Perusahaan
PT. Pertamina TBBM Boyolali merupakan salah satu Marketing
Operation Region IV dari PT Pertamina (Persero), yang dibangun pada
tahun 2002 dan mulai dioperasikan pada tahun 2008. PT. Pertamina TBBM
Boyolali berada diantara di Desa Ketaon dan Desa Mojolegi lebih tepatnya
terletak di Jalan Solo Semarang KM 18 Teras, Kabupaten Boyolali, Jawa
Tengah. PT. Pertamina TBBM Boyolali memiliki luas area 11,2 Ha yang
menggunakan Operational Terminal Automation System.
PT. Pertamina TBBM Boyolali memiliki visi, misi dan tugas pokok sebagai
berikut:
Visi:
Menjadi unit kerja operasi dengan layanan kelas dunia.
Misi:
1) Melaksanakan aktivitas penerimaan, penimbunan, dan pendistribusian
BBM, secara aman tepat mutu, jumlah, dan waktu, serta memenuhi aspek
K3LL.

25
26

2) Mendukung terealisasinya transformasi budaya di lingkungan Pertamina


melalui budaya Clean, Competitive, Confidence, Customer Focus,
Commercial, dan Capable.
Tugas Pokok:
1) Melaksanakan kegiatan penerimaan, penimbunan, dan penyaluran BBM
(Pertamax, Premium, dan Solar) untuk masyarakat (SPBU, industri), PT
KAI dan TNI/POLRI.
a. Penerimaan BBM dan BBK
Pasokan BBM Terminal BBM Boyolali disuplai melalui pipa dari
terminal Lomanis, Cilacap menggunakan pipa multi product single pipe
berjenis CY 2 sepanjang 246 KM dan berdiameter 12 inchi. Isi pipa dari
Cilacap hingga Boyolali adalah 18.098 KL dengan flowrate rata-rata
300KL/Jam.

Gambar 1. Tampilan HMI TAS Jalur Penerimaan BBM


b. Penimbunan BBM dan BBK
Pertamina TBBM Boyolali dapat menimbun BBM hingga
±100.000KL yang disimpan dalam 12 tangki. Untuk tangki BBM jenis
Premium disimpan dalam 3 buah tangki dengan kapasitas 13.000KL per
tangki, Pertalite disimpan dalam satu buah tangki dengan kapasitas
5000KL, sedangkan solar disimpan dalam 3 buahtangki berkapasitas
15.000KL untuk setiap tangkinya. BBM jenis Pertamax disimpan dalam 2
buah tangki berkapasitas 5000KL setiap tangkinya. Selain itu, ada pula
27

tangki Feed Stock C dengan kapasitas 500KL dan tangki Fame 500KL dan
126KL

Gambar 2. Tampilan HMI TAS Overview untuk penimbunan BBM dan BBK
c. Penyaluran BBM dan BBK
Dari pipa utama CY 2 sepanjang 246 KM ketika sampai di TBBM
Boyolali akan dipisah menggunakan beberapa fasilitas pompa dan meter
arus sesuai dengan jenis bahan bakarnya. Untuk Premium 5 x 500 gpm =
2500 gpm (pompa) dan 12 x 1500 l/m = 15.000 l/m (meter arus). Sedangkan
untuk Pertalite 1 x 500 gpm =500 gpm (pompa) dan 2 x 1500l/m = 3.000
l/m (meter arus). Lalu untuk Solar 6 x 500 gpm = 3000 gpm (pompa) dan 9
x 1500 l.m = 13.500 l/m (meter arus). Selanjutnya untuk Pertamax 2 x 500
gpm = 1000 gpm (pompa) dan 4 x 1500 l/m = 6000 l/m (meter arus). Untuk
blending/ COCO 2 x 500 gpm =1000 gpm (pompa) dan untuk SPBU COCO
Solar dan SPBU COCO Premium Masing-masing 1 x 500 l/m = 500 l/m.
Kemudian yang terakhir untuk Fame 2 x 250 gpm = 500 gpm (pompa), 3 x
500 l.m =1500 l/m (meter arus fame) dan untuk multi (Cadangan Premium
1x 500 gpm =500 gpm.
Wilayah Operasi TBBM Boyolali meliputi wilayah Boyolai,
Surakarta, Klaten, Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Salatiga, Semarang
Selatan (Ungaran, Ambarawa, Bnyubiru), Purwodadi dan wilayah Jawa
Timur mulai dari Pacitan, Ngawi dan Magetan. Dengan mendistribusikan ke
±23 SPBU, industry, PT. KAI dan TNI/Polri
28

Menurut zonasinya TBBM Boyolali menyalurkan BBM pada zona


I < 30 KM sebanyak 83 SPBU. Sedangkan untuk zona II 30 KM- 60 KM
sebanyak 64 SPBU, lalu untuk zona III > 60 KM sebanyak 83 SPBU.
Dengan jumlah mobil tangki volume 1 sejumlah 85 unit (kapasitas 1960
KL) dan non volume 1 sejumlah 14 unit (kapasitas 184 KL). Total mobil
tangki yang mendistribusikan adalah 96 unit dengan kapasitas 2144 KL.
Rata-rata pendistribusian per tahun 2016 Premium sebesar
2943/hari, Solar 1265 KL/hari, Pertamax 243 KL/hari dan Pertalite 250
KL/hari.

Gambar 3. Pola Distribusi Sistem Zonasi


Data distribusi tahun 2010-2015 menunjukkan bahwa ada kenaikan untuk
Pertamax tiap tahunnya dan Pertalite naik tahun 2015. Sedangkan Premium
dan Solar mengalami penurunan pada tahun 2015.
29

Gambar 3. Grafik Distribusi BBM Tahun 2010-2015


d. Denah / Layout TBBM Boyolali

Gambar 4. Denah Pertamina TBBM Boyolali


e. Pelaksanaan K3 di Perusahaan
1) Ketenagakerjaan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja
PT. Pertamina TBBM Boyolali memiliki 16 Pekerja Organik
atau tetap, smentara pekerja lainya merupakan tenaga kontrak atau tenaga
pembantu yang didatangkan. PT. Pertamina TBBM Boyolali sangat
berkonsentrasi pada bagian K3LL karena TBBM Boyolali memiliki
bahaya resiko sangat tinggi. Beberapa penghargaan yang telah didapat
dapat mencerminkan seberapa besar perhatian pertamina kepada bidang
K3LL. Untuk penghargaan yang diberikan pihak pertamina sendiri yaitu
Pertamina POSE pada tahun 2011 dan 2013 mendapatkan penghargaan
Gold, sedangkan tahun 2012, 2014 dan 2015 mendapatkan Platinum.
Untuk penghargaan Proper TBBM Boyolali mendapatkan penghargaan
Hijau sejak tahun 2012-2015. Untuk penghargaan security mendapatkan
penghargaan Gold sejak tahun 2013. PT. Pertamina TBBM Boyolali
menggunakan ISO 9001, 14001 & OHSAS 180001 yang terintegrasi dari
30

2013-2016. Selain itu pernah mendapatkan penghargaan KPI yaitu patra


adhikarya bhumi madya tahun 2013 dan sharing knowledge teraktif
MOR IV tahun 2014.
C. Observasi
Secara garis besar kegiatan operasional di Pertamina TBBM Boyolali dibagi
menjadi 3 yaitu :
1. Penerimaan BBM dan BBK
Pasokan BBM Terminal BBM Boyolali disuplai melalui pipa dari
terminal Lomanis, Cilacap menggunakan pipa multi product single pipe
berjenis CY 2 sepanjang 246 KM dan berdiameter 12 inchi. Isi pipa dari
Cilacap hingga Boyolali adalah 18.098 KL dengan flowrate rata-rata
300KL/Jam
2. Penimbunan BBM dan BBK
Pertamina TBBM Boyolali dapat menimbun BBM hingga
±100.000KL yang disimpan dalam 12 tangki. Untuk tangki BBM jenis
Premium disimpan dalam 3 buah tangki dengan kapasitas 13.000KL per
tangki, Pertalite disimpan dalam satu buah tangki dengan kapasitas
5000KL, sedangkan solar disimpan dalam 3 buahtangki berkapasitas
15.000KL untuk setiap tangkinya. BBM jenis Pertamax disimpan dalam 2
buah tangki berkapasitas 5000KL setiap tangkinya. Selain itu, ada pula
tangki Feed Stock C dengan kapasitas 500KL dan tangki Fame 500KL dan
126KL
3. Pendistribusian BBM dan BBK
Dari pipa utama CY 2 sepanjang 246 KM ketika sampai di TBBM
Boyolali akan dipisah menggunakan beberapa fasilitas pompa dan meter
arus sesuai dengan jenis bahan bakarnya. Untuk Premium 5 x 500 gpm =
2500 gpm (pompa) dan 12 x 1500 l/m = 15.000 l/m (meter arus).
Sedangkan untuk Pertalite 1 x 500 gpm =500 gpm (pompa) dan 2 x
1500l/m = 3.000 l/m (meter arus). Lalu untuk Solar 6 x 500 gpm = 3000
gpm (pompa) dan 9 x 1500 l.m = 13.500 l/m (meter arus). Selanjutnya
untuk Pertamax 2 x 500 gpm = 1000 gpm (pompa) dan 4 x 1500 l/m =
6000 l/m (meter arus). Untuk blending/ COCO 2 x 500 gpm =1000 gpm
(pompa) dan untuk SPBU COCO Solar dan SPBU COCO Premium
Masing-masing 1 x 500 l/m = 500 l/m. Kemudian yang terakhir untuk
31

Fame 2 x 250 gpm = 500 gpm (pompa), 3 x 500 l.m =1500 l/m (meter
arus fame) dan untuk multi (Cadangan Premium 1x 500 gpm =500 gpm.
Wilayah Operasi TBBM Boyolali meliputi wilayah Boyolai,
Surakarta, Klaten, Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Salatiga,
Semarang Selatan (Ungaran, Ambarawa, Bnyubiru), Purwodadi dan
wilayah Jawa Timur mulai dari Pacitan, Ngawi dan Magetan. Dengan
mendistribusikan ke ±23 SPBU, industry, PT. KAI dan TNI/Polri
Menurut zonasinya TBBM Boyolali menyalurkan BBM pada zona
I < 30 KM sebanyak 83 SPBU. Sedangkan untuk zona II 30 KM- 60 KM
sebanyak 64 SPBU, lalu untuk zona III > 60 KM sebanyak 83 SPBU.
Dengan jumlah mobil tangki volume 1 sejumlah 85 unit (kapasitas 1960
KL) dan non volume 1 sejumlah 14 unit (kapasitas 184 KL). Total mobil
tangki yang mendistribusikan adalah 96 unit dengan kapasitas 2144 KL.
Rata-rata pendistribusian per tahun 2016 Premium sebesar
2943/hari, Solar 1265 KL/hari, Pertamax 243 KL/hari dan Pertalite 250
KL/hari.
PT Pertamina TBBM Boyolali juga telah memperoleh banyak
pengahargaan antara lain:
1. Pertamina POSE pada tahun 2011 dan 2013 mendapatkan penghargaan
Gold, sedangkan tahun 2012, 2014 dan 2015 mendapatkan Platinum.
2. penghargaan Proper TBBM Boyolali mendapatkan penghargaan Hijau
sejak tahun 2012-2015.
3. penghargaan security mendapatkan penghargaan Gold sejak tahun
2013.
4. PT. Pertamina TBBM Boyolali menggunakan ISO 9001, 14001 &
OHSAS 180001 yang terintegrasi dari 2013-2016.
5. penghargaan KPI yaitu patra adhikarya bhumi madya tahun 2013
6. sharing knowledge teraktif MOR IV tahun 2014.
32
BAB IV
PEMBAHASAN

Penerapan Keselamatan Kerja di PT. Pertamina TBBM Boyolali antara


lain:
1. Sudah memiliki Struktur organisasi tanggap darurat
2. Sudah memiliki HIRA di setiap unit kerja
3. Mempunyai sistem Overflow di setiap tanki penyimpanan BBM
4. Terdapat oil catcher untuk mencegah tumpahan
5. Memiliki zoning atau pengklasifikasian tiap area
6. Telah memiliki peraturan yang mewajibkan penggunaan APD di area kerja
7. Mempunyai sistem izin kerja beserta dengan dokumennya
8. Terdapat Safety Barrier di area terbatas
9. Sudah terdapat Color Coding atau sistem pengkodean menggunakan warna
10. Terdapat Tempat penyimpanan peralatan (Gudang)
11. Terdapat tempat khusus barang bekas pakai (Scrap)
12. Petugas yang bertanggung jawab di PT Pertamina TBBM Boyolali sudah
mendapatkan pelatihan dari pertamina Pusat yaitu Pimpinan TBBM
Boyolali dan Ahli K3nya
13. PT Pertamina TBBM Boyolali telah mengadakan drill atau pelatihan
tangggap darurat setiap tahunnya
14. HSE Pertamina TBBM Boyolali telah mengadakan inspeksi rutin
15. PT Pertamina TBBM Boyolali telah memiliki peralatan pendukung untuk
keadaan darurat diantaranya:
a. Hydrant
b. Fire Truck
c. Safety Sign
d. Titik Kumpul
e. Penunjuk jalur evakuasi
f. Hose Box
g. Foam System
h. Sprinkler
i. APAR
j. APA
k. Fire Water Protector
l. Terdapat kolam penampungan air untuk fire protection
16. PT Pertamina TBBM Boyolali telah memiliki Pre Fire Planning untuk
skenerio apabila terjadi kebakaran
17. PT Pertamina TBBM Boyolali telah memiliki sistem LOTO
18. Sudah terdapat sistem security atau pengamanan di pintu masuk

33
34

19. Terdapat sistem patroli untuk pengawasan pipa jalur penerimaan


20. Sudah menggunakan New Gantry Sytem untuk efisiensi pengisiaan
kedalam truk BMM
Selain seluruh penerapan yang disebutkan diatas terdapat juga temuan yang
tidak sesuai dengan aspek keselamatan kerja diantaranya:
1. Belum ada safety sign di area pertemuan (aula)
2. Fasilitas fire protection yaitu Hydrant digunakan untuk menyiram tanaman
3. Tidak terlihat peta area kerja untuk pengunjung
4. Safety Induction yang disampaikan di awal kunjungan telalu singkat dan
kurang mendalam
5. Pada Scrap Zone atau tempat pembuangan barang bekas pakai, penataan
(Housekeeping) kurang diterapkan sehingga tampak besi bekas berantakan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. PT. Pertamina TBBM Boyolali merupakan salah satu Marketing
Operation Region IV dari PT Pertamina (Persero), yang dibangun
pada tahun 2002 dan mulai dioperasikan pada tahun 2008
2. Proses Kegiatan operasional di PT. Pertamina TBBM Boyolali dibagi
menjadi 3 yaitu penerimaan, penimbunan dan pendistribusian BBM
3. PT. Pertamina TBBM Boyolali memiliki luas area 11,2 Ha yang
menggunakan Operational Terminal Automation System.

4. Penerapan Keselamatan Kerja di PT Pertamina TBBM Boyolali guna


mencapai zero accident yaitu dengan melakukan :
a. Shift Kerja
b. Penerapan Safety Permit untuk tiap tiap pekerjaan yang akan
dilakukan
c. Melengkapi alat alat penanggulangan kebakaran dan melakukan
pelatihan tanggap darurat kebakaran
d. Penyediaan APD bagi setiap
pekerja
e. Menggunakan sistem security yang bekerja sama dengan pihak
ketiga (TNI/POLRI) untuk pengamanan
f. Menggunakan sistem pengaman otomatis (Overflow) untuk
mencegah kebocoran minyak akibat tanki BBM overload
g. Menerapkan sistem SMK3 berdasarkan OHSAS 18001
5. Penghargaan yang telah didapat oleh PT Pertamina TBBM Boyolali
antara lain:
a. Pertamina POSE pada tahun 2011 dan 2013 mendapatkan
penghargaan Gold, sedangkan tahun 2012, 2014 dan 2015
mendapatkan Platinum.
b. penghargaan Proper TBBM Boyolali mendapatkan penghargaan
Hijau sejak tahun 2012-2015.

35
36

c. penghargaan security mendapatkan penghargaan Gold sejak tahun


2013.
d. PT. Pertamina TBBM Boyolali menggunakan ISO 9001, 14001 &
OHSAS 180001 yang terintegrasi dari 2013-2016.
e. penghargaan KPI yaitu patra adhikarya bhumi madya tahun 2013
f. sharing knowledge teraktif MOR IV tahun 2014.
B. Saran
Sebaiknya Pihak Progam Studi D4K3 FK UNS berkoordinasi
dengan PT Pertamina TBBM Boyolali agar materi yang disampaikan pada
saat kunjungan lebih tepat sasaran dan sesuai dengan Learning Objective.
Selain itu pihak Prodi seharusnya dapat meminta izin agar mahasiswa
dapat melakukan observasi lapangan yang lebih mendalam, tidak hanya
dengan melihat sekeliling melalui kendaraan bus
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma Nur Nisa. 2016. Evaluasi Fire Emergency Response Plan di Area
Penimbunan PT. Pertamina TBBM Boyolali, Jawa Tengah (diakses 29 Mei
2017)

Suma’mur, 2014. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. toko
Gunung Agung.

Sekretariat Komisi VII DPR RI. 2016. Laporan Kunjungan Lapangan Komisi VII
DPR RI Ke Provinsi Jawa Tengah (diakses 29 Mei 2017)

Suma’mur P.K., 2014. Keselamatan dan Pencegahan Kecelakaan. CV. Gunung


Agung : Jakarta.

Tim Penyusun, 2014. Buku Pedoman Praktikum. Surakarta : Program D4


Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

37
38

You might also like